Sekar Ayu tetap tidak bergerak. Wisaka mengambil sebutir pil kecil berwarna hitam dari ikat pinggangnya, kemudian memasukkannya ke dalam mulut Sekar. Perlu sedikit usaha agar pil itu bisa tertelan oleh gadis itu. Wisaka juga menyalurkan tenaga murni lewat kaki Sekar.
"Uhukkk uhuk." Sekar Ayu bergerak sambil terbatuk, rupanya ia sudah sadar kembali. Ada darah meleleh di sudut bibirnya.
Wisaka mundur demi melihat Sekar tersadar. Sekar menyeka darah dan meludah, ludahnya merah bercampur darah. Wisaka memperhatikan sambil duduk di batu besar, tangannya mempermainkan sebatang ranting kering.
"Kau kalah, Sekar Ayu," kata Wisaka.
Sekar Ayu memandang ke arah Wisaka, sepertinya ia berpikir keras, terlihat dari dahinya yang berkerut. Dirinya juga merasa kalau Wisaka sudah menolongnya, karena tidak mungkin secepat ini ia pulih.
"Ikut aku!" perintah Sekar.
Sekar Ayu berkelebat diikuti oleh Wisaka. Mereka pergi meninggalkan tempat tersebut.
"Ibu." Anggini menghambur ke arah ibunya. Wisaka terpana dengan pemandangan di depannya itu. Apalagi Cantaka, mukanya memucat melihat kenyataan di depan matanya. "Kau ... kau," kata Cantaka. Dia menunjuk ke arah Anggini. Anggini juga bingung, dia melihat ke arah Anjani. Anjani terlihat kikuk, bagaimana harus menjelaskan ini semua. Wanita itu menghela nafas panjang. "Dia adalah ... Mayang," jelas Anjani. "Kau adikku?" "Apa? Aku adikmu? Ibu jelaskan!" pinta Anggini. Mata gadis itu memandang ke arah Cantaka, begitu pula dengan pemuda tersebut. Berbagai perasaan bergejolak dalam hati mereka. Cinta yang baru saja mekar haruskah berakhir? "Wahai, mereka adalah bapakmu serta kakakmu," kata Anjani akhirnya. "Oh."Anggini menutup mulutnya, matanya terbelalak tak percaya. "Bagaimana kisahnya aku bisa bersaudara dengan Kakang Cantaka?" tanya gadis itu. Anjani mengisahkan semua kejadian dahulu, dimana
Cantaka terpaku di tempatnya berdiri. Sinar putih itu begitu menyilaukan mata. Dia mencoba melindungi dengan tangannya. Namun, tetap saja cahaya itu mengganggu pandangannya.Perlahan-lahan pemuda itu menuju ke arah cahaya tersebut. Cantaka semakin menajamkan penglihatannya yang semakin terasa perih. Akhirnya dia melihat sesuatu yang sangat luar biasa."Oh, jurus Matahari Terbenam itu sudah mencapai kesempurnaan, benarkah itu, Pak?" tanya Cantaka kepada bapaknya.Wisaka yang sedang berkonsentrasi kepada jurusnya tidak menjawab. Cantaka juga diam, tak berani lagi mengganggu.Kedua tangan Wisaka berubah. Jurus Matahari Terbenam yang biasanya berwarna jingga kini berwarna putih. Tentu saja dengan kekuatan yang berlipat pula kedahsyatannya.Cantaka kagum melihatnya. Sinar itu mampu membuat silau dan menyakitkan mata. Penglihatan akan hilang untuk sementara waktu.'Hebat sekali,' pikir Cantaka.Perlahan-lahan sinar itu meredup, dan be
"Entahlah, dia bilang seperti itu," kata Iblis Tengkorak. "Keparat itu selalu menganggu kesenanganku!" teriaknya lagi geram."Wisaka memang tidak bisa dibiarkan," ujar Iblis yang berwujud Cempaka itu."Ya, dia terlalu ikut campur urusan kita, berpikirlah untuk menumpasnya!" perintah Iblis Tengkorak."Pakai otakmu sendiri, kebiasaan selalu menyuruh orang lain mikir!" bentak wanita bercadar hitam itu.Iblis Tengkorak terdiam. Paling malas kalau sudah adu mulut seperti ini. Otaknya berpikir keras untuk menemukan cara menghabisi Wisaka."Ha ... aku ada ide!" teriaknya mengejutkan Iblis betina."Jahanam, kau mengagetkan aku saja," maki wanita itu. "Cepat katakan, apa rencanamu?"Iblis Tengkorak mendekatkan mulutnya ke telinga wanita bercadar itu. Mata perempuan iblis itu membulat mendengar ide dari Iblis Tengkorak. Senyum mengembang di bibirnya."Aku setuju ... aku setuju," katanya sambil mengangguk.Matahari sudah naik sepen
"Kau yang siapa? Berani membuat keonaran di sini?" tanya Wisaka."Aku Aji, mau menuntut balas kepada hantu keparat itu!" jawab lelaki asing itu."Apa yang akan kau tuntut, ada dendam apa antara kau dengannya?" tanya Wisaka lagi."Dia sudah membunuh kakakku, Sapto."Saudaranya Sapto, datang menuntut kematian kakaknya. Rupanya lelaki itu sangat kehilangan, hingga bertekad untuk menghabisi pembunuh kakaknya."Hey ... kau pikir kakakmu itu orang suci, hah? Dia yang membuatku gentayangan seperti ini," bentak Rima.Lelaki itu terdiam, dia memang tidak tahu sepak terjang kakaknya selama ini. Sementara Wisaka memperhatikan laki-laki tersebut."Kau tahu, siapa yang membuat kakakmu terbunuh?" tanya Wisaka.Laki-laki itu menggeleng. Dia menatap Wisaka penuh rasa ingin tahu. Sejak berpisah dengan kakaknya, hampir tidak ada yang dia ketahui tentang kakaknya, Sapto."Kalau kau ingin tahu, datanglah tanggal dua bulan du
Gayatri tidak menjawab, dirinya tertunduk. Mukanya pucat menahan gejolak batinnya. Sedih teringat kembali nasib naas yang menimpa dirinya."Iblis betina itu yang sudah menukar raga Cempaka, Cempaka akhirnya memakai raga Rima." Wisaka menjawab pertanyaan Eyang Gayatri."Aku tidak mengerti," ujar Eyang Gayatri. Dia menggelengkan kepalanya.Wisaka bingung mesti bagaimana menjelaskan? Akhirnya dia menceritakan dari awal tragedi yang menimpa Cempaka. Sejak hampir diperkosa oleh Iprit yang menyamar, kemudian tidak bisa bicara. Sampai akhirnya bertukar raga dengan iprit betina.Wisaka juga berterima kasih kepada Eyang Gayatri, sudah menyembuhkan Cempaka. Eyang Gayatri manggut-manggut tanda mengerti. Berjanji akan datang pada waktunya.Wisaka dan Cempaka duduk bersebelahan, setelah Eyang Gayatri pergi.Walau mereka tidak dapat saling menyentuh. Setidaknya rasa rindu yang menyeruak tiba-tiba, sedikit terobati. Rasa yang dulu pernah ada, perlahan-lahan
Bayangan hitam itu ternyata pendekar kumbang hitam. Dia tidak terima adanya kecurangan dalam pertarungan ini. Dirinya sengaja menghadang wanita bercadar hitam itu."Bertarunglah denganku, biarkan mereka menyelesaikan pertarungannya, Nyai!" seru pendekar Kumbang Hitam.Terlihat sorot marah dari matanya. Dia berteriak sambil melompat. Melancarkan serangan tanpa basa-basi.Hiaaat ... hiaaat.Wanita bercadar hitam langsung menerjang dengan ganasnya. Dia bergerak sangat gesit. Si Kumbang Hitam kewalahan dibuatnya."Keluarkan kemampuanmu, Manusia Hitam!" seru wanita itu.Tentu saja Kumbang Hitam tersulut emosinya disebut manusia hitam. Walau badannya hitam luar biasa, tetap saja dia tersinggung dikatakan manusia hitam."Nisanak, aku Kumbang Hitam, bukan manusia hitam!" Lelaki kekar itu protes."Kau malah ingin disebut sebagai binatang, daripada manusia?" tanya wanita bercadar mengejek."Sekarang aku tanya, engkau manusia
"Atas dasar apa kau menuduhku sebagai Dewi Bunga Persik?" tanya Cempaka."Kau pikir aku bodoh, hah, siapa di sini yang tahu letak pohon persik? Kau pikir bunga itu tumbuh di mana saja?""Lalu, kalau aku Dewi itu, apa yang akan kau lakukan?""Aku beri kau pelajaran, perempuan sombong!""Dengan senang hati," jawab Cempaka sambil merundukkan badannya.Wanita bercadar itu terpancing emosinya, demi melihat Cempaka seperti tidak gentar menghadapinya. Dia menyerang lebih dulu. Kakinya seperti sebuah tombak yang melesat begitu cepat.Cempaka dengan ringan menghindari terjangan wanita itu. Tangannya kembali menaburkan bunga persik. Kali ini bunga tersebut bukan lagi kelopak wangi semerbak, melainkan berubah setajam mata pisau. Bajunya yang berkibar tidak menyulitkannya untuk bergerak lincah dan anggun. Semua penonton terpana menyaksikan pendekar wanita itu.Iblis betina kewalahan menghadapi serangan bunga. Dia mencari celah untuk menghan
Mahluk yang dipanggil Awang itu mendekat ke arah Wisaka. Berdiri sejajar bersama Cempaka. Hari semakin gelap, ke-dua Iblis itu tidak bergerak lagi. Wisaka berdiri dekat Eyang Gayatri. Mereka mengelilingi dua jasad yang terbujur, tetapi masih bernyawa.Walau siang sudah beranjak, namun penonton tetap bergeming. Mereka menyaksikan dalam keheningan, apa yang akan terjadi. Hari semakin gelap, sebagian pendekar menyalakan obor."Rima ... datanglah!" perintah Wisaka.Sekali lagi penonton mencari-cari orang yang dipanggil dengan pandangan mereka. Namun, yang dipanggil tidak muncul juga."Rima ... cepatlah!" suruh Wisaka lagi."Hihihi hihihi hihihi hihihi."Dengan didahului tawa yang membuat merinding bulu kuduk, sesosok bayangan merah muncul. Melayang dan berdiri di depan Wisaka. Sebagian penonton takut, tetapi ada juga sebagian yang mengenali Rima."Kuntilanak Merah.""Dia penunggu Lembah Perawan ini.""Kuntilanak jahil yang s
Anggini tidak menyangka Eyang Gayatri sampai turun untuk membasmi para iblis ini. "Anggini, lama tidak berjumpa." Eyang Gayatri mengusap rambut gadis itu. Dia sudah menganggapnya sebagai cucu. Setelah Cempaka --muridnya menikah dengan Wisaka. Makanya Eyang Gayatri menganjurkan Cempaka untuk mengajari jurus Bunga Persik. Sementara itu, Iblis Tengkorak tengah berjuang mengenyahkan suara dari telinganya. Darah kental semakin banyak mengucur dari telinganya. Jurus Kijang Mengorek Telinga ini memang begitu dahsyat. Apalagi yang melemparkan jurus Eyang Astamaya. Iblis Tengkorak tidak bisa berkutik. Benang ajaib yang membelitnya semakin membuatnya tidak berdaya. Sejurus kemudian Eyang Gayatri menunduk malu. Sebelumnya kedua orang tua itu saling bertatapan mata. Eyang Astamaya tersenyum kepada Gayatri. Eyang Gayatri tersenyum juga dari balik cadarnya. Eyang Gayatri memberikan kantung hitam kepada Eyang Astamaya. Tempat arwah iblis yang menyamar menjadi Sumina
Jaka dan Anggara tengah terpesona, mereka melihat kehebatan makhluk yang bernama Suminar. Namun Jaka sudah mendapat peringatan dari bapaknya, itu hanyalah tipuan."Anggara, usap matamu … usap matamu!" Jaka berteriak."Baiklah, Jaka!"Mereka berkali-kali mengusap mata masing-masing, kemudian mundur karena kaget. Perempuan itu tampak sangat menyeramkan kini. Kedua matanya pecah, meleleh darah kental di mukanya."Wow!" Jaka berteriak.Anehnya, Suminar masih bisa tahu posisi Anggara dan Jaka. Dia mempersiapkan sebuah serangan."Kang, hati-hati!" Anggara berteriak memperingatkan Jaka."Siap!" Jaka mempersiapkan sebuah pukulan jarak jauh.Setelah yakin dengan perkiraannya, Suminar mendorong sebuah kekuatan dahsyat ke arah mereka berdua. Tentu saja Anggara dan Jaka secepat kilat berganti posisi. Angin yang dihasilkan dari serangan Suminar melabrak sebuah pohon.Draaak … bruuuk.Pohon bes
Suminar bergerak diam-diam. Dia mulai menjamah Anggara. Lidahnya perlahan-lahan menjulur-julur keluar masuk dengan cepat. Kepalanya berubah menjadi kecil dan gepeng. Ia menampakkan wujud aslinya, seekor ular siluman.Suminar yang masih bertubuh manusia, menyentuh tubuh lelaki itu. Anggara belum menyadari apa yang terjadi. Dia masih tertidur pulas. Suminar mendesis, air liurnya menetes dari sela-sela taringnya yang tajam."Mengapa tubuhnya berbau amis?" Hati Suminar bertanya-tanya. Dia merasa terganggu dengan bau badan Anggara. Lelaki itu tetap terlelap.Suminar mengabaikan bau badan Anggara. Dia meneruskan aksinya. Malam ini Anggara harus menjadi pengantinnya. Ritual ini harus segera dilakukan. Tidak boleh gagal lagi."Beruntung sekali, aku menemukan pemuda ini … ssst … ssst, dia cari mati dengan mengantarkan nyawanya ke sini." Wanita siluman itu sangat senang. Dia tidak berpayah-payah mencari tumbal untuk malam purnama ini. Dia mendes
Semua kaget dengan pernyataan Wisaka. Besok malam gadis itu harus menjadi umpan Sepasang Iblis dari Timur. Sebenarnya Wisaka mempunyai rencana yang begitu hebat. Wisaka sudah paham kebiasaan sepasang iblis itu."Besok malam adalah malam purnama. Kalau sepasang iblis itu benar adanya Iprit, mereka pasti akan mencari tumbal. Seorang gadis untuk ritual pengantin." kata Wisaka menjelaskan."Tidakkah itu berbahaya, wahai Wisaka?" tanya Anjani."Tentu saja kita akan mengawalnya, mengawasi diam-diam." Wisaka mengatur siasat untuk besok malam. Mereka mendengarkan baik-baik.Jaka memegang tangan Dialin yang terasa dingin, mencoba menyalurkan kehangatan. Dialin memandang Jaka, kemudian menunduk. Hatinya merasa bahagia bertemu dengan Jaka. Pengganti kekasihnya yang tewas di tangan sepasang iblis. Dialin seperti mendapatkan kembali roh jiwanya. Sejak kematian kekasihnya, jiwanya juga terasa ikut mati.Dialin seperti mendapat kekuatan kembali. Dendam mengalir d
Jaka bangkit dari tidurnya, duduk di dahan sambil memperhatikan jalan. Bayangan hitam itu begitu cepat melesat. Jaka tidak sempat melihatnya.Tidak lama kemudian datang dua orang yang sama berpakaian hitam juga. Rupanya mereka mengejar bayangan tadi. Jaka beranjak mengikuti keduanya."Sialan!" umpat si pengejar."Ke mana dia perginya?" tanya yang satu lagi."Entahlah, ayo cepat kita susul!"Jaka yang bersembunyi di rimbunan pepohonan melihat mereka pergi. Pemuda itu menggeliatkan badan."Ssst …."Satu desisan terdengar dari samping pemuda itu. Jaka cepat menoleh, terlihat olehnya seorang gadis tengah menempelkan telunjuknya di bibirnya."Dialin!" seru Jaka tertahan. Senang sekali Jaka bisa bertemu dengan gadis tersebut.Dialin memberi isyarat supaya Jaka diam. Matanya masih memperhatikan ke arah jalan tadi. Takut pengejarnya datang lagi."Mereka sudah pergi," bisik Jaka.Dialin me
Jaka menghadik Aliya yang sudah kurang ajar kepadanya. Dia belum tahu dengan siapa berhadapan. Jaka menuntun Anggini mengajaknya pergi."Tunggu!" seru Aliya.Jaka, Anggara dan Anggini mengurungkan niatnya pergi dari tempat itu. Memandang heran kepada Aliya."Seenaknya saja kau bawa dia!" sergah Aliya sambil menunjuk Anggini."Mau kau apakan adikku?" tanya Jaka.Aliya terdiam saat Jaka menyebutkan Anggini sebagai adiknya. Lama dia memperhatikan wajah lelaki di depannya itu. Ketampanan Jaka sudah membuatnya terpesona."Dia adikmu?" tanya Aliya kepada Jaka."Kau pikir aku siapanya?" dengkus Anggini kesal. "Ayo! gak usah ladeni dia, Perempuan Gila!"Aliya sangat marah saat dikatakan perempuan gila oleh Anggini. Aliya meradang, menyerang Anggini dengan beringas. Sudah dari tadi dia ingin sekali menyakiti Anggini. Gadis yang dicintai oleh Anggara."Berani sekali kau mengatai diriku gila, Perempuan Sundal,"
Jaka memperhatikan Dialin yang berkelebat cepat meninggalkannya. Heran sendiri, padahal wajahnya tidak ada yang aneh. "Bahkan kata orang aku ganteng," pikir Jaka. Pemuda itu tertawa kecil.Jaka membiarkan Dialin pergi. Dunia ini sempit, nanti juga pasti bertemu lagi. Hari di penghujung siang. Binatang malam mulai bernyanyi. Onet sudah mengambil posisi paling nyaman di sebuah pohon.Sementara Jaka merebahkan diri di dahan bercabang. Berbantalkan kedua tangannya, dia kembali bersyair."Malam yang datang tanpa hadirmuGelap mencumbu bayanganBintang membisu di sudut langitRembulan mengintip malu-maluMemelukmu adalah keniscayaanKerinduan entah untuk siapamenyeruak nakal dalam benakCinta datang tanpa diundangMemenuhi segala ruang hati"Jaka memandang langit, mencoba mencari bayangan wajah gadis yang baru saja dikenalnya. Perlahan-lahan raut wajah itu terukir di antara awan. Jaka tersenyum sendiri me
Jaka bangkit dari tidurnya, dia duduk di dahan pohon sambil mengamati sekitar. Suara halus itu mengganggu konsentrasinya. Tidak terlihat siapa pun ... senyap. Dia kembali bersyair. "Wahai angin yang menyembunyikan rasa Datanglah di sela daun-daun Hinggap bersama burung-burung Bernyanyilah walau suara parau Aku pastikan suaramu merdu di telingaku." Tak ada balasan, tetap hening. Jaka merasa penasaran. "Kau mempermainkan aku, Gadis," gumam Jaka. Jaka merasakan aura seseorang yang mempunyai kemampuan lumayan. Wanita penyair itu punya ilmu cukup tinggi. Jaka hampir tidak bisa mendeteksi keberadaannya, Jaka bersyair kembali. "Samarkudendangkan nyanyian Angin pengembara membawanya Berkelana di jagat senyap Langit akan menangkap tandanya Awan 'kan menjadi saksi Bertemunya dua hati" Terdengar tawa lirih. Namun, seperti ada nada luka pada tawanya itu. Jaka yang berhati halus
Sepasang siluman itu melayang keluar dari gerbang Negeri Bunga Persik. Mereka berkelana mencari raga baru untuk memulai rencana baru.Sepasang kekasih yang sedang dimabuk asmara duduk berdua di tepi danau. Mereka lupa sekeliling sampai malam sudah semakin larut. Mereka tidak menyadari kalau aura di sekitarnya sudah berubah.Hawa dingin malah semakin membuat mereka bertambah dekat. Tidak menyadari bahaya mengintai. Mereka malah melakukan hubungan terlarang.Kedua Iblis itu semakin mengipasi mereka dengan hawa dingin. Mereka tertawa terbahak-bahak melihat sepasang manusia tersebut. Keduanya menunggu waktu yang tepat untuk menukar raga.Rupanya lelaki dari pasangan itu lama-lama sadar ada sesuatu yang mengganggunya. Ia sedikit paham dengan ilmu kanuragan. Ada aura yang semakin dingin berada di sekitarnya."Keluar, kau!" teriak lelaki itu."Hahaha hahaha hahaha hahaha." Hanya suara tawa yang menjawabnya."Sebaiknya kau menye