Lea urung pergi kerja hari itu, dia memilih work from home setelah Irene mengirimkan semua file dari klien yang harus dia handle. Wanita itu mulai melakukan pembicaraan awal dengan klien, sebelum mereka memutuskan untuk bertatap muka. Saat sebagian klien sudah sepakat membuat janji temu dengannya. Pikiran Lea mulai dibayangi adegan Dani yang rela berlutut untuk memohon maaf demi anak dan menantunya. Pria itu baik, berhati lembut. Sejak dulu memang begitu. Hanya saja dia selalu kalah dengan dominasi Dita. Terus terang, Lea tak bisa mengabaikan permintaan Dani. Ayah Rian bahkan berujar dia rela melakukan apapun untuk menebus kesalahan Rian. Apapun. Helaan napas terdengar dari arah Lea. Awalnya dia kekeuh ingin mempertahankan watak antagonis yang tengah ia dalami, tapi ternyata sisi baik hatinya meronta tidak terima. "Pikirkan apa yang telah orang tua itu lakukan saat semua orang menyakitimu. Dia diam-diam datang padamu, menggenggam erat tanganmu seraya berucap, "Kamu harus kuat
Lea hanya tersenyum melihat Rina mengancamnya dengan sebilah pisau berada di lehernya. Dipandangnya paras Rina yang memerah menahan amarah. "Bunuh saja aku. Aku tidak takut mati!" Lea justru menantang Rina yang langsung menggertakkan gigi. "Kau pikir aku tidak berani melukai atau bahkan membunuhmu?" Rina kian kuat mencekal Lea, membuat ruang gerak istri Zio makin sulit. "Kalau kau siap dengan konsekuensinya," cibir Lea. Sikapnya sangat tenang menghadapi emosi Rina yang meluap-luap. Lea memejamkan mata tak berdaya ketika dinginnya ujung pisau tajam tersebut menekan kulitnya makin dalam. Rina benar-benar bisa melewati ambang kesabaran. "Dengar Nyonya Alkanders yang terhormat. Aku tidak takut masuk penjara. Aku akan sangat puas jika aku bisa dibui karena melenyapkanmu." "Dendammu besar sekali padaku. Padahal harusnya aku yang benci kau setengah mati." "Diam!" Lea meringis, saat perih menyayat lehernya bersamaan dengan teriakan dari arah belakang Rina, disusul kelegaan menyapa Lea.
Agra tersentak ketika Vika mengatakan akan masuk ruang sidang. Pria itu baru menghubungi Ryu bertanya pasal Raisa yang tiba-tiba mengirim yang menurut Agra aneh. "Dua tahun, tidak akan pulang. Tidak mau dijenguk. Dia lagi mau hibernasi atau apa?" Gumam Agra seraya ikut berjalan masuk ke ruang sidang. Ryu sendiri mengatakan kalau Raisa ingin cepat lulus, jadi dia memadatkan program kuliahnya. Masuk akal sih. Tapi sampai tidak mau dijenguk. Agra merasa sang adik sedang menyembunyikan sesuatu darinya. "Dia tidak punya rahasia apapun, aku jamin itu. Bahkan kalau dia punya pacar aku pasti tahu. Tenang saja, Raisa aman selama berada di sini." Pesan balasan dari Ryu membuat Agra menarik napasnya dalam. Urusan Raisa sangat komplek, gadis itu masih belia, emosinya masih labil. Raisa perlu bimbingan dan dampingan dari sosok yang sangat bisa diandalkan. Andai bukan Ryu yang berada di sana, mungkin Agra tidak akan percaya. Hal yang berhubungan dengan Raisa sontak pudar dari kepala Agra, kal
"Dia pasti sengaja melakukannya. Dia mau cari simpati, cari dukungan. Dia mau semua orang menganggap dia itu seperti dewi, baik hati, lemah lembut.""Padahal aslinya manipulatif, tukang tipu. Dia bisa nipu banyak orang tapi tidak denganku. Aku tahu topeng dia yang sebenarnya."Dani memejamkan mata tanpa daya mendengar Rina dan Dita sejak tadi bersahutan memaki Lea. Bukannya bersyukur karena Lea sudi memberikan pengampunan pada Rian dan Vika.Dua orang itu ditambah Vika sejak sidang usai justru sibuk mengumpat istri Zio. "Kalian ini bukannya berterima kasih malah menjelek-jelekkan orang yang sudah menolong Rian dan Vika," Dani menengahi."Sebab dia tidak tulus dengaan sikapnya. Pasti ada udang dibalik batu, ada maksud tertentu," timpal Dita tidak terima disalahkan atas sikapnya.Dani menghela napas kasar. Akan susah meyakinkan orang yang sejak awal sudah tidak menyukai seseorang. Mau ditunjukkan bagaimana baiknya orang itu, mereka tetap tidak akan percaya.Negatif thinking saja yang a
Kehidupan kembali damai setelah Lea mampu mengatasi kebenciannya pada Rian dan Vika. Wanita itu juga secara nyata menuruti saran Zio untuk mengabaikan Dita dan Rina yang terang-terangan tidak menyukainya.Kata Zio, dua perempuan itu tidak akan mempengaruhi kehidupan Lea. Tidak ada gunanya eksistensi Dita dan Rina dalam perjalanan hidup Lea. Jadi abaikan saja.Lea sendiri sudah bertekad tidak akan berurusan lagi dengan keluarga Mahendra, kecuali Dani, mungkin. Mengingat lelaki paruh baya itu seringkali tak sengaja bertemu Lea.Istri Zio juga tak pernah ingin tahu bagaimana Rian dan Vika waktu di penjara. Bukan hal krusial.Yang paling penting adalah menjalani hidup ke depannya. Seperti yang selalu Lea katakan, dia bukan orang baik, hanya berusaha jadi lebih baik "Selamat pa ...."Ucapan selamat pagi Inez menggantung, tak terselesaikan, ketika dia melihat Zico gegas beranjak waktu melihatnya. Entah itu hanya perasaan Inez sendiri atau memang faktanya demikian, perempuan itu merasa putr
"Gak bisa lepas!""Coba putar, pasti lebih enak lepasnya."Suara itu membuat Lea mengerutkan dahi. Apa itu yang gak bisa lepas, terus diputar biar lebih enak. Otak dewasanya justru membayangkan part dua satu plus. Padahal pemilik dua suara itu masih di bawah dua satu."Malah makin kenceng, Co.""Kenceng gimana? Makin tegang gak sih?"Ha? Lea sempat mengetuk pintu tapi itu cuma formalitas, jemarinya sengaja tak diketukkan keras, hingga bunyi yang dihasilkan lemah.Sementara di dalam ruangan, ada Angel yang berlutut di antara dua kaki Zico yang terbuka. Wajah gadis itu menunduk. Cocok dengan apa yang Lea bayangkan saat perempuan itu membuka pintu tiba-tiba."Apa yang kalian lakukan?" Tanya Lea yang mendadak muncul.Zico dan Angel kompak mendongak, setelahnya suara dug, gubrak dan bruk terdengar beruntun. Hingga dua remaja beranjak dewasa itu berakhir saling tindih di lantai karpet ruangan Zico.Lea jelas melotot melihat adegan di depannya. Mana Angel jatuh pas di atas anunya Zico yang l
Dua brankar didorong masuk dengan cepat ke sebuah instalasi gawat darurat rumah sakit terdekat. Tubuh dua pasien tidak bergerak dengan darah membasahi bed tempat mereka dibaringkan.Di belakang brankar ada Arch, Sari dan Angel yang mengekor dengan wajah panik luar biasa. Serta air mata berlinang di wajah masing-masing.Ketiganya berhenti tepat di depan pintu ketika seorang perawat mencegah mereka ikut masuk."Mbak Sari, Mama ... Om Zico." Tangis Arch kembali tumpah. Kali ini dengan ledakan yang lebih kuat Sari sampai kewalahan membujuknya. Dia tidak bisa tenang waktu membujuk Arch. Bagaimana Sari bisa tenang waktu melihat dua majikannya dalam keadaan mengerikan seperti tadi."Mbak Angel tolong hubungi Tuan Alkanders. Cari saja kontaknya dengan nama itu."Angel ragu waktu menerima ponsel yang Sari ulurkan. Berhadapan dengan Zio membuat Angel gemetar duluan. Namun saat ini, mereka tidak punya pilihan. Zio harus tahu.Maka setengah jam kemudian, suasana yang sudah mencekam tambah parah.
"Sengaja jadikan Lea target?"Kalimat berapi-api dari Abian terus terngiang di telinga Zio. Bahkan ketika keheningan kembali membalut ruang tunggu selama beberapa waktu.Tak ada yang beranjak pergi. Semua seolah tidak ingin meninggalkan tempat itu sebelum mengetahui keadaan pasti Lea dan Zico.Sang dokter tadi memang menambahkan, hal-hal tak terduga bisa saja terjadi pada pasien dengan cidera karena benturan di kepala.Arch sudah tidur dalam pelukan Sari, tapi perempuan itu tak jua beringsut dari tempat duduknya. Sampai Zio memberi titah berbarengan dengan Han yang datang bersama Revo.Kedatangan dua orang itu jelas memberi petunjuk soal siapa orang sinting yang berani menyentuh Lea."Angel kamu bisa bawa mobil? Pulanglah, antarkan dulu Sari dan Arch ke rumah."Sari dan Angel saling pandang untuk kemudian sang gadis mengangguk patuh. Apalagi yang bisa dia lakukan di sini. Zico dan Lea sudah mendapat perawatan yang dipastikan terbaik.Gadis itu menerima kunci mobil Abian lalu melangkah
"Apa kamu bilang? Dia tidak bisa dituntut? Tapi semua bukti mengarah padanya."Di sela keriwehan yang harus dihadapi banyak orang di rumah sakit. Satu kabar yang kian menyulut amarah sampai ke telinga Zio dan yang lainnya.Saat Lea masih diperiksa intensif oleh tim dokter, padahal luka fisiknya cuma cidera di lengan, dan nyaris pingsan. Entah kenapa pemeriksaannya berjalan lebih dari dua jam dan belum usai.Belum Irene yang sejak tadi tak beranjak dari depan ruangan tempat Agra menjalani operasi. Perdarahan hebat yang membuat dokter sangat berhati-hati saat menangani Agra.Atau Nika yang langsung masuk ICU, setelah semua data menunjukkan keadaannya yang ternyata tidak baik sama sekali."Benar, buktinya valid. Cukup untuk memasukkan dia ke penjara, tanpa sidang pun bisa. Itu kalau aku yang jadi ketua petinggi peradilan negeri ini. Bisa masuk penjara tanpa sidang." Lawrence malah meracau ke mana-mana."Lu kata dirimu Tuhan, bisa masukin orang ke surga atau neraka tanpa hisab," ledek Han
Nika menoleh bersamaan dengan Han menerjang masuk diikuti Revo. Di belakang mereka ada Zio yang langsung menemukan sang istri yang nyaris pingsan. Zio ingin rasanya langsung membuat perhitungan dengan Nika, tapi melihat keadaan Lea, dia memilih menolong sang istri lebih dulu."Lepaskan aku! Lepaskan aku brengsek!"Han dengan kuat menarik Nika menjauh dari tubuh Agra. Han cekal tubuh Nika yang terus berontak. Sementara Revo membantu Agra yang sudah lemas. Sama dengan Zio yang lekas menggendong Lea. "Lumpuhkan dia dulu! Dia sakit jiwa!" Agra berucap lirih pada Revo."Kau brengsek, Gra! Kalian semua kurang ajar!" Napas Nika tersengal, seiring dengan Erna, Karel dan Irene yang muncul di pintu."Kalian bantu mereka. Aku pergi dulu." Zio membawa Lea pergi mengabaikan teriakan melengking tidak terima dari Nika."Zio tunggu! Aku istrimu! Jangan tinggalkan aku!" "Kau bukan istrinya lagi, namamu Munaroh! Annika Renata sudah mati!" Desis Han kejam."Nika, tenangkan dirimu!" Erna berusaha men
Lea hanya sempat merekam Nika menyebut nama ayah Zio dan Zico yang Nika akui sudah dia bunuh karena mengetahui rahasianya.Selebihnya Lea tak bisa mengontrol dirinya dari rasa syok luar biasa yang melanda. Dia bahkan tahu sebutir peluru mengarah padanya. Tapi tubuhnya tak mampu bergerak menghindar.Lea terpaku di tempatnya berdiri, bersiap menerima kematian. Hanya tangannya saja yang entah kenapa beralih menyentuh perutnya. Namun saat Lea sudah pasrah dengan segalanya, dia mendadak merasakan sepasang tangan kokoh merengkuh tubuhnya. Raga tinggi besar itu sempurna melindungi tubuh Lea dari terjangan peluru.Sampai ringisan lirih masuk ke rungu Lea, diikuti kesadaran Lea yang kembali. Netra hazel Lea melebar melihat siapa yang sudah jadi tameng hidup untuknya."Agra!" Pekik Lea syok."Kamu tidak apa-apa?" Agra bertanya cemas. Jarak mereka begitu dekat, hingga Agra mengulas senyum, melihat Lea baik-baik saja."Syukurlah, aku tidak terlambat." Pria itu berbalik, menghadap Nika yang seke
"Kau sudah menemukannya?" Zio bertanya pada Revo yang sedang memandangi benda persegi di depannya. Lagi, Lea membuat heboh semua orang ketika Erna menghubunginya. Perempuan itu melapor kalau Lea pergi mengikuti Nika, tapi sampai saat itu, nomor ponselnya tidak bisa dihubungi. "Belum, aku tidak punya ide ke mana mereka pergi," Revo menjawab, dengan jari terus bergerak mencari. Mereka semua panik, membayangkan apa yang akan terjadi jika Nika bertemu Lea. "Zi, Agra telepon," info Han sambil menunjukkan ponselnya. Pria itu menerima panggilan dari Agra setelah Zio mengangguk. "Kau yakin? Kalau begitu kami menyusul ke sana. Awasi mereka terus." "Apa katanya?" Zio bertanya saat Han menunjukkan share loc yang baru Agra kirim. "Agra menemukan mereka." Wajah Zio berubah tegang. Bersamaan dengan itu, Han menekan pedal gas dalam, hingga mobil melaju lebih cepat dari sebelumnya. "Aku tahu di mana mereka berada." Han dan Zio menoleh ke arah Revo, yang masih fokus pada laptopnya. ***
"Rel! Nika tidak ada di kamar!"Yang dipanggil namanya juga tak kalah kaget. "Dia ke mana? Kita harus bagaimana kalau begini keadaannya."Pria itu memberikan selembar kertas dengan tulisan huruf Cina pada bagian atas. "I-ini ...."Tangan Erna bergetar saat perlahan dia membaca berkas di tangannya."Hasil skrinning sudah keluar. Dokter Li bilang kita harus bawa dia pulang secepatnya. Mereka sedang berdiskusi bagaimana akan mengatasi hal ini. Parah, Na. Parah."Karel menjambak rambutnya, frustrasi dengan situasi yang sedang mereka hadapi."Kita harus temukan dia!" "Tapi di mana? Tadi kamu bilang dia tidak ada di kamarnya. Terus kita mau cari ke mana. Dia pasti matikan ponselnya kalau begini caranya.""Tunggu dulu. Tadi Lea kirim pesan padaku, dia lihat Nika di kafe. Sekarang dia sedang mengikutinya. Aku akan coba hubungi dia."Erna menghubungi Lea, tapi yang bersangkutan tidak mengangkat. Dua tiga kali, usaha Erna tidak berhasil. Hingga dua orang itu saling pandang penuh kecemasan."Ak
Lea dan Irene baru selesai meeting dengan seorang klien, ketika ponsel perempuan itu berdering. Ada nama sang suami di sana. "Ya, Zi. Ada apa?""Aku ada pertemuan dengan Revo, mendadak. Tidak masalah kan kamu makan siang dengan Irene dulu.""Tidak masalah. Kita juga dari kemarin makan siang terus. Jadi no problem. Akan kutemani Irene yang lagi merengut kesal."Yang disebut namanya melotot tidak suka. Dia memang sedang bad mood, tapi tidak terima juga kalau sampai dilaporkan pada Zio."Ibu, mah gitu," sungut Irene menggemaskan."Sorry. Dijadikan pelarian terus."Irene menghentakkan kakinya kesal. Dia sungguh jengkel beberapa hari terakhir. Dongkol pada dirinya sendiri yang susah sekali dibujuk.Agra akan terbang ke kampungnya sore ini. Setuju atau tidak, dia akan melamar Irene secara resmi pada orang tuanya.Pria itu kehabisan akal untuk membujuk Irene agar mau menikah dengannya. Jadi terpaksa dia mengambil langkah ekstrim. Minta izin dulu pada orang tua Irene, baru Irene dieksekusi b
"Maafkan mama ya Lea. Aku sungguh tidak tahu lagi harus nasehatin dia kayak gimana." Rian tertunduk malu sekaligus merasa bersalah. Dita hampir mencakar Lea saat istri Zio bertanya pasal keadaannya. Belum ditambah makian Dita yang membuat Dani naik darah. Dita tak sadar diri dengan keadaannya. Yang dia pedulikan hanya benci yang ada di hati untuk mantan menantunya."Tidak masalah. Aku sudah biasa dengan hal itu," balas Lea santai.Keduanya duduk di sebuah kafe, setelah Zio dan Dani pergi untuk diskusi soal perusahaan. Tentu setelah Zio memberi tatapan penuh peringatan pada Rian.Sungguh, Rian tak berani berharap untuk bisa bersatu kembali dengan Lea. Dia terlalu malu dengan kelakuannya di masa lalu. Hubungannya dengan Vika pun tidak tahu akan berakhir bagaimana.Perempuan itu masih menjalani sisa masa hukumannya, dan kabar terakhir yang Rian dengar, keadaan Vika tidak terlalu baik.Setelahnya tidak ada pembicaraan antara keduanya. Canggung membunuh topik pembicaraan yang sejatinya b
Lea menatap prihatin pada pemandangan di depan sana. Di mana seorang pria sedang membantu satu wanita untuk pindah ke kursi roda. Satu kaki perempuan itu masih diperban dan jelas sekali kaki tersebut ... buntung."Zi ...." Lea tak menutup mulut. Tak sanggup menyaksikan keadaan si wanita."Dia kecelakaan. Disenggol motor, jatuh lalu kakinya dilindas mobil. Satu masih bisa diselamatkan, tapi yang lain remuk jadi terpaksa diamputasi."Lea membenamkan tangisnya di dada Zio. Dengan tangan sang lelaki lekas mengusap punggung Lea. "Dia yang melaporkanmu ke polisi, dia membantu Nika. Anindita Mahendra," sebut Zio dengan wajah sendu.Andai Dita mau menunggu sebentar kala itu, anak buahnya akan datang untuk membebaskannya. Zio hanya ingin menggertak Dita sebenarnya.Namun istri Dani tak sabaran. Dita lepaskan sendiri ikatan di tangan dan kakinya. Saat anak buah Zio kembali ke gudang, mereka tidak mendapati Dita di sana.Dari penelusuran mereka justru mendapat kabar kalau terjadi kecelakaan di
Setelah berkonsultasi dengan pihak kepolisian, Lawrence memberitahu kalau mereka tidak perlu melakukan klarifikasi atas keadaan Lea dan Nika. Toh dua orang itu meski rupa sama, tapi identitas berbeda.Karena Zio tidak ingin memperpanjang masalah ini, maka mereka memutuskan menutup kasus pertukaran identitas yang Nika lakukan. Dengan catatan perempuan itu tidak berulah lagi. Jika sampai Nika membuat onar, pihak yang berwajib akan membuka kembali kasus ini.Zio fine-fine saja, lagi pula yang bakal rugi Nika bukan dirinya. Hanya saja sebagai akibat Nika menerima sejumlah barang atas Lea beberapa waktu lalu.Imbasnya Lea juga dibelikan barang yang sama. Untuk menutupi kelakuan Nika, juga menghargai pemilik butik dan outlet. "Efeknya jadi tampil lebih glam ya?" Kata Irene setengah meledek sang atasan yang sejak tadi cemberut. Dia tidak bisa memakai sling bag favoritnya, gegara dia punya jadwal memakai tas branded yang Zio belikan. Dia yang biasa tampil cuek, tinggalkan sampirkan tas pund