Aneisha langsung terdiam ketika mendengar apa yang dikatakan oleh Tuan Zu, ia lalu melihat ke arah perutnya dan mulai mengelus perutnya dengan lembut."Apa dia baik-baik saja? Apa kau mengatakan yang sebenarnya?" tanya Aneisha menatap tak percaya.Tuan Zu hanya terdiam dan terus menyorot pandangannya yang tajam ke arahnya."Tuan, katakanlah sesuatu, apa kau mengatakan yang sebenarnya?" tanya Aneisha dengan menatap wajahnya.Tuan Zu lalu mendekatkan wajahnya ke arahnya dan mengikis jarak diantara keduanya hingga terasa hembusan nafasnya menerpa wajahnya."Aku tidak pernah berbohong kepadamu, Ana. Bahkan akupun mengakui perasaanku kepadamu, kenapa ku masih meragukanku?" Tuan Zu menatap wajahnya dengan tatapan penuh dominasi.Jantung Aneisha mulai berdegub dengan kencangnya tatkala Tuan Zu kini menatap wajahnya."Maafkan aku Tuan Zu, aku hanya sangat mengkhawatirkan anak yang aku kandung." Jawabnya dengan memegang lembut pipinya.Tuan Zu lalu menatap wajah Aneisha ketika tangannya memeg
Tuan Zu langsung terkejut ketika mendengar penuturan Naima yang saat itu lebih dulu mengetahui kehamilan Aneisha dari pada dirinya."Kenapa kau tidak menagatakan itu kepadaku? Apa kau ingin menyembunyikan kehamilan Aneisha dariku, Naima?" sorot mata elangnya begitu tajam menyorot ke arah Naima yang terlihat tertunduk tak berani menatap wajahnya."Maaf Tuan, sebenarnya saya ingin menceritakan kepada Tuan, tapi saya menunggu waktu yang tepat untuk menceritakan itu kepada Tuan saat itu." Naima menjawab dengan menggenggam erat ujung kemeja yang dikenakannya."Apa kau juga melarang Aneisha untuk mengatakan itu kepadaku?" kini Tuan Zu mulai memanah tatapannya tepat pada wajah Naima.Naima mengangguk sembari menutup matanya dengan erat, ia benar-benar ketakutan saat itu.Tuan Zuan lalu melayangkan tangannya ke udara dan memgepalkan kedua tangannya dengan eratnya.Naima merasakan kemarahan Tuan Zu yang sudah siap meledak."Kenapa kau tidak cerita dari awal, Naima? Lihatlah apa yang sudah kau
Aneisha mengerjapkan kedua matanya, saat membuka kedua matanya dan mengedarkan seluruh pandangannya keseluruh rungan kamarnya.Ia menatap ruangan itu tampak kosong dan dia tak melihat ada Tuan Zu di sana.Aneisha berusaha untuk bangkit dari tidurnya, tenggorokannya mulai mengering dan ingin mengambil minuman yang ada di meja.Saat dia menurunkan kakinya, tiba-tiba perutnya tiba-tiba merasakan keram."Aw sakit," pekik Aneisha.Dari luar kamarnya, Lim yang seperti mendengar suara dari dalan kamar Tuan Zu langsung membuka pintu kamarnya.Saat dirinya masuk ke dalam kamarnya diapun melihat Aneisha yang saat itu sedang berusaha untuk turun dari ranjangnya dan terlihat pula jika dirinya saat itu sedang memegangi perutnya.Lim langsung masuk dan menghampiri Aneisha yang saat itu sedang duduk di tepi ranjangnya."Nyonya Muda Zu, kenapa denganmu?" Tanya Lim dengan menahan tubuhnya yang saat itu akan limbung."Ah sakit, kenapa tiba-tiba perutku metasakan keram seperti ini?" rintih Aneisha.Lim
Aneisha menutup mulutnya yang tercekat tatkala mendengar apa yang dikatakan oleh Tuan Zuan kepadanya, bagaimana tidak ucapannya kali ini benar-benar membuat Aneisha sangat kecewa."Apa kau bilang? Kau tidak menginginkan bayi yang ada dalam kandunganku? Apa salah bayi ini kepadamu?" Aneisha berkata dengan suara mulai tercekat di tenggorokannya.Tuan Zu menatap tajam ke arah Aneisha, ia merasakan betapa kecewanya dirinya ketika ia mengatakan dirinya lebih mengkhawatirkan Aneisha dibandingkan dengan anak yang kini dikandungnya."Bayi itu tidak bersalah, tapi dia sudah membawah dirimu dalam incaran para musuhmu."Aneisha hanya terdiam, menahan tangisannya agar tidak keluar. Ia tidak menyangka jika Tuan Zuan berpikir jika bayi yang ada dalam kandungannya akan membuat dirinya akan kehilangan Aneisha, sedangkan Aneisha tidak akan bisa hidup tanpa bayinya saat ini.Tuan Zu duduk disamping Aneisha ia lalu memeluk bahu Aneisha. Namun, dengan cepat Aneisha langsung menepiskan tangannya dan kini
Dorr ....Ketika Tuan Zu berhasil menembak kepala musuh, tiba-tiba Tuan Zu mendapatkan perlawanan dari musuh yang saat itu duduk di bangku belakang mobil tersebut dan mengarahkan pistol itu ke arah Tuan Zu.Dorr ....Musuh itupun berhasil menembak lengan Tuan Zu hingga tangan Tuan Zu kehilangan keseimbangannya dan menjatuhkan senapannya ke jalan."Aaaaaaah," Erang Tuan Zu ketika peluru itu berhasil menembus lengannya.Alan tampak cemas ketika Tuan Zu kini tertembak lengannya."Tuan, apa kau baik-baik saja?" tanya Alan dengan wajah cemasnya.Tuan Zu menarik dasinya dan mengikat lengannya agar tidak terjadi pendarahan.Tuan Zu menarik nafasnya dalam-dalam untuk membuat dirinya tetap tenang dan tidak panik saat itu."Cepat telpon soldier yang ada di belakang, agar bisa segera datang ke sini untuk membantu menembak musuh yang mengejarku!' perintah Tuan Zuan menahan sakitnya saat itu."Baik Tuan!" Jawab Alan lalu mulai memencet tombol telepon untuk segera menelpon soldier yang ada di belak
Tuan Zu terdiam sejenak, ia menatap wajah ayahnya yang saat ini terlihat sangat mencemaskan dirinya.Tuan Zuan menarik nafasnya dengan berat, ia memandangi langit-langit ruangan di kamar inapnya lalu tak lama kemudian ia menatap wajah ayahnya yang sedang menunggu jawabannya."Mereka telah mengambil barang-barang milikku, aku kehilangan barang-barang berhargaku dari gudang milikku, saat aku menyelidiki siapa dibalik perusuh yang mengambil barang-barang haram milikku, saat itulah aku tau yang melakukan itu adalah Tuan Lu dan Xavier yang bekerja sama dengan beberapa anak buahku yang berkhianat." Wajah Tuan Chan seketika langsung berubah menjadi marah."Apa? Anak buahmu juga mengkhianatimu? Tembak mati saja mereka semua," Tuan Chan berkata dengan murka."Mereka sudah aku pindahkan ke padang gurun dan tak akan bisa kembali ke sini, mereka akan mati kelaparan dan kehausan di sana, itu lebih menyakitkan dari sekedar menembak mereka." Tuan Chan mengangguk dan tersenyum ke arah wajah putrany
Saat Aneisha menelpon dirinya, sungguh Tuan Zu benar-benar sangat mencemaskan dirinya. Bagaimana tidak, saat ini Tuan Zu menerima telepon dari Aneisha yang tidak biasanya menghubungi dirinya.Sejenak Aneisha terpaku setelah mendengar Tuan Zu menyahuti panggilan teleponnya."Ana? Apa kau baik-baik saja?" tanya Tuan Zu dengan perasaan cemasnya.Suasana mendadak hening seketika, Aneisha masih terpaku dalam kamarnya."Ana? Bicaralah! Kenapa kau hanya terdiam saja?" kembali Tuan Zu bertanya kepada Aneisha.Aneisha benar-benar gugup ketika Tuan Zu kini sedikit menyentak dirinya."Ehm, aku ...aku ...aku cuma ingin tau apa kau baik-baik saja?" tanya Aneisha dengan menggigit bibir bawahnya."Kau mengkhawatirkan diriku, Ana?" tanya Tuan Zu dengan nada sedikit menggoda."Aku bermimpi buruk tadi, apa Tuan Zu tidak mengalami hal buruk?" Aneisha bertanya dengan nada cemasnya."Terima kasih Ana, kau sudah mengkhawatirkan diriku, sungguh aku baik-baik saja, tunggu aku pulang sebentar lagi," pungkas T
Aneisha menutup mulutnya ketika mendengar apa yang dikatakan oleh Tuan Zuan kepadanya."Apa? Kau tertembak?" tanya Aneisha dengan tubuh gemetaran ketika melihat darah itu mengucur dari lengannya.Tuan Zu tersenyum dan memegangi pipinya dengan satu tangannya."Kau tidak usah cemas, ini sudah biasa, Ana. Lagi pula peluru sudah diambil dari tubuhku." Balas Tuan Zu seraya membuka kemejanya yang sudah basah karena darahnya.Aneisha benar-benar bingung ketika Tuan Zu tak merasakan sakit ketika mendapatkan tembakan di lengannya.Tuan Zu mengambil kotak p3k di dalam sebuah laci lalu mengobati lukanya.Aneisha yang saat itu benar-benar tidak berani melihat darah langsung berjalan ke arahnya, ia memberanikan dirinya untuk melihat dan mengobati luka Tuan Zu saat itu."Apa ini sakit?" tanya Aneisha dengan bibir bergetar.Tuan Zu tersenyum dan menggelengkan kepalanya."Tidak, luka ini seperti digigit semut saja, bisakah kau membantu membersihkan lukaku? Lalu membantuku memakaikan perban ini di len
Beberapa menit kemudian, Tuan Zu langsung terbangun dan bergegas melepaskan pakaian dan juga rompi anti peluru yang sudah dipakai sebelumnya. Ia dengan cepat membuang rompi anti peluru itu di sisi kanannya.Sekilas dia tampak shock tatkala jantungnya terhenti beberapa saat ketika peluru itu mengenai dadanya, beruntung saat itu dia memakai rompi anti peluru.Ia bergegas berdiri dan terkejut ketika melihat ayahnya kini sudah terbaring terkapar di sana. Tuan Zuan lalu marah kepada anak buahnya karena sedah melukai ayah kandungnya.Mereka tampak hanya terdiam saja. Tuan Zuan mendekat ke arahnya lalu dengan cepat memangku kepala ayahnya yang kini sudah terlihat mulai memucat."Panggilkan ambulance!" Teriak Tuan Zu.Anak buah Tuan Zu dengan cepat menelpon ambulance untuk segera datang ke TKP."Ayah, maafkan anak buahku, bertahanlah Ayah," ucap Tuan Zu seraya memegangi telapak tangan Tuan Chan yang semakin dingin."Maafkan aku, Nak. Aku sudah membuat kesalahan terbesar, aku bahkan membuat pu
Waktu berjalan begitu cepat, Tuan Zu akhirnya sudah bisa pulang, meskipun begitu kondisinya masih sangat lemah.Selama dia dirawat di rumah sakit, perhatian Aneisha semakin dia rasakan, ia lebih dekat dengan Aneisha dan perlahan-lahan Aneisha akhirnya mau menerima kehadiran dirinya. Sungguh ini adalah suatu kebahagiaan tersendiri."Kebahagiaan semakin dekat, Ana. Namun, aku harus menyelesaikan semuanya agar tak ada seseorang yang berniat untuk menyakiti dirimu." Tuan Zuan berkata dengan nada penuh kelembutan."Kau akan melakukan apa? Aku sangat mengkhawatirkan dirimu, Tuan," ucap Aneisha dengan wajah cemasnya."Aku baru mendapatkan sebuah kabar berita buruk dari anak buahku. Mereka sudah mendapatkan siapa dalang penyerangan atas dirimu," jawab Tuan Zu dengan mengeratkan kedua rahangnya dengan keras."Apa? Anak buahmu sudah tau siapa yang menjadi otak penyerangan di rumahku waktu itu?" "Iya, awalnya aku sangat terkejut mendengar anak buahku mengatakan nama itu. Namun, saat mereka membe
Beberapa waktu kemudian, akhirnya dokter berhasil mengeluarkan peluru yang bersarang di tubuh Tuan Zu, meskipun saat itu dilakukan tindakan operasi terlebih dahulu.Hati Aneisha mulai meluluh, tentu saja ini karena pengorbanan yang dilakukan oleh Tuan Zu kepada dirinya.Sementara itu, anak buah Tuan Zu bergerak untuk mencari tau siapa dalang dari semua itu. Ketika Aneisha mencurigai Xavier sebagai dalang semua ini, dengan cepat anak buah Tuan Zu akhirnya menyidiki tentang keterlibatan Tuan Xavier pada penyerangan malam itu. Namun, hasilnya nihil, Xavier ternyata tak terbukti dalam penyerangan ini. "Tuan Zuan, syukurlah saat ini kau baik-baik saja," tutur Aneisha ketika Tuan Zuan kini mulai tersadar.Tuan Zuan langsung tersenyum, dia tidak ingin jika Aneisha terlalu khawatir dengan dirinya."Aku baik-baik saja, kau tidak usah khawatir," balas Tuan Zu dengan tersenyum."Terima kasih karena kau sudah menolongku, aku tidak tau lagi jika kau tidak ada di sana untuk menolongku," ucap Aneish
Malam pun tiba, Tuan Zu yang kala itu tidak berada di rumah Aneisha membuat sang pelaku segera memulai aksinya, tanpa dia sadari bahwa sebenarnya Tuan Zu masih berada di sekitar rumah Aneisha untuk mengawasi keadaan sekita di sana.Saat malam sudah semakin larut, tiba-tiba Tuan Zu dikejutkan dengan langkah kaki seseorang yang saat itu terlihat sedang mengendap-endap masuk melewati pekarangan belakang rumah Aneisha.Kala itu, pengawal Tuan Zu yang sedang mengawasi di sisi pekarangan rumah Aneisha melihat seseorang yang mencurigakan masuk ke dalam rumahnya."Tetap awasi dari segala sisi rumahnya, aku akan segera masuk ke sana." Setelah Tuan Zu memberikan perintah kepada pengawalnya, segera Tuan Zu menuju ke dalam rumah Aneisha.Mengejutkan, ketika dia di dalam rumah Aneisha dia tidak menemukan seseorang di sana."Sialan, kemana perginya orang itu?" gumam Tuan Zu berdecak kesal.Tak ingin dirinya kecolongan, segera dia mencari orang itu di segala penjuru ruangan yang ada di dalam rumah
Tuan Zuan dan Aneisha terkejut ketika mendengar suara Zhian Lee tiba-tiba terdengar diantara pembicaraan mereka berdua.Keduanya tampak saling melempar pandangannya. Tuan Zuan mendekat ke arah anak kecil yang saat ini sedang menunggu jawaban kedua orang dewasa yang ada di depannya penuh harap.Tuan Zuan lalu berjongkok dan mensejajarkan tubuhnya dengan Zhian Lee yang saat ini sedang menatap dirinya penuh bahagia."Apa paman adalah ayahku? Kau ayahku?" Zhian Lee bertanya penuh dengan wajah penuh harap."Apa kau mau jika aku menjadi ayahmu?" tanya Tuan Zu kepada Zhian Lee.Zhian Lee menganggukkan kepalanya, wajahnya menggambarkan kebahagiaan ketika mendengar apa yang dikatakan oleh Tuan Zu."Iya, aku sangat bahagia andai kau menjadi ayahku. Ayah Xavier sudah meninggalkan mommy dan aku, aku tidak lagi memiliki seorang ayah seperti teman-temanku, hiks," Zhian Lee berceloteh tentang kesedihan yang dia rasakan.Tuan Zuan terkejut mendengar celotehan putranya, nampak kesedihan yang dirasakan
Bulan berganti bulan, tak terasa kini perut Aneisha mulai membesar seiring dengan usia bulannya.Zhian tampak bahagia ketika mengetahui jika dia akan memiliki seorang adik tanpa mengerti situasi yang dihadapi oleh Mommynya."Mommy, kapan adikku akan keluar?" Tanya Zhian menatap wajah Aneisha dengan wajah gembira."Kurang empat bulan lagi, adikmu akan lahir, sayangilah dia," jawab Aneisha dengan tersenyum ke arahnya.Zhian Lee menganggukkan kepalanya. Dia mencium perut Aneisha dengan penuh kasih sayang."Aku akan memberitahukan kepada paman, jika aku akan memiliki seorang adik, tapi kapan aku bisa bertemu dengan paman Zu lagi?" batin Zhian Lee dalam hati.Setelah mereka mengobrol bersama, Zhian berpamitan kepada Aneisha untuk jalan-jalan ke area taman rumahnya.Zhian tampak murung dan selalu menatap pagar rumahnya, ia berharap saat ini Zuan akan datang menemui dirinya. Sudah hampir empat bulan Zhian Lee tak melihat batang hidungnya, bahkan Zuan tidak pernah menelepon dirinya lewat Aneis
Waktu cepat berlalu, setelah putranya sudah mulai membaik, Aneisha segera berpamitan kembali."Maaf, aku harus pulang. Terima kasih karena kau Sudah menolong putraku," pamit Aneisha."Kau tidak perlu berterima kasih kepadaku, ini semua kewajibanku sebagai seorang ayah. Ana, tak bisakah kau tinggal bersama denganku lagi? Kita akan bangun rumah tangga kita dari awal lagi," bujuk Tuan Zu menatap wajah Aneisha penuh harap.Aneisha memalingkan wajahnya, entah mengapa dirinya saat ini tak belum bisa melihat ketulusan Tuan Zu kepada dirinya."Tidak, aku tidak bisa tinggal di sini bersamamu, aku sudah menikah dengan Xavier," tolak Aneisha dengan tegas.Tuan Zu lalu menarik tangannya dan mendekatkan tubuhnya dengan tubuhnya hingga mengikis jarak diantara mereka."Tapi kau tidak mencintai Xavier, kau hanya mencintaiku, Ana," tutur Zuan menatap penuh wajah Aneisha."Apa maksudmu? Dari mana kau berpikir seperti itu? Dia lebih baik dirimu, Zuan," balas Aneisha menatap sinis wajah Tuan Zu.Tuan Zu
Jantung Tuan Zu langsung mencelos ketika mendengar apa yang dikatakan oleh Zhian Lee.Wajahnya mulai gugup dan entah dia harus menjawab apa saat ini.Ketika dia sedang asyik mengobrol dengan putranya, tiba-tiba Tuan Zu dikejutkan dengan suara teriakan Aneisha yang saat itu tengah memanggil Zhian Lee.Saat ia melihat Zhian Lee bersama dengan Tuan Zu, dengan cepat Aneisha menarik putranya ke belakang."Jangan dekati putraku!" Ucap Aneisha dengan nada marah.Tuan Zu hanya menatap nyalang wajah Aneisha. Namun, tatapannya ini tidak bisa mengintimidasi Aneisha."Ana, maafkan aku, kami hanya mengobrol sebentar tadi," ucap Tuan Zu dengan nada rendah.Zhian Lee yang tak terima mamanya memarahi Zuan, dia pun melayangkan protes kepada Aneisha."Mommy, kenapa Mommy memarahi Paman? Paman tidak jahat, Mommy yang jahat," celoteh Zhian Lee lalu segera pergi.Bagaikan ditusuk pisau berkali-kali, Aneisha tampak sedih ketika sang putra kini sedang marah kepada dirinya, segera dia berlari mencari putrany
Baru sekian lama, akhirnya Xavier mengakui perasaannya. Di mulai cemburu kepada Aneisha.Sejak saat itu, Aneisha menghindari Tuan Zu ketika ada pertemuan.***Waktu belalu begitu cepat, sudah sebulan ini Aneisha mencari tau keberadaan Naima. Namun, kabar memilukan yang dia dapatkan. Naima telah meninggal dunia karena ditusuk oleh beberapa orang saat dia pulang ke rumahnya.Sedangkan Lim, tak ada kabarnya setelah dia diasingkan Tuan Zu ke kota lain. Desas-desusnya dia kini menjadi seorang gembel.Arsen, yang kini memiliki kekasih besar bernama Evelyn yang tak lain adalah adik dari Xavier. Hubungan mereka akhirnya merenggang ketika Arsen mengetahui hubungan Evelyn dengan kakak tirinya saat itu. Arsen marah dan memutuskan Evelyn ketika memergoki Evelyn menghubungi Tuan Zu.Sementara itu, Tuan Zu yang akhirnya mengetahui jika Lilian dibalik kepergian Aneisha dan mengkambing hitamkan banyak orang, membuat Tuan Zu sangat marah dan akhirnya memutuskan untuk menceraikan dirinya."Tak ku sangk