“Oh, jadi kamu?” Deon menatap perempuan bernama Melinda yang berdiri di sebelah Rendra. Sejenak, ia menatap tangannya yang masih luka lecet akibat lesatan peluru Melinda beberapa waktu lalu.
“Deon, sebaiknya lo nyerah. Lo tahu kenapa gue nyuruh lo buat nyerah?” Rendra tersenyum kecut. “Itu karena lo nggak akan bisa menang lawan Melinda. Dia salah satu senjata pembunuh dari Tyrex.”
Deon Lesmana tertawa renyah mendengar penjelasan Rendra yang lebih terdengar seperti sebuah ancaman.
“Sialan! Kenapa lo ketawa, Deon sialan!”
“Yang bikin aku ketawa itu, ya, kamu, Rendra! Kamu tahu? Meskipun dia senjata pembunuh kayak yang kamu bilang, tapi aku nggak ngerasa takut sedik
Rendra tertawa terbahak-bahak setelah beberapa kali menghantam Deon menggunakan balok yang terlihat sangat paten.“Mampus lo! Hari ini, lo bakalan mati di sini!”Sementara itu, Deon menggeliat kesakitan. Padahal, baru saja pertarungannya dengan Melinda berlangsung seru, tetapi sepertinya Rendra tidak ingin toleransi dalam hal ini. Yah, Deon sadar kalau lelaki mantan anggota Bruno ini sudah sangat dendam padanya.Deon meletakkan tangan kanan di kepalanya, lalu dilihatnya darah yang bergelimang. Tentu saja, lelaki ini sekarang sangat pusing dan dunia ia rasakan seperti berputar-putar.“Rendra sialan,” lirih Deon dengan napas sesak.&ld
Melinda mendorong Rendra hingga menjauh dari Deon.“Apa yang lo lakuin, Melinda?! Sialan!” jerit Rendra dengan tatapan bengis.Melinda justru menarik napas panjang, lalu bergantian menatap Deon yang juga menatapnya dengan rasa tak percaya. Selang beberapa saat, Deon tersenyum miring.Melinda menggelengkan kepalanya ke arah Rendra. “Sebaiknya bertarung dengan adil.”“Apa maksud lo bertarung dengan adil?! Persetan dengan pertarungan yang adil! Yang penting si Deon keparat ini mati!”“Nggak baik. Gimanapun juga, pertarungan yang adil jauh lebih baik daripada harus menggunakan cara licik dan curang.”
Deon menepuk-nepuk tangannya sebagai tanda bahwa pekerjaannya telah selesai hari ini. Ditatapnya Melinda yang sedari tadi menganga karena melihat aksinya.“Jadi, apa sekarang kamu mau melawanku?” tanya Deon sembari meregangkan beberapa bagian tubuhnya yang terasa pegal setelah melawan Rendra.Melinda menatap ke arah tubuh Rendra yang terkulai tanpa nyawa, lalu kembali menatap Deon.“Itu cuma pekerjaan ringan,” ucap Deon sambil tersenyum lebar.Lama Melinda terdiam sampai akhirnya dia memutuskan berbalik badan. Deon mengerutkan dahinya.“Kali ini, gue akan membiarkan lo lolos.”
Setelah menolehkan kepalanya, Deon baru sadar kalau yang memeluknya ialah Anggraini. Lelaki ini pun mengembuskan napas panjang.“Ada apa?” tanyanya kemudian.“M-makasih karena udah nyelametin gue.”Deon lantas tertawa pelan. “Aku nggak ngelakuin apa-apa.”“Nggak, Deon. Lo udah nyelametin gue. Gue bersyukur karena lo peduli sama gue.”Deon segera melepaskan pelukan Anggraini, lalu berkata, “Ya, sama-sama.”Dia pun memutar kenop pintu, lalu masuk ke kamarnya. Sedangkan, Anggraini mengikuti dari belakang.
Dalam beberapa hari ini, Deon sudah beristirahat sehingga tubuhnya kembali pulih dan bugar. Usai bangun dari tidur, dia langsung berjalan menuju ruang tamu, lalu duduk. Deon mengusap-usap wajahnya beberapa kali sambil mengembuskan napas panjang.Selang beberapa saat, pintu terbuka lebar. Roki dengan wajah tegang menghampiri Deon. Namun, lelaki ini belum mengatakan apa pun. Dia hanya berdiri di hadapan sang ketua.“Ada apa, Roki?” tanya Deon dengan dahi berkerut, heran karena melihat wajah Roki yang tidak seperti biasanya.Setelah menelan ludahnya sendiri, Roki menjawab, “Bos, ada sesuatu yang mau gue sampaiin.”“Oh, sampaiin aja. Kenapa mukamu kayak habis ketemu sama setan gitu?”
Deon dan Roki berada di antara Anggraini, melindunginya dari kedua sisi. Deon sudah menduga bahwa sang perempuan akan menjadi penghalang besar baginya.“Roki, awasi Anggraini.”Deon semakin meningkatkan kewaspadaan ketika para anggota Tyrex berjalan mendekat untuk mempersempit jarak di antara mereka.“Apa yang seharusnya aku lakukan dalam keadaan seperti ini?” tanya Deon dalam hatinya.Tak lama kemudian, salah satu pria dengan jas dan mengenakan topi bucket bertepuk tangan. Ditatapnya Deon yang semakin awas pada pergerakan mereka.“Apa lo orang yang dibicarakan Melinda?” tanya pria dengan tubuh cungkring tersebut. Jakunny
Di titik ini, pria bertubuh cungkring tertawa terbahak-bahak. “Kita lihat, apa yang bakalan lo lakuin sekarang dengan posisi terpojok kayak gini.”“Deon! Jangan dengerin apa yang dia bilang! Lo harus bunuh mereka!” teriak Anggraini.Sementara itu, Deon menurunkan tangannya yang mengacungkan pistol, lalu berpikir sejenak. Dia menatap Roki dan Anggraini secara bergantian.“Woy! Denger, ya! Kalau lo nggak nyerah, mereka berdua bakalan mati!”Mendengar ancaman tersebut, Deon pun membuang pistolnya, lalu mengangkat kedua tangan.“Deon! Udah gue bilang, jangan dengerin mereka! Gue nggak apa-apa!” 
Tatapan tajam Melinda membuat Deon tersenyum kecut. Begitu saja, perempuan ini menyerang dengan tinju yang mengejutkan, mengentak dada Deon hingga terempas dan terkapar.Melinda tertawa melihat Deon yang baru sekali pukul saja sudah rubuh.“Kenapa? Mana kemampuan lo yang hebat itu? Ayo, keluarin semua yang lo punya!”Deon kembali bangkit. Di titik ini, dia bergerak menghindar dari tendangan sang lawan. Hal ini terjadi beberapa kali hingga dia berhasil menangkap kaki Melinda, kemudian mendorong sang perempuan hingga terjungkal ke belakang. Sayangnya, Melinda masih dapat mempertahankan keseimbangannya.“Serangan balik yang cukup hebat.”