Zahira menarik napas dalam, ia akan menceritakan kenapa ia melakukan psikoterapi di klinik Dokter Reha. Wanita yang saat ini menggunakan hijab tanpa cadarnya itu, menatap ke arah Alan, yang seakan menunggu jawaban atas pertanyaannya.“Tiga tahun yang lalu, aku mengalami tindak kriminal...” Zahira menjeda ucapannya dan masih menatap serius ke arah Alan yang juga manatapnya.“Teruskan..” suruh Alan, meraih telapak tangan Zahira, seakan tahu jika istrinya sangat berat bercerita.“Aku .. hampir di nodai, saat berusia 17 tahun.” “Oh..jadi yang aku dengar secara tidak sengaja itu benar, waktu kita berkunjung di kampung halamanmu, aku mendengar dua gadis membicarakanmu,” Alan berkata sambil semakin erat menggenggam telapak tangan Zahira, berharap Zahira percaya padanya.“Sejak peristiwa itu, aku mengalami, trauma, selalu bermimpi buruk tiap malam, dan selalu berprasangka buruk pada pria asing,” Zahira bercerita sambil terisak, membuat Alan merasa kasihan.“Sudahlah, hentikan, tidak usah be
Alan menatap sebuah lukisan yang tertuang di kanvas dengan seksama, sebuah gambar rumah mungil, di kelilingi perkebunan. Matanya menelusri setiap keindahan seni lukis di hadapannya.Lalu ia memanggil Zahira.“Zahira, kemarilah!” perintah Alan. Tak lama Zahira masuk ke kamar kosong itu dan ia terkejut, karena melupakan sebuah lukisan yang pernah di kirim Abram, untuknya.“Kenapa kamu menyembunyikan lukisan ini di kolong tempat tidur, lihat jadi berdebu?” tanya Alan.“Oh.. lukisan itu, tadinya aku mau pasang, tapi takut, jika Mas Alan tidak berkenan, jadi aku menyimpannya,” jawab Zahira jemarinya meremas ujung gamisnya.“Bagaimana kalau lukisan itu dipasang di ruang makan,” saran Alan, sambil mengusap debu yang menempel di lukisan.“Terserah, Mas Alan.”“Jika aku perhatikan, ini adalah lukisan pemandangan tempat tinggalmu, ini rumahmu di kampung ‘kan?”“Iya Mas..”“Hasil karya siapa ini?”“Hemmm... teman kampungku,” jawab Zahira asal.Lalu Alan membawa lukisan itu, keluar kamar dan me
Ridwan menatap serius Alan, ada gurat ke khawatiran di matanya, menurutnya Alan masih terlalu muda untuk mendirikan sebuah perusahan properti kontruksi.“Apa kamu yakin dengan keputusanmu?” tanya Ridwan.“Sebuah usaha di awali dengan niat, dan mulai menjalankaNnya, aku sudah memiliki modal, untuk memulainya, Pah,” jawab Alan.Sinta juga menatap Alan dengan serius, wanita lanjut usia itu justru mengkhawatirkan Wira Campany, entah firasat bisnisnya mengatakan, jika Abram, tidak mampu menjalankan tugasnya sebagai CEO Wira Campany.“Alan, Oma ingin kamu mempertimbangkan keinginanmu, untuk mengundurkan diri dari Wira Campany,” suruh Sinta.Pernyataan Sinta membuat Abram, menahan marah, ia tahu, jika Sinta meragukan kemampuannya.Alan tetap bersikukuh untuk keluar dari Wira Campany, jiwa kepemimpinannya mengatakan jika ia harus menjadi CEO, untuk perusahaannya sendiri.Akhirnya Ridwan dan Sinta tidak bisa berbuat apapun, walau keduanya sangat menyayangkan keputusan Alan.Beberapa jam berL
Alan, Zahira dan 0ma Sinta selesai menikmati makan, mereka berbincang ringan dan santai mengenai Wira Campany dan mengenai Abram.“Alan, apa kamu pernah melihat lukisan seperti itu di kamar Abram?” tanya Sinta menunjuk lukisan yang tergantung di dinding, hal itu membuat Zahira menjadi cemas lagi, sambil membersihkan dapur, Zahira hanya mendengarkan perbincangan Oma Sinta dan Alan.Alan terlihat mengamati lukian itu, lalu ia mengedikan bahu, tanda tidak tahu menahu tentang lukisan itu.“Zahira mendapatkan lukisan itu dari teman kampungnya,” sahut Alan“Mungkin saja, aku salah mengingatnya, tapi aku melihat lukisan itu tiga tahun yang lalu, saat kejadian yang buruk menimpa Abram,” kenang Sinta.“Kejadian buruk? Memangnya kejadian apa? Oma, aku tak pernah mendengar ada kejadian buruk menimpa Kak Abram?” Alan tampak penasaran.Sementara Zahira mendengarkan dengan jantung berdetak kencang, tiga tahun yang lalu, ia tahu persis kejadian apa yang menimpa Abram.Sinta menarik napas panja
Malam harinya, Abram, membuat pesta kecil, di sebuah roptof apartemen tempatnya tinggal, tidak banyak yang hadir, hanya karyawan dan staf kantor Wira Campany, karena Abram, memang tak punya banyak teman, tapi yang pasti, Amanda datang di pesta itu.Risma dan Ridwan juga hadir, pasangan suami istri sudah duduk di kursi dengan meja bundar di depannya, hidangan sudah tersaji. Di pesta itu, Abram, berniat membuat Zahira terkesan, pria berawakan tinggi tegap itu berharap Zahira akan kagum pada dirinya, sejak dari Zahira datang, Abram selalu mencuri pandang gadis bercadar, yang mengenakan khimar warna pink lembut, dengan cadar warna senada, riasan seputar mata, tampak mempercantik manik hitam dan bulu lentik Zahira.Zahira dan Alan duduk di kursi, satu meja dengan kedua orang tuanya. Seperti biasa, Risma bersikap acuh ketika Zahira datang, bahkan ucapan salam dari Zahira tidak dihiraukannya, wanita itu masih dingin dan kesal dengan Zahira. Tak berselang lama, Amanda datang, langkah kakinya
Malam harinya, Abram, membuat pesta kecil, di sebuah roptof apartemen tempatnya tinggal, tidak banyak yang hadir, hanya karyawan dan staf kantor Wira Campany, karena Abram, memang tak punya banyak teman, tapi yang pasti, Amanda datang di pesta itu.Risma dan Ridwan juga hadir, pasangan suami istri sudah duduk di kursi dengan meja bundar di depannya, hidangan sudah tersaji. Di pesta itu, Abram, berniat membuat Zahira terkesan, pria berawakan tinggi tegap itu berharap Zahira akan kagum pada dirinya, sejak dari Zahira datang, Abram selalu mencuri pandang gadis bercadar, yang mengenakan khimar warna pink lembut, dengan cadar warna senada, riasan seputar mata, tampak mempercantik manik hitam dan bulu lentik Zahira.Zahira dan Alan duduk di kursi, satu meja dengan kedua orang tuanya. Seperti biasa, Risma bersikap acuh ketika Zahira datang, bahkan ucapan salam dari Zahira tidak dihiraukannya, wanita itu masih dingin dan kesal dengan Zahira. Tak berselang lama, Amanda datang, langkah kakinya
Beberapa menit kemudian mobil yang di kendarai Ridwan dan Risma, datang. Keduanya berlari menuju bawah tangga, di mana Sinta masih tergeletak, tidak ada yang berani menolong. Darni dan seorang security hanya berdiri di dekat tubuh wanita tua dengan darah mengucur di area kepala.“Bi Darni, kenapa , Oma bisa jatuh?” tatapan Risma, menajam ke arah asisten rumah tangganya.“Saya tidak tahu Nyonya. Ndoro Oma, baru saja dari lantai atas,” jawab Darni dengan gugup.Risma mendekati tubuh Sinta, dan memeriksa denyut nadinya, Risma melihat tangan Sinta menggenggam sesuatu, dibukanya jari jamari Sinta dan diambilnya kertas dan di masuakan di dalam tas miliknya, sedangkan Ridwan, sibuk menelepon seseorang.Tidak lama kemudian, mobil ambulance terdengar memasuki halaman rumah.Pertugas medis mengevakuasi Sinta, dan langsung membawanya ke rumah sakit. Sementara Risma, dan Ridwan mengikuti ambulance dari belakang.Sesampainya di rumah sakit, Ridwan, semakin cemas menunggui sang ibu. Sementara R
Zahira mengerutkan dahinya, siapa yang telah melakukan test DNA, pikiran itu memenuhi kepala Zahira, dan kenapa Oma Sinta menyuruh memberikan ini padanya.“Apa, Oma Sinta, menyuruhku untuk menyelidiki hal ini, Bi?”“Saya, kurang paham, saya takut Non,” suara Darni terlihat ketakutan.“Sebelum jatuh, Oma, dari ke kamar siapa?”“Kurang tahu, malam itu aku dan Ndoro Oma, baru saja membicarakan tentang Tuan muda Abram, dan selanjutnya, Oma naik ke lantai dua, sedang Bibi, mencuci piring,” ungkap Darni.“Bi Darni, bawa kembali kertas ini, pemiliknya pasti mencari kertas ini,” suruh Zahira tapi sebelumnya Zahira memotret lembaran kertas Test DNA.“Aduh, Non, terus bagaimana saja jawabnya.” Darni cemas.“Jika ada yang meminta kertas ini, berikan saja, dan bilang padanya, jika Oma menyuruh menyimpannya, lalu berikan dan jangan beritahu soal pesan yang sebenarnya dan tentang pertemuan kita ini.” Zahira menghela napas.”Ini masalah besar Bi, dan aku rasa berbahaya, jika kita tidak hati-hati,
Hari terus belalu, Zahira semakin menikmati kehidupannya. Fatima, mengajaknya untuk mengaji di pesantren, dan sedikit-demi sedikit Zahira mulai menjalan ibadah.“Zahira, jika ingatanmu pulih, ibu berharap, kamu tidak usah rujuk dengan Alan,”titah Bu Fatima“Kenapa?”“Karena selama kamu menjadi istrinya, kamu menderita, kamu tidak bahagia,”jawab Fatima“Tapi, Mas Alan adalah ayah kandung Rena. ““Rasid bisa menjadi ayah yang baik untuk Rena,”tegas FatimaZahira hanya terdiam.”Aku akan memutuskan, jika ingatanku sudah kembali,”jawab ZahiraZahira duduk di pendopo bersama santri wanita, ia dengan hikmat mendengarkan tausiah yang dibawakan Nyi Hanum, sekitar dua jam, selesai.“Zahira, bisa kita bicara?”ucap Nyi Hanum“Bisa Nyi Hanum.”Lalu keduanya berjalan kearah gazebo. Bagaimana kabarmu?”tanya Nyi Hanum“Baik, saya menjalani hipnoterapi oleh dokter Reha.”“Alhamdulilah, begitu banyak kejadian, yang menimpa kehidupanmu, aku senang kamu dapat melewatinya, satu minggu lagi, Rasid akan kem
Rita dan sang sopir yang mendengar suara tembakan saling pandang dan terkejut, lalu, tanpa berpikir panjang, kedua orang itu memberesi pakaiannya, dan pergi menyelinap, keluar dari vila, mereka tidak mau terlibat masalah hukum.“Cepat kita harus pergi, sebelum polisi datang,”ajak RitaTapi keduanya terlambat, polisi sudah sampai di pintu pagar dan menangkap kedua pasangan itu.Dua orang polisi bergegas masuk ke dalam vila, dan mereka menemukan tubuh pria yang tergeletak di lantai kamar tidur dengan darah mengucur deras.Zahira histeris”Nico!..teriaknya sambil menangis dan juga Rena ikut menangis dalam dekapan Zahira, sementara Alan masih terduduk menatap tubuh Abram, yang telah tewas.Polisi membawa Alan dan Zahira keluar kamar dan mengamankan TKP.Polisi wanita membawa Zahira yang masih ketakutan dan shock, kemudian Roy dan Santi terlihat berjalan ke arah halaman, keduanya bernapas lega mendapati Alan selamat walau telihat shock.“Syukurlah, Pak Alan berhasil menyelamatkan Bu Zahir
Tidak ada pemeriksaan yang ketat waktu memasuki halaman, keduanya turun dari mobil, disana terlihat Baron, sudah menunggu diambang pintu.“Kamu sudah siapkan uangnya ‘kan, untukku, aku ingin uang cash,”bisik Baron pada Santi.“Tentu saja, aku sudah siapkan, begitu kami selesai, Pak Baron bisa mengambil uang itu,”jawab Santi dengan tenang.Baron tersenyum, lalu mengajak Roy dan Santi memasuki villa mewah dan menuju ke sebuah studio, mata Santi mengedar ke semua ruangan.“Villa ini sangat klaisik dan indah,”ucap RoySeorang wanita turun menuruni tangga sambil mengendong anak kecil saat itu jaga Roy diam –diam mengarahkan ponselnya dan merekamnya.“Siapa wanita itu?”tanya Santi“Dia istri Tuan Nicolas, “jawab Baron, lalu membuka pintu studio dan ketiganya masuk, disana ada Abram, yang sudah menunggu.“Oh jadi ini Tuan Nicolas, suatu kehormatan bagi saya, bisa bertemu dengan pelukisnya langsung,”kata Roy“Aku bersedia untuk diwawancarai, tapi tidak berkenan, jika wajah di ekspos, cukup
Alan semakin geram, dentuman musik semakin keras, hingga Alan sudah tidak bisa mendengar percakapan Amanda dan Baron, tapi setidaknya ia tahu, jika Abram dan Zahira masih hidup, dan tinggal di vila puncak bukit, dengan segera, Alan melangkahkan kaki dan pergi keluar night klup.Alan sangat marah, jika benar Abram, selama ini menyembunyikan Zahira bahkan membuat Zahira hilang ingatan dengan obat –obat terlarang.Alan menaiki taksi yang masih menunggunya, dia sudah tak sabar untuk memastikan jika Zahira dan Abram, masih hidup. Setelah sampai di hotel, Alan memanggil Roy dan Santi ke dalam kamarnya.“Duduklah kalian,”suruh Alan dengan wajah serius, membuat kedua stafnya itu saling tatap dan takut.“Ada apa Pak Alan, apa kami membuat kesalahan?”tanya Roy“Tidak, ini bukan masalah pekerjaan, aku membutuhkan bantuan kalian,”balas Alan“Bantuan, apa, Pak?”tanya Santi penasaranAlan menghela napas sejenak, dan kembali serius.“Aku tidak sengaja, melihat Amanda, dan aku bertemu denganya. D
Semantar itu di viila, terlihat Amanda sedang berbicara serius dengan Abram“Apa kamu yakin itu Alan?”“Sangat yakin, tapi aku rasa dia ke Bali, karena urusan pekerjaan, karena Alan bersama dua stafnya,”ungkap Amanda“Tenanglah, mereka tidak akan sampai di pengunungan ini,”jawab Abram“Lebih baik kamu waspada, dan percepat pernikahanmu dengan Zahira, karena Zahira juga mulai meningat dirinya waktu kamu akan menodainya, ia bermminpi tentang itu,”jelas Amanda“Apa Zahira bercerita tentang itu padamu?”“Iya dia mengatakan jika bermimpi ada seorang pria yang mencoba menodainya dan menyayat dada pria itu dengan pisau.”Abram terdiam, ia berpikir tentang pagi ini kenapa Zahira menanyakan tentang luka di dadanya itu.“Kamu benar, aku segera akan mempercepat pernikahan, dan setelah itu pergi keluar negeri, setelah menikah,”jawab Abram serius“Baiklah , aku pergi dulu,”pamit Amanda.Malam semakin larut, Abram menuju kamar Zahira, setelah mengetuk pintu, Zahira membukakan pintu.“Nico,”“Ak
Zahiar telah siap, wanita itu semakin cantik, membuat Amanda semakin iri dengan saudari tirinya itu, ia sangat beruntung, dicintai dan digilai oleh dua orang pria.“Kamu cantik Zanet. Nicolas sangat beruntung memilikimu,”celoteh AmandaZahira hanya tersenyum, lalu keduanya berjalan menuju mobil Amanda, diikuti Abram.“Aku akan mengantar Zanet kembali ke sini,”ucap Amanda pada AbramAbram, hanya tersenyum, dan mengangguk, lalu Zahira dan Amanda memasuki mobil dan berlahan mobil pun keluar melewati pagar tinggi.“Amanda,seperti apa Nicolas waktu kuliah?”“Heumm...dia introvet,lebih senang menyendiri dan tak banyak memiliki teman, sebenarnya aku juga tidak dekat denganya,setelah lulus dari universiras, aku tidak tahu lagi kabarnya, dan bertemu, secara tak sengaja, di Bali, kerena aku ingin membeli karya lukisan,”Amanda berusaha mengarang cerita.Zahira tampak sedih. “kita akan pergi ke mana?”tanya Zahira“Aku dengar dari Nico, kalian akan melakukan pernikahan ulang ‘kan, jadi aku akan m
Alan menatap begitu lama villa mewah di atas bukit, area di dalam vila sudah tertutup korden, hingga tak terlihat apapun dari luar , ada dua penjaga yang terlihat di pintu gerbang masuk. Alan lalu menghela napas berat dan menurunkan teropongnya, kembali duduk di kursi, pikiran tertuju pada Zahira, diingantanya setiap moment yamg indah, bersama istri bercadarnya itu, berharap ada sebuah keajaiban yang terjadi.Malam semakin larut, Zahira sudah tertidur lelap di kamarnya, tiba-tiba ia berteriak.“Lepaskan!” lalu tersentak bangun dari tidurnya, keringat dingin mulai mengucur di dahinya padahal ruangan berACZahira mengusap wajahnya pelan. Ini ketiga kali aku mimpi yang sama, ada seorang lelaki yang ingin menodaiku, hingga aku melukainya dengan pisau di dadanya, apa ini sekedar mimpi, atau bagian dari masa laluku, batin Zahira.Semalaman Zahira tidak bisa tidur, ia duduk bersandar di pungung sandaran ranjang, memikirkan tentang mimpi yang sama, selama tiga hari ini. Semenjak ia tidak m
Sementara itu di vila lain, zahira sedang menatap wajahnya menyisir rambutnya dan menatap manik hitam yang mengkilat. Lalu terlihat Rita mengetuk pintu dan kemudian masuk“Nyonya Zanet, waktunya untuk mewarni rambut, lihat rambut Nyonya sudah terlihat menghitam.”“Aku tidak mau mewarni rambutku, aku ingin rambut alamiku yang hitam,” jawab Zahira sambil terus menyisir.“Tapi Nyonya , nanti Tuan Nico, marah.”Zahira menatap asistennya, aku yang akan bicara nanti, sekarang bersiap-siaplah, kita akan keluar jalan-jalan, aku sudah minta izin Nico,”suruh Zahira“Baiklah, “jawab RitaBeberapa saat kemudian Zahira telah rapi, kali ini ia mengenakan celana kain, dengan blouse warna pink lembut, lalu menuju keluar kamar“Kamu akan jalan-jalan?”tanya Abram“Iya, Nico, hanya tiga jam, saja,”ucap Zahira.“Hati-hati,”balas AbramLalu Zahira dan Rita yang mengendong Rena, keluar menuju mobilnya. Telihat sang sopir sudah menunggu, dan langsung menancap gas, begitu Rita dan Zahira masuk ke dalam mo
Kembali ke kota Jakarta, Alan sedang memimpin rapat di Wira Campany, semua antusias menyambut Alan, yang langsung menjabat CEO Wira Campany.“Sejak Bapak koma, akhirnya Pak Bagas memutuskan mengabungan projek PT Wirasatya di Wira Campany dan pembangunan pabrik farmasi suduh berjalan lancar,”salah satu team menjemen berucap.“Aku akan fokus pada Wira Campany, PT Wirasatya saya nyatakan bergabung dalam Wira Campany,”jawab Alan.“Ada beberapa projek yang suduh masuk, apa Pak Alan sudah siap membahasnya?”“Jelaskan saja, projek apa saja yang sudah masuk!”perintah Alan“Porjek pembangunan bendungan di Bandung, projek pembangunan sekolah di Semarang, dan projek pembangun hotel dan resort di Bali,”jelas stafAlan tampak berpikir sambil menatap berkas, ditanganya.“Kita bentuk tiga team, dan aku sendiri akan masuk dalam team, pembagunan hotel dan resort di Bali,”jawab Alan“Baik Pak, kami akan bentuk 3 team,untuk menyelesaikan ketiga projek kita,”jawab staf.Rapat pun berakhir, Alan kembali