Malam harinya, Abram, membuat pesta kecil, di sebuah roptof apartemen tempatnya tinggal, tidak banyak yang hadir, hanya karyawan dan staf kantor Wira Campany, karena Abram, memang tak punya banyak teman, tapi yang pasti, Amanda datang di pesta itu.Risma dan Ridwan juga hadir, pasangan suami istri sudah duduk di kursi dengan meja bundar di depannya, hidangan sudah tersaji. Di pesta itu, Abram, berniat membuat Zahira terkesan, pria berawakan tinggi tegap itu berharap Zahira akan kagum pada dirinya, sejak dari Zahira datang, Abram selalu mencuri pandang gadis bercadar, yang mengenakan khimar warna pink lembut, dengan cadar warna senada, riasan seputar mata, tampak mempercantik manik hitam dan bulu lentik Zahira.Zahira dan Alan duduk di kursi, satu meja dengan kedua orang tuanya. Seperti biasa, Risma bersikap acuh ketika Zahira datang, bahkan ucapan salam dari Zahira tidak dihiraukannya, wanita itu masih dingin dan kesal dengan Zahira. Tak berselang lama, Amanda datang, langkah kakinya
Beberapa menit kemudian mobil yang di kendarai Ridwan dan Risma, datang. Keduanya berlari menuju bawah tangga, di mana Sinta masih tergeletak, tidak ada yang berani menolong. Darni dan seorang security hanya berdiri di dekat tubuh wanita tua dengan darah mengucur di area kepala.“Bi Darni, kenapa , Oma bisa jatuh?” tatapan Risma, menajam ke arah asisten rumah tangganya.“Saya tidak tahu Nyonya. Ndoro Oma, baru saja dari lantai atas,” jawab Darni dengan gugup.Risma mendekati tubuh Sinta, dan memeriksa denyut nadinya, Risma melihat tangan Sinta menggenggam sesuatu, dibukanya jari jamari Sinta dan diambilnya kertas dan di masuakan di dalam tas miliknya, sedangkan Ridwan, sibuk menelepon seseorang.Tidak lama kemudian, mobil ambulance terdengar memasuki halaman rumah.Pertugas medis mengevakuasi Sinta, dan langsung membawanya ke rumah sakit. Sementara Risma, dan Ridwan mengikuti ambulance dari belakang.Sesampainya di rumah sakit, Ridwan, semakin cemas menunggui sang ibu. Sementara R
Zahira mengerutkan dahinya, siapa yang telah melakukan test DNA, pikiran itu memenuhi kepala Zahira, dan kenapa Oma Sinta menyuruh memberikan ini padanya.“Apa, Oma Sinta, menyuruhku untuk menyelidiki hal ini, Bi?”“Saya, kurang paham, saya takut Non,” suara Darni terlihat ketakutan.“Sebelum jatuh, Oma, dari ke kamar siapa?”“Kurang tahu, malam itu aku dan Ndoro Oma, baru saja membicarakan tentang Tuan muda Abram, dan selanjutnya, Oma naik ke lantai dua, sedang Bibi, mencuci piring,” ungkap Darni.“Bi Darni, bawa kembali kertas ini, pemiliknya pasti mencari kertas ini,” suruh Zahira tapi sebelumnya Zahira memotret lembaran kertas Test DNA.“Aduh, Non, terus bagaimana saja jawabnya.” Darni cemas.“Jika ada yang meminta kertas ini, berikan saja, dan bilang padanya, jika Oma menyuruh menyimpannya, lalu berikan dan jangan beritahu soal pesan yang sebenarnya dan tentang pertemuan kita ini.” Zahira menghela napas.”Ini masalah besar Bi, dan aku rasa berbahaya, jika kita tidak hati-hati,
Alan menemui calon investor untuk perusahaan yang akan di dirikannya. Kini ia duduk di sebuah ruang private room, dan tampak tegang menunggu seseorang. Tak lama kemudian, seorang pria berusia 60 tahun datang, ia tersenyum ke arah Alan.“Selamat siang, Pak Danu,” sapa Alan sambil bangkit dan menjabat tangan pria yang disebut Danu“Siang, Alan, aku tak menyangka pemuda sepertimu sudah memiliki tekad untuk mendirikan sebuah perusahaan,” kata Danu, seraya duduk di kursi.“Saya hampir sepuluh tahun, menekuni bisnis properti dan kontruksi,“ jawab Alan.“Oleh karena itu saya percaya padamu, mengivestasikan uang ke perusahaanmu, ““PT. Wira Satya, tidak akan mengecawakan Pak Danu, saya akan bekerja keras untuk perusahaanku ini,” ucap Alan.“Kamu adalah putra keduanya dari Pak Ridwan ‘kan? Kenapa kamu memilih mendirikan perusahaan sendiri? Apa karena jabatan CEO diserahkan pada Kakakmu?” cerca Danu dengan rasa penasaran.“Maaf, Pak Danu, itu masalah pribadi saya,” sahut Alan.“Oke, baiklah.”K
Zahira baru saja mendapatkan kabar dari Darni, jika Oma Sinta telah di pindahkan di rumah, sebuah kamar di khususkan untuk menjadi kamar perawatan Sinta. Seorang perawat juga ditugaskan untuk menjaga Sinta, tapi yang sangat di sayangkan Zahira, di dalam kamar maupun di dalam rumah mertuanya tidak terpasang CCTV. Zahira semakin khawatir, dengan keselamatan sang oma mertua.Tekad Zahira sudah bulat, ia harus mendapatkan sample untuk test DNA, oleh karena itu ia memberanikan diri untuk datang ke apartemen Abram.“Aku bisa menyelesaikan dua masalah sekaligus, mengambil sample untuk test DNA, dan juga lukisan itu, Abram pernah bilang, jika angka sandi apartemennya adalah tanggal kelahiranku, dan kunci studio ada di vas bunga, aku harus bertindak cepat, untuk membantu masalah Oma, dan membuktikan jika Abram, bukanah putra kandung Papah Ridwan,” gumam Zahira.Setelah menyelesaikan jam mata kuliahnya, Zahira meninggalkan kampus, tepat pukul satu siang, ia berpikiran saat ini Abram, tidak ber
Alan berdiri lalu di angkatnya lukisan itu dan di banting serta di rusak.“Istri, bercadarmu, memiliki hubungan terlarang dengan Abram,” ucap Risma.“Itu tidak benar,” bantah Zahira, diiring air mata yang luruh.“Tidak benar apanya, aku punya bukti lagi,” timpal Risma, memasang flasdisk di laptop, potongan rekaman cctv, terlihat di layar ponsel.“Lihat, Alan, Zahira masuk ke apartemen Abram, seakan telah terbiasa masuk, dan apa yang dilakukannya selama satu jam dalam apartemen,” kata Risma.“Mas, aku bisa jelaskan,” tukas Zahira.Gigi Alan sudah menyatu, rahangnya mengeras dan tatapnya menajam ke arah Zahira.“Apa yang kamu sembunyikan dariku Zahira, kamu tak ada bedanya dengan Amanda, pengkhianat. Ternyata kamu dan Kak Abram memiliki hubungan, menjijikan,” umpat Alan.”Aku baru ingat, nomer sandi apartemen Kak Abram, adalah tanggal kelahiranmu, dan waktu sebelum kamu kecelakaan, kamu menghubungi Kak Abram. Dan sekarang apa yang kamu lakukan di dalam apertemen, ahh!” bentak Alan deng
Waktu menjelang malam, ketika Alan sampai di rumah, hari ini ia belum bisa terbang ke Singapura karena semua penerbangan ke tujuan sedang dihentikan akibat cuaca yang buruk. Beberapa hari ini cuaca sangat buruk, hujan disertai angin kencang sedang melanda ibu kota.Alan melangkah masuk ke dalam rumah, sementara di luar sudah turun hujan lebat. Terlihat Zahira duduk termenung di kursi, meja makan, di depannya sudah tersaji makanan untuk makan malam.Wanita yang mengenakan gamis berbahan kaos, dengan hijab tanpa cadar itu menoleh ke arah pintu, matanya indahnya terlihat membengkak, entah berapa jam Zahira harus menumpahkan air mata, kerena Alan belum bisa di ajak bicara.Alan berjalan cepat tanpa menghiraukan Zahira, ia masuk ke kamar tapi langkahnya, dihentikan Zahira.“Mas, kita harus bicara,” pinta Zahira dengan memegang tangan Alan.“Kamu akan bicara apa?” tanya Alan dengan suara ketus dan dingin.“Tentang Kak Abram dan diriku, dengarkan penjelasanku, dan setelah itu terserah pada
Di tempat lain, tepatnya di rumah Ridwan. Terlihat Risma, sedang berbicara dengan Pak Bagas, pengacara keluarga. Risma meminta Bagas untuk mengurus perceraian Alan dan Zahira.“Baik Bu Risma, saya akan bertemu dengan Pak Alan dan berbicara dengannya mengenai perceraiannya.Tiba-tiba di ambang pintu, Ridwan berkata, ”Apa aku tidak salah dengar, Alan akan bercerai?” tanya Ridwan.“Iya Mas Ridwan, nanti aku ceritakan masalahnya,“ tukas Risma menyambut kedatangan sang suami yang baru saja pulang dari luar kota.“Tidak ada perceraian di dalam keluargaku. Pak Bagas, tidak usah di proses!” perintah Ridwan.“Mas..ini masalah serius, aku tidak mau wanita yang telah menghancurkan kedua putraku menjadi menantuku,” bantah Risma.“Cukup Risma, diam dan menurutlah padaku,” tatapan Ridwan menajam ke arah istrinya, dan kemudian beralih ke arah pengacaranya.”Pak Bagas, silakan pulang, dan sekali lagi, tidak ada perceraian!” suruh Ridwan pada pengacaranya“Baik, Pak Ridwan, saya permisi dulu,” pamit B