Nyonya Dimejo terlihat keluar dari ruangannya membuat Frans mengurungkan niatnya untuk menjawab panggilan telepon dari kekasihnya.
"Siapa yang menelponmu? Kenapa tidak kau jawab?" tanyanya penuh selidik.
"Ah bukan siapa-siapa, Ma. Ayo kita pulang!" ujarnya mengalihkan topik pembicaraan sembari menggandeng tangan sang mama menuju mobilnya.
Frans memarkirkan mobil mewahnya di parkiran vvip yang terletak di depan Lobby utama LULA CITY MALL. Sesampainya di tempat parkir, keduanya segera masuk ke dalam mobil dan melajukan mobilnya.
"Mama sudah memberi kabar pada papa dan sopir kalau pulang bersamaku?" tanya Frans memecah keheningan.
"Sudah, kau tenang saja. Bisakah kau mengantarku ke suatu tempat sebelum kembali ke rumah?" pintanya dengan penuh penekanan.
"Kemana, Ma?" tanyanya ingin tahu.
"Nanti akan Mama beritahu saat kita sampai, tempatnya searah dengan arah menuju rumah kita." ucapnya.
"Baiklah" Frans kembali fokus mengemudikan mobilnya.
***
The Amethyst House of ParfumeDi sebuah toko parfum yang tidak terlalu besar dengan desain sangat cantik dan elegan. Shiya sedang sibuk dengan bahan dan peralatan untuk meracik parfum yang akan dikemas dengan sangat cantik, lengkap dengan batu crystal Amethyst dan rempah kering yang indah.
Sedangkan Nyonya Shalim tengah sibuk mengontrol area tokonya sambil menyapa para pengunjungnya.
Ceklek!
Saat sedang sibuk mengecek kondisi parfum yang ia jual, tiba-tiba pintu toko terbuka. Wanita paruh baya yang cantik terlihat memasuki tokonya bersama seorang pria muda yang tampan.
"Selamat datang di The Amethyst Hooo..." Nyonya Shalim tak sempat menyelesaikan perkataannya setelah melihat siapa yang datang.
"Aku mau parfume terbaik di sini!" ucapnya sembari tersenyum lebar dan memeluk Nyonya Shalim.
"Ah, Jeng. Aku tak menyangka kau mau datang ke tempat kecil seperti ini." ia membalas pelukan Nyonya Dimejo.
"Apa dia putramu, Jeng?" tatapannya tertuju pada pria yang datang bersama Nyonya Dimejo.
"Frans, kenalkan dirimu pada Tante Shalim!" titahnya pada sang putra.
"Saya Frans, Tante. Putra Mama." Frans mengulurkan tangannya pada Nyonya Shalim.
"Ah tampan sekali." Nyonya Shalim membalas jabatan tangan Frans dan tersenyum ke arahnya.
"Bolehkah aku melihat-lihat parfum mu, Jeng?" ia mengedarkan mata elangnya menyapu isi toko yang diisi oleh botol-botol parfum yang dipajang dengan indah.
"Silahkan, Jeng. Buatlah dirimu nyaman seperti di rumah sendiri. Kau suka aroma yang seperti apa?" tanyanya dengan senyuman.
"Bisakah kau memberitahu parfume terbaik yang kau jual di sini, Jeng?"
"Baiklah tunggu sebentar. Shiya sedang meracik parfume best seller di sini. Aku akan menunjukkannya padamu setelah dia selesai. Mungkin saja kau suka." jelasnya.
"Wah, jadi parfume yang kau jual ini kau racik sendiri, Jeng?" ucapnya takjub sambil membulatkan kedua bola matanya dengan sempurna ke arah Nyonya Shalim.
"Iya, Jeng. Shiya yang membantuku membuat parfume dengan formula dan ide-ide barunya. Dulu aku membuatnya hanya sederhana." jelasnya jujur.
"Pandai sekali dia. Bolehkah aku melihat anak cantik yang sedang meracik parfume ke belakang?" pintanya penuh harap.
"Tentu saja, Jeng. Ayo ku antar!" ia menunjuk ruangan yang ada di belakang.
"Kau tunggu di sini sebentar! Mama akan segera kembali." ucapnya pada Frans.
Frans hanya menganggukkan kepalanya. Ia pun melanjutkan kegiatannya melihat-lihat parfume yang dipajang di dalam toko. Ia mengambil beberapa foto parfume untuk kemudian ia kirimkan pada kekasihnya.
"Kau mau parfume ini, Sayang?" ~Frans
"Tentu saja. Belikan untukku!" ~Lucy
Tak lama kemudian, tiga orang wanita terlihat keluar dari ruang belakang. Nyonya Dimejo terlihat memegangi sebuah box yang di dalamnya terdapat botol parfume dengan desain yang sangat cantik. Ia terus tersenyum takjub menatap ke arah parfume tersebut.
Mereka kemudian menghampiri Frans yang tengah berdiri di ujung toko.
"Lihatlah, Nak! Bagus kan?" tanyanya sambil menunjukkan benda yang ia bawa.
"Iya, Ma." jawabnya sambil tersenyum.
"Oh ya. Kenalkan dirimu pada putri Nyonya Shalim!" titahnya pada Frans.
Frans menatap ke arah Shiya. Ia menahan rasa terkejutnya menyadari Shiya adalah wanita yang ditabraknya hingga terjatuh di toilet tadi siang.
"Frans." Ia mengulurkan tangannya pada Shiya sambil menyunggingkan senyum paksa ke arahnya.
"Bukankah dia pria yang tidak punya sopan santun dan menabrakku tadi?" gumamnya dalam hati. Ia kemudian membalas uluran tangan Frans.
"Shiya." Ia hanya menatap ke arah Frans tanpa tersenyum.
"Shiya, siapkan beberapa parfume untuk Tante Dimejo!" titah Nyonya Shalim pada Shiya. Ia pun segera berlalu pergi ke arah counter pembayaran yang dilengkapi dengan alat packing.
Tak lama kemudian, Frans menyusul ke tempat Shiya berada. Ia meninggalkan kedua wanita paruh baya yang tengah asyik dalam perbincangannya begitu saja.
"Mmm soal kejadian tadi siang... " Frans bingung akan melanjutkan perkataannya.
"Ada yang bisa saya bantu?" Shiya memotong perkataan Frans begitu saja seakan tidak ingin membahas kejadian tidak mengenakkan yang telah ia alami tadi siang.
"Kenapa dia bersikap seperti itu? Apa dia lupa denganku? Atau, dia masih sangat kesal? Ah aku tidak peduli." Frans bergumam sembari menatap heran ke arah Shiya.
"Aku ingin parfume yang cocok untuk seorang wanita!" ucap Frans mengalihkan pembicaraan karena melihat ekspresi wajah Shiya yang terlihat tidak ingin membahas kejadian tadi siang.
Shiya meraih sebuah parfume dalam botol cantik tanpa menghiraukan keberadaan Frans.
"Parfume ini paling digemari oleh wanita di toko kami." jelasnya sambil memasukkan ke dalam box cantik dan segera mengemasnya.
"Baiklah, berapa harganya?" tanya Frans.
"Bisakah kau gunakan matamu?" Shiya menjawab pertanyaan Frans sambil menunjukkan tangannya ke arah monitor kecil yang menunjukkan rincian harga parfume tersebut yang berada tepat di depan Frans. Ia menyunggingkan senyuman yang terlihat meledek Frans.
"Sial! Dia bisa membalas perkataanku tadi siang!" umpat Frans dalam hati.
Frans pun segera meninggalkan beberapa lembar uang di meja kasir. Lalu meraih parfume yang dibelinya dan segera berlalu pergi meninggalkan Shiya.
"Ma, aku tunggu di mobil. Mari, Tante!" ucapnya setengah berteriak ke arah Nyonya Shalim dan Mamanya sambil membuka pintu untuk keluar menuju mobilnya.
Kedua wanita itu hanya mengangguk dan tersenyum ke arah Frans lalu melanjutkan perbincangan mereka.
"Lihatlah, Jeng! Sepertinya mereka mudah akrab. Frans juga sudah berani menghampiri Shiya dan menyapanya. Semoga mereka bisa saling suka." ucap Nyonya Dimejo penuh harap.
"Iya, Jeng. Semoga saja kita bisa menjadi besan." ucap Nyonya Shalim sambil tersenyum ke arah Nyonya Dimejo.
"Ini Tante, parfumenya. Shiya sangat berharap tante menyukai parfume racikan Shiya." ucapnya sambil menyodorkan sebuah kantung yang berisikan beberapa box parfume di dalamnya.
"Terima kasih, Cantik. Tante pasti menyukainya dan akan Tante pake setiap hari." ucapnya sembari mengusap rambut Shiya dengan lembut.
"Oh ya, Jeng. jadi berapa semuanya?" tanyanya.
"Bawalah! Aku tak menerima pembayaran darimu, Jeng. Semoga kau menyukai parfumenya. Jika kau menginginkan lagi, datanglah kemari kapan pun kau mau." ucap Nyonya Shalim.
"Benarkah? Kalau begitu, aku akan sering datang kemari dan membawa banyak pelanggan untukmu jeng." Nyonya Dimejo terkekeh.
"Tentu saja kau harus melakukan itu jeng." mereka bertiga tertawa bersama.
Dalam perjalanan pulang ke rumahnya yang tadi sempat tertunda sebentar karena kunjungannya ke toko Nyonya Shalim, Nyonya Dimejo terlihat tersenyum senang memperhatikan parfume-parfume yang ia bawa sambil menyelipkan beberapa obrolan kepada Frans. "Mama suka sekali dengan aroma parfume ini, kemasannya juga sangat cantik." Ia tersenyum senang sambil memandangi kantung yang ia bawa. Frans hanya terdiam dan tersenyum ke arah mamanya seraya sibuk mengemudikan mobilnya. "Apa yang kau bicarakan dengan Shiya tadi?" tanyanya tiba-tiba. "Tidak ada, Ma. Aku hanya bertanya tentang parfume yang ia jual saja." Frans tak berani memberitahu mamanya jika ia membeli parfume untuk Lucy. "Ah, begitu rupanya. Apakah Shiya cantik menurutmu?" tanya nyonya Dimejo pada Frans. "Kenapa mama menanyakannya padaku?" Frans menoleh ke arah mamanya heran. "Mama hanya ingin tahu pendapatmu, karena menurut Mama dia sangat cantik." "Bukankah semua perempu
Frans masih tak bergeming dari posisinya semula. Ia menatap wanita itu menutup pintu rumahnya. Pikiran dan hatinya benar-benar kacau. Ia samasekali tak menyangka jika bentuk kasih sayangnya pada kekasihnya menyebabkan dampak buruk yang tidak dia sadari. Ia merasa semua yang telah dilakukannya sudah benar. Ia kemudian memutuskan untuk meninggalkan rumah itu dan kembali masuk ke dalam mobilnya untuk segera pulang ke rumah. "Ternyata semua salahku. Aku yang keras kepala, tidak mau mendengarkan nasihat orangtuaku, aaaarrrghhh!" Ia mengeraskan rahangnya sambil mengumpat dan memukul kemudi mobilnya dengan keras. Sepanjang perjalanan ke rumahnya ia hanya menyalahkan dirinya sendiri. ***Pagi harinya setelah selesai sarapan, Nyonya Dimejo memberi pesan pada para pelayannya untuk menyiapkan makan malam lebih banyak dari biasanya karena akan ada tamu yang datang. Para pelayan pun mengangguk paham dengan pesan majikannya, selesai memberi pesan ia sege
Setelah kepulangan keluarga Shalim, Frans masih bersi keras protes dengan rencana orang tuanya. Ia memang keras kepala, tapi sebenarnya Frans adalah anak yang berbakti dan sayang pada orang tuanya. Dari kecil hingga saat ini hanya satu hal yang membuat orang tuanya kecewa, yaitu hubungannya dengan Lucy. Itu pun masih sebatas pacaran dan belum berani menikah. Pikirannya sangat kacau karena sampai sekarang tidak juga mendapatkan restu dari kedua orang tuanya. Bahkan ibu Lucy ternyata juga tak menyetujui hubungan mereka. "Papa dan Mama tidak memberikanmu waktu terlalu lama untuk menyetujui keputusan kami!" ucap Tuan Dimejo tegas. "Bagaimana bisa kalian melakukan ini padaku? Bagaimana dengan hubunganku dan Lucy? Aku tak bisa meninggalkannya Pa, Ma. Bukankah selama ini Frans sudah menuruti semua kemauan kalian? Tolong kabulkanlah permintaan Frans yang satu ini." Ia mengatupkan kedua tangannya membentuk salam namaste di depan orang tuanya. "Bukankah kau sud
Sesampainya di toko, Shiya disambut oleh beberapa karyawannya yang sudah bersiap dengan pekerjaan mereka masing-masing. Bangunan toko yang lebih kecil dari toko pusat milik bundanya itu berhasil Shiya desain menjadi bangunan yang sangat menakjubkan bagi siapa saja yang melihatnya. Dari awal didirikannya, bundanya mempercayakan segalanya pada Shiya. Dari konsep bangunannya hingga konsep racikan parfume yang juga dipakai di toko pusat karena peminatnya semakin banyak. Tidak setiap hari Shiya mendatangi toko cabang tersebut, ia lebih memilih sering menghabiskan waktu di toko pusat bersama bundanya karena tak tega membiarkan bundanya menangani pelanggan sendirian. ***The Treville Lounge and Kitchen Hari ini Frans dan Baro kembali bertemu di sebuah Lounge yang cukup mewah dan nyaman untuk membahas kerja sama bisnis mereka. Karena kerja sama yang akan mereka jalankan bukanlah hal yang mudah untuk dijalankan, membuat kedua pria itu hampir setiap
Setelah kepergian Baro dan Shiya, Frans masih duduk disamping kekasihnya. Ia melanjutkan makannya."Sayang ada yang ingin kukatakan padamu." Frans menatap kearah Lucy ragu-ragu. Ia bermaksud ingin mengutarakan rencana pernikahannya dengan Shiya pada Lucy."Ada apa sayang? katakanlah!" Lucy menyahuti sambil tersenyum kearah Frans seakan kekasihnya itu akan mengatakan hal yang membuatnya gembira."Sebelumnya aku minta maaf padamu, tapi sepertinya aku tak bisa melanjutkan hubungan kita." raut wajah Frans berubah menjadi lemah tak berdaya. Ia nyaris tak mampu menatap mata Lucy."Ahh kenapa kau tiba-tiba bercanda sayang?" Lucy menelan minuman yang ia pegang ditangannya, ia tertawa lebar kearah Frans. Ia masih tak ambil serius perkataan kekasihnya itu."Aku mengatakan hal yang sebenarnya." raut wajahnya berubah sangat serius.Lucy yang tadinya tertawa tiba-tiba menghentikan tawanya dan menatap tajam kearah Frans. Ia masih tak mengerti dengan apa y
"Kita sama - sama tidak ingin mengecewakan orang tua kita, jadi bekerja samalah!" Frans berusaha keras agar perkataannya didengar oleh Shiya."Hmmm baiklah terserah kau saja." Shiya berlalu pergi meninggalkan Frans yang masih duduk begitu saja.***"Hey cantik!" suara itu membuyarkan lamunan Shiya. Shiya tengah berdiri melamun di tokonya hingga membuatnya tak menyadari kedatangan Baro. Sebelumnya Baro sudah memberitahunya bahwa dirinya akan menemui Shiya di tokonya. Namun, tetap saja hal itu tidak membuat Shiya tidak terkejut dibuatnya."Baro? kau mengagetkanku." Shiya memejamkan matanya, kedua tangannya reflek memegang dada."Kenapa kau melamun? sedang memikirkan apa? ku harap kau memikirkanku hahaha." perkataan Baro berhasil membuat Shiya tersenyum."Apa yang membawamu kemari?""Aku merindukanmu Shiya.""Rindu?" Shiya mengernyitkan kening heran."Iya, ayo temani aku sebentar!" Baro menarik tangan Shiya begitu saja dan me
Shiya terlihat cantik bak putri dengan gaun indah yang terbalut ditubuhnya. Ia memperhatikan dirinya didepan cermin dan tersenyum menyadari kecantikannya. Namun, dalam hatinya ia sangat kecewa lantaran kecantikannya ia berikan pada orang yang menurutnya tidak tepat.CeklekIa mengalihkan pandangannya kearah pintu dan terlihat seorang pria tampan berjalan menghampirinya. Baro membawakan bucket bunga untuk Shiya."Ka-kau cantik sekali." Baro menatap Shiya dengan sangat kagum karena melihat kecantikannya hingga membuat matanya tak berkedip."Kau pun terlihat sangat tampan. Aku pandai memilihkan pakaian untukmu kan?" Shiya melemparkan senyum manisnya."Apa gunanya ketampananku jika kau tak bisa jadi istriku?" Baro masih sempat melemparkan candaan pada Shiya yang sebentar lagi akan melaksanakan pernikahan dengan pria lain.Tap tap"Ahh ada pengunjung rupanya?" Frans sudah terlihat rapi menggunakan setelan pernikahannya. Ia melemparkan seny
Shiya mengikuti langkah kaki Baro menuju restaurant. Tak sengaja ia berpapasan dengan Frans dan Lucy yang juga sedang sarapan. Frans menatap kearah Shiya dan Baro. Namun, mereka berdua sama sekali tak mempedulikannya. Shiya sangat lelah hingga tak punya tenaga untuk memperhatikan suaminya dan kekasihnya.Shiya dan Baro sibuk dengan sarapan mereka. Dua pasangan itu terlihat seperti orang asing karena tak menyapa satu sama lain walaupun berada di tempat yang sama."Aku sudah memesankan kamar untukmu, jika sarapanmu sudah selesai pergilah ke kamar! kau pasti lelah." Baro terlihat khawatir pada Shiya padahal dirinya sendiri juga lelah dan masih harus bekerja. Tapi dia tak mempedulikan dirinya dan lebih mengutamakan keadaan Shiya."Baiklah, kau tak perlu khawatir." Shiya mulai memasukkan makanan kedalam mulutnya."Ada lagi yang kau butuhkan? setelah ini aku harus kembali bekerja." Baro masih ingin memastikan keadaan Shiya."Tidak terima kasih, kuharap k
Hari berikutnya, Hans dan John pun kembali ke Jepang setelah mereka mendapat informasi yang cukup tentang Lucy. Mereka terus berusaha mencari keberadaan Lucy hingga ke seluruh penjuru dunia. Namun, usahanya tak kunjung juga mendapatkan hasil.Selama berada di Jepang, Hans pun kembali memperdalam ilmu bisnisnya dengan bimbingan sang kakek dan juga John. Karena bagaimanapun juga, Hans adalah satu-satunya penerus keluarga Heng.Lima tahun kemudian.Tibalah saatnya untuk Hans kembali ke Indonesia untuk mengambil alih semua perusahaan Baro yang selama ini tidak terlalu terurus. John sendiri juga kuwalahan menangani semua perusahaan besar itu seorang diri.Kini dengan adanya Hans, pekerjaan John pun bisa lebih ringan. Ia hanya perlu mengurus beberapa anak perusahaan milik Baro yang ada diluar negeri."Uruslah perusahaan Ayahmu dengan baik. Jangan mengecewakannya!" Tuan Heng berdiri di teras rumahnya saat Hans hendak berangkat ke Indonesia meninggalkannya."Baiklah, Kek. Jagalah kesehatan Kak
Pintu itu mulai terbuka, seorang wanita terlihat muncul dari balik pintu itu."John? kau kah itu?" Shiya menyipitkan matanya menatap pria yang tengah berdiri dihadapannya itu."Katakan padaku Nona! dimana kau sembunyikan Nona Lucy?" John berteriak padanya, memaksa air mata Shiya untuk keluar begitu saja."A-aku... hiks hiks hiks." Shiya tak kuasa menahan tangisnya. Bahkan ia kesulitan untuk melanjutkan perkataannya."Ibu?" Hans melangkahkan kakinya pelan menatap Shiya yang sedang menangis diambang pintu itu.Suaranya pun berhasil membuat tangis Shiya terhenti sejenak, ia kemudian menatap pria yang sedang berjalan kearahnya itu dengan seksama."Si-siapa?" Shiya menatap Hans yang berjalan kearahnya dengan tatapan mata sendu."A-aku Hans Bu." Shiya pun berjalan mendekatinya, pelan ia memegang wajah tampan itu dengan kedua tangannya."Hans? benarkah itu kau?" Shiya pun memeluk tubuh tegap pria yang a
Hari berikutnya, Hans dan John sudah bersiap-siap untuk pergi meninggalkan resort setelah selesai menikmati sarapan. Keduanya pun kini berdiri di lobby untuk menunggu kedatangan mobil yang menjemputnya.Saat sedang berdiri disana, seekor anjing tiba-tiba mendekatinya. Anjing itu terus menggonggong didekatnya seakan ia tahu bahwa Hans akan segera pergi."Kau datang untuk mengucapkan selamat tinggal padaku?" Hans mengusapnya dengan lembut. Sedangkan John hanya memperhatikannya."Dia mirip sekali dengan Coda." John memperhatikannya sejenak."Kau benar Paman." Hans mengedarkan pandangannya seperti sedang mencari seseorang."Mobil kita sudah tiba Tuan." tak lama setelah itu, mobil yang mereka tunggu-tunggu akhirnya datang. Hans pun mengucapkan selamat tinggal pada anjing itu dan masuk kedalam mobilnya."Codaaa! Codaaa!" saat mobil yang membawa mereka mulai berjalan. Lucy terlihat berlari menghampiri anjing itu sambil berte
Sore itu, seperti biasanya. Lucy berjalan-jalan disepanjang pantai bersama dengan anjingnya. Anjing itu terus setia berjalan didekat Lucy. Namun, tidak seperti biasanya tiba-tiba anjing itu berlari menjauh darinya. Sontak Lucy pun terkejut dibuatnya."Coda! Coda! kemarilah!" Lucy berteriak setengah berbisik karena anjing itu berlari mendekati seorang pria tampan yang tengah berdiri menikmati pemandangan indah pantai yang tak jauh darinya. Ia takut suaranya akan didengar oleh pria itu. Bukan apa-apa, hanya saja Lucy tak enak hati jika anjingnya mengganggu orang lain.Namun, sangat berbeda dari dugaannya. Pria itu malah menundukkan tubuhnya dan mengusap-usap bulu anjing itu dengan lembut. Rupanya, Coda mencium bau susu yang sedang Hans pegang ditangannya.Lucy pun segera berlari mendekatinya karena melihat anjing itu sudah bertindak keterlaluan pada orang asing."Maafkan saya Tuan. Anjing ini sedikit nakal. hehe." Shiya membawa anjing itu pa
Beberapa tahun kemudian.Lucy berjalan dipinggir pantai di depan resort nya menikmati pemandangan sore yang indah itu. Kegiatan itu sekarang telah menjadi kebiasaannya. Ia selalu berjalan-jalan dengan ditemani seekor anjing jenis German Sheperd yang ia temukan beberapa lalu dipinggir pantai.Karena anjing liar itu mengingatkannya pada Coda, jadi Lucy memutuskan untuk merawatnya. Ia membiarkan anjing itu berkeliaran di resort nya dan kini anjing itu sangat patuh padanya.Gadis kecil yang sebelumnya masih berumur 10 tahun itu kini sudah berumur 17 tahun. Lucy sudah tumbuh dengan sangat baik dan kuat. Ia pun juga sangat cantik, bahkan umurnya sudah memenuhi syarat untuk memiliki kartu tanda pengenal sendiri.Keahlian bela diri Lucy pun kini tak main-main, ia bahkan memenangkan banyak kompetisi muay thai diberbagai pertandingan yang ia ikuti. Namun, namanya terkenal sebagai Sangrawee Narong bukan dengan nama Lusiana Arabelle.Hal it
Untuk pertama kalinya, Lucy menapaki negara yang terasa asing baginya. Negara yang sama sekali belum pernah ia kunjungi meski hanya didalam mimpi saja.Suara-suara orang yang berbicara dengan bahasa asing pun terus menyelimuti telinganya. Suasana yang sangatlah berbeda dari sebelumnya.Sebuah mobil mewah pun sudah terparkir didepan pintu masuk bandara Internasional Phuket untuk menjemput mereka. Beberapa pria terlihat segera menghampiri mereka untuk membawakan koper yang sedang mereka bawa."Ma?" Lucy menggenggam erat lengan Nyonya Aom karena merasa takut melihat pria-pria asing bertubuh kekar yang mengambil alih kopernya itu."Jangan takut, mereka adalah orang-orang yang bekerja untuk Papamu." Nyonya Aom pun memeluknya agar gadis kecil itu tak merasa takut."Kemarilah! Paman ini baik hati. hahaha" Tuan Narong terkekeh di samping mobilnya saat melihat Lucy yang ketakutan. Ia juga menepuk-nepuk bahu salah satu pria bertubuh kekar
Beberapa minggu kemudian."Ini semua dokumen Nona Muda yang anda minta Tuan." seorang pria memberikan map berwarna coklat berukuran besar kepada Tuan Narong."Baiklah." Tuan Narong membuka isi map itu dan membacanya satu persatu."Saya juga sudah merubah nama Nona Muda seperti yang anda minta Tuan." pria itu memberikan satu buah map lagi kepadanya."Baguslah. Sangrawee Narong, nama ini cocok untuknya." Tuan Narong mengangguk-anggukan kepalanya seraya membaca dokumen yang ada ditangannya."Apa kali ini anda akan tinggal disana dalam waktu lama Tuan?" pria itu mencoba memberi asupan pada rasa penasarannya."Entahlah, aku ingin menikmati waktu di Phuket bersama keluargaku." raut wajah Tuan Narong terlihat bahagia kali ini. Ia merasa senang karena kini memiliki keluarga yang lengkap."Semoga waktu anda menyenangkan Tuan." selama bertahun-tahun, Tuan Narong selalu sibuk bekerja keras hingga tak memperhatikan ist
Kini Shiya dan Lucy sudah berdiri didepan sebuah bangunan dengan interior ala bangunan tua. Bangunan itu adalah panti asuhan. Ya, Shiya memang berniat memasukkan Lucy ke panti asuhan karena dia tidak tahu lagi harus membawanya kemana. Jika terus membiarkan Lucy berada didekatnya ia akan terus merasakan sakit akibat siksaan darinya."Lucy tinggal lah disini! semua orang disini baik. Jangan menunggu ibu untuk datang lagi." Shiya meletakkan tas berukuran besar di teras bangunan itu. Ia mengusap-usap ujung kepala Lucy dengan lembut."Tapi Bu, kenapa Ibu meninggalkanku? aku janji akan menjadi anak yang baik." Lucy menangis, ia sangat ketakutan ibunya akan meninggalkannya."Kau anak yang baik Nak, bahkan sangat baik. Itulah sebabnya kau harus tinggal bersama orang-orang baik, bukan bersama orang jahat seperti Ibu." Shiya tak kuasa menahan air matanya."Tapi bagiku Ibu adalah orang yang paling baik didunia ini." Lucy memegang erat lengan Ibunya,
"Nona, hari ini bolehkah aku membawa Nona Lucy sepulang sekolah?" pagi itu, John menjemput Lucy dan meminta ijin pada Shiya untuk membawa Lucy. Shiya pun mengiyakan permintaan John dan membiarkan Lucy pergi ke sekolah bersamanya."Tolong jaga dia baik-baik." Shiya menundukkan tubuhnya untuk berbicara pada John yang sudah duduk didalam mobilnya."Jangan khawatir Nona." John pun melajukan mobilnya meninggalkan rumah Shiya. Sedangkan Lucy yang diduduk disamping John itu, terus melambaikan tangannya pada sang ibu.Shiya masih berdiri tak bergeming dari tempatnya, menatap kepergian mobil itu sambil membalas lambaian tangan dari anaknya.Siang harinya.John sudah berada didepan sekolah saat Lucy keluar dari taman kanak-kanak itu. Gadis kecil itu pun menghampirinya begitu saja, keduanya pun terlihat sangat akrab selayaknya Paman dan keponakan yang sesungguhnya."Kita akan pergi kemana Paman?" gadis kecil itu terus melemparka