Sesampainya di toko, Shiya disambut oleh beberapa karyawannya yang sudah bersiap dengan pekerjaan mereka masing-masing.
Bangunan toko yang lebih kecil dari toko pusat milik bundanya itu berhasil Shiya desain menjadi bangunan yang sangat menakjubkan bagi siapa saja yang melihatnya.
Dari awal didirikannya, bundanya mempercayakan segalanya pada Shiya. Dari konsep bangunannya hingga konsep racikan parfume yang juga dipakai di toko pusat karena peminatnya semakin banyak.
Tidak setiap hari Shiya mendatangi toko cabang tersebut, ia lebih memilih sering menghabiskan waktu di toko pusat bersama bundanya karena tak tega membiarkan bundanya menangani pelanggan sendirian.
***
The Treville Lounge and KitchenHari ini Frans dan Baro kembali bertemu di sebuah Lounge yang cukup mewah dan nyaman untuk membahas kerja sama bisnis mereka. Karena kerja sama yang akan mereka jalankan bukanlah hal yang mudah untuk dijalankan, membuat kedua pria itu hampir setiap hari harus bertemu.
"Kau mau tambah pesan makanan? Aku sudah mulai lapar." Mereka mulai merasa lapar setelah hampir 3 jam keduanya habiskan untuk memperbincangkan pekerjaan.
Drrrrrt
Drrrrrt
Drrrrrt
Saat hendak memanggil pelayan, tiba-tiba suara dering yang berasal dari ponselnya mengurungkan niat Frans untuk memanggil pelayan dan lebih memilih untuk menjawab panggilan dari ponselnya terlebih dahulu.
"Kau di mana, Sayang?" Suara wanita yang berada di seberang panggilan itu membuat ekspresi wajah Frans berubah seketika.
"Ada apa, Sayang? Apa kau ingin menemuiku?" Frans pikir Lucy ingin bertemu dengannya.
"Bisakah? Aku merindukanmu." Suara Lucy dengan nada khas manjanya.
"Datanglah kemari! Aku akan mengirimkan alamatnya." Frans menutup panggilan telponnya dan mulai mengetikkan beberapa huruf yang berisikan alamat di mana dia berada untuk segera dikirimkan pada kekasihnya.
"Apa kau keberatan jika aku mengundang seseorang kemari?" tanya Frans berharap Baro menyetujui maksudnya.
"Tentu saja, lagi pula tidak ada yang perlu kita bahas lagi hari ini." Baro tersenyum menjawab pertanyaan Frans.
Mereka akhirnya memesan beberapa cemilan sambil menunggu kedatangan Lucy, hingga tak lama kemudian datanglah seorang gadis cantik yang menghampiri meja Baro dan Frans. Gadis itu tak lain adalah Lucy.
Tatapan Lucy tertuju pada pria yang duduk di depan kekasihnya.
"Bukankah dia pemilik Baro Corp?" Ia bergumam dalam hati. Diam-diam ekspresi wajahnya tampak mengangumi pria yang sedang bersama kekasihnya itu.
"Kau sudah datang, Sayang? Kenalkan ini rekan bisnisku!" sapa Frans lalu mengenalkan mereka berdua.
Lucy dan Baro saling melemparkan pandangan dan senyuman seraya berjabat tangan.
"Ah, aku baru ingat. Aku juga ada janji dengan seseorang. Apa kalian tak keberatan jika aku undang dia kemari? Daripada aku sendirian menemani kalian di sini." Baro menepukkan telapak tangan kejidatnya, tiba-tiba teringat janjinya dengan Shiya.
"Tentu saja, kapan lagi kita bisa makan beramai-ramai. Biasanya hanya berdua dan membahas pekerjaan saja." ucap Frans sambil terkekeh.
Baro mengirimkan pesan pada Shiya sambil terus tersenyum ke arah layar ponselnya karena mendapat balasan dari Shiya yang akan segera datang.
***
Shiya segera merapikan dirinya di depan cermin dalam toilet tokonya setelah mendapat pesan dari Baro.Tak lupa ia juga membawakan 1 botol parfum spesial yang ia racik khusus untuk Baro.Setelah siap, ia pun berangkat menuju Lounge yang dimaksud Baro. Tak membutuhkan waktu lama untuknya menempuh perjalanan karena lokasi yang tak begitu jauh dari tokonya.
Ia segera menaiki lantai 2 yang ada dalam gedung tersebut. Seorang pria terlihat tersenyum dan menaikkan salah satu tangannya, ia melambaikannya ke arah Shiya, membuatnya tak harus kesulitan mencari keberadaannya.
Shiya menghampiri keberadaan Baro sambil menyunggingkan senyum manisnya. Ia tak menyadari dengan pria yang duduk di depan Baro.
Saat hendak menyapa Baro, tiba-tiba tatapannya teralihkan pada pria yang duduk di depan Baro. Sontak ia terkejut dan melototkan kedua matanya ke arah Frans.
"Ka-kau?" ucapnya terbata dengan raut wajah terkejut. Frans pun juga mengeluarkan ekspresi yang sama terkejutnya.
"Duduklah di sampingku! Apa kalian saling mengenal?" Suara Baro membuyarkan suasana tegang di tempat itu.
Shiya hanya terdiam lalu duduk di samping Baro masih menatap heran ke arah Frans dan gadis yang ada di sampingnya.
"Kau pasti haus, maaf sudah membuatmu jauh-jauh datang kemari untuk menemuiku. Aku akan memesankan makanan dan minuman untukmu." Baro segera melambaikan tangan ke arah pelayan bermaksud memintanya datang ke meja mereka.
"Kau ingin makan dan minum apa, Sayang?" Pertanyaan Frans pada Lucy membuat Shiya menyadari bahwa wanita yang ada di sebelahnya adalah kekasih Frans.
'Ahh jadi ini kekasihnya.' Shiya hanya berani bergumam dalam hati.
Setelah selesai memesan, mereka kembali berbincang sambil menunggu pesanan mereka datang.
"Ah, aku membawakan ini untukmu. Semoga kau menyukainya." Shiya memberikan paper bag yang ada di tangannya pada Baro.
"Kenapa kau repot-repot seperti ini? Aku bahkan tak sempat menyiapkan apapun untukmu." Baro menerima paper bag tersebut dan membukanya.
"Ah, tidak repot. Aku tadi meraciknya sendiri untukmu. Cobalah! Jika kau suka, lain kali aku akan membuatkannya lagi untukmu." Shiya tersenyum manis ke arah Baro.
"Waaah, jadi kau membuatnya sendiri? Aku hampir tak percaya, kualitasnya sangat bagus. Aku suka aromanya." Baro mencium aroma parfum racikan Shiya masih dengan raut wajah tak percaya.
Lucy melirik heran ke arah Baro dan Shiya yang sedang membicarakan parfume. Ia menyadari merk parfume yang Frans berikan sama dengan yang dipegang oleh Baro sekarang. Lucy melirik ke arah kekasihnya yang sedari tadi tatapannya tak lepas dari Shiya dan Baro sebelum akhirnya ia melontarkan pertanyaan pada Shiya.
"Jadi kau pemilik The Amethyst? Kekasihku juga memberikan parfume seperti itu padaku." Lucy bertanya pada Shiya sambil tersenyum dan melirik kekasihnya.
"Ah benarkah?" jawab Shiya singkat tanpa menghiraukan pertanyaan Lucy.
Frans tidak begitu banyak bicara melihat kedekatan Shiya dengan lawan bisnisnya itu, ia heran dan terus memperhatikan percakapan mereka berdua.
Setelah menyelesaikan makannya, Shiya segera ijin undur diri untuk pergi meninggalkan mereka.
"Aku harus segera pergi, maaf tak bisa berlama-lama di sini bersama kalian." ucapan Shiya membuat semua perhatian teralihkan ke arahnya.
"Tunggu! Aku akan mengantarmu. Tadi aku sudah tak menjemputmu, jadi sekarang aku harus mengantarmu." Baro tiba-tiba menahan salah satu tangan Shiya yang hendak melangkah pergi.
"Ah, tidak perlu." Shiya sungkan harus merepotkan pria yang belum lama ia kenal.
Baro tersenyum dan mendahului langkah kaki Shiya. Shiya pun hanya diam dan mengikuti pria itu dari belakang.
"Kau mau pergi ke mana? Kenapa buru-buru?" Pertanyaan Baro memecah keheningan dalam mobil yang mereka kendarai.
"Aku akan kembali ke toko terlebih dahulu untuk memberikan arahan pada karyawan sebelum aku pulang." ucapnya jujur.
"Bolehkah aku mampir ke tokomu?" pinta Baro berharap Shiya mengiyakan kemauannya.
"Tentu saja, sebenarnya aku ragu kau mau mampir ke tokoku yang kecil dan tak sebesar perusahaanmu itu." Shiya merasa tidak percaya diri dengan tokonya yang akan didatangi Baro. Ia sadar bahwa perusahaan Baro sangatlah besar.
Setelah kepergian Baro dan Shiya, Frans masih duduk disamping kekasihnya. Ia melanjutkan makannya."Sayang ada yang ingin kukatakan padamu." Frans menatap kearah Lucy ragu-ragu. Ia bermaksud ingin mengutarakan rencana pernikahannya dengan Shiya pada Lucy."Ada apa sayang? katakanlah!" Lucy menyahuti sambil tersenyum kearah Frans seakan kekasihnya itu akan mengatakan hal yang membuatnya gembira."Sebelumnya aku minta maaf padamu, tapi sepertinya aku tak bisa melanjutkan hubungan kita." raut wajah Frans berubah menjadi lemah tak berdaya. Ia nyaris tak mampu menatap mata Lucy."Ahh kenapa kau tiba-tiba bercanda sayang?" Lucy menelan minuman yang ia pegang ditangannya, ia tertawa lebar kearah Frans. Ia masih tak ambil serius perkataan kekasihnya itu."Aku mengatakan hal yang sebenarnya." raut wajahnya berubah sangat serius.Lucy yang tadinya tertawa tiba-tiba menghentikan tawanya dan menatap tajam kearah Frans. Ia masih tak mengerti dengan apa y
"Kita sama - sama tidak ingin mengecewakan orang tua kita, jadi bekerja samalah!" Frans berusaha keras agar perkataannya didengar oleh Shiya."Hmmm baiklah terserah kau saja." Shiya berlalu pergi meninggalkan Frans yang masih duduk begitu saja.***"Hey cantik!" suara itu membuyarkan lamunan Shiya. Shiya tengah berdiri melamun di tokonya hingga membuatnya tak menyadari kedatangan Baro. Sebelumnya Baro sudah memberitahunya bahwa dirinya akan menemui Shiya di tokonya. Namun, tetap saja hal itu tidak membuat Shiya tidak terkejut dibuatnya."Baro? kau mengagetkanku." Shiya memejamkan matanya, kedua tangannya reflek memegang dada."Kenapa kau melamun? sedang memikirkan apa? ku harap kau memikirkanku hahaha." perkataan Baro berhasil membuat Shiya tersenyum."Apa yang membawamu kemari?""Aku merindukanmu Shiya.""Rindu?" Shiya mengernyitkan kening heran."Iya, ayo temani aku sebentar!" Baro menarik tangan Shiya begitu saja dan me
Shiya terlihat cantik bak putri dengan gaun indah yang terbalut ditubuhnya. Ia memperhatikan dirinya didepan cermin dan tersenyum menyadari kecantikannya. Namun, dalam hatinya ia sangat kecewa lantaran kecantikannya ia berikan pada orang yang menurutnya tidak tepat.CeklekIa mengalihkan pandangannya kearah pintu dan terlihat seorang pria tampan berjalan menghampirinya. Baro membawakan bucket bunga untuk Shiya."Ka-kau cantik sekali." Baro menatap Shiya dengan sangat kagum karena melihat kecantikannya hingga membuat matanya tak berkedip."Kau pun terlihat sangat tampan. Aku pandai memilihkan pakaian untukmu kan?" Shiya melemparkan senyum manisnya."Apa gunanya ketampananku jika kau tak bisa jadi istriku?" Baro masih sempat melemparkan candaan pada Shiya yang sebentar lagi akan melaksanakan pernikahan dengan pria lain.Tap tap"Ahh ada pengunjung rupanya?" Frans sudah terlihat rapi menggunakan setelan pernikahannya. Ia melemparkan seny
Shiya mengikuti langkah kaki Baro menuju restaurant. Tak sengaja ia berpapasan dengan Frans dan Lucy yang juga sedang sarapan. Frans menatap kearah Shiya dan Baro. Namun, mereka berdua sama sekali tak mempedulikannya. Shiya sangat lelah hingga tak punya tenaga untuk memperhatikan suaminya dan kekasihnya.Shiya dan Baro sibuk dengan sarapan mereka. Dua pasangan itu terlihat seperti orang asing karena tak menyapa satu sama lain walaupun berada di tempat yang sama."Aku sudah memesankan kamar untukmu, jika sarapanmu sudah selesai pergilah ke kamar! kau pasti lelah." Baro terlihat khawatir pada Shiya padahal dirinya sendiri juga lelah dan masih harus bekerja. Tapi dia tak mempedulikan dirinya dan lebih mengutamakan keadaan Shiya."Baiklah, kau tak perlu khawatir." Shiya mulai memasukkan makanan kedalam mulutnya."Ada lagi yang kau butuhkan? setelah ini aku harus kembali bekerja." Baro masih ingin memastikan keadaan Shiya."Tidak terima kasih, kuharap k
"Katakan padaku apa yang kau inginkan? Bagaimana kau bisa masuk?" Shiya melemparkan pertanyaan pada Frans, ia sangat heran kenapa tiba-tiba suaminya bisa masuk kedalam kamarnya. Ia masih ingat dengan jelas bahwa pintunya sudah terkunci."Pergilah mandi! Aku perlu bicara padamu setelah kau mandi." Shiya mengibaskan selimut dengan sangat kasar sebelum masuk kedalam kamar mandi meninggalkan Frans. Ia sangat kesal hanya dengan melihat Frans."Matanya bengkak. Apakah dia menangis semalam?" Frans bergumam dan menatap punggung Shiya yang berjalan masuk ke dalam kamar mandi tanpa berkedip."Mataku sakit melihat pemandangan buruk di restaurant kemarin!" Shiya sangat kesal mendengar perkataan Frans.Brakkk!Shiya menutup pintu kamar mandi dengan sangat keras. Rupanya ia mendengar suara Frans yang bergumam. Frans membulatkan kedua matanya menyadari perkataan Shiya."Bodoh!" ia menepukkan tangannya ke jidat menyadari kebodohannya
"Kenapa kita kesini?" Frans menghentikan mobilnya diparkiran vvip yang terletak tepat didepan lobby apartment mewah itu dan segera turun dari mobil tanpa menjawab pertanyaan Shiya."Turunlah!" Frans kemudian membuka pintu mobil untuk Shiya dan mengulurkan tangan untuknya."Kenapa?" Shiya masih bingung dibuatnya. Berusaha mencari jawaban namun sama sekali tak ada hasilnya."Kita tinggal disini sekarang." Shiya tersentak mendengar perkataan Frans."Hah? bahkan kita belum meminta ijin pada orang tuamu." itulah yang Shiya pikirkan."Tenang saja. Aku sudah mengurusnya." Frans menjawabnya dengan sangat santai sambil berjalan menggandeng tangan Shiya menuju lift dan tetap menggenggamnya dengan erat selama di dalam.Triiiing (suara lift terbuka)Saat pintu terbuka pelan terlihat seorang wanita tengah berdiri tepat didepan lift, terlihat cantik dengan rambut panjangnya yang terurai begitu saja. Bahkan cara berdiriny
"Dimana kekasihmu?" Shiya celingukan melihat sekeliling seperti sedang mencari keberadaan seseorang."Sudah pergi." Frans mengalihkan tubuhnya kearah tv setelah sebelumnya menghadap kearah Shiya. Pertanyaan Shiya seperti membuatnya kehilangan mood."Ku kira dia juga tinggal disini." Shiya melontarkan perkataan tanpa berpikir panjang setelah melihat tingkah Lucy sebelumnya."Kau mau dia tinggal disini bersamaku?" Frans melemparkan senyum menggoda kearah Shiya. Berharap ada kecemburuan sedikit saja."Terserah kau, ini kan apartment mu!" Jawabnya ketus. Shiya berpura-pura untuk tidak peduli."Kau tidak mungkin cemburu dan menyukaiku kan?" Frans terlihat seperti sedang memastikan sesuatu. Ia mengernyitkan keningnya."Diamlah! jangan menggodaku!" Shiya terlihat kesal dengan pertanyaan Frans dan berusaha menyembunyikan wajahnya."Bukankah kau juga menjalin hubungan dengan pemilik Baro Corp?" kali ini Frans tak ma
"Tante kira setelah Frans menikah tante gak akan kesepian lagi. hmmm ternyata sama saja." raut wajah nyonya Dimejo terlihat kecewa karena ia sangat berharap menantunya bisa menemaninya dirumah."Biarkan kami menikmati waktu berdua dulu ma. Mama sama papa juga hahaha." Frans terkekeh tanpa berdosa sama sekali."Dasar anak nakal! Oke mama ijinkan kalian tinggal disini. Tapi, setelah kalian punya anak kalian harus tinggal di rumah!" nyonya Dimejo menekankan suaranya. Ia terlihat serius dengan perkataannya."Iyaaa ma, jangan khawatir.""Gimana Shiya? anak nakal ini memperlakukanmu dengan baik kan? kalau dia berani macam-macam bilang sama tante oke! gak usah takut." Nyonya Dimejo menggebu-gebu melontarkan perkataannya. Ia masih saja khawatir kelakuan Frans akan mempersulit Shiya."Aku bukan anak kecil lagi maaaa." Shiya hanya tersenyum memperhatikan perdebatan antara ibu dan anak itu.***Malam harinya setelah kepergi
Hari berikutnya, Hans dan John pun kembali ke Jepang setelah mereka mendapat informasi yang cukup tentang Lucy. Mereka terus berusaha mencari keberadaan Lucy hingga ke seluruh penjuru dunia. Namun, usahanya tak kunjung juga mendapatkan hasil.Selama berada di Jepang, Hans pun kembali memperdalam ilmu bisnisnya dengan bimbingan sang kakek dan juga John. Karena bagaimanapun juga, Hans adalah satu-satunya penerus keluarga Heng.Lima tahun kemudian.Tibalah saatnya untuk Hans kembali ke Indonesia untuk mengambil alih semua perusahaan Baro yang selama ini tidak terlalu terurus. John sendiri juga kuwalahan menangani semua perusahaan besar itu seorang diri.Kini dengan adanya Hans, pekerjaan John pun bisa lebih ringan. Ia hanya perlu mengurus beberapa anak perusahaan milik Baro yang ada diluar negeri."Uruslah perusahaan Ayahmu dengan baik. Jangan mengecewakannya!" Tuan Heng berdiri di teras rumahnya saat Hans hendak berangkat ke Indonesia meninggalkannya."Baiklah, Kek. Jagalah kesehatan Kak
Pintu itu mulai terbuka, seorang wanita terlihat muncul dari balik pintu itu."John? kau kah itu?" Shiya menyipitkan matanya menatap pria yang tengah berdiri dihadapannya itu."Katakan padaku Nona! dimana kau sembunyikan Nona Lucy?" John berteriak padanya, memaksa air mata Shiya untuk keluar begitu saja."A-aku... hiks hiks hiks." Shiya tak kuasa menahan tangisnya. Bahkan ia kesulitan untuk melanjutkan perkataannya."Ibu?" Hans melangkahkan kakinya pelan menatap Shiya yang sedang menangis diambang pintu itu.Suaranya pun berhasil membuat tangis Shiya terhenti sejenak, ia kemudian menatap pria yang sedang berjalan kearahnya itu dengan seksama."Si-siapa?" Shiya menatap Hans yang berjalan kearahnya dengan tatapan mata sendu."A-aku Hans Bu." Shiya pun berjalan mendekatinya, pelan ia memegang wajah tampan itu dengan kedua tangannya."Hans? benarkah itu kau?" Shiya pun memeluk tubuh tegap pria yang a
Hari berikutnya, Hans dan John sudah bersiap-siap untuk pergi meninggalkan resort setelah selesai menikmati sarapan. Keduanya pun kini berdiri di lobby untuk menunggu kedatangan mobil yang menjemputnya.Saat sedang berdiri disana, seekor anjing tiba-tiba mendekatinya. Anjing itu terus menggonggong didekatnya seakan ia tahu bahwa Hans akan segera pergi."Kau datang untuk mengucapkan selamat tinggal padaku?" Hans mengusapnya dengan lembut. Sedangkan John hanya memperhatikannya."Dia mirip sekali dengan Coda." John memperhatikannya sejenak."Kau benar Paman." Hans mengedarkan pandangannya seperti sedang mencari seseorang."Mobil kita sudah tiba Tuan." tak lama setelah itu, mobil yang mereka tunggu-tunggu akhirnya datang. Hans pun mengucapkan selamat tinggal pada anjing itu dan masuk kedalam mobilnya."Codaaa! Codaaa!" saat mobil yang membawa mereka mulai berjalan. Lucy terlihat berlari menghampiri anjing itu sambil berte
Sore itu, seperti biasanya. Lucy berjalan-jalan disepanjang pantai bersama dengan anjingnya. Anjing itu terus setia berjalan didekat Lucy. Namun, tidak seperti biasanya tiba-tiba anjing itu berlari menjauh darinya. Sontak Lucy pun terkejut dibuatnya."Coda! Coda! kemarilah!" Lucy berteriak setengah berbisik karena anjing itu berlari mendekati seorang pria tampan yang tengah berdiri menikmati pemandangan indah pantai yang tak jauh darinya. Ia takut suaranya akan didengar oleh pria itu. Bukan apa-apa, hanya saja Lucy tak enak hati jika anjingnya mengganggu orang lain.Namun, sangat berbeda dari dugaannya. Pria itu malah menundukkan tubuhnya dan mengusap-usap bulu anjing itu dengan lembut. Rupanya, Coda mencium bau susu yang sedang Hans pegang ditangannya.Lucy pun segera berlari mendekatinya karena melihat anjing itu sudah bertindak keterlaluan pada orang asing."Maafkan saya Tuan. Anjing ini sedikit nakal. hehe." Shiya membawa anjing itu pa
Beberapa tahun kemudian.Lucy berjalan dipinggir pantai di depan resort nya menikmati pemandangan sore yang indah itu. Kegiatan itu sekarang telah menjadi kebiasaannya. Ia selalu berjalan-jalan dengan ditemani seekor anjing jenis German Sheperd yang ia temukan beberapa lalu dipinggir pantai.Karena anjing liar itu mengingatkannya pada Coda, jadi Lucy memutuskan untuk merawatnya. Ia membiarkan anjing itu berkeliaran di resort nya dan kini anjing itu sangat patuh padanya.Gadis kecil yang sebelumnya masih berumur 10 tahun itu kini sudah berumur 17 tahun. Lucy sudah tumbuh dengan sangat baik dan kuat. Ia pun juga sangat cantik, bahkan umurnya sudah memenuhi syarat untuk memiliki kartu tanda pengenal sendiri.Keahlian bela diri Lucy pun kini tak main-main, ia bahkan memenangkan banyak kompetisi muay thai diberbagai pertandingan yang ia ikuti. Namun, namanya terkenal sebagai Sangrawee Narong bukan dengan nama Lusiana Arabelle.Hal it
Untuk pertama kalinya, Lucy menapaki negara yang terasa asing baginya. Negara yang sama sekali belum pernah ia kunjungi meski hanya didalam mimpi saja.Suara-suara orang yang berbicara dengan bahasa asing pun terus menyelimuti telinganya. Suasana yang sangatlah berbeda dari sebelumnya.Sebuah mobil mewah pun sudah terparkir didepan pintu masuk bandara Internasional Phuket untuk menjemput mereka. Beberapa pria terlihat segera menghampiri mereka untuk membawakan koper yang sedang mereka bawa."Ma?" Lucy menggenggam erat lengan Nyonya Aom karena merasa takut melihat pria-pria asing bertubuh kekar yang mengambil alih kopernya itu."Jangan takut, mereka adalah orang-orang yang bekerja untuk Papamu." Nyonya Aom pun memeluknya agar gadis kecil itu tak merasa takut."Kemarilah! Paman ini baik hati. hahaha" Tuan Narong terkekeh di samping mobilnya saat melihat Lucy yang ketakutan. Ia juga menepuk-nepuk bahu salah satu pria bertubuh kekar
Beberapa minggu kemudian."Ini semua dokumen Nona Muda yang anda minta Tuan." seorang pria memberikan map berwarna coklat berukuran besar kepada Tuan Narong."Baiklah." Tuan Narong membuka isi map itu dan membacanya satu persatu."Saya juga sudah merubah nama Nona Muda seperti yang anda minta Tuan." pria itu memberikan satu buah map lagi kepadanya."Baguslah. Sangrawee Narong, nama ini cocok untuknya." Tuan Narong mengangguk-anggukan kepalanya seraya membaca dokumen yang ada ditangannya."Apa kali ini anda akan tinggal disana dalam waktu lama Tuan?" pria itu mencoba memberi asupan pada rasa penasarannya."Entahlah, aku ingin menikmati waktu di Phuket bersama keluargaku." raut wajah Tuan Narong terlihat bahagia kali ini. Ia merasa senang karena kini memiliki keluarga yang lengkap."Semoga waktu anda menyenangkan Tuan." selama bertahun-tahun, Tuan Narong selalu sibuk bekerja keras hingga tak memperhatikan ist
Kini Shiya dan Lucy sudah berdiri didepan sebuah bangunan dengan interior ala bangunan tua. Bangunan itu adalah panti asuhan. Ya, Shiya memang berniat memasukkan Lucy ke panti asuhan karena dia tidak tahu lagi harus membawanya kemana. Jika terus membiarkan Lucy berada didekatnya ia akan terus merasakan sakit akibat siksaan darinya."Lucy tinggal lah disini! semua orang disini baik. Jangan menunggu ibu untuk datang lagi." Shiya meletakkan tas berukuran besar di teras bangunan itu. Ia mengusap-usap ujung kepala Lucy dengan lembut."Tapi Bu, kenapa Ibu meninggalkanku? aku janji akan menjadi anak yang baik." Lucy menangis, ia sangat ketakutan ibunya akan meninggalkannya."Kau anak yang baik Nak, bahkan sangat baik. Itulah sebabnya kau harus tinggal bersama orang-orang baik, bukan bersama orang jahat seperti Ibu." Shiya tak kuasa menahan air matanya."Tapi bagiku Ibu adalah orang yang paling baik didunia ini." Lucy memegang erat lengan Ibunya,
"Nona, hari ini bolehkah aku membawa Nona Lucy sepulang sekolah?" pagi itu, John menjemput Lucy dan meminta ijin pada Shiya untuk membawa Lucy. Shiya pun mengiyakan permintaan John dan membiarkan Lucy pergi ke sekolah bersamanya."Tolong jaga dia baik-baik." Shiya menundukkan tubuhnya untuk berbicara pada John yang sudah duduk didalam mobilnya."Jangan khawatir Nona." John pun melajukan mobilnya meninggalkan rumah Shiya. Sedangkan Lucy yang diduduk disamping John itu, terus melambaikan tangannya pada sang ibu.Shiya masih berdiri tak bergeming dari tempatnya, menatap kepergian mobil itu sambil membalas lambaian tangan dari anaknya.Siang harinya.John sudah berada didepan sekolah saat Lucy keluar dari taman kanak-kanak itu. Gadis kecil itu pun menghampirinya begitu saja, keduanya pun terlihat sangat akrab selayaknya Paman dan keponakan yang sesungguhnya."Kita akan pergi kemana Paman?" gadis kecil itu terus melemparka