Semua orang yang berada di pusat keramaian ini menatap ke arah Limosin yang ditumpangi Deon. Di kap depan timbul asap yang menandakan ada komponen mesin yang terbakar.
Posisi mobil terbalik, tetapi Deon dan Roki tampak baik-baik saja karena kendaraan mewah itu langsung mengeluarkan parasut pelindung agar kepala mereka tidak membentur bodi besi mobil.
“Anggraini!”
Deon berusaha memastikan perempuan yang berusaha ia lindungi ini baik-baik saja. Perempuan berbibir tipis itu pun membuka kedua matanya, lalu melihat bahwa Deon tengah mendekapnya. Dia langsung melirikkan bola matanya ke sembarang arah.
“G-gue nggak kenapa-kenapa,” ucap Anggraini.
Tangan Deon terluka akibat lesatan timah panas. Untungnya, peluru tersebut tidak menancap di kepalanya. Timah panas itu terjatuh di lantai dan menggelinding akibat membentur badan pistol.Deon dengan cepat mengangkat kepalanya, lalu melihat seorang perempuan mengenakan jaket dan topi bucket hitam tengah mengacungkan pistol hitam. Pria berjas buru-buru lari ke arah wanita tersebut.“Sialan! Siapa kamu?!” tanya Deon dengan tatapan penuh intimidasi.Perempuan dengan bibir seksi dan hidung yang lancip itu menyeringai, lalu menjawab, “Coba tebak.”Deon menyipitkan kedua matanya. Sudah jelas bahwa sang perempuan merupakan salah satu rekan pria berjas tadi.
“Ternyata lo biang keroknya! Rendra!”Deon melihat bahwa Roki telah terbawa emosi yang memuncak. Oleh karena itu, segera ia menghalangi Roki untuk bertindak gegabah.“Tenang dulu, Roki. Kita dengerin penjelasannya. Itu pun kalau dia punya penjelasan yang logis.”Deon tersenyum miring sambil menatap ke arah Rendra dan tiga rekannya.Rendra lantas tertawa terbahak-bahak, lalu menunjuk Deon, menatapnya dengan penuh dendam.“Yah, aku udah tahu, sih, kalau kamu emang dendam sama aku. Tapi, kayak yang aku duga, kamu emang pengecut, Rendra.”“Diem lo! Gue belum ka
“Oh, jadi kamu?” Deon menatap perempuan bernama Melinda yang berdiri di sebelah Rendra. Sejenak, ia menatap tangannya yang masih luka lecet akibat lesatan peluru Melinda beberapa waktu lalu.“Deon, sebaiknya lo nyerah. Lo tahu kenapa gue nyuruh lo buat nyerah?” Rendra tersenyum kecut. “Itu karena lo nggak akan bisa menang lawan Melinda. Dia salah satu senjata pembunuh dari Tyrex.”Deon Lesmana tertawa renyah mendengar penjelasan Rendra yang lebih terdengar seperti sebuah ancaman.“Sialan! Kenapa lo ketawa, Deon sialan!”“Yang bikin aku ketawa itu, ya, kamu, Rendra! Kamu tahu? Meskipun dia senjata pembunuh kayak yang kamu bilang, tapi aku nggak ngerasa takut sedik
Rendra tertawa terbahak-bahak setelah beberapa kali menghantam Deon menggunakan balok yang terlihat sangat paten.“Mampus lo! Hari ini, lo bakalan mati di sini!”Sementara itu, Deon menggeliat kesakitan. Padahal, baru saja pertarungannya dengan Melinda berlangsung seru, tetapi sepertinya Rendra tidak ingin toleransi dalam hal ini. Yah, Deon sadar kalau lelaki mantan anggota Bruno ini sudah sangat dendam padanya.Deon meletakkan tangan kanan di kepalanya, lalu dilihatnya darah yang bergelimang. Tentu saja, lelaki ini sekarang sangat pusing dan dunia ia rasakan seperti berputar-putar.“Rendra sialan,” lirih Deon dengan napas sesak.&ld
Melinda mendorong Rendra hingga menjauh dari Deon.“Apa yang lo lakuin, Melinda?! Sialan!” jerit Rendra dengan tatapan bengis.Melinda justru menarik napas panjang, lalu bergantian menatap Deon yang juga menatapnya dengan rasa tak percaya. Selang beberapa saat, Deon tersenyum miring.Melinda menggelengkan kepalanya ke arah Rendra. “Sebaiknya bertarung dengan adil.”“Apa maksud lo bertarung dengan adil?! Persetan dengan pertarungan yang adil! Yang penting si Deon keparat ini mati!”“Nggak baik. Gimanapun juga, pertarungan yang adil jauh lebih baik daripada harus menggunakan cara licik dan curang.”
Deon menepuk-nepuk tangannya sebagai tanda bahwa pekerjaannya telah selesai hari ini. Ditatapnya Melinda yang sedari tadi menganga karena melihat aksinya.“Jadi, apa sekarang kamu mau melawanku?” tanya Deon sembari meregangkan beberapa bagian tubuhnya yang terasa pegal setelah melawan Rendra.Melinda menatap ke arah tubuh Rendra yang terkulai tanpa nyawa, lalu kembali menatap Deon.“Itu cuma pekerjaan ringan,” ucap Deon sambil tersenyum lebar.Lama Melinda terdiam sampai akhirnya dia memutuskan berbalik badan. Deon mengerutkan dahinya.“Kali ini, gue akan membiarkan lo lolos.”
Setelah menolehkan kepalanya, Deon baru sadar kalau yang memeluknya ialah Anggraini. Lelaki ini pun mengembuskan napas panjang.“Ada apa?” tanyanya kemudian.“M-makasih karena udah nyelametin gue.”Deon lantas tertawa pelan. “Aku nggak ngelakuin apa-apa.”“Nggak, Deon. Lo udah nyelametin gue. Gue bersyukur karena lo peduli sama gue.”Deon segera melepaskan pelukan Anggraini, lalu berkata, “Ya, sama-sama.”Dia pun memutar kenop pintu, lalu masuk ke kamarnya. Sedangkan, Anggraini mengikuti dari belakang.
Dalam beberapa hari ini, Deon sudah beristirahat sehingga tubuhnya kembali pulih dan bugar. Usai bangun dari tidur, dia langsung berjalan menuju ruang tamu, lalu duduk. Deon mengusap-usap wajahnya beberapa kali sambil mengembuskan napas panjang.Selang beberapa saat, pintu terbuka lebar. Roki dengan wajah tegang menghampiri Deon. Namun, lelaki ini belum mengatakan apa pun. Dia hanya berdiri di hadapan sang ketua.“Ada apa, Roki?” tanya Deon dengan dahi berkerut, heran karena melihat wajah Roki yang tidak seperti biasanya.Setelah menelan ludahnya sendiri, Roki menjawab, “Bos, ada sesuatu yang mau gue sampaiin.”“Oh, sampaiin aja. Kenapa mukamu kayak habis ketemu sama setan gitu?”