Mendengar situasi yang semakin mengkhawatirkan. Setelah menenangkan Shen Jin hingga membuatnya tertidur, kaisar Yuan beranjak dari kamarnya menuju ruang pribadi. Mendengar situasi yang semakin mengkhawatirkan, Kaisar Yuan merasakan kecemasan yang merayap di sudut-sudut pikirannya. Malam itu, setelah menenangkan Shen Jin hingga membuatnya tertidur lelap, ia beranjak dari sisi tempat tidur. Langkah-langkahnya yang mantap menggema di koridor istana yang sunyi, menuju ruang pribadinya yang terletak di sayap timur.Saat tiba di depan pintu yang besar dan berornamen rumit, Kaisar Yuan berhenti sejenak. Di hadapannya berdiri Liu Jun, seorang pengawal setia dengan tatapan mata yang tajam namun setia. "Liu Jun," kata Kaisar Yuan, suaranya tenang tapi penuh kewibawaan, "Aku akan melakukan meditasi. Aku percayakan padamu untuk menjaga kakak ipar mu."Liu Jun membungkuk dalam tanda hormat. "Baik, Yang Mulia," jawabnya tegas, tanpa sedikit pun keraguan.Setelah itu, Kaisar Yuan kembali melangkah
Shen Jin terus saja mengoceh seraya menggerakkan kedua tangan ke atas ke bawah, seolah-olah mencoba menjelaskan sesuatu yang sangat penting. Pergerakannya semakin terbatas karena perutnya yang semakin membesar, menciptakan bayangan bulat yang bergerak mengikuti gerakan tubuhnya."Aku sungguh tidak mengerti, di saat aku sedang hamil besar seperti ini, Yua'er malah tidak ada di sampingku. Padahal kan aku butuh perhatiannya," celoteh Shen Jin dengan nada yang terdengar kesal. Suaranya menggaung pelan di ruangan yang sepi, menciptakan suasana hening yang aneh. Tiba-tiba, Shen Jin menghentikan gerakkannya, detik kemudian ia mengernyitkan dahi karena merasa hening dengan suasana sekelilingnya. "Yueyin, kenapa kau diam saja?" ucap Shen Jin, mencoba memecah kesunyian yang tiba-tiba itu. Saat hendak membalikkan badan, tiba-tiba seseorang sudah memakaikan mantel hangat ke tubuhnya. Shen Jin sedikit terkejut dan menolehkan kepalanya dengan cepat. Matanya membelalak, tidak percaya dengan apa ya
Di paviliun barat yang sunyi, diterangi hanya cahaya remang lampu minyak, Xiu Xianren berdiri tegak. Angin malam berbisik lembut di antara dedaunan bambu, membawanya aroma tanah basah dan bunga melati. Matanya, sehitam batu obsidian, tertuju pada langit malam. Ribuan bintang berkelap-kelip, seperti berlian yang tersebar di atas kain beludru hitam pekat. Bulan purnama, bulat sempurna, memancarkan cahaya keperakan yang menyelimuti halaman dengan aura mistis. Keheningan malam hanya diiringi oleh suara jangkrik yang bercicit nyaring.Tak lama kemudian, langkah kaki terdengar mendekat. Zhang Wei, teman seperguruannya yang tampan dengan senyum ramah, muncul dari balik bayangan. Ia berjalan dengan tenang, jubah sutra biru tua berkibar lembut mengikuti langkahnya. Ia berdiri di samping Xiu Xianren, pandangannya turut tertuju pada langit yang dihiasi bintang-bintang. Keduanya terdiam sejenak, menikmati keindahan alam malam itu.Kemudian, Zhang Wei berseru, suaranya bercampur kekaguman
Pagi-pagi sekali, Zhang Wei dan Xiu Xianren sudah tiba di istana untuk menemui Kaisar Yuan. Mereka berjalan melalui lorong-lorong yang dihiasi lukisan-lukisan indah dan patung-patung megah, menuju ke ruang kerja Kaisar Yuan yang penuh wibawa dan keanggunan.Setelah menunggu sejenak, akhirnya mereka dipersilakan masuk. Di dalam ruangan yang dipenuhi aroma teh harum, Kaisar Yuan duduk di balik meja besar dari kayu jati, sembari menyesap teh hangat dari cangkir porselen berwarna biru. Pandangannya yang tajam menatap Zhang Wei dan Xiu Xianren dengan penuh minat."Guru, Tuan Zhang, apa yang membuat kalian pagi-pagi sekali ingin bertemu denganku?" tanya Kaisar Yuan dengan suara lembut namun penuh wibawa, seraya menyesap teh hangatnya."Yang Mulia, aku dan kakak seperguruan ingin pergi ke suatu tempat," ujar Xiu Xianren dengan penuh hormat. Kaisar Yuan mengernyitkan dahi, kerutannya semakin dalam. Lalu, ia meletakkan cangkir teh dengan gerakan lembut, nyaris tanpa suara."Pergi ke suatu temp
Setelah pertempuran berakhir, Zhang Wei dan Xiu Xianren berterima kasih kepada A Zhu atas bantuannya. "Terima kasih, Tuan Pendekar. Tanpa bantuanmu, kami mungkin sudah terluka parah atau lebih buruk," ujar Xiu Xianren dengan tulus.A Zhu hanya mengangguk sambil tersenyum tipis. Tanpa mengatakan apapun, ia kembali pergi dengan cara terbang dan menghilang di balik pohon-pohon yang lebat. Keduanya bergeming sejenak, sampai akhirnya Xiu Xianren sadar dan menghampiri Zhang Wei. "Kakak, kau tidak apa-apa?" tanya Xiu Xianren mengamati ribu Zhang Wei. Zhang Wei menggelengkan kepala sebagai jawaban, jika dirinya baik-baik saja. Zhang Wei dan Xiu Xianren, melanjutkan perjalanan mereka dengan lebih berhati-hati. Mereka kini telah mencapai kaki Gunung Tianwu, yang menjulang tinggi di hadapan mereka dengan puncaknya yang diselimuti salju abadi. Suara angin yang menderu dan suhu yang semakin dingin membuat perjalanan mereka semakin menantang.Mereka mendaki lereng gunung yang curam, melewati ju
Di sebuah desa terpencil yang terletak di ujung dunia, tempat yang seolah terlupakan oleh peradaban modern, dan bahkan lebih tepat disebut sebagai tempat pengasingan bagi mereka yang dianggap bersalah. Saat matahari pagi menyentuh perkampungan, terlihatlah sekumpulan orang dengan pakaian yang sangat lusuh, berkumpul di sekitar area kerja. Baik laki-laki maupun perempuan, mereka semua mengenakan pakaian yang serupa, seperti seragam tak berwarna yang mengaburkan identitas mereka.Di tempat yang suram ini, mereka menjalani kerja paksa setiap harinya. Para laki-laki tampak berjuang dengan pekerjaan berat, seperti menempa batu-batu keras menjadi kepingan kecil, mengangkut pasir dalam jumlah yang tak terkira, serta melakukan pekerjaan kasar lainnya yang menguras tenaga. Di sisi lain, para wanita terlihat sibuk dengan aktivitas yang tak kalah melelahkan. Mereka mengangkut air dari sumur yang jaraknya cukup jauh, mencuci pakaian di tepi sungai yang dingin, dan melakukan pekerjaan rumah tangga
"Sebaiknya, malam ini juga aku harus segera melarikan diri," ucapnya dengan tegas penuh penekanan. Suaranya bergetar dengan campuran tekad dan ketakutan. Mata Lie Hua menatap tajam ke sembarang arah, bayangan wajah Shen Jin yang begitu dibencinya terlintas di benaknya, menyulut api kemarahan dalam dirinya."Tunggu saja pembalasanku !"Malam itu, ketika cahaya bulan perlahan-lahan merangkak naik di langit gelap, Lie Hua bersiap-siap untuk melarikan diri. Dengan hati-hati, dia menggulung peta tersebut dan menyembunyikannya di balik pakaiannya. Ia memastikan tidak ada yang melihat saat dia melangkah keluar dari rumah kayunya yang sederhana.Udara malam begitu dingin, menusuk hingga ke tulang. Lie Hua merapatkan pakaiannya, berusaha mengusir rasa dingin yang menyergap. Suara langkah kakinya hampir tak terdengar saat ia menyusuri jalanan desa yang sepi. Para prajurit berjaga di pos-pos mereka, beberapa di antaranya tampak mengantuk dan tak waspada.Lie Hua berjalan dengan langkah cepat nam
"Yueyin! Yueyin!" teriak Shen Jin dengan suara yang penuh kekhawatiran. Ia duduk di kursi sambil memegang perutnya yang besar, jelas terlihat betapa sulitnya bagi dia untuk bangun dari tempat duduknya. "Mendekati usia kehamilan tua sungguh membuatku kewalahan. Apakah aku mengandung anak kembar?" gumamnya dengan nada cemas sambil mengusap perutnya yang bulat. Shen Jin lalu memeriksa denyut nadinya sendiri, mencoba merasakan tanda-tanda kehidupan di dalam tubuhnya. Namun, ia hanya merasakan denyut nadi yang stabil dan satu detak jantung yang berdenyut lembut. Tidak ada tanda-tanda detak jantung kedua. "Hanya ada satu detak jantung, yang lainnya adalah detak jantungku sendiri," ujarnya pelan, sambil menghela napas karena merasa sedikit sesak. Kekhawatiran meliputinya, membuat jantungnya berdegup lebih cepat. "Dimana Yueyin? Sangat jarang sekali dia tidak muncul saat dipanggil seperti ini," gumamnya dengan nada penuh kekhawatiran yang semakin mendalam. Shen Jin mencoba bangun dari
Ketika mereka semua tengah menikmati pesta tersebut, tiba-tiba terdengar suara kegaduhan yang memecah kesenangan dan membuat semua orang terhenti. Aroma manis anggur dan cahaya lilin yang berkilauan di sekitar mereka seolah memudar sejenak. Jin Yu, Shen Zhibai, dan He Shen ikut mengalihkan pandangannya ke arah kerumunan yang menjadi pusat masalah, penasaran dan sedikit cemas. "Ada apa di sana? Kenapa orang-orang berkerumun?" tanya He Shen dengan dahi berkerut, memperhatikan kerumunan yang bergerak gelisah di dekat kolam yang memantulkan cahaya bintang. "Sebaiknya kita lihat ke sana," jawab Jin Yu dengan nada tegas namun penuh rasa ingin tahu. Mereka berdua mengangguk dan tanpa ragu melangkah cepat menuju kerumunan tersebut, melewati tamu-tamu yang masih bingung. Sementara itu, di tengah kerumunan yang semakin padat, terdengar desah napas tertahan dan bisikan ketakutan. Terlihat seorang putri dengan gaun merah mencolok, berdiri angkuh di atas putri lain yang terduduk dengan wajah
Di sudut aula, Putri Lin dari Kerajaan Selatan sedang berbincang dengan Putri Wei dari Kerajaan Utara. Putri Lin mengenakan gaun hijau zamrud yang serasi dengan matanya yang cerah, sedangkan Putri Wei mengenakan gaun emas yang berkilau seperti sinar matahari. Mereka berbincang tentang pengalaman dan perjalanan mereka, sambil sesekali melirik ke arah Shen Jinyulong yang sedang menyambut para tamu dengan senyum hangat.Musik lembut mulai terdengar, dimainkan oleh para musisi istana yang berbakat. Alunan musik tradisional yang menghentak-hentak memeriahkan suasana, membuat para tamu merasa seperti terhanyut dalam dunia yang penuh pesona.Shen Jin Yu Long berjalan memasuki aula dengan penuh percaya diri, mengenakan jubah berwarna hitam dengan bordiran ular naga emas yang memancarkan aura kebanggaan dan kemewahan. Senyum manis menghiasi wajahnya, menambah pesona yang memikat perhatian semua orang. Para tamu, termasuk para putri dari kerajaan-kerajaan lain, menyambutnya dengan penuh pengh
Shen Jin menghela napas panjang, masih mencoba mencerna kabar yang baru saja didengarnya. Matanya melirik kearah Jin Yu yang masih mengusap telinganya sedikit panas. Hembusan angin yang sejuk menyapu wajah mereka, menciptakan kontras yang tajam dengan ketegangan yang melingkupi suasana."Jadi, apa yang membuatmu begitu tergesa-gesa?" tanya Shen Jin, nada suaranya kali ini lebih tegas dan penuh perhatian.Jin Yu mengangkat wajahnya, menatap Shen Jin dengan mata yang menunjukkan kelelahan namun dipenuhi tekad kuat. "Karena Jin Yu sangat merindukan ibu dan ayah," jawabnya dengan nada manja. Tanpa ragu, ia menghambur ke dalam pelukan hangat Shen Jin."Ini juga sangat merindukanmu," ucap Shen Jin lembut seraya membelai rambut panjang putranya yang terurai. He Shen dan Shen Zhibai tersenyum lembut, memandang dengan haru pertemuan yang indah antara anak dan ibu. Kebahagiaan terpancar dari wajah mereka, menghapus sejenak semua kekhawatiran.Kaisar Yuan, yang sejak tadi berdiri di sana mempe
Shen Jin tersenyum, meski hatinya masih berdetak kencang akibat kejutan tadi. "Yua'er, hampir saja jantungku copot, kau membuatku terkejut," katanya sambil berusaha tenang.Kaisar Yuan tertawa pelan. "Maafkan aku, Shen Jin. Aku hanya ingin memberikan kejutan kecil," ucapnya seraya melepaskan pelukannya dan berdiri di samping Shen Jin, menghadap ke arah taman yang indah."Kau sudah melakukan pekerjaan yang luar biasa," puji Kaisar Yuan, mengamati dekorasi yang mempesona. "Pesta ini akan menjadi yang terbaik yang pernah ada di kerajaan."Shen Jin menundukkan kepalanya sedikit sebagai tanda terima kasih. "Apakah Putra ku akan menyukainya?" Kaisar Yuan mengangguk setuju. "Tentu saja. Jika sampai anak itu tidak menghargai usaha kerasmu, aku tidak akan mengijinkan dia melihat ibunya," katanya dengan penuh ancaman."Jangan seperti itu," ucap Kaisar Yuan lembut, mencoba menenangkan Shen Jin. Shen Jin menghela nafas sejenak, memandang ke arah pintu gerbang dari kejauhan. "Tidak terasa wakt
Tujuh belas tahun kemudian, di sebuah ladang yang luas dengan pemandangan pegunungan hijau di kejauhan, terlihat seorang anak laki-laki tengah menunggangi kuda. Kuda berwarna coklat gelap itu melaju dengan anggun, sementara anak laki-laki itu duduk tegak dengan penuh kebanggaan. Ia mengenakan pakaian berwarna putih gading yang bersinar di bawah sinar matahari pagi, dengan bordiran bunga lotus di setiap sisinya yang memberikan sentuhan keindahan pada pakaiannya. Angin sepoi-sepoi berhembus, membuat bajunya berdesir dan menambah kesan elegan bagi pemakainya. Rambutnya yang hitam legam seperti malam terurai bebas, kontras dengan kulitnya yang putih bersih. Matanya yang sayu tampak memancarkan ketenangan, hidung mancungnya memberikan karakter kuat pada wajahnya, sementara bibirnya yang sedikit tebal dengan merah alami terlihat mempesona. Rahangnya yang tegas semakin mempertegas kesempurnaan rupa anak laki-laki itu.Dia terus memacu kudanya dengan kecepatan maksimal, angin berhembus kenca
Musim dingin telah berlalu, membawa kehangatan musim semi yang menyambut kehidupan baru. Cahaya matahari yang sebelumnya bersembunyi di balik awan kini muncul penuh kemilau, menerangi lembah-lembah yang dipenuhi bunga sakura yang sedang mekar. Angin lembut berembus, membawa aroma harum bunga dan suara gemericik sungai yang mengalir jernih di antara pegunungan.Di sebuah desa kecil yang tersembunyi di kaki gunung, terdapat seorang petapa tua yang dikenal dengan kebijaksanaan dan kekuatan supranaturalnya. Ia duduk di beranda rumah bambunya, mengamati langit yang cerah dengan mata yang penuh kedamaian. Di sekelilingnya, makhluk-makhluk ajaib seperti naga kecil dan burung phoenix bermain di antara pepohonan, menciptakan pemandangan yang magis.Di tengah desa, seorang gadis muda bernama Lian berjalan dengan langkah ringan, membawa keranjang penuh ramuan obat yang baru dipetik. Rambutnya yang hitam panjang tergerai tertiup angin, dan mata elangnya mencerminkan tekad serta keberanian. Lian m
Dalam hening yang penuh ketegangan, suara gemuruh petir terdengar dari kejauhan, menambah kesan menakutkan pada keputusan yang baru saja dijatuhkan. Kaisar Yuan tetap berdiri tegak dengan tatapan tajam, menunjukkan bahwa keputusannya sudah bulat dan tak dapat diganggu gugat.Bai Xiu Xue, yang menjadi pusat perhatian semua orang, hanya bisa menunduk. Wajahnya pucat, tanpa kekhawatiran dan ketakutan yang mendalam. Meski jiwanya terguncang, ia mencoba menyembunyikan rasa sakit yang menggerogoti hatinya."Jika itu bisa membuat diriku dan Xiao Nian Jie bersatu, aku akan menerima hukumannya," katanya dengan suara yang hampir berbisik. Matanya yang dalam menatap kaisar Yuan dengan penuh penyesalan.Permaisuri agung, dengan air mata yang masih mengalir, mencoba menguatkan diri. Ia menggenggam tangan suaminya erat-erat. Kemudian, ia melepaskan genggamannya dan menghambur memeluk Bai Xiu Xue. "Putraku, kau adalah segalanya bagiku. Jika ada cara lain, aku akan melakukannya," ucapnya dengan n
Mata Bai Xiu Xue membelalak lebar dengan mulut sedikit menganga. Ia merasakan desiran angin malam yang dingin menyentuh kulitnya, menambah perasaan hampa yang menjalar ke seluruh tubuhnya. Tangannya yang gemetar terulur, mencoba menggapai Xiao Nian Jie yang semakin menjauh darinya, seolah-olah dunia ini sedang menjauhkan harapannya satu demi satu. "Tidak! Xiao Nian Jie, jangan tinggalkan aku. Aku tidak tahu apa yang harus dilakukan tanpa dirimu! Xiao Nian Jie!" pekik Bai Xiu Xue dengan suara yang penuh dengan kesedihan dan keputusasaan. Air mata mengalir deras di pipinya, menciptakan jejak yang berkilauan di bawah cahaya lampu jalan yang redup. Setiap kata yang keluar dari mulutnya adalah jeritan hati yang terpukul keras oleh rasa kehilangan yang mendalam.Shen Jin, Bai Li Yuan, dan yang lainnya, melihat keadaan Bai Xiu Xue yang memprihatinkan seperti itu, merasa iba. Shen Jin menggigit bibirnya dengan keras, menahan diri untuk tidak menangis. "Xiao Nian Jie, kau harus kembali," bis
Kalimat itu menghancurkan hati Bai Xiu Xue. Ia terhuyung mundur, seakan dihantam badai yang menghancurkan semuanya. "Tidak mungkin," gumamnya, suaranya terdengar seperti bisikan angin."Inilah kenyataannya, Bai Xiu Xue," ucap Xiao Nian Jie dengan nada yang dingin dan tak berkompromi. "Aku tidak bisa lagi bersamamu."Bai Xiu Xue merasakan dunianya runtuh seketika. Pandangannya kabur oleh air mata yang tak terbendung lagi. Ia memegang dadanya, berusaha menahan rasa sakit yang menjalar di hatinya. Angin malam yang dingin berhembus, membuat tubuhnya menggigil, seakan menggandakan rasa sakit yang ia rasakan.Xiao Nian Jie melihat Bai Xiu Xue, tapi ia tetap teguh dengan keputusannya. "Aku sudah mencoba, tetapi aku tidak bisa melanjutkannya lagi. Aku tidak ingin terus menyakiti kita berdua," katanya dengan lembut, meskipun ekspresinya tetap tegar.Bai Xiu Xue mengusap air matanya, berusaha menenangkan dirinya. "Aku hanya ingin tahu, apakah semua ini tidak berarti apa-apa bagimu?" tanyanya de