“Kak Naima, di mana kamu sekarang, Kak? Seandainya kamu ada di sini, aku ingin memeluk kamu,” gumam Nabila.Nabila memandangi foto kakaknya, Naima. Naima yang masih kecil, harus terpisah dari keluarga saat diajak berlibur ke danau. Orang tua Nabila sudah berusaha keras mencari keberadaan anaknya itu. Namun, mereka tidak berhasil menemukannya. Disinyalir, jika Naima hilang tenggelam di danau, saat orang tuanya lengah. Namun, sayangnya mereka tidak berhasil menemukan jasad Naima.Nabila menghembuskan napas kasar. Ia berpikir, jika saja Naima masih ada, mungkin Nabila tidak akan kesepian. Naima pasti akan menjadi sosok kakak yang baik yang akan melindungi adiknya dari marabahaya.Waktu telah menunjukkan petang. Kumandang adzan pun telah terdengar dari masjid terdekat di kediaman orang tua Nabila.Nabila yang belum sempat membersihkan diri, beranjak dari posisi duduknya lalu mengambil handuk. Namun, sebelum itu Nabila memasukkan album foto itu ke dalam tasnya.Kamar mandi di rumah itu han
“Terry, Ya Tuhan … kenapa aku harus ketemu lagi sama wanita itu?”Jantung Nabila berdetak sangat kencang. Trauma atas kejadian di rumah Frans masih terbayang di dalam benaknya.“Nabila, ke sini!” teriak Bayu sambil melambaikan tangannya ke arah Nabila.Terry menoleh ke belakang. Namun, dengan cepat Nabila membalikan badannya membelakangi Bayu. Berharap Terry tidak melihat wajahnya.“Om, sepertinya aku harus pergi dari sini,” pamit Nabila, kemudian berjalan cepat meninggalkan bengkel.Langkah Nabila sengaja dipercepat. Takut jika Terry masih mengenali suaranya. Nabila berjalan sambil menunduk ke bawah. Dipeluknya berkas lamaran dengan erat. Hingga tidak sengaja, tubuh Nabila menabrak seseorang dan nyaris ia terjatuh ke atas aspal.“Hei, hati-hati. Kamu tidak apa-apa?” tanya Arsya.Nabila mengangkat wajahnya, melihat Arsya ada di tempat itu, sontak Nabila menjauh.“Mas Arsya,” gumam Nabila.Entah kebetulan atau bagaimana, lagi dan lagi Nabila harus bertemu lagi dengan Arsya.“Kamu kenap
“Aw, sakit!” Nabila menggigit tangan itu, sehingga pemilik tangan itu memekik kesakitan dan melepaskan tangannya dari tubuh Nabila.Nabila berdiri lalu membalikkan tubuhnya. Matanya membeliak, saat mendapati seseorang yang sedang ia hindari saat ini.“Pak Gala, sedang apa di sini? Kenapa peluk-peluk saya?” tanya Nabila, sungguh ia sangat terkejut karena itu.“Aku ke sini mau jemput kamu untuk pulang ke rumahku,” jawab Gala.Nabila mengernyitkan dahinya, apakah ia tidak salah dengar? Bahkan Gala pun berbicara sedikit aneh, tidak seperti biasa. Aku, kamu?“Jemput saya, Pak? Buat apa? Bukankah saya sudah melakukan hal tidak senonoh di rumah kalian? Itu, kan, yang ada di pikiran kalian tentang saya?” tanya Nabila.Gala terdiam mematung, menatap wanita itu tanpa berkedip.“Aku percaya sama kamu, Nabila. Aku percaya sama kamu,” imbuh Gala.Nabila bergeming, bingung atas sikap Gala saat ini.“Maksud Pak Gala?” tanya Nabila.“Aku minta maaf karena sempat tidak mempercayai kamu. Tapi sekaran
“Calon istri?” Laksmi terdiam menatap Gala dan Nabila silih berganti.“Ya, Nabila adalah calon istri saya. Sebentar lagi saya akan menikahi Nabila. Jadi, stop membentak-bentak Nabila, karena saya tidak suka,” sahut Gala, menatap tajam ke arah Laksmi.Laksmi tampak gugup melihat Gala semarah itu melihat Nabila dibentak. Kini, Laksmi tidak bisa seenaknya berbuat semaunya terhadap Nabila di hadapan Gala.“Ah, em … menikah, ya? Kalau begitu Tante ikut senang. Nabila, kalau kamu sudah menikah, jangan pernah lupakan Tante, ya. Secara kan Tante ini keluarga kamu satu-satunya. Ya sudah, biar Tante saja yang bawain tehnya,” ujar Laksmi, nada bicaranya tiba-tiba berubah lembut.Nabila dan Gala saling melempar pandang. Lantas Gala menarik tangan Nabila, ingin membawanya kembali ke rumahnya.“Tapi, Pak Gala. Saya-”“Sssst! Stop panggil aku Bapak, karena aku bukan Bapak kamu,” potong Gala.Nabila terkekeh mendengar ucapan Gala.“Kalau bukan Bapak, saya harus panggil apa, dong?” tanya Nabila.Gala
Di perjalanan pulang, Arsya yang tengah mengendarai motor, tersenyum sendiri saat teringat akan Nabila.Apalagi setelah cukup lama berpisah, baru kali ini Arsya bisa membonceng lagi Nabila. Hal itu membuatnya semakin yakin harus mendapatkan Nabila kembali.Berawal dari permintaan ibunya di penjara, meminta Arsya untuk mendekati Nabila kembali, bermaksud untuk memanfaatkannya supaya bisa mencabut tuntutannya. Namun, yang terjadi malah justru Arsya merasakan perasaan cinta itu kembali setelah sekian lama hilang.Setelah berpisah, pesona Nabila semakin terpancar. Sungguh, Arsya telah melakukan kesalahan besar. Arsya sangat gegabah. Membuang wanita istimewa seperti Nabila, demi wanita rakus seperti Weni.Sesampainya di depan rumah, Arsya tercekat saat mendapati sebuah mobil terparkir rapi. Mobil bergaya mewah, yang tentunya harganya terbilang fantastis.“Mobil siapa itu?” gumam Arsya bertanya-tanya.Arsya kemudian turun dari motornya, berjalan masuk hendak menanyakan perihal siapa pemilik
“Ada apa ini, Weni? Kenapa ada polisi di sini?” tanya Arsya, ia melangkah mendekati Weni dan beberapa polisi itu.Weni dan beberapa polisi itu menoleh ke arah Arsya. Salah satu polisi mendekati Arsya, kemudian menjelaskan perihal kedatangan mereka ke rumah Arsya.“Mohon maaf, apakah Anda suami dari Ibu Weni ini?” tanya polisi, yang disambut oleh anggukan kepala Arsya.“Iya, saya suami Weni. Ini ada apa, ya, kok kalian bisa datang ke rumah saya? Kami merasa tidak ada masalah apa-apa,” jawab Arsya.“Jadi begini, Pak. Ibu Weni ini, terdeteksi telah membeli mobil curian. Seseorang telah melaporkan kasus kehilangan mobil yang ada di depan rumah ini, dan kami telah mengerahkan tim kami, untuk mencari tahu keberadaan mobil itu. Setelah diusut, ternyata mobil itu ada di sini. Tim kami menemukan postingan foto-foto mobil itu, dari sumber akun media sosial milik Ibu Weni. Mohon maaf, Pak, kami harus membawa Ibu Weni ke kantor polisi, untuk dimintai keterangan, karena Ibu Weni ini telah menjadi
“Mas, uang kita yang dua ratus ribu mana?” “Tadi dipinjam sama ibu.”“Amira panas, Mas. Panasnya sangat tinggi. Kenapa kamu kasih? Mas, tolong minta lagi uang itu sama ibu. Kita harus membawa Amira ke dokter. Aku takut terjadi apa-apa sama anak kita. Kita tidak punya uang lagi selain uang itu.”Arsya yang tengah meminum kopi, segera berdiri dan mendekati Nabila, istrinya yang tengah menggendong Amira, putri mereka yang baru berusia 2 bulan.“Hanya demam biasa, coba kamu kompres saja Amira, nanti juga dia bakalan sembuh,” imbuh Arsya.Nabila menggeleng pelan, jelas Amira membutuhkan penanganan dokter. Suhu tubuh Amira sudah berada di atas normal. Membuat Nabila bersikeras ingin membawanya ke dokter.“Tidak, Mas, Amira butuh pertolongan dokter. Kita tidak bisa membiarkannya seperti ini. Pokoknya kamu minta lagi uang itu dari ibu. Aku tidak mau tahu, Amira harus dibawa ke dokter,” sahut Nabila.Arsya kemudian pergi ke dapur, kemudian kembali dengan membawa rantang berisi air dan juga ha
“Ada apa ini?” tanya Nabila, saat melihat banyak orang tengah makan-makan.Ada banyak makanan siap saji di rumah itu. Ada juga kue ulang tahun yang tidak terlalu besar berada di atas meja.“Eh, Mbak Nabila sudah pulang. Ini ada teman-teman aku datang ngucapin selamat karena aku ulang tahun. Aku saja baru ingat kalau hari ini aku ulang tahun. Jadi, tidak ada persiapan sama sekali untuk menjamu mereka. Jadi Mas Arsya dan ibu membeli semua makanan siap saji ini,” jawab Weni.Nabila terbelalak, ia heran atas sikap Arsya. Yang katanya keuangan sedang tidak baik-baik saja. Namun, ia masih bisa membeli makanan banyak untuk menjamu teman-teman Weni.“Mana mas Arsya dan ibu?” tanya Nabila, ia tampak menahan emosi yang hampir meledak.“Ibu ada di belakang dan mas Arsya sepertinya ada di kamarnya,” jawab Weni.Nabila kemudian berjalan cepat menuju kamarnya.Brak!Nabila membanting pintu kamarnya, membuat semua tamu Weni terkejut. Bahkan bu Retno pun yang berada di belakang, mendengarnya dan berl
“Ada apa ini, Weni? Kenapa ada polisi di sini?” tanya Arsya, ia melangkah mendekati Weni dan beberapa polisi itu.Weni dan beberapa polisi itu menoleh ke arah Arsya. Salah satu polisi mendekati Arsya, kemudian menjelaskan perihal kedatangan mereka ke rumah Arsya.“Mohon maaf, apakah Anda suami dari Ibu Weni ini?” tanya polisi, yang disambut oleh anggukan kepala Arsya.“Iya, saya suami Weni. Ini ada apa, ya, kok kalian bisa datang ke rumah saya? Kami merasa tidak ada masalah apa-apa,” jawab Arsya.“Jadi begini, Pak. Ibu Weni ini, terdeteksi telah membeli mobil curian. Seseorang telah melaporkan kasus kehilangan mobil yang ada di depan rumah ini, dan kami telah mengerahkan tim kami, untuk mencari tahu keberadaan mobil itu. Setelah diusut, ternyata mobil itu ada di sini. Tim kami menemukan postingan foto-foto mobil itu, dari sumber akun media sosial milik Ibu Weni. Mohon maaf, Pak, kami harus membawa Ibu Weni ke kantor polisi, untuk dimintai keterangan, karena Ibu Weni ini telah menjadi
Di perjalanan pulang, Arsya yang tengah mengendarai motor, tersenyum sendiri saat teringat akan Nabila.Apalagi setelah cukup lama berpisah, baru kali ini Arsya bisa membonceng lagi Nabila. Hal itu membuatnya semakin yakin harus mendapatkan Nabila kembali.Berawal dari permintaan ibunya di penjara, meminta Arsya untuk mendekati Nabila kembali, bermaksud untuk memanfaatkannya supaya bisa mencabut tuntutannya. Namun, yang terjadi malah justru Arsya merasakan perasaan cinta itu kembali setelah sekian lama hilang.Setelah berpisah, pesona Nabila semakin terpancar. Sungguh, Arsya telah melakukan kesalahan besar. Arsya sangat gegabah. Membuang wanita istimewa seperti Nabila, demi wanita rakus seperti Weni.Sesampainya di depan rumah, Arsya tercekat saat mendapati sebuah mobil terparkir rapi. Mobil bergaya mewah, yang tentunya harganya terbilang fantastis.“Mobil siapa itu?” gumam Arsya bertanya-tanya.Arsya kemudian turun dari motornya, berjalan masuk hendak menanyakan perihal siapa pemilik
“Calon istri?” Laksmi terdiam menatap Gala dan Nabila silih berganti.“Ya, Nabila adalah calon istri saya. Sebentar lagi saya akan menikahi Nabila. Jadi, stop membentak-bentak Nabila, karena saya tidak suka,” sahut Gala, menatap tajam ke arah Laksmi.Laksmi tampak gugup melihat Gala semarah itu melihat Nabila dibentak. Kini, Laksmi tidak bisa seenaknya berbuat semaunya terhadap Nabila di hadapan Gala.“Ah, em … menikah, ya? Kalau begitu Tante ikut senang. Nabila, kalau kamu sudah menikah, jangan pernah lupakan Tante, ya. Secara kan Tante ini keluarga kamu satu-satunya. Ya sudah, biar Tante saja yang bawain tehnya,” ujar Laksmi, nada bicaranya tiba-tiba berubah lembut.Nabila dan Gala saling melempar pandang. Lantas Gala menarik tangan Nabila, ingin membawanya kembali ke rumahnya.“Tapi, Pak Gala. Saya-”“Sssst! Stop panggil aku Bapak, karena aku bukan Bapak kamu,” potong Gala.Nabila terkekeh mendengar ucapan Gala.“Kalau bukan Bapak, saya harus panggil apa, dong?” tanya Nabila.Gala
“Aw, sakit!” Nabila menggigit tangan itu, sehingga pemilik tangan itu memekik kesakitan dan melepaskan tangannya dari tubuh Nabila.Nabila berdiri lalu membalikkan tubuhnya. Matanya membeliak, saat mendapati seseorang yang sedang ia hindari saat ini.“Pak Gala, sedang apa di sini? Kenapa peluk-peluk saya?” tanya Nabila, sungguh ia sangat terkejut karena itu.“Aku ke sini mau jemput kamu untuk pulang ke rumahku,” jawab Gala.Nabila mengernyitkan dahinya, apakah ia tidak salah dengar? Bahkan Gala pun berbicara sedikit aneh, tidak seperti biasa. Aku, kamu?“Jemput saya, Pak? Buat apa? Bukankah saya sudah melakukan hal tidak senonoh di rumah kalian? Itu, kan, yang ada di pikiran kalian tentang saya?” tanya Nabila.Gala terdiam mematung, menatap wanita itu tanpa berkedip.“Aku percaya sama kamu, Nabila. Aku percaya sama kamu,” imbuh Gala.Nabila bergeming, bingung atas sikap Gala saat ini.“Maksud Pak Gala?” tanya Nabila.“Aku minta maaf karena sempat tidak mempercayai kamu. Tapi sekaran
“Terry, Ya Tuhan … kenapa aku harus ketemu lagi sama wanita itu?”Jantung Nabila berdetak sangat kencang. Trauma atas kejadian di rumah Frans masih terbayang di dalam benaknya.“Nabila, ke sini!” teriak Bayu sambil melambaikan tangannya ke arah Nabila.Terry menoleh ke belakang. Namun, dengan cepat Nabila membalikan badannya membelakangi Bayu. Berharap Terry tidak melihat wajahnya.“Om, sepertinya aku harus pergi dari sini,” pamit Nabila, kemudian berjalan cepat meninggalkan bengkel.Langkah Nabila sengaja dipercepat. Takut jika Terry masih mengenali suaranya. Nabila berjalan sambil menunduk ke bawah. Dipeluknya berkas lamaran dengan erat. Hingga tidak sengaja, tubuh Nabila menabrak seseorang dan nyaris ia terjatuh ke atas aspal.“Hei, hati-hati. Kamu tidak apa-apa?” tanya Arsya.Nabila mengangkat wajahnya, melihat Arsya ada di tempat itu, sontak Nabila menjauh.“Mas Arsya,” gumam Nabila.Entah kebetulan atau bagaimana, lagi dan lagi Nabila harus bertemu lagi dengan Arsya.“Kamu kenap
“Kak Naima, di mana kamu sekarang, Kak? Seandainya kamu ada di sini, aku ingin memeluk kamu,” gumam Nabila.Nabila memandangi foto kakaknya, Naima. Naima yang masih kecil, harus terpisah dari keluarga saat diajak berlibur ke danau. Orang tua Nabila sudah berusaha keras mencari keberadaan anaknya itu. Namun, mereka tidak berhasil menemukannya. Disinyalir, jika Naima hilang tenggelam di danau, saat orang tuanya lengah. Namun, sayangnya mereka tidak berhasil menemukan jasad Naima.Nabila menghembuskan napas kasar. Ia berpikir, jika saja Naima masih ada, mungkin Nabila tidak akan kesepian. Naima pasti akan menjadi sosok kakak yang baik yang akan melindungi adiknya dari marabahaya.Waktu telah menunjukkan petang. Kumandang adzan pun telah terdengar dari masjid terdekat di kediaman orang tua Nabila.Nabila yang belum sempat membersihkan diri, beranjak dari posisi duduknya lalu mengambil handuk. Namun, sebelum itu Nabila memasukkan album foto itu ke dalam tasnya.Kamar mandi di rumah itu han
Nabila menoleh ke arah samping rumah. Di sana, berdiri Laksmi sambil menenteng barang belanjaan berupa sayuran mentah.“Tante, aku ke sini mau minta izin untuk tinggal sementara di sini, sampai aku mendapatkan pekerjaan,” jawab Nabila.Laksmi mendekati Nabila, menatap keponakannya dengan tajam.“Apa? Mau tinggal di sini? Ini rumah Tante, bukan rumah kamu, Nabila. Ingat, ayah kamu pernah punya hutang sama Tante. Kamu tidak bisa seenaknya tinggal di sini, karena rumah ini sudah menjadi milik Tante,” jelas Laksmi.Nabila meraih tangan Laksmi, berharap belas kasih dari adik ayahnya itu.“Tante aku mohon, izinkan aku tinggal di sini sebentar saja. Sampai aku dapat kerjaan, aku janji aku bakalan angkat kaki dari rumah ini. Tolong, aku bingung mau tinggal di mana sekarang. Hanya rumah ini yang menjadi harapanku. Aku tidak mungkin tidur di luar. Gimana kalau begini saja, Tante, aku bayar sewa untuk satu bulan ke depan. Aku ada uang segini, sisanya buat biaya hidup aku. Bagaimana, Tante?” tany
“Aku harus pergi ke mana? Sudah berapa kontrakan yang aku kunjungi, tapi tidak ada yang kosong. Aku tidak mungkin tidur di emperan toko,” gumam Nabila.Nabila berjalan menyusuri jalanan yang tampak ramai. Cuaca panas tidak menyurutkan niatnya untuk pergi menjauh dari rumah Gala. Namun, sayangnya ia kebingungan harus tinggal di mana sekarang.Nabila berhenti di sebuah warung kecil di pinggir jalan. Ia memesan air mineral dingin, untuk sekedar menghilangkan rasa dahaga.Nabila menyeka keringat yang mengucur di dahi. Beberapa kali ia mengibaskan tangan untuk mengurangi rasa gerah.“Apa aku kembali saja ke rumah Nadya untuk sementara waktu? Tapi ….” Nabila menggelengkan kepalanya.“Tidak, aku tidak boleh ke sana. Cari jalan lain, pasti ada jalan, pasti ada!” gumam Nabila.Nabila memijat pelipisnya, kemudian kembali melanjutkan perjalanan yang entah ke mana arah dan tujuannya.Dari belakang, Nabila mendengar suara klakson motor. Nabila menghentikan langkahnya, lantas menoleh ke belakang.“
Setelah pak Ujang pergi, Gala menerima pesan dari nomor pak Ujang. Gala pun segera membuka pesan itu.“Coba cari tahu dari CCTV. Siapa tahu Bapak mendapatkan petunjuk. Soalnya saat saya sedang bantu-bantu di acara pesta semalam, sekilas saya seperti melihat Nabila berjalan sempoyongan. Menurut saya ada yang salah pada Nabila. Entah apa penyebabnya, coba Bapak cari tahu, rekaman Nabila sebelum dia masuk ke dalam kamarnya. Bisa jadi itu adalah kerjaan pak Ello, untuk menjebak Nabila. Tapi maaf, bukan maksud saya menuduh kakaknya Pak Gala. Tapi ada baiknya Pak Gala segera mencari tahu.”Gala membulatkan matanya setelah membaca pesan dari pak Ujang. Kini ia mengerti maksud dari ucapan pak Ujang barusan. Bisa-bisanya Gala tidak terpikirkan untuk mencari tahu semuanya dari CCTV. Gala telah menelan mentah-mentah informasi yang belum tentu benar adanya, tanpa mencari tahu dulu bukti yang akurat.Bergegas Gala meninggalkan ruang laundry menuju kamarnya. Gala teringat akan kamera CCTV yang seng