"Ini tempat tinggal, Mama?" Arch melompat kegirangan begitu masuk ke unit Lea. Perempuan itu menjawab iya, sambil meletakkan barang-barangnya di meja dekat pintu masuk. Zio sendiri hanya diam, tapi matanya sejak tadi memindai keadaan rumah Lea. Rapi macam biasa. "Arch, ganti baju dulu. Atau mau mandi sekalian? Lalu tidur siang."Arch langsung menyahut antusias. Dia mengekor langkah Lea masuk ke kamar sang mama. Meninggalkan Zio yang langsung duduk di sofa di ruang tengah.Netra sepekat malam lelaki itu masih menelisik tempat tinggal Lea. Hidungnya mencium samar parfum maskulin. Zio mendengus kecil. Buktinya sudah ada, masih mau mengelak.Di dalam kamar Lea, perempuan itu mulai mengeluarkan barang-barang Arch. Mereka tadi sempat belanja keperluan Arch juga membeli bahan makanan yang ingin Lea masak."Kamar Mama enak sekali. Jadi betah di sini, gak mau pulang. Arch sama Mama saja.""Nanti nenek bagaimana kalau nanyain Arch."Lea menjawab sambil membasahi rambut sang bocah untuk keram
Zio dan Zico saling lempar tatapan penuh permusuhan. Dua beradik itu duduk berhadapan, dengan tangan terlipat di dada, terpisah meja antara mereka.Zio baru saja menempeleng kepala Zico, setelah tahu kalau sang adiklah yang suka menginap di rumah Lea. Dan bukan Zico jika terima dibuli, maka dua beradik itu terlibat perkelahian yang malah memancing tawa Lea.Gelut ala smack down bocah TK dengan kepala Zico diketekin Zio. Bisa dibayangkan bagaimana sakitnya perut Lea melihat part adik kakak saling balas memelintir tangan lawannya.Dengan hasil akhir, Zico meraung kala Zio menindihnya di karpet, benar-benar seperti smack down."Lanjutin aja gelutnya. Seru tahu!" Kompor Lea dari arah kamar.Dua pria itu menoleh, lalu mendengus bersamaan. Bisa-bisanya Lea malah menyiram bensin ke bara api yang sudah berkobar."Kartu!" Tangan Zio terulur dengan Zico langsung membuka dompetnya. Menyerahkan selembar kartu hitam dari dalamnya dengan wajah penuh ejekan pada sang kakak."Ambil semua, semakin ka
Sejatinya Lea bingung dengan perasaannya. Dia merasa benci, tapi di waktu bersamaan dia juga berdebar tiap kali bersentuhan fisik dengan Zio.Jika yang dikatakan Zio benar soal mereka yang masih suami istri, berarti yang mereka lakukan tidak salah. Namun Lea juga tidak mau buru-buru memperbaiki hubungan dengan Zio. Lea masih sakit hati."Memaafkan? Dia saja tidak mau minta maaf."Sebenarnya keinginan Lea sangat sederhana. Lea hanya ingin Zio mengakui kesalahannya, terlebih semua yang terjadi bukan perbuatannya.Harusnya Zio memang melakukannya tapi gengsi lelaki itu setinggi langit. Sulit bagi Zio untuk melakukannya walau hanya hal sederhana."Horee, makan!" Seru Arch riang. Senyum bocah itu kembali, dia akhirnya bisa makan masakan Lea setelah sekian lama.Ditambah ketika bangun, dia mendapati Zico yang tidur memeluknya. Rasanya senang sekali. Mereka berempat bisa berkumpul lagi."Kayak emak-emak anak dua."Zico berujar seraya melirik pada Zio yang sejak tadi diam saja. Pria itu mak
"Halo, cantik."Sapaan dari Zico mendapat respon pelototan sadis, dari gadis berparas manis yang duduk di depan sang remaja."Idih, makin cakep aja kalau mode manyun gitu. Jadi pengen nyipok tu bibir."Kali ini toyoran mendarat di kepala Zico. Marah? Tidak, Zico justru terbahak. Dipandanginya wajah cemberut sang pemudi."Gak ingat aja lu ngedesah pas gue kerjain. Eit, eit. Kayaknya love language lu ke gue itu suka nganiaya gue. Elu bukan pecinta gaya hard core waktu bercinta kan?"Raisa, memejamkan mata sambil coba meredam amarah. Kalau bisa dia ingin melakban mulut Zico yang kalau bicara sungguh tak kenal yang namanya filter. Benar-benar vulgar."Kok diam, diam itu artinya iya lo.""Kamu yang diam! Ngoceh mulu! Bisa gak sih kamu bicara soal hal yang umum saja.""Hal umum? Kayak apa? Kayak mereka?"Raisa menepuk jidatnya saat dia mendapati beberapa temannya secara lantang justru membicarakan mengenai cowok cakep, cewek seksi. Astaga, mereka bukan lagi sekedar bisik-bisik tapi bercerit
"Gak mau! Arch mau sama Mama!" Arch tantrum petang itu. Zio yang baru kembali dibuat trenyuh oleh rengekan sang putra. Menurut Sari sejak pulang sekolah, Arch sudah rewel. Susah dibujuk. "Mama masih di kantor, Sayang. Tanya Om Zico kalau tidak percaya," rayu Zio."Om Zico belum pulang. Dia pasti ada di rumah Mama. Curang! Arch mau ke sana juga.""Gak, Om Zico tidak ada di sana. Dia di sekolah.""Bohong!" Raung Arch nyaring.Zio sampai kehabisan akal untuk membujuk Arch. Padahal baru dua hari bocah itu tak bertemu Lea. Tapi efeknya sungguh tak main-main.Inez sampai mendatangi ruang tengah untuk melihat keributan apa yang sedang terjadi. Perempuan itu dan yang lainnya hanya bisa saling pandang mendengar Arch menyebut mama sejak tadi.Mungkin Sari dan yang lainnya lupa kalau enam bulan lalu, Arch telah memanggil mama pada Lea.Tantrumnya Arch baru berhenti ketika suara deru moge Zico terdengar dari kejauhan. Tanpa ragu, Arch langsung berlari keluar menyongsong si om. Diikuti Zio yang
Ha? Lea langsung kabur ke lobi, meninggalkan sisa pekerjaan pada Irene yang untungnya tinggal sedikit. Lagi pula jam kerja memang sudah hampir habis.Keponakan? Keponakan siapa? Dia saja tidak punya siapa-siapa. Pikirannya sibuk menerka-nerka sampai dia sedikit terkejut mendapati Zico sedang bermain ponsel di ruang tunggu lobi Dreamcatcher."Mau ngapain? Minta duit? Kan bisa TF?"Zico berdecak kesal. "Duit mah aku gak kurang, Kak. Tapi dia ini yang ribut ngajakin nyari Kakak. Begitu sampai sini, eh dianya molor."Lea melongok, guna melihat seorang bocah yang tidur di pangkuan Zico, nyaris tak terlihat sebab tertutup jaket Zico."Astaga, ini bagaimana ceritanya. Kamu bilang orang rumah tidak kalau Arch kamu bawa?"Zico nyengir sambil menggelengkan kepala, membuat Lea melebarkan mata. Tak berapa lama, seseorang diujung sana tampak menggerutu, hampir saja dia memaki si penelepon tanpa nama yang menghubunginya. Sebelum dorongan hati justru membuat jemarinya menyentuk icon terima.Dan men
Agra menyibak tirai jendela ruang kerjanya di lantai dua. Dari sana dia melihat Irene yang masih berada di luar rumah. Sudut bibir lelaki itu tertarik melihat Irene tampak mondar mandir di halaman kediamannya.Sesekali gadis itu melakukan peregangan, untuk mengusir bosan yang melanda setelah hampir lima belas menit dia belum diizinkan masuk."Kuat sekali tekadnya," gumam Agra lantas keluar dari ruangannya."Mau terus berada di luar atau mau masuk?"Irena berbalik, dia menemukan Agra dalam balutan kemeja berwarna abu dengan celana panjang hitam. Terlihat santai, berbeda jauh dengan saat lelaki itu memakai setelan formal.Sambil membawa berkas, Irene mengekor langkah Agra masuk ke rumah yang bernuansa putih."Silakan." Agra mempersilakan Irene duduk di sofa ruang tamu."Mau minum sesuatu?""Tidak, terima kasih. Saya bawa air sendiri."Agra menggulung senyumnya, melihat bagaimana waspadanya Irene padanya."Tenang saja, aku tidak akan memberimu sianida. Dari pada sianida aku lebih suka me
"Terima kasih, senang berdiskusi dengan Anda."Lea mengulurkan lengan untuk menjabat tangan seorang klien yang baru saja menyetujui konsep pesta yang Lea ajukan. Mereka tinggal menunggu hari H untuk eksekusi.Lea lantas menjatuhkan bokongnya untuk kembali duduk, sambil menyalin kembali beberapa poin penting tentang pesta yang bakal dihelat bulan depan.Aktivitas Lea terganggu ketika dia mendapati seorang pria duduk di depannya. Ampuh deh, bagaimana orang itu bisa menemukan Lea."Lea, bisa kita bicara?" "Tidak!" Balas Lea segera, cepat dan tegas.Lelaki di hadapannya menghembuskan napas kasar, "Apa kesalahanku terlalu besar padamu. Sampai kamu sulit memaafkanku."Sekarang giliran Lea yang menghela napasnya. "Semua sudah kumaafkan, cuma aku tidak mau berurusan lagi dengan Mas Rian. Jangan temui aku lagi.""Apa ada cara agar kamu tidak lagi membenciku?""Menikahlah dengan Vika dan jangan temui aku lagi."Lea lekas mengemasi barang-barangnya, siap untuk beranjak pergi ketika dia melihat
Lea dan Irene baru selesai meeting dengan seorang klien, ketika ponsel perempuan itu berdering. Ada nama sang suami di sana. "Ya, Zi. Ada apa?""Aku ada pertemuan dengan Revo, mendadak. Tidak masalah kan kamu makan siang dengan Irene dulu.""Tidak masalah. Kita juga dari kemarin makan siang terus. Jadi no problem. Akan kutemani Irene yang lagi merengut kesal."Yang disebut namanya melotot tidak suka. Dia memang sedang bad mood, tapi tidak terima juga kalau sampai dilaporkan pada Zio."Ibu, mah gitu," sungut Irene menggemaskan."Sorry. Dijadikan pelarian terus."Irene menghentakkan kakinya kesal. Dia sungguh jengkel beberapa hari terakhir. Dongkol pada dirinya sendiri yang susah sekali dibujuk.Agra akan terbang ke kampungnya sore ini. Setuju atau tidak, dia akan melamar Irene secara resmi pada orang tuanya.Pria itu kehabisan akal untuk membujuk Irene agar mau menikah dengannya. Jadi terpaksa dia mengambil langkah ekstrim. Minta izin dulu pada orang tua Irene, baru Irene dieksekusi b
"Maafkan mama ya Lea. Aku sungguh tidak tahu lagi harus nasehatin dia kayak gimana." Rian tertunduk malu sekaligus merasa bersalah. Dita hampir mencakar Lea saat istri Zio bertanya pasal keadaannya. Belum ditambah makian Dita yang membuat Dani naik darah. Dita tak sadar diri dengan keadaannya. Yang dia pedulikan hanya benci yang ada di hati untuk mantan menantunya."Tidak masalah. Aku sudah biasa dengan hal itu," balas Lea santai.Keduanya duduk di sebuah kafe, setelah Zio dan Dani pergi untuk diskusi soal perusahaan. Tentu setelah Zio memberi tatapan penuh peringatan pada Rian.Sungguh, Rian tak berani berharap untuk bisa bersatu kembali dengan Lea. Dia terlalu malu dengan kelakuannya di masa lalu. Hubungannya dengan Vika pun tidak tahu akan berakhir bagaimana.Perempuan itu masih menjalani sisa masa hukumannya, dan kabar terakhir yang Rian dengar, keadaan Vika tidak terlalu baik.Setelahnya tidak ada pembicaraan antara keduanya. Canggung membunuh topik pembicaraan yang sejatinya b
Lea menatap prihatin pada pemandangan di depan sana. Di mana seorang pria sedang membantu satu wanita untuk pindah ke kursi roda. Satu kaki perempuan itu masih diperban dan jelas sekali kaki tersebut ... buntung."Zi ...." Lea tak menutup mulut. Tak sanggup menyaksikan keadaan si wanita."Dia kecelakaan. Disenggol motor, jatuh lalu kakinya dilindas mobil. Satu masih bisa diselamatkan, tapi yang lain remuk jadi terpaksa diamputasi."Lea membenamkan tangisnya di dada Zio. Dengan tangan sang lelaki lekas mengusap punggung Lea. "Dia yang melaporkanmu ke polisi, dia membantu Nika. Anindita Mahendra," sebut Zio dengan wajah sendu.Andai Dita mau menunggu sebentar kala itu, anak buahnya akan datang untuk membebaskannya. Zio hanya ingin menggertak Dita sebenarnya.Namun istri Dani tak sabaran. Dita lepaskan sendiri ikatan di tangan dan kakinya. Saat anak buah Zio kembali ke gudang, mereka tidak mendapati Dita di sana.Dari penelusuran mereka justru mendapat kabar kalau terjadi kecelakaan di
Setelah berkonsultasi dengan pihak kepolisian, Lawrence memberitahu kalau mereka tidak perlu melakukan klarifikasi atas keadaan Lea dan Nika. Toh dua orang itu meski rupa sama, tapi identitas berbeda.Karena Zio tidak ingin memperpanjang masalah ini, maka mereka memutuskan menutup kasus pertukaran identitas yang Nika lakukan. Dengan catatan perempuan itu tidak berulah lagi. Jika sampai Nika membuat onar, pihak yang berwajib akan membuka kembali kasus ini.Zio fine-fine saja, lagi pula yang bakal rugi Nika bukan dirinya. Hanya saja sebagai akibat Nika menerima sejumlah barang atas Lea beberapa waktu lalu.Imbasnya Lea juga dibelikan barang yang sama. Untuk menutupi kelakuan Nika, juga menghargai pemilik butik dan outlet. "Efeknya jadi tampil lebih glam ya?" Kata Irene setengah meledek sang atasan yang sejak tadi cemberut. Dia tidak bisa memakai sling bag favoritnya, gegara dia punya jadwal memakai tas branded yang Zio belikan. Dia yang biasa tampil cuek, tinggalkan sampirkan tas pund
Erna memegang pipinya yang terasa panas. Dipandangnya Nika yang wajahnya memerah penuh emosi. Erna tahu benar kalau Nika marah besar padanya.Dia sepenuhnya sadar akibat dari perbuatannya akan membuat Nika murka. Tapi Erna tidak mau Nika kembali melakukan kesalahan."Aku melakukannya karena aku peduli padamu, Nika. Aku tidak mau kamu menyakiti orang lain lagi. Cukup Nika! Cukup! Kita pulang saja ya?"Dari luapan emosi, kalimat Erna berubah jadi bujukan. Seperti yang dia katakan di hadapan Zio dan yang lainnya. Seburuk apapun perilaku Nika, dia tetap tak bisa mengabaikan perempuan itu.Erna tetap peduli, walau Nika kerap kali tidak memandang kebaikannya. Sebaik itu hati Erna. Gadis itu hanya ingin membalas kebaikan hati Nika yang pernah menyelamatkan keluarganya dulu.Ayahnya perlu biaya operasi waktu kecelakaan, Nika membantunya. Lalu adiknya ingin kuliah, Nika juga ringan tangan menolongnya.Sudah dikatakan jika berhubungan dengan balas budi, bakal runyam urusannya."Tidak akan! Aku
Derap langkah terdengar rusuh ketika Lea menoleh. Netranya berkaca-kaca melihat Zio berlari ke arahnya, lantas memeluknya. Ada hangat, lega, juga aman saat Zio merengkuh tubuh Lea dalam pelukannya."Maafkan aku." Kalimat itu yang Zio ucapkan begitu dia menemukan suaranya.Lea menggeleng dalam dekapan sang suami. Dia sendiri sudah menitikkan air mata sejak Zio memeluknya. "Apa kamu baik-baik saja?" Zio memeriksa keadaan Lea begitu dia menjauhkan diri dari Lea."Aku baik-baik saja. Jangan cemas. Kamu harus berterima kasih pada mereka. Mereka sudah menjagaku semalaman."Dua petugas mengangguk saat Zio sungguh mengucapkan terima kasih dengan tulus. "Kamu juga harus berterima kasih pada dia."Lea menggeser duduknya. Hingga sosok yang duduk di pojokan sambil menundukkan wajah terlihat."Erna?!" Terkejut Zio dibuatnya.Bagaimana bisa Erna tiba-tiba muncul setelah menghilang sekian lama."Maafkan saya, Tuan. Maaf, Bu." Kata Erna dengan mata memerah."Mbak Erna gak salah. Terima kasih sudah
Dita melotot penuh ketakutan sekaligus syok. Zio, pria itu duduk di hadapannya dengan wajah dingin yang membuat Dita gemetaran sebadan-badan.Perempuan itu menyadari kalau ucapan Nika sama sekali tidak bisa dia percaya. Nika mengatakan kalau Zio tidak akan tahu jika dialah yang melaporkan Lea ke polisi.Ternyata Dita kini sudah dibuat takut tak terkira hanya dengan tatapan suami Lea."Lepaskan aku! Kenapa aku dibawa ke sini? Apa salahku?!" Dita meski ketakutan nyatanya masih berani melawan."Salahmu? Salahmu karena sudah mengusik istriku! Kau akan menerima balasannya, berani sekali kau membantu dia.""Saya hanya membantunya mendapatkan apa yang seharusnya jadi miliknya," aku Dita terang-terangan."Mengaku rupanya. Kau sama sekali tidak tahu apa yang terjadi, jadi sebaiknya kau diam saja!" Hardik Zio.Nyali Dita menciut seketika. Dia seharusnya tahu kalau Zio bukan lawan yang bisa dia hadapi. Bahkan kalau Dita punya kuasa, dia tidak akan menang melawan Zio."Lea mencuri tempatnya, apa
Malam terasa panjang untuk Lea dan Zio. Keduanya sama-sama tak bisa memejamkan mata sepanjang malam. Lea hanya bersandar di dinding yang terasa dingin untuknya.Pun dengan Zio yang terjaga selama posisi matahari digantikan bulan. Setelah enam bulan terpisah, baru kali keduanya tidak melalui malam bersama-sama.Rasanya tentu beda, baik Zio dan Lea merasa ada yang hilang dari sisi masing-masing.Zio baru saja ditinggal Zico, yang langsung menuju kantor polisi begitu tahu masalah yang membelit kakak iparnya. Pemuda baru gede itu dengan menggebu-gebu ingin memberi pelajaran pada Munaroh, tapi Zio mencegahnya."Jika kau ingin membantu, pulang sana temani Arch tidur. Sari bilang tadi dia tantrum tidak melihat mamanya. Kamu tahu sendiri kalau dia tantrum kayak apa.""Kenapa gak suruh bapaknya aja.""Kalau Arch mau mah, aku sudah suruh Miguel bawa dia. Biar sekalian mereka makin dekat."Tanpa diduga, Zico tak banyak protes langsung pamit pulang. Zio sempat dibuat tidak percaya, meski detik s
Tawa terdengar menggelegar di kamar Nika. Perempuan itu terlihat sangat puas. Dia baru kembali dari kantor Dreamcatcher, senang sekali melihat Lea digelandang ke kantor polisi.Sayangnya, niatnya yang ingin sedikit bermain-main dengan Lea gagal total saat Zio terus berada di samping sang wanita. Satu kejadian yang membuat kebahagiaan Nika menguap seketika.Selama dia dan Zio menikah, pria itu memang setia padanya. Tapi act of service-nya tak semanis pada Lea. Dengan Lea, Zio all out menunjukkan perasaannya."Dasar perempuan tidak tahu diri. Lihat saja setelah ini, kau akan menangis darah!"Nika menggeram penuh emosi, dia lantas menghubungi seseorang. "Uangmu sudah kukirim. Sekarang pergilah. Atau Zio akan menemukanmu."Orang di seberang mengulas senyum melihat nominal saldo rekeningnya. Dengan jumlah ini, dia bisa shopping sepuasnya di kota sebelah. Satu kegiatan yang sudah lama tidak dia lakukan.Nika dan orang itu tak akan menyangka kalau Zio tidak semudah itu dikalahkan. Pria itu