"Mama!"Lirikan tajam dari Zio membuat Arch mengkeret. Bocah itu merangsek mundur, bersembunyi di belakang tubuh Sari, yang juga ketakutan. Perempuan itu teramat takut ketika melihat dua tuannya harus masuk rumah sakit bersamaan.Lea nyaris pingsan ketika Zio menemukan sang istri dalam pelukan Arch yang menjerit panik. Pria itu tanpa kata membawa Lea ke rumah sakit. Walau Arch turut serta tapi anak itu jelas gentar melihat paras murka sang papa. Arch hafal benar karakter Zio. "Kau diam saja di situ." Zio menunjuk kursi tunggu di depan ruangan tempat Lea dirawat.Walau Zio menampilkan kemarahan, tapi entah kenapa bocah itu bisa melihat kelegaan luar biasa terpancar dalam netra sekelam jelaga milik sang papa."Zio! Kau marahi putraku, aku hajar kamu!"Teriakan Lea membuat Zio menoleh. Sudah hampir pingsan pun masih bisa dengar Zio memarahi Arch."Enggak kok." Zio ikut masuk ruangan setelah Heri memberi izin.Lea tampak pucat, beberapa lembar selimut melilit tubuh sang wanita. Lea masi
Lea menarik Arch ke belakang tubuhnya. Menyembunyikan si anak dari amarah yang mungkin saja Zio tunjukkan. Awalnya Lea pikir begitu, tapi ketika lebih dari lima menit Zio hanya diam. Lea hanya bisa menghela napas. "Sebenarnya apa yang mau kamu katakan. Kalau tidak, aku mau pulang. Mau tidur." Lea maju, dengan Zio sigap menghalangi. Lea ke kiri, Zio ke kiri. Lea ke kanan, Zio ikut ke kanan. Lea jelas kesal dibuatnya. "Minggir, gak? Maunya apa sih?" Bentak Lea turut emosi. "Bisa gak kita bicara baik-baik." "Kamu yang mulai," sewot Lea. "Sayang," bujuk Zio. Lelaki itu maju, Lea mundur. "Aku minta maaf, aku salah." Kata Zio lagi. Mukanya memelas, penuh permohonan. "Minta maafnya bukan sama aku." Lea menatap tajam Zio yang menggulirkan pandangannya pada Arch yang sama sekali tak berani melihat ke arahnya. Anak itu sejak tadi menjadikan Lea tameng seolah hanya Lea yang bisa melindunginya. Zio bungkam untuk beberapa waktu, hal itu membuat Lea jengah. Hingga dia memutuskan pergi
"Katakan! Apa yang sudah dia lakukan ke kamu?" Lea lekas mengusap lengan sang suami, coba menurunkan emosi Zio.Di depannya ada Angel, sosok tak terduga yang keluar dari kamar yang sama dengan Zico tadi keluar. Gadis itu sudah dipinjami kemeja oleh Zico, ini lebih baik dari Angel yang hanya memakai hot pants dan tank top."Tidak ada,Tuan," balas Angel gugup. Tak bisa dia pungkiri kalau sosok Zio sangat mengancam di matanya."Jangan melindunginya, Angel. Kalau dia salah tetap akan kami hukum. Kalau dia sampai menyentuhmu melebihi batas, kami akan pastikan dia bertanggungjawab."Angel bertemu pandang dengan Lea. Sosok hangat yang selalu membuat Angel merasa tenang dan aman. "Gak kok, Tan. Dia cuma bantuin aku yang lagi deman. Kalau pulang ke rumah kejauhan, hujan deras juga. Jadi dia nawarin apart Tante.""Lalu kenapa kaliam keluar kamar dengan baju begitu?" Tandas Zio penuh selidik."Baju kami basah, Zi. Itu saja nemu punya kak Lea. Aku sih punya baju ganti. Aku emang sempat ketiduran
Zico datang, mengambil sembarang kain dari jemuran, dia menggulung tangannya dengan itu, lantas menyuruh Matt minggir dengan kode. Bocah itu paham, dia mundur sambil melindungi kepala. Pun dengan Angel yang juga menjauhkan diri dari jendela. Dalam hitungan detik bunyi "pyar" terdengar diikuti suara pecahan kaca yang menyebar ke mana-mana. Matt meringkuk di lantai, celakanya dia terlalu dekat dengan kasur yang mulai dilahap api. "Panas!" Teriaknya. Zico membersihkan tepian kaca yang tajam, sebelum melompat masuk. Dia lepas jaket hitamnya untuk melindungi Matt. Angel melongo melihat apa yang barusan Zico lakukan. "Dia tak seburuk yang terlihat," batin Angel sambil menerima Matt yang diulurkan Zico lewat jendela tadi. Zico baru akan melompat keluar ketika dia meringis. Jejak merah menghiasi lengannya yang cuma pakai kaos lengan pendek. "Kamu gak apa-apa?" Angel coba bertanya ketika mereka berjalan beriringan kembali ke depan. "Bukan urusanmu!" Zico menyahut judes. Angel bungkam sek
"Siang ini juga dikirim, jangan cemas. Semua beres." Sahut Abian dari seberang."Ingat, jangan sampai nama gue ke-spill!" Zico memperingatkan."Siap!" Abian kembali menegaskan."Kau pikir aneh tidak?" Kelvin bertanya saat Abian selesai bicara dengan Zico."Aneh sih, tapi kita tahu kalau Zico tidak sejahat dan setega itu. Yang gue bingung itu hubungan mereka."Dari tempat mereka, kantor dengan dinding kaca satu arah, Abian dan Kelvin bisa melihat Angel setengah melamun saat bekerja."Sikapnya abu-abu. Kadang gue pikir dia cinta mati sama Raisa, sampai kelihatannya gila waktu ditinggal. Tapi dengan Angel, galak-galak butuh. Gimana sih nyebutnya?" Kelvin menjambak rambutnya sendiri, bingung memberi penilaian pada sikap Zico."Dia bilang cuma cari pelampiasan ke Angel. Tapi kita tahu, dari terbiasa bisa terbit suka."Kelvin setuju dengan pendapat Abian kali ini. "Lalu rasa elu pada kakak iparnya Zico bagaimana?"Sudah jadi rahasia di antara ketiganya kalau Abian naksir Lea. Tapi dia mana
"Dia masih punya dua puluh persen saham sebagai bagian karena statusnya adalah istriku. Kenapa?"Lea mengerutkan dahi mendengar pembicaraan Zio dan Revo. Walau begitu dia berusaha untuk tidak mencuri dengar, menurut Lea itu bukan ranahnya."Aku curiga seseorang masih menerima pendapatan dari saham itu. Aku iseng memeriksa asetmu karena ada yang coba mencuri darimu." Revo mendelik pada sosok yang duduk di depannya dengan wajah ketakutan."Siapa yang berani mencuri dariku?" Zio turut geram mendengar ada maling di perusahaannya."Bukan orang penting. Semua sudah kuatasi. Semua aset yang dia curi sudah kukembalikan atas namamu.""Terima kasih, Vo," ucap Zio tulus. Walau Zio juga punya kemampuan dalam hal meretas data, tapi dia masih kalah jauh dibanding Revo. Pria tersebut mentor Zio dalam hal semacam itu."No problem." Revo memang sudah kembali memimpin perusahaannya sendiri. Namun, lelaki itu masih terus mengawasi kantor Zio. Revo tahu ada banyak orang ingin menjatuhkan sang rekan deng
"Kami tidak merasa pesan semua ini, Pak. Kami takut gak bisa bayar."Maya syok melihat dua mobil box berisi mesin cuci juga peralatan laundry lainnya serta beberapa furniture yang memang turut terlalap api."Semua sudah ditanggung asuransi, Bu. Anda tidak perlu bayar. Tinggal tanda tangan di sini, tugas kami selesai. Mohon kerjasamanya."Maya tak enak hati kalau harus menahan supir box terlalu lama. Pekerjaan mereka tentu tidak hanya mengirim barang ke sini. Sudah pasti ada tempat lain yang harus mereka datangi.Maka dengan seribu tanya di kepala, Maya menggoreskan tanda tangannya sebagai tanda terima. Asuransi? Perasaan dia tidak ikut program asuransi manapun. Boro-boro untuk bayar asuransi, untuk makan saja mereka ngap-ngapan. Untungnya Angel sering membawa pulang ayam goreng jika ada yang tidak habis terjual.Untungnya lagi, si mamat tidak banyak protes akan keadaan hidup mereka saat ini. Pun dengan Angel yang tampak sudah mulai menerima situasi mereka."Bener ya, Pak. Tidak bayar
Ekor mata Zico tak lepas mengikuti seluruh gerak gerik gadis bergaun baby blue. Raisa, perempuan itu ikut ke manapun Agra, sang kakak berjalan. Menyapa beberapa pengusaha yang dia kenal, berbasa basi, sekedar membahas bisnis dan hal receh lainnya.Jelas sekali jika Raisa tak nyaman dengan situasi di sekitarnya. Zico tahu jelas kalau Raisa tak suka mengenakan heels. Ditambah outfit yang memang bukan gaya Raisa. Tanpa Zico tahu, Agra pun tak jauh beda. Diam-diam mencuri pandang ke arah Lea yang asyik mengobrol dengan istri pebisnis lainnya. Mereka terlihat asyik, bicara sambil menjaga anak masing-masing.Pesta malam itu memang berkonsep family gathering. Jadi tiap undangan bisa membawa anggota keluarga termasuk anak-anak. Di sana memang disediakan satu spot khusus untuk anak-anak.Bahkan di sudut hall ada beberapa wahana permainan yang tentu saja membuat para bocil sultan itu lekas ingin bermain."Manis sekali, belum ada rencana nambah anak lagi, Jeng?" Tanya seorang nyonya dengan gaun
"Apa kamu bilang? Dia tidak bisa dituntut? Tapi semua bukti mengarah padanya."Di sela keriwehan yang harus dihadapi banyak orang di rumah sakit. Satu kabar yang kian menyulut amarah sampai ke telinga Zio dan yang lainnya.Saat Lea masih diperiksa intensif oleh tim dokter, padahal luka fisiknya cuma cidera di lengan, dan nyaris pingsan. Entah kenapa pemeriksaannya berjalan lebih dari dua jam dan belum usai.Belum Irene yang sejak tadi tak beranjak dari depan ruangan tempat Agra menjalani operasi. Perdarahan hebat yang membuat dokter sangat berhati-hati saat menangani Agra.Atau Nika yang langsung masuk ICU, setelah semua data menunjukkan keadaannya yang ternyata tidak baik sama sekali."Benar, buktinya valid. Cukup untuk memasukkan dia ke penjara, tanpa sidang pun bisa. Itu kalau aku yang jadi ketua petinggi peradilan negeri ini. Bisa masuk penjara tanpa sidang." Lawrence malah meracau ke mana-mana."Lu kata dirimu Tuhan, bisa masukin orang ke surga atau neraka tanpa hisab," ledek Han
Nika menoleh bersamaan dengan Han menerjang masuk diikuti Revo. Di belakang mereka ada Zio yang langsung menemukan sang istri yang nyaris pingsan. Zio ingin rasanya langsung membuat perhitungan dengan Nika, tapi melihat keadaan Lea, dia memilih menolong sang istri lebih dulu."Lepaskan aku! Lepaskan aku brengsek!"Han dengan kuat menarik Nika menjauh dari tubuh Agra. Han cekal tubuh Nika yang terus berontak. Sementara Revo membantu Agra yang sudah lemas. Sama dengan Zio yang lekas menggendong Lea. "Lumpuhkan dia dulu! Dia sakit jiwa!" Agra berucap lirih pada Revo."Kau brengsek, Gra! Kalian semua kurang ajar!" Napas Nika tersengal, seiring dengan Erna, Karel dan Irene yang muncul di pintu."Kalian bantu mereka. Aku pergi dulu." Zio membawa Lea pergi mengabaikan teriakan melengking tidak terima dari Nika."Zio tunggu! Aku istrimu! Jangan tinggalkan aku!" "Kau bukan istrinya lagi, namamu Munaroh! Annika Renata sudah mati!" Desis Han kejam."Nika, tenangkan dirimu!" Erna berusaha men
Lea hanya sempat merekam Nika menyebut nama ayah Zio dan Zico yang Nika akui sudah dia bunuh karena mengetahui rahasianya.Selebihnya Lea tak bisa mengontrol dirinya dari rasa syok luar biasa yang melanda. Dia bahkan tahu sebutir peluru mengarah padanya. Tapi tubuhnya tak mampu bergerak menghindar.Lea terpaku di tempatnya berdiri, bersiap menerima kematian. Hanya tangannya saja yang entah kenapa beralih menyentuh perutnya. Namun saat Lea sudah pasrah dengan segalanya, dia mendadak merasakan sepasang tangan kokoh merengkuh tubuhnya. Raga tinggi besar itu sempurna melindungi tubuh Lea dari terjangan peluru.Sampai ringisan lirih masuk ke rungu Lea, diikuti kesadaran Lea yang kembali. Netra hazel Lea melebar melihat siapa yang sudah jadi tameng hidup untuknya."Agra!" Pekik Lea syok."Kamu tidak apa-apa?" Agra bertanya cemas. Jarak mereka begitu dekat, hingga Agra mengulas senyum, melihat Lea baik-baik saja."Syukurlah, aku tidak terlambat." Pria itu berbalik, menghadap Nika yang seke
"Kau sudah menemukannya?" Zio bertanya pada Revo yang sedang memandangi benda persegi di depannya. Lagi, Lea membuat heboh semua orang ketika Erna menghubunginya. Perempuan itu melapor kalau Lea pergi mengikuti Nika, tapi sampai saat itu, nomor ponselnya tidak bisa dihubungi. "Belum, aku tidak punya ide ke mana mereka pergi," Revo menjawab, dengan jari terus bergerak mencari. Mereka semua panik, membayangkan apa yang akan terjadi jika Nika bertemu Lea. "Zi, Agra telepon," info Han sambil menunjukkan ponselnya. Pria itu menerima panggilan dari Agra setelah Zio mengangguk. "Kau yakin? Kalau begitu kami menyusul ke sana. Awasi mereka terus." "Apa katanya?" Zio bertanya saat Han menunjukkan share loc yang baru Agra kirim. "Agra menemukan mereka." Wajah Zio berubah tegang. Bersamaan dengan itu, Han menekan pedal gas dalam, hingga mobil melaju lebih cepat dari sebelumnya. "Aku tahu di mana mereka berada." Han dan Zio menoleh ke arah Revo, yang masih fokus pada laptopnya. ***
"Rel! Nika tidak ada di kamar!"Yang dipanggil namanya juga tak kalah kaget. "Dia ke mana? Kita harus bagaimana kalau begini keadaannya."Pria itu memberikan selembar kertas dengan tulisan huruf Cina pada bagian atas. "I-ini ...."Tangan Erna bergetar saat perlahan dia membaca berkas di tangannya."Hasil skrinning sudah keluar. Dokter Li bilang kita harus bawa dia pulang secepatnya. Mereka sedang berdiskusi bagaimana akan mengatasi hal ini. Parah, Na. Parah."Karel menjambak rambutnya, frustrasi dengan situasi yang sedang mereka hadapi."Kita harus temukan dia!" "Tapi di mana? Tadi kamu bilang dia tidak ada di kamarnya. Terus kita mau cari ke mana. Dia pasti matikan ponselnya kalau begini caranya.""Tunggu dulu. Tadi Lea kirim pesan padaku, dia lihat Nika di kafe. Sekarang dia sedang mengikutinya. Aku akan coba hubungi dia."Erna menghubungi Lea, tapi yang bersangkutan tidak mengangkat. Dua tiga kali, usaha Erna tidak berhasil. Hingga dua orang itu saling pandang penuh kecemasan."Ak
Lea dan Irene baru selesai meeting dengan seorang klien, ketika ponsel perempuan itu berdering. Ada nama sang suami di sana. "Ya, Zi. Ada apa?""Aku ada pertemuan dengan Revo, mendadak. Tidak masalah kan kamu makan siang dengan Irene dulu.""Tidak masalah. Kita juga dari kemarin makan siang terus. Jadi no problem. Akan kutemani Irene yang lagi merengut kesal."Yang disebut namanya melotot tidak suka. Dia memang sedang bad mood, tapi tidak terima juga kalau sampai dilaporkan pada Zio."Ibu, mah gitu," sungut Irene menggemaskan."Sorry. Dijadikan pelarian terus."Irene menghentakkan kakinya kesal. Dia sungguh jengkel beberapa hari terakhir. Dongkol pada dirinya sendiri yang susah sekali dibujuk.Agra akan terbang ke kampungnya sore ini. Setuju atau tidak, dia akan melamar Irene secara resmi pada orang tuanya.Pria itu kehabisan akal untuk membujuk Irene agar mau menikah dengannya. Jadi terpaksa dia mengambil langkah ekstrim. Minta izin dulu pada orang tua Irene, baru Irene dieksekusi b
"Maafkan mama ya Lea. Aku sungguh tidak tahu lagi harus nasehatin dia kayak gimana." Rian tertunduk malu sekaligus merasa bersalah. Dita hampir mencakar Lea saat istri Zio bertanya pasal keadaannya. Belum ditambah makian Dita yang membuat Dani naik darah. Dita tak sadar diri dengan keadaannya. Yang dia pedulikan hanya benci yang ada di hati untuk mantan menantunya."Tidak masalah. Aku sudah biasa dengan hal itu," balas Lea santai.Keduanya duduk di sebuah kafe, setelah Zio dan Dani pergi untuk diskusi soal perusahaan. Tentu setelah Zio memberi tatapan penuh peringatan pada Rian.Sungguh, Rian tak berani berharap untuk bisa bersatu kembali dengan Lea. Dia terlalu malu dengan kelakuannya di masa lalu. Hubungannya dengan Vika pun tidak tahu akan berakhir bagaimana.Perempuan itu masih menjalani sisa masa hukumannya, dan kabar terakhir yang Rian dengar, keadaan Vika tidak terlalu baik.Setelahnya tidak ada pembicaraan antara keduanya. Canggung membunuh topik pembicaraan yang sejatinya b
Lea menatap prihatin pada pemandangan di depan sana. Di mana seorang pria sedang membantu satu wanita untuk pindah ke kursi roda. Satu kaki perempuan itu masih diperban dan jelas sekali kaki tersebut ... buntung."Zi ...." Lea tak menutup mulut. Tak sanggup menyaksikan keadaan si wanita."Dia kecelakaan. Disenggol motor, jatuh lalu kakinya dilindas mobil. Satu masih bisa diselamatkan, tapi yang lain remuk jadi terpaksa diamputasi."Lea membenamkan tangisnya di dada Zio. Dengan tangan sang lelaki lekas mengusap punggung Lea. "Dia yang melaporkanmu ke polisi, dia membantu Nika. Anindita Mahendra," sebut Zio dengan wajah sendu.Andai Dita mau menunggu sebentar kala itu, anak buahnya akan datang untuk membebaskannya. Zio hanya ingin menggertak Dita sebenarnya.Namun istri Dani tak sabaran. Dita lepaskan sendiri ikatan di tangan dan kakinya. Saat anak buah Zio kembali ke gudang, mereka tidak mendapati Dita di sana.Dari penelusuran mereka justru mendapat kabar kalau terjadi kecelakaan di
Setelah berkonsultasi dengan pihak kepolisian, Lawrence memberitahu kalau mereka tidak perlu melakukan klarifikasi atas keadaan Lea dan Nika. Toh dua orang itu meski rupa sama, tapi identitas berbeda.Karena Zio tidak ingin memperpanjang masalah ini, maka mereka memutuskan menutup kasus pertukaran identitas yang Nika lakukan. Dengan catatan perempuan itu tidak berulah lagi. Jika sampai Nika membuat onar, pihak yang berwajib akan membuka kembali kasus ini.Zio fine-fine saja, lagi pula yang bakal rugi Nika bukan dirinya. Hanya saja sebagai akibat Nika menerima sejumlah barang atas Lea beberapa waktu lalu.Imbasnya Lea juga dibelikan barang yang sama. Untuk menutupi kelakuan Nika, juga menghargai pemilik butik dan outlet. "Efeknya jadi tampil lebih glam ya?" Kata Irene setengah meledek sang atasan yang sejak tadi cemberut. Dia tidak bisa memakai sling bag favoritnya, gegara dia punya jadwal memakai tas branded yang Zio belikan. Dia yang biasa tampil cuek, tinggalkan sampirkan tas pund