"Apa maksudmu tidak mau datang ke acara itu?" Pagi-pagi sekali, Ron sudah dibuat berang oleh Harsha yang menolak untuk hadir di acara ulang tahun perusahaan suaminya sekaligus ulang tahun mertuanya. Alasannya sangat klise, Harsha tidak mau membuat Bela marah. "Aku cuma...""Kamu harus datang! Tidak boleh menolak," tegas Ron bersungguh-sungguh. Sambil menghela napasnya singkat, Harsha kembali melahap sarapannya yang sudah tersaji di meja. Ia hanya tak mau melihat Ron bermesraan dengan Bela di sana, rasanya pasti akan sangat aneh dan... sedikit menyakiti hatinya. "Nanti aku akan meminta Vick untuk menjemput MUA yang terakhir kali meriasmu di acara wisuda. Aku juga akan meminta mami mengantarmu ke butik langganan mami agar kalian bisa mencari gaun pesta." Ron mengucapkan perintah itu seakan-akan Harsha pasti menurut dan patuh. "Aku nggak mau, Tuan. Kenapa sih maksa banget!" Harsha mulai merengut kesal. "Mending aku di rumah aja daripada lihat kalian mesra-mesraan!" Ron mengernyit.
"Ini vitamin stamina, kamu taburkan di makanan atau minuman yang akan dilahap sama Ronney. Kalo dia sudah makan vitamin ini, Ronney pasti akan cepet tidur dan istirahat. Kalo tidurnya pulas, besoknya mood Ronney pasti akan bagus. Dan kalo moodnya bagus, kamu pasti mudah merayu dia untuk pakai gaun yang sudah Mami pilihkan untuk kamu!" Harsha memperhatikan Ron yang melangkah masuk ke kamarnya dengan wajah penuh amarah. Bagus apanya! Ron malah gampang emosi setelah menelan vitamin yang Harsha taburkan di nasi dan minumannya. Dia malah jadi sangat sensitif dan gampang tersinggung. "Bik, minta tolong beresin saja mejanya ya. Saya mau istirahat." Harsha bangkit perlahan seraya menenteng gelasnya ke dalam kamar dan memberi perintah pada bik Sumi yang kebetulan berpapasan dengannya. "Baik, Nyonya." Bik Sumi membungkuk patuh dan berlalu dari hadapan majikannya. Di dalam kamar, Harsha mengamati pantulan tubuhnya di depan cermin dengan tatapan risih. Sesekali, ia menghela napas panjang samb
Ron terbangun ketika kepalanya tiba-tiba terantuk pinggiran bathtub yang terbuat dari porselen. Seluruh sendi di tubuhnya masih terasa lemas, bahkan Ron tak sanggup membuka mata seandainya ia tak menyadari ada selimut yang menutupi tubuhnya. Pasti Harsha yang telah menyelimutinya ketika Ron sudah terlelap. Karena tidur dengan posisi yang tidak nyaman, Ron merasa seluruh tulang belulangnya terasa kaku. Sambil meregangkan badan, ia pun bangkit dan meraih selimut itu untuk menutupi tubuhnya. Ron keluar dari kamar mandi dan memungut satu persatu pakaiannya yang tercecer di lantai lalu mengenakannya. Suasana hatinya masih buruk, Ron bahkan tak sekalipun menoleh pada Harsha yang terlelap pulas di atas ranjang itu. Setelah semua pakaiannya terpakai, Ron keluar sambil menenteng selimut yang semalam ia gunakan, lalu melemparnya ke tempat sampah. Ron masih murka atas penolakan Harsha yang telah melukai harga dirinya. Dan masih jadi misteri, siapa yang telah memberinya obat perangsang itu hing
"Pertama-tama, saya mengucapkan terimakasih banyak kepada segenap tamu undangan yang sudah merelakan waktunya untuk hadir di acara tahunan yang memang selalu kami rayakan ini. Terima kasih banyak atas doa-doanya untuk saya, putra saya dan perusahaan kami yang kebetulan juga lahir dan pertama kali berjalan di tanggal ini." Alexander mencermati setiap tamu yang duduk di barisan depan sampai ke belakang dengan sendu. "Hanya sedikit doa yang saya panjatkan dengan sungguh-sungguh di tahun ini. Doa untuk putra saya yang akan meneruskan bisnis ini, yang nantinya juga akan diturunkan kepada anak cucunya. Semoga putra semata wayang saya, Ron Kyle Birnandi menjadi suami dan ayah yang bertanggungjawab, menjadi pemimpin yang tegas. Dan semoga usia saya panjang agar saya bisa bermain bersama cucu-cucu kami nanti!" "Aamiin." Teriakan serempak dari seluruh tamu undangan, menanggapi doa tulus yang diucapkan oleh Alexander.Disaat yang lainnya tersenyum bahagia, Bela justru tak bisa menyembunyikan k
[Pengkhianatan Bela memang membuat aku sakit hati, tapi penolakanmu semalam jauh lebih menyakitkan.] Harsha mematut layar ponselnya dengan tatapan nanar. Pesan yang baru saja ia baca dalam hati, rupanya langsung membuat hatinya berduka. Ada sejumput rasa sesal yang mendera, dan Harsha tahu ia sudah sangat berdosa karena telah menolak untuk melayani Ron. Padahal, Harsha juga turut andil membuat Ron terangsang malam itu. "Maaf, Tuan," gumam Harsha lirih seraya memandang teras rumahnya dengan perasaan hampa. Seharian, Harsha jadi sering melamun dan murung. Bik Sumi bahkan sampai harus menepuk lengan majikannya itu, karena Harsha malah asyik termenung di taman belakang ketika MUA sudah datang untuk meriasnya di sore hari. "Kandungannya sudah berapa bulan, Kak?" Perias itu memperhatikan perut Harsha yang membuncit dengan gemas. "Lucu banget ihhh, kaya ngeliat anak gadis hamil!" "Usia saya sudah 20 tahun, Kak. Bukan anak gadis lagi!" kelit Harsha terkekeh. "Ini sudah mau masuk 6 bulan
"Huaaah, segarnyaaaa!" Harsha merentangkan tangan selebar mungkin, membiarkan angin malam menyapa dan mengurai helaian rambut keritingnya. Beruntung Harsha memilih pergi ke rooftop, pemandangan malam dari atas sini sangatlah indah. "Apa enaknya duduk di dalam sana! Mendingan di sini lihat lampu-lampu!" gumam Harsha dengan tangan yang masih terentang bebas. Angin yang berhembus kian kencang, membuat Harsha semakin tertawa riang kala rambutnya ikut beterbangan. Sejenak, ia lupa bila sedang hamil dan bukan lagi bocah yang kegirangan bermain-main dengan tiupan angin. Sudah lama sekali Harsha tak menikmati waktu dan bersenang-senang sendirian. Ketika tak lagi terasa angin berhembus, Harsha mulai merasakan udara yang hangat meraba kulitnya yang tengah berpegangan erat pada besi pembatas loteng. Dalam heningnya malam, perlahan Harsha pun memejamkan mata dan menikmati setiap hembusan napas yang keluar dari hidungnya. Sangat tenang, sangat mendamaikan, dan ---"Apa yang kamu lakukan!?" B
Sudah bukan rahasia umum jika ego pria akan terusik jika seseorang yang ia miliki dan cintai diganggu atau didekati oleh orang lain. Begitu pun dengan Ron Kyle. Melihat Harsha di dalam lift kapsul itu tertawa lepas bersama pria lain --yang ia curigai sebagai perebut istri pertamanya, Ron meradang. Menunggu lift lainnya turun bukanlah ide bagus karena Ron bisa saja kehilangan jejak Harsha, jadi, dia memutuskan membuntuti istri keduanya itu dengan menaiki tangga. Cukup gila mengingat jumlah lantai di hotel ini bukan hanya tiga atau empat, melainkan lima belas! Dan Ron menaiki tiga anak tangga sekaligus tanpa jeda. Amarah membuat Ron tak lagi peduli pada energinya yang sudah mulai terkuras di lantai ke lima. Dan, ia terus memantau pergerakan lift itu dari jauh. Beruntungnya, lift di hotel ini tembus pandang, jadi Ron bisa mengawasi gerak-gerik Harsha yang kini nampak mengobrol serius dengan Victor setelah sebelumnya mereka tertawa bersama. "Awas saja kamu, Harsha!" kecam Ron seraya te
"Kembalilah ke dalam, Vick." Ron memandang tajam ke arah sang sekretaris yang menghadang langkahnya. "Sampaikan pada orangtuaku kalo aku harus pulang lebih awal. Pastikan acara di dalam berjalan dengan lancar! Berikan kunci mobil padaku." Usai mengucapkan ultimatum itu dan menerima kunci mobilnya, Ron mendorong tubuh Vick agar menyingkir dan kembali menyeret Harsha. Ia tak peduli meskipun beberapa pasang mata memandang kepadanya dengan penasaran. Ron juga menulikan telinga dari rengekan Harsha yang terus memohon agar dilepaskan. Sampai di basemen, Ron memaksa Harsha untuk masuk ke dalam mobilnya. Ia memasangkan seatbelt, menutup pintu dengan kasar, lantas menguncinya agar Harsha tak kabur sementara Ron bergerak menuju kursi kemudi. Selayaknya tawanan, Ron tak akan membiarkan Harsha lolos kali ini. Kesalahannya sudah fatal di mata Ron yang tengah cemburu. Sesampainya di rumah, Ron yang semakin berang karena Harsha tak sekalipun mengajaknya bicara selama di perjalanan, lantas kembali