"Jangan-jangan saya ini mau dijadiin istri muda, Iya kan? Om bohong kalau sudah menduda!""Iya..saya memang lagi nyari istri muda. Untuk saya jadikan istri terakhir di hidup saya," senyum Aiman penuh persekongkolan.Lelah berdebat dengannya, kamipun kembali masuk ke rumah. Di sana sudah menunggu bapak dan ibu yang sepertinya tidak sabar untuk mendengar keputusan kami.“Jadi gimana diskusinya?” “Alhamdulillah pak, Mela setuju —“Aku yang mendengarnya langsung berlari mendekat untuk melayangkan sendal swallow kebanggan ku pada om sompret satu ini. Ibu yang jago menangkis, dengan cepat merebut sendalku dan jadilah aku yang tersakiti.“Jangan sembarang ya om, saya belum ngasih jawaban!”Aiman malah tertawa disusul bapak yang ada di belakangnya.“Ya mungkin Mela butuh waktu untuk memikirkannya.”“Iya pak. Tapi kalau bisa secepatnya kasih saya jawaban karena rencana upacara sumpah jabatan dan pindaha... kurang lebih dua minggu lagi.”Tuhkan seenaknya! Dia kayaknya yang kebelet nikah! Main
Gala tidur di pangkuanku selama acara berlangsung. Tidak kusangka acara sederhana dan dadakan ini berjalan mulus seperti jalan tol yang baru pak presiden resmikan. Padahal sudah kupasang wajah jutek selama acara tapi kata Donita justru Gala lah yang membuat acara menjadi lancar penuh senyuman terutama dari pihak keluarga Aiman karena lengketnya anak ini denganku. Membuatku benar-benar seperti ibu kandung, bukan ibu tiri katanya.Di acara tadi secara mengejutkan, mamanya Aiman bahkan menghampiriku. Beliau yang terlihat berumur sekitar enam puluh tahun lebih itu, memberiku sebuah kalung yang ia kenakan langsung padaku. Semua mata tertuju padaku. Dengan ekspresi yang bisa diibaratkan tengah menyaksikan anak kampung jadi pemenang Miss world.Dengan suaranya yang lembut, mama Aiman berkata bahwa ia senang akan mendapat mantu sepertiku.Weleh buk. Belum aja liat kelakuan mantumu ini. Saya bisa kayak reog kalau sudah berhadapan dengan anakmu, gumamku dalam hati.“Aiman pernah gagal sekali
“Jangan cantik-cantik kali kak Mimi. Nanti waktu sudah hilang bedakku, kabur mereka semua,” ocehku pada kak Mimi selaku MUA paling cetar di kotaku ini.Kak Mimi tertawa sambil memoleskan...apa sih ini namanya? Contur? Counter? Alah apalah itu agar wajahku terlihat tirus dan hidungku yang pesek terlihat mancung.“Ya harus cantik dong Mel, namanya juga nikah sekali seumur hidup, masa pake dandan yang jelek-jelek?” ocehnya juga tak mau kalah. Kalau pasangannya tepat sih, mau-mau saja langgeng sampai seumur hidup. Tapi berhubung yang menikahiku adalah om-om gila yang ngebet nikah untuk jagain anaknya, maka tak salah kan aku berharap ada pernikahan kedua?“Tapi banyak tuh kak yang kawin lagi,”candaku. “Ya memang sih cinta tak selamanya indah. Pasti yang namanya pernikahan ada cobaan di dalamnya. Kalau Mela udah siap nikah gini ya harus siap juga sama problematika nya. Jangan kayak orang-orang yang demen kawin cerai kawin cerai. Pantang. Kalau masalahnya bukan karena orang ketiga atau kdr
Tidak seperti acara nikahan kemarin, puncak dari semua tangis justru datangnya di hari ini.Bapak yang dari kemarin kalem dan nggak terlihat sedih anaknya dinikahin orang, hari ini bapak jos-josan nangis dari rumah sampai di bandara Kualanamu. Apalagi ibu. Sudah dandan dari subuh untuk antarkan anaknya ke bandara, masih ada sejam lagi keberangkatan bedak ibu sudah luntur semua karena banjir airmata.Semua barang kepindahan Aiman sudah dibawa dengan truk ke Jakarta. Nggak banyak sih karena sebagian malah dijual di sini. Mamanya Aiman dan keluarga sudah berangkat dari kemarin membawa Gala sekalian. Jadi tinggal aku dan Aiman saja yang masih tertinggal. Berbanding terbalik dengan ibu dan bapak, aku justru dengan tenang hendak berangkat. Atau mungkin malah terlihat mantap dan bersemangat untuk menghirup udaranya Jakarta. Walaupun entah bagaimana nasibku nanti di sana, aku sudah bertekad bulat untuk tidak diremehkan oleh om polisi ini. Lihat saja nanti! Akan kubuat dia membayar tawanya
Akhirnya, selesai juga berberes memasukkan barang-barangku ke dalam lemari pakaian setelah sebelumnya menidurkan Gala dulu di kamarnya. Bocah itu tidak terlalu banyak drama untuk urusan tidur. Cukup nyanyikan satu lagu cempreng dari ku maka ia akan langsung tidur terlelap.Aneh banget. Sama kayak bapaknya sih. Keluarga Aiman juga sudah kembali ke Bandung, tinggal si Raka saja yang masih ada di rumah ini karena katanya malas pulang ke kost-an sendirian. Selesai mandi, aku bergegas mencari posisi yang nyaman di sofa. Sebenarnya, aku masih belum terima disuruh tidur di sofa. Niatnya aku akan berdebat lagi dengannya malam ini demi mendapatkan yang namanya kenyamanan tidur di ranjang yang luas itu. Tapi... belum sempat aku memulai pembicaraan, Aiman masuk sambil melepas kaos oblong hitam yang ia kenakan. Roti sobek empat garis nemplok di tubuhnya. Terlihat begitu keras karena latihannya sebagai polisi. Aku langsung balik badan setelah dia memergokiku tengah menatapnya tadi. Dia juga ku
Ternyata begini lah keseharian seorang ibu-ibu. Bangun lebih awal untuk melakukan pekerjaan rumah. Dulu sebelum menikah, aku biasanya bangun subuh dan bantu ibu ke pasar untuk jualan. Selebihnya ibu akan mengerjakan semuanya hingga siang hari.Sekarang, aku melakukan pekerjaan yang biasa ibu lakukan di rumah. Memasak, mencuci, menyiapkan sarapan, beberes rumah besar yang yah sebenarnya tidak terlalu kotor karena sudah dibersihkan oleh tukang cleaning service. Karena ini hari perdanaku tinggal di rumah orang, maka aku menyiapkan sarapan dengan bahan seadanya yang ada di kulkas. Setelah pulang dari kampus nanti katanya Aiman akan mengantarkan ku ke supermarket untuk belanja keperluan rumah. Jadi sementara, nasi goreng inilah yang kusiapkan untuk keluarga ini.“Ngapain Mel?” “Buat sarapan pak bos —“Aku menoleh setelah mendengar suara Aiman yang khas pria dewasa bangun tidur. Mataku langsung auto focus dengan celana tidurnya yang entah terbuat dari bahan apa hingga mencetak jelas bagia
Gala sudah mulai berbaur dengan teman-temannya. Mereka terlihat gemoy sekali mengikuti arahan sang guru. Beberapa ada yang masih belum bisa berpisah dengan ibunya. Ada yang juga menangis karena ketakutan dan lebih banyak juga yang seperti Gala yang mandiri seperti tidak ingat kalau ada aku di sini. Kalau situasinya begini, besok aku tidak perlu lagi ikut ke sini kan? Rasanya aneh saja gitu daritadi menjadi pusat perhatian para ibu-ibu TK sejak kedatanganku ke sini. Sedang asik memperhatikan Gala menyebut nama-nama binatang yang diperagakan oleh gurunya, aku tiba-tiba dikejutkan dengan kedatangan buk Rita yang cantik itu. Beliau duduk di sampingku sambil menyunggingkan senyumannya.“Mereka itu lagi ngomongin kamu. Kenapa istri barunya pak Aiman bisa semuda ini.”Sepertinya ibu Rita adalah tipe wanita yang suka berterus-terang. Entah dia kawan atau lawan, sebaiknya aku harus hati-hati dengan sikapnya itu. “Hehe yah namanya juga jodoh.”Buk Rita kembali tersenyum. Kemudian ia mencerit
“Belepotan,” katanya.Aku meliriknya tajam. Menangkis segera tangannya yang tadi sempat bertengger di sudut bibirku yang masih perawan tinting ini.Sembilan belas tahun, aku mempertahankan sentuhan-sentuhan dari lawan jenis. Datang om-om ini malah main pegang-pegang seenaknya!“Saya bisa bersihin sendiri. Yuk ah katanya mau anterin saya ke kampus.”Aiman melihatiku bingung. Tapi kemudian ia mengakhirinya dengan mengangguk-anggukan kepalanya seperti ayam. “Ya udah sana ganti baju.”Akupun membawa Gala serta untuk mengganti pakaiannya juga. Sedangkan Aiman menunggu di ruang tengah untuk menghabiskan es krimnya. Selesai berganti pakaian, kami berangkat menuju kampus ternamaan Indonesia ini. Kampus yang bisa dituju dengan krl ini, memiliki fakultas yang begitu lengkap dan ternama. Sebagai anak kampung tentu saja aku bangga bisa masuk ke sini. Maka sudah kucatat dalam planning masa depan, bahwa aku harus bisa lulus dari sini walaupun sudah menikah. Empat tahun akan kuusahakan bisa selesa