"Tante kira setelah Frans menikah tante gak akan kesepian lagi. hmmm ternyata sama saja." raut wajah nyonya Dimejo terlihat kecewa karena ia sangat berharap menantunya bisa menemaninya dirumah.
"Biarkan kami menikmati waktu berdua dulu ma. Mama sama papa juga hahaha." Frans terkekeh tanpa berdosa sama sekali."Dasar anak nakal! Oke mama ijinkan kalian tinggal disini. Tapi, setelah kalian punya anak kalian harus tinggal di rumah!" nyonya Dimejo menekankan suaranya. Ia terlihat serius dengan perkataannya."Iyaaa ma, jangan khawatir.""Gimana Shiya? anak nakal ini memperlakukanmu dengan baik kan? kalau dia berani macam-macam bilang sama tante oke! gak usah takut." Nyonya Dimejo menggebu-gebu melontarkan perkataannya. Ia masih saja khawatir kelakuan Frans akan mempersulit Shiya."Aku bukan anak kecil lagi maaaa." Shiya hanya tersenyum memperhatikan perdebatan antara ibu dan anak itu.***Malam harinya setelah kepergiKarena saat ini wanita pujaannya sudah sah menjadi istri orang lain. Baro menjalani aktifitasnya seperti biasa, ia sudah jarang bertemu dengan Shiya meski hanya untuk sekedar makan siang bersama. Ia menghargai status Shiya sekarang dan lebih memilih untuk menjaga jarak dengannya. Selama Shiya bahagia ia merasa tak keberatan melakukannya. Yang pasti setiap kali Shiya membutuhkan bantuannya, ia akan selalu ada untuknya.Malam itu, kegelapan sudah sangat lekat di bumi yang sedang selimuti gerimis. Hanya terlihat lampu-lampu yang menyala untuk menerangi jalanan kota serta bangunannya. Pemandangan seperti itulah yang terlihat dari kantornya yang terletak di lantai paling atas gedung perusahaannya.Baro menutup laptopnya yang terletak di atas mejanya. Ia beranjak dari kursi kerjanya yang terlihat sangat nyaman itu. Seorang pria terlihat berdiri dengan tegap di sebelah mejanya. Ia segera meraih jas yang terletak di gantungan setelah melihat tuannya berdiri, ia bersiap
Perusahaan miliknya kini sudah memiliki banyak cabang dibawahnya yang tersebar didalam maupun diluar negeri. Bahkan perusahaannya lebih besar dibanding milik Frans. Hal itu tentu saja membuatnya lebih sibuk daripada hidupnya dulu.Tak jarang ia sulit menyisihkan waktu untuk anaknya. Tapi sejauh ini Hans anak yang cukup pengertian. Meski terbilang masih kecil, tapi Hans tidak seperti anak kebanyakan seusianya. Ia lebih dewasa dari umurnya, Baro berhasil mendidiknya menjadi anak yang baik dan cerdas. Tanpa disadari sifatnya mirip dengannya.***Sebulan berlalu, hubungan Shiya dan Frans sudah semakin dekat. Meski Lucy masih sering menemuinya dan Frans masih sama sekali tak bisa menolaknya."Aku akan mengantarmu!" Frans berjalan mendahului Shiya yang hendak keluar."Aku bisa sendiri." Shiya masih berusaha menolaknya."Sudahlah, tempat tujuan kita kan searah?" Frans berusaha menyakinkan."Hmmmh, terserah kau saja!" ka
"Jangan lakukan hal seperti itu lagi lain kali!" Frans mengembalikan botol yang ia sebelumnya ia pegang dengan paksa pada Shiya."Hahahaha." Shiya tertawa puas melihat ekspresi wajah Frans yang kesal."Itu tidak lucu sama sekali!" Frans mengubah posisi duduknya. Ia menyandarkan tubuhnya dan menaikkan kedua tangannya sambil memejamkan kedua matanya.Shiya yang sebelumnya merebahkan tubuhnya, kini duduk menyilakan kakinya menghadap Frans. Ia kemudian melambai-lambaikan tangannya didepan wajah Frans yang terlihat masih memejamkan mata."Kau tidur?" harusnya tidak mungkin Frans akan tertidur secepat itu pikir Shiya."Ada apa?" Frans memegang tangan Shiya tiba-tiba yang sedari tadi bergerak-gerak didepan wajahnya.Shiya kemudian menghadap ke layar tv setelah Frans melepaskan tangannya. Ia sedang menyusun kata untuk membicarakan masalah tokonya."Frans.""Hmmmmh?" ia masih memejamkan kedua matanya.
Benar saja, Frans mendapati istrinya tengah asyik membaca buku. Shiya terlihat sangat fokus hingga tak menyadari kedatangan Frans."Auuuuuuuuu." Frans berteriak ala serigala tepat ditelinga Shiya yang masih fokus membaca buku yang ada ditangannya."Bundaaaaaaaa!" sontak Shiya menaikkan kedua kakinya ke kursi yang sedang ia duduki. Ia memeluk erat buku harry potter yang tadi ia baca dengan kedua tangannya. Reflek mulutnya berteriak memanggil bundanya."Hahaha." Frans tertawa terbahak-bahak karena berhasil membuat istrinya ketakutan. Ia memegangi perutnya dengan tangan kanan sedangkan tangan kirinya menutup mulutnya.Shiya terlihat begitu kesal setelah menyadari perbuatan Frans. Ia kemudian mengambil ancang-ancang untuk melempar buku yang ia pegang kearah Frans yang masih berdiri didepan pintu.BrakkBuku yang Shiya lemparkan berhasil mengenai pintu, sedangkan Frans sudah lebih dulu menghindar. Ia melarikan diri kedalam
"Ayah, bunda. Hari ini aku menginap dirumah saja ya?" Shiya memeluk lengan nyonya Shalim yang tengah sibuk menyiapkan makanan di meja makan."Benarkah? bunda sangat senang. Mau tidur sama bunda? rasanya sudah lama sekali, bunda sangat rindu." nyonya Shalim menghentikan aktifitasnya, ia mengusap kepala Shiya yang menempel dipundak kirinya."Tentu saja bunda." Shiya tersenyum bahagia dan semakin mengeratkan pelukannya pada bundanya.Setelah selesai makan malam, keluarga itu terlihat utuh dan berbincang sangat hangat. Mereka tertawa bersama. Sudah lama sejak Shiya menikah, mereka jarang berkumpul menghabiskan waktu bersama hingga larut."Kalian akan tidur berdua malam ini?" tuan Shalim beranjak dari duduknya. Anak dan istrinya kompak menganggukkan kepala kearahnya.Mereka berdua tidur dikamar Shiya yang sudah lama dibiarkan kosong. Teringat semasa Shiya kecil dan bundanya selalu menemaninya tidur. Nyonya Shalim dan Shiya saling ber
Tuan Shalim dan istrinya terlihat sangat kacau. Keduanya ternyata gagal mencegah kebangkrutan perusahaannya. Uang yang Shiya dapatkan ternyata tak berhasil menyelamatkan perusahaannya.Nyonya Shalim tak henti mengeluarkan tangisnya. Hal yang membuatnya sedih adalah, perjuangan suaminya yang mendirikan perusahaan itu dengan keringat dan darahnya. Ia belum bisa terima harus gagal seperti itu."Sudahlah bund, ayo kita pulang! istirahat." Tuan Shalim mencoba menenangkan istrinya yang sangat sedih itu. Ia memegang kedua bahu istrinya untuk membantunya berdiri. Tuan Shalim membawanya masuk kedalam mobil untuk pulang kerumah.Perjalanan mereka berdua diiringi hujan yang cukup lebat. Air hujan turun bersamaan dengan tangis Nyonya Shalim yang deras. Hati Tuan Shalim pun rasanya hancur, ia yang sibuk mengemudi sesekali menenangkan istrinya yang duduk disebelahnya."Yah, maafkan bunda. Bunda tak bisa bantu apa-apa." Nyonya Shalim terus terisak, membu
Shiya mengerjapkan matanya pelan. Matanya menyapu seisi kamar yang terasa asing baginya. Ia melihat Frans sedang tidur disampingnya, ia terus menatap Shiya yang wajahnya pucat itu."Kau sudah bangun?" rupanya Shiya berada di rumah keluarga Dimejo. Saat ini ia berada di kamar Frans."Iya." suara Shiya terdengar lirih. Tenaganya masih belum kembali."Tunggu! aku akan meminta pelayan untuk membawakan makan untukmu." Frans beranjak dari tempat tidurnya. Sedangkan Shiya masih tak bergeming menatap suaminya berjalan keluar meninggalkannya, ia masih merasa tak berdaya.Tak, Tak, Tak!Suara langkah kaki terdengar mendekat, Tak lama kemudian Nyonya Dimejo terlihat masuk kedalam kamar Frans dengan terburu-buru. Raut wajahnya pun terlihat begitu khawatir."Kamu sudah bangun sayang? apa yang ingin kau makan?" Nyonya Dimejo duduk ditepi tempat tidur, ia memegang kening Shiya beberapa kali."Maafkan Shiya Ma, Shiya merep
"Ah sudahlah!" Frans menangkis tangan Ben dengan kesal. Sedangkan Ben kembali menjauhkan tangannya."Mereka menguping pembicaraan anda Tuan." Lucy berjalan mendekati 2 lelaki itu setelah mendengar ucapan Ben."Huh! ada apa dengan hari ini?" Frans menghembuskan nafas kasar, membuat Ben bergidik ngeri. Ia memegang keningnya, kepalanya serasa seperti akan meledak."Kau kenapa? ada apa denganmu?" Lucy memegang lengan Frans."Urus pekerjaan hari ini! aku pergi." Frans menepis tangan Lucy dan berjalan keluar dari ruangannya meninggalkan semua pekerjaannya pada Ben.Saat ini Frans sudah berada didekat mobilnya. Tapi Lucy terus berjalan dibelakangnya. Frans berusaha tak menghiraukannya, ia tetap masuk kedalam mobilnya. Tak disangka-sangka, Lucy ikut masuk kedalamnya tanpa rasa sungkan sedikitpun. Frans melirik kearah Lucy dengan tatapan oenuh amarah tapi ia membiarkannya begitu saja, karena energinya sudah habis untuk ia gunakan berdeba
Hari berikutnya, Hans dan John pun kembali ke Jepang setelah mereka mendapat informasi yang cukup tentang Lucy. Mereka terus berusaha mencari keberadaan Lucy hingga ke seluruh penjuru dunia. Namun, usahanya tak kunjung juga mendapatkan hasil.Selama berada di Jepang, Hans pun kembali memperdalam ilmu bisnisnya dengan bimbingan sang kakek dan juga John. Karena bagaimanapun juga, Hans adalah satu-satunya penerus keluarga Heng.Lima tahun kemudian.Tibalah saatnya untuk Hans kembali ke Indonesia untuk mengambil alih semua perusahaan Baro yang selama ini tidak terlalu terurus. John sendiri juga kuwalahan menangani semua perusahaan besar itu seorang diri.Kini dengan adanya Hans, pekerjaan John pun bisa lebih ringan. Ia hanya perlu mengurus beberapa anak perusahaan milik Baro yang ada diluar negeri."Uruslah perusahaan Ayahmu dengan baik. Jangan mengecewakannya!" Tuan Heng berdiri di teras rumahnya saat Hans hendak berangkat ke Indonesia meninggalkannya."Baiklah, Kek. Jagalah kesehatan Kak
Pintu itu mulai terbuka, seorang wanita terlihat muncul dari balik pintu itu."John? kau kah itu?" Shiya menyipitkan matanya menatap pria yang tengah berdiri dihadapannya itu."Katakan padaku Nona! dimana kau sembunyikan Nona Lucy?" John berteriak padanya, memaksa air mata Shiya untuk keluar begitu saja."A-aku... hiks hiks hiks." Shiya tak kuasa menahan tangisnya. Bahkan ia kesulitan untuk melanjutkan perkataannya."Ibu?" Hans melangkahkan kakinya pelan menatap Shiya yang sedang menangis diambang pintu itu.Suaranya pun berhasil membuat tangis Shiya terhenti sejenak, ia kemudian menatap pria yang sedang berjalan kearahnya itu dengan seksama."Si-siapa?" Shiya menatap Hans yang berjalan kearahnya dengan tatapan mata sendu."A-aku Hans Bu." Shiya pun berjalan mendekatinya, pelan ia memegang wajah tampan itu dengan kedua tangannya."Hans? benarkah itu kau?" Shiya pun memeluk tubuh tegap pria yang a
Hari berikutnya, Hans dan John sudah bersiap-siap untuk pergi meninggalkan resort setelah selesai menikmati sarapan. Keduanya pun kini berdiri di lobby untuk menunggu kedatangan mobil yang menjemputnya.Saat sedang berdiri disana, seekor anjing tiba-tiba mendekatinya. Anjing itu terus menggonggong didekatnya seakan ia tahu bahwa Hans akan segera pergi."Kau datang untuk mengucapkan selamat tinggal padaku?" Hans mengusapnya dengan lembut. Sedangkan John hanya memperhatikannya."Dia mirip sekali dengan Coda." John memperhatikannya sejenak."Kau benar Paman." Hans mengedarkan pandangannya seperti sedang mencari seseorang."Mobil kita sudah tiba Tuan." tak lama setelah itu, mobil yang mereka tunggu-tunggu akhirnya datang. Hans pun mengucapkan selamat tinggal pada anjing itu dan masuk kedalam mobilnya."Codaaa! Codaaa!" saat mobil yang membawa mereka mulai berjalan. Lucy terlihat berlari menghampiri anjing itu sambil berte
Sore itu, seperti biasanya. Lucy berjalan-jalan disepanjang pantai bersama dengan anjingnya. Anjing itu terus setia berjalan didekat Lucy. Namun, tidak seperti biasanya tiba-tiba anjing itu berlari menjauh darinya. Sontak Lucy pun terkejut dibuatnya."Coda! Coda! kemarilah!" Lucy berteriak setengah berbisik karena anjing itu berlari mendekati seorang pria tampan yang tengah berdiri menikmati pemandangan indah pantai yang tak jauh darinya. Ia takut suaranya akan didengar oleh pria itu. Bukan apa-apa, hanya saja Lucy tak enak hati jika anjingnya mengganggu orang lain.Namun, sangat berbeda dari dugaannya. Pria itu malah menundukkan tubuhnya dan mengusap-usap bulu anjing itu dengan lembut. Rupanya, Coda mencium bau susu yang sedang Hans pegang ditangannya.Lucy pun segera berlari mendekatinya karena melihat anjing itu sudah bertindak keterlaluan pada orang asing."Maafkan saya Tuan. Anjing ini sedikit nakal. hehe." Shiya membawa anjing itu pa
Beberapa tahun kemudian.Lucy berjalan dipinggir pantai di depan resort nya menikmati pemandangan sore yang indah itu. Kegiatan itu sekarang telah menjadi kebiasaannya. Ia selalu berjalan-jalan dengan ditemani seekor anjing jenis German Sheperd yang ia temukan beberapa lalu dipinggir pantai.Karena anjing liar itu mengingatkannya pada Coda, jadi Lucy memutuskan untuk merawatnya. Ia membiarkan anjing itu berkeliaran di resort nya dan kini anjing itu sangat patuh padanya.Gadis kecil yang sebelumnya masih berumur 10 tahun itu kini sudah berumur 17 tahun. Lucy sudah tumbuh dengan sangat baik dan kuat. Ia pun juga sangat cantik, bahkan umurnya sudah memenuhi syarat untuk memiliki kartu tanda pengenal sendiri.Keahlian bela diri Lucy pun kini tak main-main, ia bahkan memenangkan banyak kompetisi muay thai diberbagai pertandingan yang ia ikuti. Namun, namanya terkenal sebagai Sangrawee Narong bukan dengan nama Lusiana Arabelle.Hal it
Untuk pertama kalinya, Lucy menapaki negara yang terasa asing baginya. Negara yang sama sekali belum pernah ia kunjungi meski hanya didalam mimpi saja.Suara-suara orang yang berbicara dengan bahasa asing pun terus menyelimuti telinganya. Suasana yang sangatlah berbeda dari sebelumnya.Sebuah mobil mewah pun sudah terparkir didepan pintu masuk bandara Internasional Phuket untuk menjemput mereka. Beberapa pria terlihat segera menghampiri mereka untuk membawakan koper yang sedang mereka bawa."Ma?" Lucy menggenggam erat lengan Nyonya Aom karena merasa takut melihat pria-pria asing bertubuh kekar yang mengambil alih kopernya itu."Jangan takut, mereka adalah orang-orang yang bekerja untuk Papamu." Nyonya Aom pun memeluknya agar gadis kecil itu tak merasa takut."Kemarilah! Paman ini baik hati. hahaha" Tuan Narong terkekeh di samping mobilnya saat melihat Lucy yang ketakutan. Ia juga menepuk-nepuk bahu salah satu pria bertubuh kekar
Beberapa minggu kemudian."Ini semua dokumen Nona Muda yang anda minta Tuan." seorang pria memberikan map berwarna coklat berukuran besar kepada Tuan Narong."Baiklah." Tuan Narong membuka isi map itu dan membacanya satu persatu."Saya juga sudah merubah nama Nona Muda seperti yang anda minta Tuan." pria itu memberikan satu buah map lagi kepadanya."Baguslah. Sangrawee Narong, nama ini cocok untuknya." Tuan Narong mengangguk-anggukan kepalanya seraya membaca dokumen yang ada ditangannya."Apa kali ini anda akan tinggal disana dalam waktu lama Tuan?" pria itu mencoba memberi asupan pada rasa penasarannya."Entahlah, aku ingin menikmati waktu di Phuket bersama keluargaku." raut wajah Tuan Narong terlihat bahagia kali ini. Ia merasa senang karena kini memiliki keluarga yang lengkap."Semoga waktu anda menyenangkan Tuan." selama bertahun-tahun, Tuan Narong selalu sibuk bekerja keras hingga tak memperhatikan ist
Kini Shiya dan Lucy sudah berdiri didepan sebuah bangunan dengan interior ala bangunan tua. Bangunan itu adalah panti asuhan. Ya, Shiya memang berniat memasukkan Lucy ke panti asuhan karena dia tidak tahu lagi harus membawanya kemana. Jika terus membiarkan Lucy berada didekatnya ia akan terus merasakan sakit akibat siksaan darinya."Lucy tinggal lah disini! semua orang disini baik. Jangan menunggu ibu untuk datang lagi." Shiya meletakkan tas berukuran besar di teras bangunan itu. Ia mengusap-usap ujung kepala Lucy dengan lembut."Tapi Bu, kenapa Ibu meninggalkanku? aku janji akan menjadi anak yang baik." Lucy menangis, ia sangat ketakutan ibunya akan meninggalkannya."Kau anak yang baik Nak, bahkan sangat baik. Itulah sebabnya kau harus tinggal bersama orang-orang baik, bukan bersama orang jahat seperti Ibu." Shiya tak kuasa menahan air matanya."Tapi bagiku Ibu adalah orang yang paling baik didunia ini." Lucy memegang erat lengan Ibunya,
"Nona, hari ini bolehkah aku membawa Nona Lucy sepulang sekolah?" pagi itu, John menjemput Lucy dan meminta ijin pada Shiya untuk membawa Lucy. Shiya pun mengiyakan permintaan John dan membiarkan Lucy pergi ke sekolah bersamanya."Tolong jaga dia baik-baik." Shiya menundukkan tubuhnya untuk berbicara pada John yang sudah duduk didalam mobilnya."Jangan khawatir Nona." John pun melajukan mobilnya meninggalkan rumah Shiya. Sedangkan Lucy yang diduduk disamping John itu, terus melambaikan tangannya pada sang ibu.Shiya masih berdiri tak bergeming dari tempatnya, menatap kepergian mobil itu sambil membalas lambaian tangan dari anaknya.Siang harinya.John sudah berada didepan sekolah saat Lucy keluar dari taman kanak-kanak itu. Gadis kecil itu pun menghampirinya begitu saja, keduanya pun terlihat sangat akrab selayaknya Paman dan keponakan yang sesungguhnya."Kita akan pergi kemana Paman?" gadis kecil itu terus melemparka