"Gak bisa lepas!""Coba putar, pasti lebih enak lepasnya."Suara itu membuat Lea mengerutkan dahi. Apa itu yang gak bisa lepas, terus diputar biar lebih enak. Otak dewasanya justru membayangkan part dua satu plus. Padahal pemilik dua suara itu masih di bawah dua satu."Malah makin kenceng, Co.""Kenceng gimana? Makin tegang gak sih?"Ha? Lea sempat mengetuk pintu tapi itu cuma formalitas, jemarinya sengaja tak diketukkan keras, hingga bunyi yang dihasilkan lemah.Sementara di dalam ruangan, ada Angel yang berlutut di antara dua kaki Zico yang terbuka. Wajah gadis itu menunduk. Cocok dengan apa yang Lea bayangkan saat perempuan itu membuka pintu tiba-tiba."Apa yang kalian lakukan?" Tanya Lea yang mendadak muncul.Zico dan Angel kompak mendongak, setelahnya suara dug, gubrak dan bruk terdengar beruntun. Hingga dua remaja beranjak dewasa itu berakhir saling tindih di lantai karpet ruangan Zico.Lea jelas melotot melihat adegan di depannya. Mana Angel jatuh pas di atas anunya Zico yang l
Dua brankar didorong masuk dengan cepat ke sebuah instalasi gawat darurat rumah sakit terdekat. Tubuh dua pasien tidak bergerak dengan darah membasahi bed tempat mereka dibaringkan.Di belakang brankar ada Arch, Sari dan Angel yang mengekor dengan wajah panik luar biasa. Serta air mata berlinang di wajah masing-masing.Ketiganya berhenti tepat di depan pintu ketika seorang perawat mencegah mereka ikut masuk."Mbak Sari, Mama ... Om Zico." Tangis Arch kembali tumpah. Kali ini dengan ledakan yang lebih kuat Sari sampai kewalahan membujuknya. Dia tidak bisa tenang waktu membujuk Arch. Bagaimana Sari bisa tenang waktu melihat dua majikannya dalam keadaan mengerikan seperti tadi."Mbak Angel tolong hubungi Tuan Alkanders. Cari saja kontaknya dengan nama itu."Angel ragu waktu menerima ponsel yang Sari ulurkan. Berhadapan dengan Zio membuat Angel gemetar duluan. Namun saat ini, mereka tidak punya pilihan. Zio harus tahu.Maka setengah jam kemudian, suasana yang sudah mencekam tambah parah.
"Sengaja jadikan Lea target?"Kalimat berapi-api dari Abian terus terngiang di telinga Zio. Bahkan ketika keheningan kembali membalut ruang tunggu selama beberapa waktu.Tak ada yang beranjak pergi. Semua seolah tidak ingin meninggalkan tempat itu sebelum mengetahui keadaan pasti Lea dan Zico.Sang dokter tadi memang menambahkan, hal-hal tak terduga bisa saja terjadi pada pasien dengan cidera karena benturan di kepala.Arch sudah tidur dalam pelukan Sari, tapi perempuan itu tak jua beringsut dari tempat duduknya. Sampai Zio memberi titah berbarengan dengan Han yang datang bersama Revo.Kedatangan dua orang itu jelas memberi petunjuk soal siapa orang sinting yang berani menyentuh Lea."Angel kamu bisa bawa mobil? Pulanglah, antarkan dulu Sari dan Arch ke rumah."Sari dan Angel saling pandang untuk kemudian sang gadis mengangguk patuh. Apalagi yang bisa dia lakukan di sini. Zico dan Lea sudah mendapat perawatan yang dipastikan terbaik.Gadis itu menerima kunci mobil Abian lalu melangkah
Hampir tengah malam ketika tim dokter memberitahu Zio kalau Lea telah siuman. Perempuan itu sesaat blank, tidak ingat apa yang terjadi. Sampai perlahan kepingan tabrakan kembali tersusun dalam memorinya.Zio fokus pada Lea, sementara Inez menunggu Zico yang masih belum bangun. Inez secara mengejutkan mampu meredam emosinya hingga ketika Sari memberitahu pasal kejadian ini, wanita tersebut hanya terkejut. Tidak sampai mempengaruhi tensi dan jantungnya."Mana yang sakit?" Zio bertanya dengan wajah sendu. Lagi-lagi Lea terbaring jadi pasien di rumah sakit. Sekarang dengan kondisi lumayan parah. Wajah Lea memar di beberapa bagian. Pun dengan anggota tubuh lain.Ditambah patah di tulang lengan atas Lea baru saja menjalani prosedur bedah. Bisa dipastikan jika rasa tubuh sang istri tidak karuan."Sakit semua," keluh Lea tak bisa pura-pura kuat di depan Zio."Maafkan aku, aku tidak becus menjagamu." Zio mendekat untuk kemudian mencium puncak kepala sang istri."Bukan salahmu. Aku yang tidak
Suara langkah kaki mendekat, membuat semua orang berhenti bicara."Oh, maaf jika saya mengganggu acara kalian." Suara itu terdengar lembut tapi tegas. Setelahnya perempuan tersebut menjauh dari ruangan tadi. Tahu kalau kehadirannya sama sekali tidak diharapkan. Di belakangnya derap langkah lain mengikuti."Kamu tahu kan acara hari ini apa? Kamu sengaja ingin mengacaukannya?"Lea, nama perempuan tadi berbalik arah saat tangannya di cekal. Dia tampak memandang pria yang berdiri di depannya, padahal sejatinya dia tidak bisa melihat."Aku pulang apa itu salah, Mas Rian?" "Sudah bilang kalau aku akan menikah dengan Vika.""Kalau begitu ceraikan aku, Mas! Agar aku bisa pergi dari sini!""Aku akan melakukannya jika ayah mengizinkannya!""Sayang, kamu ngapain?" Suara lain terdengar. Lea dengan segera menepis cekalan tangan suaminya. Perempuan itu menjauh pergi, langkahnya tenang meski dia tidak bisa melihat. Wanita barusan, Lea membencinya. Dia musuh dalam selimut yang baru dia sadari belak
Azalea Graziela, nama wanita itu, langkahnya begitu tenang saat memasuki sebuah kafe tak jauh dari tokonya. Tak ada raut malu saat dia harus menggunakan tongkat penyelidik untuk membantunya menemukan jalan.Kecelakaan dua tahun lalu membuat Lea total kehilangan penglihatannya. Toko bunga yang dia bangun bersama sang ayah hancur karena sebuah mobil menabraknya. Ayahnya meninggal saat itu juga, sementara dirinya mengalami kebutaan setelah kornea mata miliknya dihujani pecahan kaca, saat dia terlambat memejamkan mata. Karena peristiwa itulah Rian terpaksa menikahinya, untuk menebus kesalahannya. Tak berapa Lea sudah duduk di depan seorang wanita yang parasnya masih menyisakan kecantikan meski pias mendominasi."Halo, Lea," sapa perempuan itu lebih dulu."Halo, Nyonya. Maaf menunggu lama," balas Lea sambil tersenyum. "Tawaranku masih berlaku, apa kamu berubah pikiran?""Kenapa Nyonya mau saya melakukannya? Saya tidak kenal Nyonya, selain sebagai pelanggan toko bunga saya."Kemarin Lea
Tubuh Lea terasa panas, tapi juga dingin di waktu bersamaan. Perempuan itu mengigau, memanggil bapak sepanjang pagi. Hari telah berganti warna, tapi rasanya tetap gelap untuk dunia Lea."Suhu tubuhnya terus naik. Kita perlu membawanya ke rumah sakit."Sayup terdengar suara menembus rungu Lea yang setengah sadar. "Tidak mau ke rumah sakit," lirihnya menarik perhatian sosok yang sejak tadi bicara."Tidak bisa, kamu harus sembuh. Fisikmu harus kuat." Kalimat lembut terdengar lagi, Lea mengenali pemilik suara tadi."Nyonya, Lea tidak mau sembuh, Lea mau ikut bapak sama ibu saja."Perempuan itu beralih memandang seorang pria yang sejak tadi hanya diam tanpa bicara. Lelaki dengan aura dominasi dan paras tampan tapi dingin tergambar jelas di wajahnya."Jangan begitu Zio, kamu tidak kasihan padanya.""Kasihan?" kutip pria bernama Zio."Kamu lebih dari kasihan padanya. Kalau tidak, mana mungkin kamu membawanya pulang saat bertemu di jalan," goda si perempuan.Zio memalingkan wajah, tidak mau
Perkataan ibu Rian terngiang sepanjang hari. Pria itu tak henti berpikir. Perjalanan dinas kemarin membuka lebar mata seorang Rian tentang Lea, istri buta yang tak pernah dia anggap."Istrimu sangat baik, dia mendonorkan darahnya untuk ayahmu saat semua orang tidak ada yang mau. Bahkan adikmu yang nota bene sangat sehat. Pokoknya kalau aku jadi kamu, aku tidak akan menyia-nyiakan perempuan baik seperti dia."Rian tahu kalau Lea berusaha memenuhi kewajibannya sebagai istri. Dia hanya baru tahu kalau yang tersaji untuknya saat sarapan adalah hasil racikan tangan Lea sendiri, terutama kopi, bahkan pakaian pun wanita itu sediakan. Meski buta tapi Lea mampu melakukan banyak hal layaknya orang normal. Kecuali untuk pemilihan warna. Tadi dia baru mengetahui kalau pakaian di lemarinya disusun berdasarkan warna. Meski terkesan asal, tapi Rian menyukai semua yang Lea lakukan untuknya."Jadi selama ini Lea yang sudah mengurus hidupku, aku pikir Vika yang melakukannya," gumam Rian.Ditambah peng
Hampir tengah malam ketika tim dokter memberitahu Zio kalau Lea telah siuman. Perempuan itu sesaat blank, tidak ingat apa yang terjadi. Sampai perlahan kepingan tabrakan kembali tersusun dalam memorinya.Zio fokus pada Lea, sementara Inez menunggu Zico yang masih belum bangun. Inez secara mengejutkan mampu meredam emosinya hingga ketika Sari memberitahu pasal kejadian ini, wanita tersebut hanya terkejut. Tidak sampai mempengaruhi tensi dan jantungnya."Mana yang sakit?" Zio bertanya dengan wajah sendu. Lagi-lagi Lea terbaring jadi pasien di rumah sakit. Sekarang dengan kondisi lumayan parah. Wajah Lea memar di beberapa bagian. Pun dengan anggota tubuh lain.Ditambah patah di tulang lengan atas Lea baru saja menjalani prosedur bedah. Bisa dipastikan jika rasa tubuh sang istri tidak karuan."Sakit semua," keluh Lea tak bisa pura-pura kuat di depan Zio."Maafkan aku, aku tidak becus menjagamu." Zio mendekat untuk kemudian mencium puncak kepala sang istri."Bukan salahmu. Aku yang tidak
"Sengaja jadikan Lea target?"Kalimat berapi-api dari Abian terus terngiang di telinga Zio. Bahkan ketika keheningan kembali membalut ruang tunggu selama beberapa waktu.Tak ada yang beranjak pergi. Semua seolah tidak ingin meninggalkan tempat itu sebelum mengetahui keadaan pasti Lea dan Zico.Sang dokter tadi memang menambahkan, hal-hal tak terduga bisa saja terjadi pada pasien dengan cidera karena benturan di kepala.Arch sudah tidur dalam pelukan Sari, tapi perempuan itu tak jua beringsut dari tempat duduknya. Sampai Zio memberi titah berbarengan dengan Han yang datang bersama Revo.Kedatangan dua orang itu jelas memberi petunjuk soal siapa orang sinting yang berani menyentuh Lea."Angel kamu bisa bawa mobil? Pulanglah, antarkan dulu Sari dan Arch ke rumah."Sari dan Angel saling pandang untuk kemudian sang gadis mengangguk patuh. Apalagi yang bisa dia lakukan di sini. Zico dan Lea sudah mendapat perawatan yang dipastikan terbaik.Gadis itu menerima kunci mobil Abian lalu melangkah
Dua brankar didorong masuk dengan cepat ke sebuah instalasi gawat darurat rumah sakit terdekat. Tubuh dua pasien tidak bergerak dengan darah membasahi bed tempat mereka dibaringkan.Di belakang brankar ada Arch, Sari dan Angel yang mengekor dengan wajah panik luar biasa. Serta air mata berlinang di wajah masing-masing.Ketiganya berhenti tepat di depan pintu ketika seorang perawat mencegah mereka ikut masuk."Mbak Sari, Mama ... Om Zico." Tangis Arch kembali tumpah. Kali ini dengan ledakan yang lebih kuat Sari sampai kewalahan membujuknya. Dia tidak bisa tenang waktu membujuk Arch. Bagaimana Sari bisa tenang waktu melihat dua majikannya dalam keadaan mengerikan seperti tadi."Mbak Angel tolong hubungi Tuan Alkanders. Cari saja kontaknya dengan nama itu."Angel ragu waktu menerima ponsel yang Sari ulurkan. Berhadapan dengan Zio membuat Angel gemetar duluan. Namun saat ini, mereka tidak punya pilihan. Zio harus tahu.Maka setengah jam kemudian, suasana yang sudah mencekam tambah parah.
"Gak bisa lepas!""Coba putar, pasti lebih enak lepasnya."Suara itu membuat Lea mengerutkan dahi. Apa itu yang gak bisa lepas, terus diputar biar lebih enak. Otak dewasanya justru membayangkan part dua satu plus. Padahal pemilik dua suara itu masih di bawah dua satu."Malah makin kenceng, Co.""Kenceng gimana? Makin tegang gak sih?"Ha? Lea sempat mengetuk pintu tapi itu cuma formalitas, jemarinya sengaja tak diketukkan keras, hingga bunyi yang dihasilkan lemah.Sementara di dalam ruangan, ada Angel yang berlutut di antara dua kaki Zico yang terbuka. Wajah gadis itu menunduk. Cocok dengan apa yang Lea bayangkan saat perempuan itu membuka pintu tiba-tiba."Apa yang kalian lakukan?" Tanya Lea yang mendadak muncul.Zico dan Angel kompak mendongak, setelahnya suara dug, gubrak dan bruk terdengar beruntun. Hingga dua remaja beranjak dewasa itu berakhir saling tindih di lantai karpet ruangan Zico.Lea jelas melotot melihat adegan di depannya. Mana Angel jatuh pas di atas anunya Zico yang l
Kehidupan kembali damai setelah Lea mampu mengatasi kebenciannya pada Rian dan Vika. Wanita itu juga secara nyata menuruti saran Zio untuk mengabaikan Dita dan Rina yang terang-terangan tidak menyukainya.Kata Zio, dua perempuan itu tidak akan mempengaruhi kehidupan Lea. Tidak ada gunanya eksistensi Dita dan Rina dalam perjalanan hidup Lea. Jadi abaikan saja.Lea sendiri sudah bertekad tidak akan berurusan lagi dengan keluarga Mahendra, kecuali Dani, mungkin. Mengingat lelaki paruh baya itu seringkali tak sengaja bertemu Lea.Istri Zio juga tak pernah ingin tahu bagaimana Rian dan Vika waktu di penjara. Bukan hal krusial.Yang paling penting adalah menjalani hidup ke depannya. Seperti yang selalu Lea katakan, dia bukan orang baik, hanya berusaha jadi lebih baik "Selamat pa ...."Ucapan selamat pagi Inez menggantung, tak terselesaikan, ketika dia melihat Zico gegas beranjak waktu melihatnya. Entah itu hanya perasaan Inez sendiri atau memang faktanya demikian, perempuan itu merasa putr
"Dia pasti sengaja melakukannya. Dia mau cari simpati, cari dukungan. Dia mau semua orang menganggap dia itu seperti dewi, baik hati, lemah lembut.""Padahal aslinya manipulatif, tukang tipu. Dia bisa nipu banyak orang tapi tidak denganku. Aku tahu topeng dia yang sebenarnya."Dani memejamkan mata tanpa daya mendengar Rina dan Dita sejak tadi bersahutan memaki Lea. Bukannya bersyukur karena Lea sudi memberikan pengampunan pada Rian dan Vika.Dua orang itu ditambah Vika sejak sidang usai justru sibuk mengumpat istri Zio. "Kalian ini bukannya berterima kasih malah menjelek-jelekkan orang yang sudah menolong Rian dan Vika," Dani menengahi."Sebab dia tidak tulus dengaan sikapnya. Pasti ada udang dibalik batu, ada maksud tertentu," timpal Dita tidak terima disalahkan atas sikapnya.Dani menghela napas kasar. Akan susah meyakinkan orang yang sejak awal sudah tidak menyukai seseorang. Mau ditunjukkan bagaimana baiknya orang itu, mereka tetap tidak akan percaya.Negatif thinking saja yang a
Agra tersentak ketika Vika mengatakan akan masuk ruang sidang. Pria itu baru menghubungi Ryu bertanya pasal Raisa yang tiba-tiba mengirim yang menurut Agra aneh."Dua tahun, tidak akan pulang. Tidak mau dijenguk. Dia lagi mau hibernasi atau apa?" Gumam Agra seraya ikut berjalan masuk ke ruang sidang.Ryu sendiri mengatakan kalau Raisa ingin cepat lulus, jadi dia memadatkan program kuliahnya. Masuk akal sih. Tapi sampai tidak mau dijenguk. Agra merasa sang adik sedang menyembunyikan sesuatu darinya."Dia tidak punya rahasia apapun, aku jamin itu. Bahkan kalau dia punya pacar aku pasti tahu. Tenang saja, Raisa aman selama berada di sini."Pesan balasan dari Ryu membuat Agra menarik napasnya dalam. Urusan Raisa sangat komplek, gadis itu masih belia, emosinya masih labil. Raisa perlu bimbingan dan dampingan dari sosok yang sangat bisa diandalkan. Andai bukan Ryu yang berada di sana, mungkin Agra tidak akan percaya.Hal yang berhubungan dengan Raisa sontak pudar dari kepala Agra, kala dia
Lea hanya tersenyum melihat Rina mengancamnya dengan sebilah pisau berada di lehernya. Dipandangnya paras Rina yang memerah menahan amarah."Bunuh saja aku. Aku tidak takut mati!" Lea justru menantang Rina yang langsung menggertakkan gigi."Kau pikir aku tidak berani melukai atau bahkan membunuhmu?" Rina kian kuat mencekal Lea, membuat ruang gerak istri Zio makin sulit."Kalau kau siap dengan konsekuensinya," cibir Lea. Sikapnya sangat tenang menghadapi emosi Rina yang meluap-luap.Lea memejamkan mata tak berdaya ketika dinginnya ujung pisau tajam tersebut menekan kulitnya makin dalam. Rina benar-benar bisa melewati ambang kesabaran."Dengar Nyonya Alkanders yang terhormat. Aku tidak takut masuk penjara. Aku akan sangat puas jika aku bisa dibui karena melenyapkanmu.""Dendammu besar sekali padaku. Padahal harusnya aku yang benci kau setengah mati.""Diam!"Lea meringis, saat perih menyayat lehernya bersamaan dengan teriakan dari arah belakang Rina, disusul kelegaan menyapa Lea. Dalam
Lea urung pergi kerja hari itu, dia memilih work from home setelah Irene mengirimkan semua file dari klien yang harus dia handle. Wanita itu mulai melakukan pembicaraan awal dengan klien, sebelum mereka memutuskan untuk bertatap muka. Saat sebagian klien sudah sepakat membuat janji temu dengannya. Pikiran Lea mulai dibayangi adegan Dani yang rela berlutut untuk memohon maaf demi anak dan menantunya. Pria itu baik, berhati lembut. Sejak dulu memang begitu. Hanya saja dia selalu kalah dengan dominasi Dita. Terus terang, Lea tak bisa mengabaikan permintaan Dani. Ayah Rian bahkan berujar dia rela melakukan apapun untuk menebus kesalahan Rian. Apapun. Helaan napas terdengar dari arah Lea. Awalnya dia kekeuh ingin mempertahankan watak antagonis yang tengah ia dalami, tapi ternyata sisi baik hatinya meronta tidak terima. "Pikirkan apa yang telah orang tua itu lakukan saat semua orang menyakitimu. Dia diam-diam datang padamu, menggenggam erat tanganmu seraya berucap, "Kamu harus kuat