Share

IDENTITAS TERSEMBUNYI SANG PEWARIS ASLI
IDENTITAS TERSEMBUNYI SANG PEWARIS ASLI
Penulis: Evie Yuzuma

Bab 1

Penulis: Evie Yuzuma
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-26 17:27:12

“Ardi! Kamu mama besarkan dengan baik! Kamu mama kuliahkan di tempat mahal! Kerjaan sudah mapan! Tiba-tiba kamu maksa mama suruh nerima gadis yatim piatu yang gak jelas asal-usulnya ini jadi menantu! Tanpa kamu tanya pun, harusnya kamu tahu apa jawaban mama?!” ketus perempuan dengan sanggul tinggi itu. Ameera yang malam ini diundang Ardi untuk makan malam, merasa tiba-tiba begitu kerdil. Apalagi adik dan Kakak Ardi menatapnya dengan pandangan remeh.

“Ameera gadis baik, Ma! Tolong kasih kesempatan!” Ameera masih teringat jelas, suara Ardi bergetar.

“Kasih kesempatan? Jangan mimpi!” Perempuan yang tadi dikenalkan sebagai kakanya Ardi menyeringai, lalu berdiri dan melempar sendok ke meja.

“Jadi rusak selera makan, Mbak. Gara-gara kamu, Di!” tuturnya.

“Iya, bener!” timpal adiknya.

“Malas banget!” sambungnya lagi.

Lalu, satu per satu mereka pergi meninggalkan meja makan, termasuk orang tua Ardi sendiri. Ameera yang masih mematung bersisian dengan Ardi mengelus dada. Hatinya terasa remuk. Hubungannya yang diharapkan bisa berakhir ke pelaminan, rupanya tak akan pernah kesampaian. Cinta mereka harus kandas terhalang restu, hanya karena perbedaan status sosial.

***

“Ameera! Ameera!” Suara kencang Sasha membuyarkan lamunan Ameera. Sasha berlari sambil mengacungkan gawai. Napasnya terengah-engah. Rambutnya yang diikat kuncir ekor kuda tampak bergerak-gerak di balik topi lebar warna tosca yang menutup kepalanya.

“Hmmm?” Ameera menaikkan alisnya ke atas. Dia baru saja meletakkan bag pemain di porter dan ketika melihat ke tempat di mana Ardi biasa menjemput, dia malah melamun. Saat ini, gadis dengan tinggi sekitar seratus tujuh puluh lima sentimeter itu bekerja sebagai caddy.

“Tahi lalat kamu masih ada ‘kan?” tanya Sasha sambil mengatur napas.

“Hah? Tahi lalat?” Ameera menautkan alis.

Pertanyaan Sasha menurutnya terlalu mengada-ada. Sore-sore begini, kenapa harus membahas tahi lalat? Apa lagi yang ada dalam benak Sasha saat ini? Apa tadi di lapangan, kepalanya terbentur bola golf sampai sedikit bermasalah? Itu yang berkelebat dalam benak Ameera saat ini.

“Ya, tahi lalat kamu yang di punggung itu, Ra! Aku pernah lihat waktu maen ke kosan kamu! Itu tahi lalat sungguhan ‘kan?” desaknya dengan mata berbinar-binar.

“Ya sungguhanlah! Kamu ini kenapa, si? Aneh.” Ameera menaiki mobil golf, Sasha dengan gesit meraih sandbagnya dan ikut duduk di samping Ameera. Ameera pun melajukan mobilnya menuju tempat parkiran.

“Ini kesempatan emas, Ra! Lihat ini!” Sasha menunjukkan smartphonenya. Konten viral di salah satu sosial media itu tak lain adalah sayembara Tuan Rivaldo. Hanya saja, karena Ameera cuma melirik tak berminat, Sasha membacakan isi sayembara itu dengan lantang.

“Hah? G1la? Orang kaya tingkahnya aneh-aneh! Gak ada kerjaan lain apa, ya?” kekeh Ameera sambil tertawa miring. Baginya, itu hal diluar nalar dan tak masuk akal. Apa tak ada cara yang lebih elegan? Itu pikirnya.

“Hush! Kamu jangan gitu! Siapa tahu, kamu ini adalah anak perempuan Tuan Rivaldo yang disayembarakan! Pokoknya kamu harus coba! Titik!” tutur Sasha bersemangat.

“Enggak, ah! Aku gak mau ketinggian mimpi, sakit kalo jatoh!” tukas Ameera sambil membelokkan mobil golf itu menuju tempat parkiran.

“Kamu gak mau bikin keluarga si Ardi nyesel, Ra? Coba kalau ibunya Ardi yang sok kaya itu tahu, kamu itu anaknya Tuan Rivaldo, orang terkaya nomor lima di Indonesia, Ra! Kalau gak langsung stroke, langsung lewat bisa!” kekeh Sasha.

Ameera tersenyum getir. Kalimat panjang lebar Sasha mampu mengingatkan dia pada penolakan pahit calon mertuanya beberapa hari lalu. Namun, untuk mengikuti sayembara itu, terlalu tak masuk akal menurutnya.

“Taraaaa … sudah kelar! Kamu sudah aku daftarin!” Suara Sasha bersama tepukannya pada bahu membuat Ameera sontak terperanjat. Rupanya Sasha sudah mengisikan link sayembara itu dan mendaftarkan nama Ameera.

“Ya ampuuun, Sasha! Kamu apa-apaan, sih! Aku gak mau ikutan!” Ameera mendelik dan menatap Sasha tajam. Namun, semua itu hanya dibalas kekehan.

“Semoga kamu benar-benar anak perempuan Tuan Rivaldo yang hilang itu, Ra! Jangan lupain aku kalau itu beneran, ya!” tutur Sasha sambil mengedipkan sebelah mata.

***

[Sayembara! Dicari, anak perempuan yang hilang! Pewaris utama keluarga Rivaldo. perempuan, usia 19 tahun pada tahun ini. Ciri-ciri fisik, memiliki tahi lalat di bagian punggung! Bagi yang merasa memiliki tanda spesifik tersebut, silakan isi data di website dan sertakan lampiran data diri yang meyakinkan!]

“Mas! Kamu sudah g1la! Tega-teganya membuat sayembara seperti ini! Gimana kalau Safiyya tahu? Kamu gak mikirin perasaan dia, Mas?”

Bibir Anesya bergetar. G1la, ini benar-benar g1la. Suaminya nekat membuat sayembara tidak masuk akal itu. Kini, Tuan Rivaldo benar-benar tak mau mendengarnya lagi. Semua itu bermula dengan kecelakaan Safiyya---putri yang sejak kecil dirawatnya. Lalu, dari sanalah terkuak semuanya. Safiyya bukan darah dagingnya.

“Berhenti bicara omong kosong, Anesya! Sebaiknya kamu keluar!” Tuan Rivaldo tak menoleh pada perempuan yang masih sah menjadi istrinya itu. Dia masih memandang lurus ke depan.

“Mas! Please, Mas! Aku gak mau menukar Safiyya dengan anak perempuan manapun! Apalagi anak perempuan hasil sayembara gak jelas ini! Aku sudah telanjur sayang sama dia!” Anesya memelas.

Tuan Rivaldo menghela napas kasar.

“Gak ada yang akan ditukar! Semua hanya akan menempati posisi sesuai porsinya, paham? Gavin, antar saya keluar!” tegas Tuan Rivaldo dengan nada tenang.

Sigap, Gavin yang sejak tadi hanya seperti patung dan berdiri tegak dalam jarak beberapa meter dari kursi rodanya, mendekat. Dia lekas mendorong kursi roda yang diduduki Tuan Rivaldo meninggalkan Anesya yang mendengus kesal.

Anesya mengepal. Sepasang matanya nyalang menatap punggung Tuan Rivaldo. Lelaki yang benar-benar menyusahkan. Bahkan, setelah usahanya berhasil untuk membuat Tuan Rivaldo cacat, rupanya lelaki itu tetap sulit dikendalikan.

Anesya segera mengambil gawai dan mengirim pesan pada seseorang.

[Cepat temukan gadis itu dan singkirkan! Apa kamu sudah menemukan alamat panti yang saya kirimkan?]

[Saya baru tiba di sini, Nyonya! Segera saya beri kabar!]

Sebuah pesan balasan diterima. Anesya menarik napas kasar. Ada rasa sesal. Kenapa, dia memberi kesempatan bayi perempuan itu dulu untuk hidup. Padahal, jika waktu itu dia lenyapkan, maka masalah akan selesai.

“Semua ini gara-gara aku malah mikirin hutang budi, ck!” desis Anesya sambil merutuki keputusannya untuk menyelamatkan bayi perempuan milik sahabat dekatnya itu dulu.

Sementara itu, Tuan Rivaldo meminta Gavin---assiten pribadinya mengantarnya ke ruang kerja. Dia lekas membuka layar laptop dan melihat sudah berapa banyak data yang masuk.

“Ck, baru tiga jam sayembara disebar! Kenapa sudah ribuan data yang masuk?!” Tuan Rivaldo memijit pelipisnya. Bukan tugas mudah untuk memeriksa ribuan data itu satu-satu.

“Apa sebanyak ini anak yatim piatu yang berusia sembilan belas tahun pada tahun ini, Gavin? Atau mereka semua hanya orang-orang yang rela menukar identitas demi kemewahan?” de-sah Tuan Rivaldo putus asa.

“Biar saya bantu check, Tuan! Setelah itu, saya akan berikan pada Tuan data yang lebih sesuai!” tutur Gavin sopan. Dia membetulkan kaca mata tebalnya. Lelaki itu terkesan pendiam, kaku, serius dan selalu siaga. Hanya saja di balik penampilannya yang kaku, tetap tak bisa ditampik jika wajahnya memang enak dipandang.

Rahang tegas itu membingkai, hidung mancung, alis tebal dan hampir saling menyambung. Bibir yang terlihat merah alami dan kulit yang putih bersih membuatnya terlihat menawan.

“Semenjak satu per satu kebohongan Anesya terungkap, apakah aku masih bisa percaya orang lain?” batin Tuan Rivaldo. Dia benar-benar dilemma untuk begitu saja menerima penawaran dari Gavin. Kini, dia tak lagi mudah percaya pada orang.

“Mohon maaf jika saya lancang, Tuan! Jika keberatan, saya tidak memaksa!” Gavin seperti paham apa yang sedang dipikirkan majikannya itu.

Tuan Rivaldo menghela napas kasar. Dia memandang nanar ribuan data yang masuk.

“Saya akan mencoba mengerjakannya sendiri! Silakan tunggu diluar!” titahnya setelah beberapa detik mempertimbangkan. Gavin mengangguk sopan. Dia lekas berjalan dan meninggalkan Tuan Rivaldo sendirian.

Baru saja Gavin berjalan keluar, suara Anesya terdengar memanggilnya.

"Gavin, tunggu! Saya mau bicara!"

Bab terkait

  • IDENTITAS TERSEMBUNYI SANG PEWARIS ASLI   Bab 2

    "Gavin, tunggu! Saya mau bicara!" Sepasang mata Elang Gavin menatap Anesya. “Ya, Nyonya?” Gavin membungkuk hormat. Seperti apapun hubungan Anesya dengan Tuan Rivaldo. Perempuan itu tetaplah istri dari majikannya. “Ini hal yang sangat penting! Bisa ikut saya!” tutur Anesya sambil menatap wajah Gavin. “Baik, Nyonya!” Gavin pun mengikuti langkah Anesya yang menuju ke sebuah ruangan. Rupanya tujuannya adalah ruang baca. Kini keduanya sudah berdiri di antara deretan rak buku yang berjajar di sana. Anesya pun memulai kalimatnya. Gavin hanya terdiam dan mendengarkan dengan seksama.*** Ameera dan Sasha beriringan turun dari mobil bus warga baru. Gerah terasa menjalar ke seluruh badan. Meskipun tadi Ameera memandu pemain golf menggunakan golfcar tetap saja mengitari lapangan yang luasnya berhektar-hektar itu melelahkan. “Makan apa, Ra?” Sasha mengedarkan pandangan. Turun dari bus jemputan, selalu disuguhkan beragam pilihan makanan angkringan. “Hmmm … pecel ayam saja, Sha.” Sepasang ne

  • IDENTITAS TERSEMBUNYI SANG PEWARIS ASLI   Bab 3

    [Target sudah kami amankan, Nyonya! Tolong kirim pelunasannya!] Anesya tersenyum ketika membaca sederet kalimat itu. Lalu tampak foto seorang perempuan dengan lengan terikat dan foto tahi lalat pada punggungnya. Meskipun tak terlihat jelas wajah itu, tetapi Anesya cukup puas. [Oke, habisi! Jangan sampai suamiku bisa menemukannya!] Anesya cepat mengirim pesan itu. Senyum pada bibirnya tersungging. Tak rugi dia membayar mahal para sindikat itu. Rupanya, mereka bekerja jauh lebih hebat dari pada yang dia perkirakan. [Perjanjiannya, pelunasan dulu, Nyonya! Setelah itu baru action!] Pesan masuk, kembali diterima.Anesya menghela napas kasar. Dia pun mau tak mau bergegas mengirimkan uang. Sejumlah nominal yang cukup besar dia gelontorkan. Tak apa, yang penting langkah pertama sudah dijalankan.Andaipun langkah ini tak berhasil. Dia sudah mengantisipasinya dengan mendekati Gavin. Bukankah mudah saja, tinggal buat semua hasil test DNA untuk peserta sayembara terpilih digagalkan. Jika Gavin

  • IDENTITAS TERSEMBUNYI SANG PEWARIS ASLI   Bab 4

    [Target sudah kami habisi, Nyonya!] Sebuah foto diterima Anesya. Foto seorang gadis belia yang tergeletak tak berdaya. Darah segar mengalir. Kerumunan orang terlihat sesak. [Bagus! Karena kalian mengerjakan perintah dengan baik, saya akan segera kirim bonus.] Hati Anesya yang sedang bahagia berbunga-bunga. Bahkan dia lekas membuka e-banking dan mengirim sejumlah uang. [Terima kasih Nyonya.] Balasan diterima. Anesya tersenyum puas. Hari ini dia baru mau menjemput Safiyya dan membawanya pulang. Misinya sudah selesai. Putri kandung dari suaminya sudah tidak ada lagi di dunia ini.“Lihat ‘kan, Mas? Aku jauh lebih pintar dari pada kamu,” batin Anesya sambil menyeringai. Dia lekas berjalan dan segera meraih kunci mobil. Hari ini, dia berencana mau menjemput Safiyya. Anesya berjalan ringan. Dia tak tahu jika para sindikat itu sudah melepaskan Ameera dan membawa kabur uang-uangnya. Foto itu hanya sebuah foto kecelakaan lalu lintas yang para sindikat itu kirim, korbannya entah siapa. “Kam

  • IDENTITAS TERSEMBUNYI SANG PEWARIS ASLI   Bab 5

    “Gimana kalau Tuan Rivaldo itu beneran ayah kamu, Ra! Apa kamu gak kepengen ketemu dengan Ayah dan Ibu kandung kamu sendiri, hmmm?” Sasha menatap lekat wajah sahabatnya itu. Dia terus berusaha meyakinkan Ameera agar mau ikut menjadi peserta sayembara itu.Ameera tersenyum getir. Dia menatap ke arah Sasha lalu bicara, “Jika dia memang ayahku? Ke mana saja dia selama ini? Kenapa baru hari ini mencari? Ke mana saja dia selama aku tertatih-tatih merindukannya? Ke mana mereka, Sha? Ke mana?” Suara Ameera bergetar. Akhirnya apa yang selama ini terpendam dalam benaknya kini dia luahkan. Bulir bening berjatuhan, tetapi dengan kasar dia hapus. Sasha terdiam. Dia tak pernah berpikir, jika sahabatnya seluka itu. “Di mana mereka, Sha? Di mana? Dari dulu hanya Bu Uti yang memeluk Ameera kecil yang nangis merindukan mama. Hanya Bu Uti yang memeluk Ameera kecil yang nangis, merindukan ayah. Sekarang, aku sudah dewasa … aku tak lagi butuh mereka.” Ameera bicara sambil terisak. Dari getaran suaranya

Bab terbaru

  • IDENTITAS TERSEMBUNYI SANG PEWARIS ASLI   Bab 5

    “Gimana kalau Tuan Rivaldo itu beneran ayah kamu, Ra! Apa kamu gak kepengen ketemu dengan Ayah dan Ibu kandung kamu sendiri, hmmm?” Sasha menatap lekat wajah sahabatnya itu. Dia terus berusaha meyakinkan Ameera agar mau ikut menjadi peserta sayembara itu.Ameera tersenyum getir. Dia menatap ke arah Sasha lalu bicara, “Jika dia memang ayahku? Ke mana saja dia selama ini? Kenapa baru hari ini mencari? Ke mana saja dia selama aku tertatih-tatih merindukannya? Ke mana mereka, Sha? Ke mana?” Suara Ameera bergetar. Akhirnya apa yang selama ini terpendam dalam benaknya kini dia luahkan. Bulir bening berjatuhan, tetapi dengan kasar dia hapus. Sasha terdiam. Dia tak pernah berpikir, jika sahabatnya seluka itu. “Di mana mereka, Sha? Di mana? Dari dulu hanya Bu Uti yang memeluk Ameera kecil yang nangis merindukan mama. Hanya Bu Uti yang memeluk Ameera kecil yang nangis, merindukan ayah. Sekarang, aku sudah dewasa … aku tak lagi butuh mereka.” Ameera bicara sambil terisak. Dari getaran suaranya

  • IDENTITAS TERSEMBUNYI SANG PEWARIS ASLI   Bab 4

    [Target sudah kami habisi, Nyonya!] Sebuah foto diterima Anesya. Foto seorang gadis belia yang tergeletak tak berdaya. Darah segar mengalir. Kerumunan orang terlihat sesak. [Bagus! Karena kalian mengerjakan perintah dengan baik, saya akan segera kirim bonus.] Hati Anesya yang sedang bahagia berbunga-bunga. Bahkan dia lekas membuka e-banking dan mengirim sejumlah uang. [Terima kasih Nyonya.] Balasan diterima. Anesya tersenyum puas. Hari ini dia baru mau menjemput Safiyya dan membawanya pulang. Misinya sudah selesai. Putri kandung dari suaminya sudah tidak ada lagi di dunia ini.“Lihat ‘kan, Mas? Aku jauh lebih pintar dari pada kamu,” batin Anesya sambil menyeringai. Dia lekas berjalan dan segera meraih kunci mobil. Hari ini, dia berencana mau menjemput Safiyya. Anesya berjalan ringan. Dia tak tahu jika para sindikat itu sudah melepaskan Ameera dan membawa kabur uang-uangnya. Foto itu hanya sebuah foto kecelakaan lalu lintas yang para sindikat itu kirim, korbannya entah siapa. “Kam

  • IDENTITAS TERSEMBUNYI SANG PEWARIS ASLI   Bab 3

    [Target sudah kami amankan, Nyonya! Tolong kirim pelunasannya!] Anesya tersenyum ketika membaca sederet kalimat itu. Lalu tampak foto seorang perempuan dengan lengan terikat dan foto tahi lalat pada punggungnya. Meskipun tak terlihat jelas wajah itu, tetapi Anesya cukup puas. [Oke, habisi! Jangan sampai suamiku bisa menemukannya!] Anesya cepat mengirim pesan itu. Senyum pada bibirnya tersungging. Tak rugi dia membayar mahal para sindikat itu. Rupanya, mereka bekerja jauh lebih hebat dari pada yang dia perkirakan. [Perjanjiannya, pelunasan dulu, Nyonya! Setelah itu baru action!] Pesan masuk, kembali diterima.Anesya menghela napas kasar. Dia pun mau tak mau bergegas mengirimkan uang. Sejumlah nominal yang cukup besar dia gelontorkan. Tak apa, yang penting langkah pertama sudah dijalankan.Andaipun langkah ini tak berhasil. Dia sudah mengantisipasinya dengan mendekati Gavin. Bukankah mudah saja, tinggal buat semua hasil test DNA untuk peserta sayembara terpilih digagalkan. Jika Gavin

  • IDENTITAS TERSEMBUNYI SANG PEWARIS ASLI   Bab 2

    "Gavin, tunggu! Saya mau bicara!" Sepasang mata Elang Gavin menatap Anesya. “Ya, Nyonya?” Gavin membungkuk hormat. Seperti apapun hubungan Anesya dengan Tuan Rivaldo. Perempuan itu tetaplah istri dari majikannya. “Ini hal yang sangat penting! Bisa ikut saya!” tutur Anesya sambil menatap wajah Gavin. “Baik, Nyonya!” Gavin pun mengikuti langkah Anesya yang menuju ke sebuah ruangan. Rupanya tujuannya adalah ruang baca. Kini keduanya sudah berdiri di antara deretan rak buku yang berjajar di sana. Anesya pun memulai kalimatnya. Gavin hanya terdiam dan mendengarkan dengan seksama.*** Ameera dan Sasha beriringan turun dari mobil bus warga baru. Gerah terasa menjalar ke seluruh badan. Meskipun tadi Ameera memandu pemain golf menggunakan golfcar tetap saja mengitari lapangan yang luasnya berhektar-hektar itu melelahkan. “Makan apa, Ra?” Sasha mengedarkan pandangan. Turun dari bus jemputan, selalu disuguhkan beragam pilihan makanan angkringan. “Hmmm … pecel ayam saja, Sha.” Sepasang ne

  • IDENTITAS TERSEMBUNYI SANG PEWARIS ASLI   Bab 1

    “Ardi! Kamu mama besarkan dengan baik! Kamu mama kuliahkan di tempat mahal! Kerjaan sudah mapan! Tiba-tiba kamu maksa mama suruh nerima gadis yatim piatu yang gak jelas asal-usulnya ini jadi menantu! Tanpa kamu tanya pun, harusnya kamu tahu apa jawaban mama?!” ketus perempuan dengan sanggul tinggi itu. Ameera yang malam ini diundang Ardi untuk makan malam, merasa tiba-tiba begitu kerdil. Apalagi adik dan Kakak Ardi menatapnya dengan pandangan remeh. “Ameera gadis baik, Ma! Tolong kasih kesempatan!” Ameera masih teringat jelas, suara Ardi bergetar. “Kasih kesempatan? Jangan mimpi!” Perempuan yang tadi dikenalkan sebagai kakanya Ardi menyeringai, lalu berdiri dan melempar sendok ke meja. “Jadi rusak selera makan, Mbak. Gara-gara kamu, Di!” tuturnya.“Iya, bener!” timpal adiknya.“Malas banget!” sambungnya lagi. Lalu, satu per satu mereka pergi meninggalkan meja makan, termasuk orang tua Ardi sendiri. Ameera yang masih mematung bersisian dengan Ardi mengelus dada. Hatinya terasa remu

DMCA.com Protection Status