Bergegas Sapto melakukan apa yang diminta oleh junjungannya. Dia melangkah ke dalam ruangan di mana tadi dia membaringkan gadis cantik itu. Langkahnya terhenti. Matanya memandang tanpa kedip pemandangan di dalam ruangan.
"Cempaka ...." Iblis Tengkorak berbisik di telinga gadis itu. Nampak dirinya tengah mengagumi keindahan tubuh molek yang tanpa sehelai benang pun. Lelaki itu menjamah bukit-bukit sampai lembah tak terjamah. Hatinya tersenyum sangat senang. Dia mencium aroma yang begitu menarik otaknya untuk berbuat mesum. Namun, beruntungnya, sedikit kesadaran Iblis Tengkorak telah menyelamatkan gadis itu dari sergapan nafsu liarnya.
Cempaka sesungguhnya otaknya sadar saat digendong dan dibawa lari. Begitu pula kini saat dirinya tengah dikagumi begitu rupa oleh lelaki yang tidak dia kenal. Dirinya ingin bertanya, tetapi ilmu gendam lelaki itu membuatnya hanya terdiam membisu. Walau rasa malu begitu membelit raganya, gadis itu hanya bisa menangis.
"Kau m
Cempaka yang berada di raga Rima ambruk di pelukan Sapto. Lelaki itu kebingungan dengan keadaan Cempaka, serta tiba-tiba ada orang asing datang ke Lembah Perawan ini."Siapakah kau?" tanya Sapto sambil tangannya tetap memegang tubuh Cempaka."Cepat tunjukkan wanita yang kau culik, kalau kau masih ingin bernafas!" seru Wisaka. Tangannya bersiaga untuk pukulan jarak jauh."Aku tidak mengenalnya," kilah Sapto. Ia tidak mengakui perbuatannya."Apakah kau hendak melindungi Iblis keparat itu?" tanya Wisaka sambil menunjuk wanita di depannya. "Itu berarti kau cari mati, hiaaa!"Wisaka melepaskan pukulan kepada sepasang manusia di depannya itu. Secepatnya Sapto berkelit sambil menggendong Cempaka yang terjebak dalam tubuh Rima."Hihihi ... hihihi ... hihihi, kembalikan tubuhku!" Lengkingan tawa membahana di ruangan itu. Hawa mistis mengalir dingin menusuk pori-pori. Membangkitkan bulu roma siapa pun yang mendengarnya.Kunang-kunang kecil itu
Kematian Sapto membuat Kuntilanak Baju Merah merasa bersalah. Pikirannya tidak sampai kalau Sapto adalah kunci untuk mengetahui ke mana para Iprit itu pergi. Wisaka dibantu Faruq menguburkan jenazah lelaki tangan kanan Iblis Tengkorak itu, jelmaan dari Iprit pelarian dari kampung.Mereka diam dalam keheningan, sementara masing-masing pikiran entah berkelana ke mana. Wisaka mengamati batu besar yang sudah dipahat sedemikian rupa menjadi tempat tidur. Ukiran-ukiran berbentuk bunga bertebaran di kepala divan batu itu. Ukiran bunga kematian atau kamboja."Ke mana kini kita akan pergi? Kita harus secepatnya menemukan Cempaka eh Iblis betina itu," ujar Wisaka. Ia sendiri kebingungan bagaimana menyebutnya, raga Cempaka tetapi berjiwa perempuan Iprit itu."Kita pergi ke danau, kita akan akan mencari danau itu, wahai," kata Anjani. Anjani tidak mengerti danau mana yang akan mereka cari itu."Ayo! Setidaknya kita harus berusaha," ajak Wisaka.Mereka berjalan
"Hiks ... hiks ... hiks," Kuntilanak Merah menangis."Wahai, ada apa?" tanya Anjani. Ia kemudian menyodorkan baju merah lalu berbalik memberi kesempatan kepada Kuntilanak merah memakai bajunya.Sret.Sekejap mata baju itu sudah menutup tubuh wanita itu. Ia masih menangis tak berdaya. Mungkin kalau diibaratkan manusia, sudah jatuh tertimpa tangga. Sudah menjadi hantu diperkosa iblis."Coba ceritakan, apa yang terjadi, Rima?" tanya Wisaka."Saat aku berputar-putar di sekeliling mereka yang sedang melakukan percintaan, rupanya ilmu para Iblis itu tahu kalau aku bukan sembarang kunang-kunang. Iblis Tengkorak yang sedang dikuasai puncak asmara, tiba-tiba menangkapku, kemudian melesat terbang ke tepi danau, Iblis betina juga pergi. Setelah sekilas kulihat ia bercermin lagi di danau itu, ia berkelebat entah ke mana. Iblis Tengkorak melepaskan hasratnya kepadaku ... hiks ... hiks," jawab Rima sambil menangis.Wisaka geleng-geleng kepala, b
Lelah berlari cukup jauh kedua perempuan itu berhenti sejenak. Keringat mengucur bukan saja karena mereka berlari, tetapi perasaan ketakutan dalam hati mereka."Kita akan pergi ke mana?""Wahai, aku ada tempat tersembunyi, kita akan sampai dua malam perjalanan, sebelum fajar menyingsing, kita harus punya tempat persembunyian dulu sekitar sini, agar kau tidak musnah terbakar sinar matahari, ayo, kita harus sampai ke tempat adik seperguruanku," jawabnya.Dari pembicaraan kedua penculik Mayang, sudah dipastikan mereka adalah Cempaka dan Anjani. Ya ... Anjani merasa Mayang sangatlah cocok untuk menjadi muridnya. Tadinya ia berharap Cempaka yang akan menjadi muridnya, sekarang tidak mungkin dengan keadaan Cempaka yang setengah hantu karena memakai jasad orang yang sudah mati.Tepat sebelum fajar menyingsing seorang gadis yang berpakaian serupa laki-laki menyambut kehadiran mereka. Sebuah pondok terpencil di puncak gunung. Di bawah sebatang pohon be
Seharian Wisaka dan Faruq serta Jaka dan Onet, mengubek-ubek hutan mencari Mayang. Namun, Mayang beserta kedua penculiknya bagai raib di telan bumi. Tidak ada satu jejak pun yang bisa menjadi petunjuk.Dalam kelelahannya, Wisaka putus asa. Akan tetapi setidaknya Wisaka tahu dengan siapa Mayang kini tinggal. Walaupun tidak mengenal baik wanita bercadar, tetapi terhadap Cempaka pemuda itu percaya, ia tidak mungkin menyakiti Mayang."Faruq, ayo kita kembali ke goa tempat Eyang Astamaya," ajak Wisaka."Baiklah, Kakang," jawab Faruq."Lalu, kau, Kuntilanak Merah, apakah kau mau ikut dengan kami?" tanya Wisaka."Aku tetap di sini, sepertinya ini hunian yang nyaman untukku, hihihihi ... hihihi," jawab Kuntilanak Merah alias Rima sambil tertawa cekikikan. Tawanya keras dan melengking, membawa aura hitam yang membuat bulu kuduk berdiri. Rupanya kini ia sudah mulai menjadi hantu yang sebenarnya."Ada syaratnya jika kau mau di sini," kata Wisaka. " Apa
Pemuda itu menjerit saat semua darah di tubuhnya berlomba mengalir ke lehernya. Perempuan itu menyeringai buas saat tetes terakhir ia jilat dengan lidahnya yang merah berlumuran darah."Segar sekali tubuhku, hihihihi ... hihihi ... hihihi ... manis." Rima tertawa cekikikan.Sejak ia menjadi korban kebejatan Iblis Tengkorak, banyak keinginan aneh yang tiba-tiba menguasai dirinya. Saat malam tiba, darahnya akan berdenyut tidak biasa, seperti ada pengaruh yang meracuni darahnya dengan hasrat seorang istri yang mendambakan kehangatan suami. Semua akan mencapai puncaknya di malam bulan purnama. Tubuhnya dibakar gelora asmara, ia harus mendapat pasangan kalau tidak mau tubuhnya melemah tak berdaya.Dirinya juga merasakan kehausan yang sangat. Wangi darah segar dari tubuh pemuda itu begitu menggodanya, menetes air liur dari giginya yang mendadak bertaring. Rasanya seperti minum sirup di terik matahari ... rasa haus mendadak hilang."Aaah, apa yang terjadi
"Aku hanya inginkan dia," jawab Cantaka sambil senyum-senyum. Ia punya rencana dalam hatinya. Rencana tentang sesuatu yang besar. "Hihihihi." Bocah itu tertawa sendiri."Buat apa kamu seorang wanita? Apakah buat Bapakmu?" tanya Suganda curiga. Ia menatap wajah cengengesan itu, menelisik matanya yang bulat jernih.Wajah tanpa dosa itu menatap ke arah Suganda. Sepertinya keinginan bocah itu tidak bisa ditawar lagi. Cantaka ingin secepatnya membawa perempuan yang masih tak sadarkan diri itu. Entah apa yang Suganda lakukan hingga gadis itu lama tak sadar-sadar."Aku perlu saja, Paman," jawabnya."Tidak ... itu perempuan perawan buat persembahan kepada Iblis Tengkorak, untuk menjalankan ritual setiap malam bulan purnama dan itu nanti malam, sudah ... minggirlah! Aku sudah terlambat!" hardik Suganda. Rupanya ia lupa kemampuan kanuragan Cantaka."Tidak, Paman, aku tetap inginkan Bibi itu," kata Cantaka ngeyel. Rupanya ia sudah terlanjur suka dengan peremp
"Namaku ... namaku Supiyah, Kang," kata gadis itu. Ia menundukkan kepalanya, pipinya masih menyemburatkan warna merah muda. Faruq kian gemas melihatnya, ingin rasanya ia mencubit pipi ranum itu. Sementara Cantaka bersila setengah membungkuk, garuk-garuk kepala melihat tingkah Faruq. "Mengapa kau sampai diculik oleh anak buah Iblis Tengkorak?" tanya Wisaka. "Aku sedang mencuci di sungai sendirian, tiba-tiba ada kerikil yang terlempar ke arah leherku, selanjutnya aku tidak ingat apa-apa lagi," jawab Supiyah. Galuh dan Onet hanya duduk sambil memandangi mereka. Wisaka mengangguk-angguk tanda mengerti. "Sekarang kamu istirahat, besok biar Kang Faruq mengantarmu pulang," ujar Wisaka. "iyy-- iyya," tukas Faruq. Nampak sekali ia gugup, entah apa yang ada di pikirannya? Faruq memandang Supiyah malu-malu. Gadis itu juga melirik dengan sudut matanya. Hati mereka jedak-jeduk dihantam palu asmara. "Nyai, ayo kita duduk di dep