Share

84. Dalam Sel

Penulis: Blue_Starlight
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-14 22:23:56

Di ruang kunjungan tahanan, suasana terasa sunyi dan dingin. Riana duduk di kursi besi, tangannya menggenggam tas kecil erat-erat di pangkuannya. Begitu Doni muncul dari balik pintu besi dengan seragam tahanan dan wajah kusam, Riana langsung berdiri.

“Doni,” panggil Riana pelan, suaranya bergetar.

Doni melihat ibunya, wajah Doni yang tadinya datar langsung berubah. Ia mempercepat langkahnya, dan sesaat kemudian, tubuh mereka saling berpelukan di tengah ruang kunjungan itu. Riana menangis tersedu, membenamkan wajahnya di dada Doni.

“Maafkan Mama, Nak … Mama telat datang. Mama enggak sanggup lihat kamu di tempat begini,” isak Riana pelan.

Doni mengusap punggung ibunya. “Sudah, Ma. Aku yang bodoh. Tapi, sumpah … semua ini gara-gara dua baj*ngan itu.”

Riana melepaskan pelukan, menatap tajam ke mata anaknya. “Ashley sama Hans, maksudmu?”

“Iya!” desis Doni, rahangnya mengeras. “Kalau bukan karena dua orang brengs*k itu, aku enggak
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (17)
goodnovel comment avatar
Ani Rohayani
sepertinya ada yang di sembunyikan oleh hans
goodnovel comment avatar
Lestari Arsyila
kalau hati busuk tu mau salah kek apa juga gak bakalan mau mengaku salah. malah makin membara dendamnya. heranrama keluarga riana ini
goodnovel comment avatar
Viva Oke
Riana dan Doni masih belum sadar juga, astaghfirullah. hmm apa lagi yg disembunyikan Hans dari Ashley, mencurigakan.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • IBU SUSU BAYIKU, CANDUKU!   85. Siapa itu!

    Hans memutar kepala, matanya menyapu sekitar taman yang remang. Sorot matanya waspada. Ia merasa seperti ada yang mengawasinya.Ashley refleks mundur satu langkah, menyembunyikan dirinya di balik tirai. Jantungnya berdegup kencang. Napasnya ditahan, seolah suara helaan kecil saja bisa membuatnya ketahuan.Di luar sana, Hans berdiri beberapa detik lebih lama, matanya mengarah ke pintu yang setengah terbuka. Ia lalu menurunkan ponsel dari telinganya, menekan tombol untuk mengakhiri sambungan telepon, lalu menyelipkan ponsel ke dalam saku celana dengan cepat. Kemudian, tanpa menoleh lagi, ia berjalan kembali ke dalam rumah lewat pintu samping.Ashley melangkah tergesa menaiki tangga. Ia tidak tahu Hans melihatnya atau tidak, tapi ia tidak berani ambil risiko. Sesampainya di kamar, Ashley masuk dan langsung duduk di depan meja rias, lalu mulai mengeringkan rambut.Beberapa menit kemudian, Hans masuk. “Kamu dari mana, Ko?” Ashl

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-15
  • IBU SUSU BAYIKU, CANDUKU!   86. Sial

    Hans baru saja selesai mengenakan baju dan melangkah keluar dari kamar mandi. Begitu sampai di tangga, ia mendengar suara kegaduhan yang datang dari arah depan rumah. Alisnya mengernyit. Suara itu terdengar semakin jelas, seperti ada orang yang sedang berteriak-teriak.Tanpa pikir panjang, Hans turun dengan cepat. Hatinya mulai tidak tenang. Ketika sampai di ruang tamu dan membuka pintu depan, matanya langsung menangkap pemandangan yang membuat darahnya berdesir.“Ashley!” serunya panik.Tubuh sang istri tergeletak di lantai, dengan darah segar mengalir dari pelipisnya. membasahi lantai keramik.Hans segera berlutut, tangannya gemetar saat menyentuh wajah Ashley yang pucat. “Sayang … astaga …,” gumamnya cemas.Hans menekan pelipis Ashley dengan telapak tangannya, mencoba menghentikan darah yang terus keluar.Hans meraih ponsel dari saku celananya, nyaris menjatuhkannya karena panik. Namun sebelum sempat menekan tombol d

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-16
  • IBU SUSU BAYIKU, CANDUKU!   87. Pertolongan

    Hans membuka pintu mobil dengan cepat dan dengan hati-hati meletakkan tubuh Ashley di jok penumpang. Tangannya masih gemetar, ia lalu masuk ke kursi pengemudi, menekan tombol start engine, dan mobil langsung menyala. Tanpa buang waktu, Hans melajukan mobil keluar dari halaman rumah.“Sayang, kamu dengar aku?” Hans melirik ke arah Ashley yang masih tak sadarkan diri. “Kamu harus bertahan. Aku akan bawa kamu ke rumah sakit. Aku nggak mau kehilangan kamu."Mobil melaju kencang, melibas jalanan pagi yang masih lengang. Hans tidak peduli pada rambu-rambu. Tangannya mencengkeram setir kuat-kuat, sementara sesekali ia menepuk pipi Ashley pelan.“Ashley, coba buka mata kamu. Sedikit saja,” ucap Hans pelan, suaranya parau. “Aku tahu kamu dengar. Kamu kuat, kan? Kamu selalu kuat.”Tidak ada respons. Napas Ashley lemah, wajahnya pucat, darah masih tampak mengalir meski tidak sederas sebelumnya.“Jangan buat aku takut begini, Sayang,” lanju

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-17
  • IBU SUSU BAYIKU, CANDUKU!   1. Mertua Mata Duitan

    "Masih kayak mimpi kamu pergi secepat ini, Mas ... Aku sekarang sendirian di sini ..." Langit seakan senang menertawakannya menangis. Tuhan seolah belum bosan memberinya hukuman. Awan hitam pun tetap enggan pergi dalam diri seorang Ashley. Wanita itu belum bisa menerima kenyataan sebulan lalu, di mana kecelakaan membuat sang suami luka berat, dan bayinya yang belum sempat melihat dunia ini wafat. "Ya Tuhan ..., terangkan alam kubur suamiku. Aku sangat mencintainya. Izinkan aku hanya berjodoh dengan suamiku dunia akhirat ...." ratap Ashley. Hatinya begitu hancur. Dipandanginya lagi dua batu nisan mendiang suami dan bayinya di pemakaman yang sunyi di bawah guyuran hujan. Tak peduli basah dan kotor, tangannya terulur mengusap pelan pusara Soni. "Aku gak akan bisa hidup tanpamu, Mas .... Aku kangen kamu, suamiku ... Kangen semua moment kebersamaan kita ..." Seakan ia belum bisa menerima kenyataan, membuat Ashley menangis tersedu meratapi nasib. Dadanya bahkan terasa sesak, hin

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-10
  • IBU SUSU BAYIKU, CANDUKU!   2. Seleksi Ibu Asi

    Semangat hidup Ashley hampir sirna. Dengan tangan gemetaran. Jemari lentik memunguti baju yang dilempar sang ibu mertua, memasukkan berjejal ke dalam kantong plastik.Dalam keterpurukan dan rasa putus asa, Ashley memandangi lagi setiap sudut rumah itu dengan mata berkaca. Semua kenangan indah bersama mendiang suami kini hampir benar-benar hilang."Maafkan, aku Mas. Aku gak kuat lagi tinggal di sini ..." batinnya terasa pilu.Langkah kaki rapuhnya perlahan meninggalkan rumah dengan sejuta kenangan ....Meski tidak punya tujuan, Ashley tetap melangkah pergi. Jangankan tujuan, sepeser uang pun ia tak punya."Aku gak punya siapa-siapa lagi di sini. Jadi untuk apa masih tetap bertahan sendiri ..." Dalam batinnya bergejolak.Masih dalam rintik hujan yang membasahi bumi, Ashley kini tiba di jalan raya utama. Deru suara mobil bercampur dengan cipratan air yang seakan memberi nuansa, jika masih banyak orang yang bertahan hidup di luaran sana. Namun, berbeda dengan wanita itu. Ia tak memiliki

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-10
  • IBU SUSU BAYIKU, CANDUKU!   3. Dilema

    Pertolongan utama pun langsung dilakukan setelah mobil Liam berhenti di depan ruang UGD. Beberapa perawat dan dokter langsung menanggani dengan sigap.Beruntungnya Ashley tidak mengalami luka berat. Bagian lututnya tidak mengalami masalah, hanya luka ringan di kening saat wanita itu pingsan tergores aspal.Dokter mengatakan bila kondisi Ashley memang lemah dan seolah tidak memiliki semangat hidup. Sang dokter pun mengatakan pada Hans setelah berhasil mengintrogasinya.Bram menemui Hans yang sudah menunggu di ruangannya. "Sepertinya, dia memang sengaja menabrakkan dirinya, Hans," katanya sembari mendudukkan diri.Sedikit terkejut, Hans mengangguk lirih, "Sudah aku duga. Lalu apa penyebabnya? Apa kamu juga tau?"Sang dokter tak heran bila sahabatnya sangat peka. "Menurut informasi yang aku dapat, dia masih berduka karena kehilangan suami dan bayinya. Kemungkinan itu yang menyebabkan dia depresi lalu ingin bunuh diri.""Apa katamu? Kehilangan bayi?"Seperti mendapat angin segar, wajah Ha

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-10
  • IBU SUSU BAYIKU, CANDUKU!   4. Menunggu Kepastian

    Kedatangan satu lagi sosok pria yang tiba-tiba melayangkan pertanyaan pada Ashley, membuat wanita itu terkejut. Terlebih, saat pertanyaan itu sangat tidak terduga olehnya.Ashley menatap Liam dan Hans secara bergantian. Tatapan penuh kebingungan atas pertanyaan yang baru saja dilontarkan Hans."Ehm ... begini Bu Ashley. Ini Pak Hans, beliau atasan saya," kata Liam memulai percakapan. "Kami menawarkan pekerjaan untuk Anda, karena Pak Hans merasa Anda memenuhi kriteria sebagai ibu susu untuk Baby Neul."Sejenak semua sunyi. Meskipun keadaan Ashley saat itu sangat miris, namun tidak membuat Hans merasa jijik. Baju yang kedodoran dan rambut yang tak disisir rapi, serta tanpa alas kaki, itu masalah yang mudah baginya.Sementara Ashley merasa dilema dengan jawaban yang sudah ditunggu kedua pria di hadapannya. Tak ada pilihan lain untuknya. Meskipun Ashley juga banyak tau tentang ibu susu, namun ia tidak menduga ini akan terjadi pada dirinya. Kejutan apa lagi yang menantinya di depan sana?

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-10
  • IBU SUSU BAYIKU, CANDUKU!   5. Hari Pertama Bekerja

    "Tidak ada tapi-tapian, Ash." Hans menyanggah penolakan Ashley, kemudian bangkit dari duduknya, "Ayo, aku tunjukkan di mana kamar Haneul. Mungkin saja dia sudah tidur, tapi tidak apa, yang penting kamu sudah tau kamarnya."Ashley mengangguk pelan, seraya mengikuti langkah sang majikan menuju lantai dua. Di mana kamar Haneul bersebelahan dengan kamar Hans.Sang CEO membuka pintu sangat pelan hingga hampir tidak terdengar suara apapun. Keduanya melangkah masuk lebih dalam.Pandangan Ashley langsung tertuju pada bayi laki-laki yang tertidur pulas dengan posisi miring. Tampak tenang dan menggemaskan. Sebulir air tanpa sengaja menerobos keluar sudut matanya."Benarkan, dia sudah tidur." Seutas senyum kecil pun tergambar pada bibir Hans yang langsung mendapat anggukan sang wanita.Suara bisik-bisik itu ternyata membangunkan perawat khusus menjaga Baby Neul selama ini. "Eugh ... Pak Hans ...?" sapa perawat sedikit terkejut.Sang perawat berusaha memulihkan kesadaran, namun Hans melarangnya.

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-10

Bab terbaru

  • IBU SUSU BAYIKU, CANDUKU!   87. Pertolongan

    Hans membuka pintu mobil dengan cepat dan dengan hati-hati meletakkan tubuh Ashley di jok penumpang. Tangannya masih gemetar, ia lalu masuk ke kursi pengemudi, menekan tombol start engine, dan mobil langsung menyala. Tanpa buang waktu, Hans melajukan mobil keluar dari halaman rumah.“Sayang, kamu dengar aku?” Hans melirik ke arah Ashley yang masih tak sadarkan diri. “Kamu harus bertahan. Aku akan bawa kamu ke rumah sakit. Aku nggak mau kehilangan kamu."Mobil melaju kencang, melibas jalanan pagi yang masih lengang. Hans tidak peduli pada rambu-rambu. Tangannya mencengkeram setir kuat-kuat, sementara sesekali ia menepuk pipi Ashley pelan.“Ashley, coba buka mata kamu. Sedikit saja,” ucap Hans pelan, suaranya parau. “Aku tahu kamu dengar. Kamu kuat, kan? Kamu selalu kuat.”Tidak ada respons. Napas Ashley lemah, wajahnya pucat, darah masih tampak mengalir meski tidak sederas sebelumnya.“Jangan buat aku takut begini, Sayang,” lanju

  • IBU SUSU BAYIKU, CANDUKU!   86. Sial

    Hans baru saja selesai mengenakan baju dan melangkah keluar dari kamar mandi. Begitu sampai di tangga, ia mendengar suara kegaduhan yang datang dari arah depan rumah. Alisnya mengernyit. Suara itu terdengar semakin jelas, seperti ada orang yang sedang berteriak-teriak.Tanpa pikir panjang, Hans turun dengan cepat. Hatinya mulai tidak tenang. Ketika sampai di ruang tamu dan membuka pintu depan, matanya langsung menangkap pemandangan yang membuat darahnya berdesir.“Ashley!” serunya panik.Tubuh sang istri tergeletak di lantai, dengan darah segar mengalir dari pelipisnya. membasahi lantai keramik.Hans segera berlutut, tangannya gemetar saat menyentuh wajah Ashley yang pucat. “Sayang … astaga …,” gumamnya cemas.Hans menekan pelipis Ashley dengan telapak tangannya, mencoba menghentikan darah yang terus keluar.Hans meraih ponsel dari saku celananya, nyaris menjatuhkannya karena panik. Namun sebelum sempat menekan tombol d

  • IBU SUSU BAYIKU, CANDUKU!   85. Siapa itu!

    Hans memutar kepala, matanya menyapu sekitar taman yang remang. Sorot matanya waspada. Ia merasa seperti ada yang mengawasinya.Ashley refleks mundur satu langkah, menyembunyikan dirinya di balik tirai. Jantungnya berdegup kencang. Napasnya ditahan, seolah suara helaan kecil saja bisa membuatnya ketahuan.Di luar sana, Hans berdiri beberapa detik lebih lama, matanya mengarah ke pintu yang setengah terbuka. Ia lalu menurunkan ponsel dari telinganya, menekan tombol untuk mengakhiri sambungan telepon, lalu menyelipkan ponsel ke dalam saku celana dengan cepat. Kemudian, tanpa menoleh lagi, ia berjalan kembali ke dalam rumah lewat pintu samping.Ashley melangkah tergesa menaiki tangga. Ia tidak tahu Hans melihatnya atau tidak, tapi ia tidak berani ambil risiko. Sesampainya di kamar, Ashley masuk dan langsung duduk di depan meja rias, lalu mulai mengeringkan rambut.Beberapa menit kemudian, Hans masuk. “Kamu dari mana, Ko?” Ashl

  • IBU SUSU BAYIKU, CANDUKU!   84. Dalam Sel

    Di ruang kunjungan tahanan, suasana terasa sunyi dan dingin. Riana duduk di kursi besi, tangannya menggenggam tas kecil erat-erat di pangkuannya. Begitu Doni muncul dari balik pintu besi dengan seragam tahanan dan wajah kusam, Riana langsung berdiri.“Doni,” panggil Riana pelan, suaranya bergetar.Doni melihat ibunya, wajah Doni yang tadinya datar langsung berubah. Ia mempercepat langkahnya, dan sesaat kemudian, tubuh mereka saling berpelukan di tengah ruang kunjungan itu. Riana menangis tersedu, membenamkan wajahnya di dada Doni.“Maafkan Mama, Nak … Mama telat datang. Mama enggak sanggup lihat kamu di tempat begini,” isak Riana pelan.Doni mengusap punggung ibunya. “Sudah, Ma. Aku yang bodoh. Tapi, sumpah … semua ini gara-gara dua baj*ngan itu.”Riana melepaskan pelukan, menatap tajam ke mata anaknya. “Ashley sama Hans, maksudmu?”“Iya!” desis Doni, rahangnya mengeras. “Kalau bukan karena dua orang brengs*k itu, aku enggak

  • IBU SUSU BAYIKU, CANDUKU!   83. Bersama Keluarga

    Setelah puas bermain dengan Haneul, Ashley mengajak Hans masuk ke kamar untuk istirahat. Bayi mungil itu kini tertidur pulas dalam gendongan Winda. “Aku bawa Ko Hans ke kamar dulu, ya, Bu,” ucap Ashley sambil tersenyum pada Winda. Winda mengangguk. “Iya, Bu. Nanti kalau butuh sesuatu, panggil saya aja.” Ashley berjalan ke arah kursi roda. Liam yang sedari tadi berdiri di sisi Hans langsung bergerak, siap mendorong. “Biar saya bantu dorong, Bu.” Namun tangan Ashley langsung menahan pegangan kursi roda. "Nggak usah, Liam. Biar aku saja," kata Ashley dengan senyum ramah. "Aku yang dorong." Liam sedikit terkejut, tapi mengangguk sopan. “Baik, Bu.” Ashley tersenyum kecil, lalu mulai mendorong kursi roda perlahan menuju kamar mereka. Hans menoleh sedikit, menatap wajah istrinya dari bawah. “Kamu yakin kuat dorong aku sendirian?”

  • IBU SUSU BAYIKU, CANDUKU!   82. Kembali Pulih

    Tiga hari telah berlalu sejak Hans membuka matanya. Meski hanya sehari tidak sadarkan diri, bagi Ashley rasanya seperti waktu berhenti. Kecemasan yang sempat menyesakkan dadanya perlahan memudar, tergantikan oleh rasa syukur yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata.Ruang perawatan yang dulu terasa dingin dan mencekam kini dipenuhi harapan. Suara monitor yang semula terdengar seperti ancaman kini terdengar biasa saja, tidak lagi menakutkan. Wajah Hans pun tidak lagi pucat seperti saat pertama kali dilarikan ke rumah sakit.Pagi ini, Hans sudah diperbolehkan pulang.Ashley berdiri di sisi ranjang, membereskan tas kecil berisi pakaian dan perlengkapan Hans. Sesekali ia melirik suaminya yang tengah duduk bersandar di ranjang, menatap keluar jendela dengan mata yang lebih hidup. Senyum tidak pernah benar-benar lepas dari wajah Ashley sejak suara Hans kembali menyapanya tiga hari lalu.Setelah memastikan semua barang sudah masuk ke dalam tas,

  • IBU SUSU BAYIKU, CANDUKU!   81. Kesadaran

    Suasana di ruang perawatan Hans terasa sunyi. Hanya suara alat bantu pernapasan dan detak monitor yang terus berdetak pelan, seperti mengiringi denyut jantung Ashley yang belum juga tenang.Setelah Naomi dan Candra pamit pulang, Ashley kini sendirian di dalam ruangan itu. Ia duduk di kursi di sisi ranjang Hans, menggenggam tangan suaminya yang masih belum sadar. Cahaya lampu di sudut langit-langit ruangan membuat wajah Hans tampak pucat, jauh berbeda dari biasanya.Ashley menyandarkan dagunya di tangan Hans, memejamkan mata sejenak. Hatinya masih dihantui rasa bersalah. Berkali-kali ia berbisik dalam hati, menyalahkan dirinya sendiri.Ashley mengusap punggung tangan Hans dengan lembut. “Ko, bangunlah. Aku di sini. Kamu nggak sendiri.”Ponsel Ashley yang sejak tadi diam di atas meja kecil tiba-tiba bergetar. Sebuah panggilan video masuk.Ashley cepat-cepat mengangkat panggilan itu. Di layar, tampak wajah mungil Haneul, dengan pipi tem

  • IBU SUSU BAYIKU, CANDUKU!   80. Masa Lalu Hans

    Naomi dan Candra saling pandang. Ekspresi mereka berubah tegang, seperti sedang menimbang apakah ini saat yang tepat untuk bicara.Ashley memperhatikan dengan cemas. “Jadi … kalian memang tahu?” tanyanya pelan. “Kalian tahu soal transplantasi jantung itu?”Naomi menatap Ashley lekat-lekat, lalu mengangguk perlahan. “Kami tahu, Ashley. Karena kami orang tuanya.”Ashley terdiam. Ia menunggu, sementara Naomi mulai menjelaskan.“Sejak kecil, Hans memang memiliki kelainan pada jantungnya. Kami baru tahu saat usianya menginjak tiga tahun. Sejak itu, kami harus rutin membawanya kontrol. Ia tumbuh seperti anak normal, tapi tetap ada batasan.”Candra melanjutkan, “Sekitar setahun yang lalu, kondisinya mulai memburuk. Sebelumnya sempat stabil, tapi waktu itu, keluhannya makin sering muncul. Dokter bilang transplantasi adalah satu-satunya jalan.”Naomi mengangguk. “Iya. Kami sangat bersyukur, delapan bulan lalu Hans mendapat donor

  • IBU SUSU BAYIKU, CANDUKU!   79. Tersentak

    Ashley menatap Bram tanpa berkedip. Kata-kata dokter itu masih bergema di telinganya—transplantasi jantung?Namun sebelum Ashley sempat bertanya lebih lanjut, Liam tiba-tiba melangkah cepat mendekat.“Dok, kalau boleh tahu, kapan Pak Hans bisa dipindahkan ke ruang perawatan?” tanya Liam cepat, seolah berusaha mengalihkan.Bram menoleh ke Liam dan mengangguk kecil. “Sebentar lagi. Kami pastikan dulu tekanan darahnya stabil. Tapi beliau masih belum sadar.”Ashley ikut mendekat. “Kalau sudah di ruang intensif, saya boleh masuk, kan?”“Boleh. Nanti perawat akan panggil Ibu kalau sudah dipindahkan,” jawab Bram.Ashley menunduk, mencoba menahan perasaan yang campur aduk di dalam dadanya. Tapi pertanyaan tadi masih terus mengganggu pikirannya. Perlahan, ia mendongak lagi."Dok …." Suara Ashley pelan, tampak ragu. “Tadi Dokter bilang soal transplantasi jantung. Maksudnya, Ko Hans pernah—”“Kita bahas nanti, Bu. Sek

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status