Note : Maaf ya gak bisa tepati janji buat double up. Karena aku juga nulis di tempat lain dan itu keteteran. Jadi aku update sehari sekali aja yah. Mianhe===Siapa yang tidak terkejut setelah mendengar pengakuan Aiman tentang status kami?Bagai petir di siang bolong, aku sumpahin giginya Aiman ompong!Tanpa babibu, aku langsung mendorong Aiman menjauh dari pembicaraan ini. Tapi apalah daya, tenagaku tak cukup kuat untuk mendorongnya yang memiliki tubuh atletis bak binaragawan yang pernah ia pamerkan padaku di malam pertama kami tinggal bersama.Akhirnya….aku hanya bisa misuh-misuh padanya sambil menyipitkan mata.“Mau kamu apa sih! Lagi-lagi keluar dari perjanjian!”“Perjanjian apa?” balas Aiman ikut berbisik.“Kan aku ngasih syarat ke kamu….jangan sampai status aku terbongkar di kampus!““Mel,” panggil kak Rendi yang tanpa sadar sudah kubuat seperti emping kering karena kelamaan dijemur.Tanpa sadar aku sudah menatap kak Rendi dengan pandangan iba, “Kak! Ini tuh –““Kamu nggak usah
“Mama udah sehat?” tanya Gala begitu ia keluar dari kamarnya.Dengan piyama dinasaurus hijau kesukaannya, Gala datang memelukku yang sedang menyiapkan sarapan untuk keluarga kecil ini. Lebih tepatnya sih memanaskan makanan yang kemarin dibawa ibu mertua dan kakak ipar.“Lumayan. Gala sikat gigi dulu sana, habis itu bangunin papa terus kita sarapan.”“Papa sama mama udah nggak berantem, kan?” tanya Gala dengan tatapan memelas. Aih…apa dia masih kepikiran soal kemarin? Untung saja Gala nggak cerita soal pertengkaran kami pada Oma dan tantenya kemarin. Kalau tidak, mungkin kami sudah di sidang selama berjam-jam.Aku terdiam mendengar pertanyaan yang keluar dari bibir mungilnya itu. Well….aku tak bisa bilang bahwa kami sudah baik-baik saja. Justru tadi malam terjadi hal yang membuatku tercengang sampai-sampai om sompret itu ingin kutelan hidup-hidup.Setelah kejadian tersedak itu, Aiman mulai bertingkah aneh. Atau mungkin sebenarnya sudah aneh sejak aku sakit beberapa hari yang lalu. Ai
Perdebatan diantara keduanya masih berlanjut. Aku dan Gala memilih diam sambil mendengarkan suamiku dan mantan istrinya saling membahas masa lalu.“Enggak bisa. Kamu nggak bisa ikut.”“Kenapa nggak boleh sih, Mas? Kalau kalian pergi, terus aku gimana? Aku kan mau main bareng Gala hari ini.”Yeu…makannya ngasih kabar. Biar situ nggak sia-sia datang ke sini, batinku.“Makannya kamu ngasih kabar dulu. Jadi kamu nggak sia-sia datang ke sini,” tukas Aiman dengan nada tegas.Eh eh…..tumben kita kompak?“Ya….aku kan mau kasih surprise ke anak kita. Lagian kalau aku ikut juga nggak akan ganggu kok. Anggep saja aku nggak ada.” Susan masih bersikeras dengan kemauannya.Dia sengaja menekan kata ‘anak kita’ sambil menoleh padaku. Tak sengaja pula kuputar bola mataku – jengah padanya setelah mendengar janda pirang satu itu tengah tebar pesona. Entahlah. Aku menganggapnya seperti itu. Mungkin karena sesama wanita yah jadi aku bisa membaca tingkah lakunya yang tak biasa.Susan berdandan dengan supe
Aku menarik Aiman keluar rumah. Bapak memperhatikan kami dari kursinya. Begitu pula dengan ibu yang sedang bermain dengan anak polisi yang bapaknya kini sedang kuseret tangannya keluar pagar.Om terkampret ini malah senyum-senyum sendiri karena kuajak pergi. Apa dia pikir aku sedang mengajaknya mojok?Bah!"Om! Saya tahu saya salah. Dan saya berterima kasih sebanyak-banyaknya pada om yang —""Jangan panggil saya om, Mela —" ringisnya.Aku tetap melanjutkan ucapan ku walau dia memotongnya sejenak."— yang sudah menyelamatkan saya dari insiden memalukan kemarin. Tapi om —"Aiman menarik alisnya ke atas. Lihatlah duda satu anak ini. Usianya memang dua kali lipat dari usiaku, tapi kenapa ketampanannya setara dengan mas Adi si kasir Indoapril sih? Mereka kalau jalan bareng mungkin nggak akan kelihatan umurnya beda jauh!Pak AKBP Aiman ini memang defenisi duda keren yang sebenarnya. Wajahnya bersih bahkan lebih mulus dari kakiku yang berbulu. Hidungnya mancung dan tipe pria gagah berani. Be
Sejak pengumuman lolos masuk kuliah lewat jalur undangan, beginilah keseharianku.Jungkir balik di depan layar untuk membuat konten sederhana dengan followers yang tak seberapa. Tetanggaku juga bingung. Bagaimana bisa Mela Iskandar — preman kampung yang hobinya tiktokan bisa tembus masuk ke Universitas berkelas se- Indonesia. Se-Indonesia loh yah. Bukan cuma se Sumatera Utara saja! Bangga kan? Bangga lah! Masa enggak!"Woi! Mel!"Aku menoleh begitu suara teman bobrokku itu datang berkunjung. Seperti kebiasaannya, Donita boru Sidamanik ini akan datang tepat sebelum makan siang. Untung cuma numpang makan, bukan tidur apalagi mandi."Apa?" jawabku sambil mengedit video joget Money-nya Lalisa Manoban yang tengah viral beberapa bulan ini. Kulihat dari sudut mataku, Donita duduk melorot di kursi bambu depan rumahku."Kapan berangkat ke Jakarta? Kalau kau nggak ada..aku sama siapa wak? Kenapa nggak daftar di USU aja sih? Tega banget!"Donita pagi-pagi sudah ngedrama. Daripada boru Sidaman
Selain hobiku yang suka jahilin anak kecil maupun dewasa, hobiku yang lain adalah motor-motoran sambil mampir ke IndoApril yang letaknya ada di seberang gang.Bukan tanpa alasan aku ke sana belakangan ini. Tempat itu menjadi tempat favorit ku enam bulan terakhir setelah seorang pria tampan yang mirip dengan idolaku, bekerja di sana.Namanya mas Adi. Wajahnya bagai pinang dibelah dua dengan Song Kang.Iya..Song Kang yang tengah digandrungi para penggemar drama Korea saat ini.Ya Allah...ada yah aktor rasa lokal begini? Mana dia juga sadar banget kalau dikatain mirip dengan aktor dari Korea Selatan itu. Penampilannya juga sengaja dibuat sekeren itu, agar pengunjung minimarketnya ramai.Untuk memata-matai, akulah jagonya. Segala tentangnya sudah kukantongi. Umur, tempat tinggal, tamatan mana, hobi..semuanya! Kecuali nomor handphone saja.Heh!Agar tidak terlalu kentara, biasanya aku akan berakting tidak terpengaruh dengan pesona mas Adi. Padahal jika di telaah lebih dekat, jantungku nyar
Aku mengeraskan suara headset ku saat ibu masuk ke dalam kamar. Sembari bermain game di laptop, aku melihat dari sudut mataku, ibu sedang menggelengkan kepalanya prihatin."Mel!"Ibu menarik headset ku sambil menepuk kepalaku lembut."Udah mandi?""Udah," jawabku irit."Udah salat?""Kan libur buk," jawabku, masih fokus ke layar laptop.Setelah kejadian tadi, aku langsung tidak mood untuk melakukan apapun. Termasuk turun untuk makan malam atau bahkan membalas pesan mas Adi yang terus memintaku untuk membalas pesannya. Kata orang, aku cepat sekali berubah moodnya saat sedang datang bulan. Meskipun ada hal-hal yang kusukai, jika moodku buruk karena sesuatu hal, maka semua itu tidak ada artinya. Tidak ada obatnya. Dan yang bisa kulakukan hanyalah menunggu sejam atau dua jam menenangkan diri hingga moodku kembali. Seperti yang kulakukan sekarang ini.Ibu cengengesan, "Oh iya. Ibu lupa. Terus..nggak ke bawah gitu?"Aku menoleh ke arah ibu. Mengeryitkan dahi karena bingung dengan pertanyaan
Baru selesai menyapu teras dan menyiramnya dengan air bekas mengepel rumah, sepasang sepatu kulit hitam berada tepat di depan pagar.Perlahan aku menaikkan kepalaku dan langsung bersitatap dengan duda beranak satu yang bernama Aiman itu.Bah..besar juga nyalinya datang ke sini lagi.Orangnya padahal ganteng, tapi pelit senyum. Sudah tahu ada maksud datang ke rumah, menyapaku dengan senyuman pun tidak. Masih lebih enak dilihat wajah anaknya daripada bapaknya. Kalau tidak salah namanya Gala. Anak kecil itu begitu turun dari buaian bapaknya, langsung menerobos memeluk kakiku. Aku cuma bisa nyengir sambil mendengarkan celotehannya."Kak Mela! Gala main sini lagi yah," pintanya."Eh..kok tahu nama kakak?" Aku melirik sinis ke bapaknya."Tahu dong. Kan papa yang ngasih tahu!"Aku berlutut untuk menyetarakan tubuhku padanya. Bocah itu nyengir sambil kucium wangi bedak bayi yang terkeluar dari badannya. Sepertinya dia sudah mandi. Beda sekali denganku yang bangun tidur langsung ditugaskan unt