Yora menatap sang nona sedih, ia ingin agar pria pujaan nonanya mengetahui. Entah mengapa saat menatap Arya dirinya tahu jika lelaki itu juga memendam rasa dengan majikannya. Kenapa dirinya bisa tahu? Karena Bunga menyimpan banyak foto Arya yang tak sengaja pernah dilihatnya.
Seluruh keluarganya sudah duduk semua di sofa. Yanuar juga ada di sana. Bunga melihat Yanuar memberi kode agar dia duduk di sebelahnya. Bunga mengenyakkan tubuhnya duduk di sebelah Yanuar. Yanuar mengelus punggungnya menenangkan dan memberi kekuatan. Bunga meringis karena tanpa sadar Yanuar mengenai luka bakarnya yang belum sembuh benar.
“Oh maaf,” ucap Yanuar terkaget.
“Jelaskan pada kami apa yang terjadi padamu?” tanya Robert lembut.
Bunga mengedarkan pandangannya keseluruh orang yang ada di sana. Kemudian berhenti menatap Arya yang balik menatapnya dengan pandangan tajam tak terbaca dengan bibir terlipat menipis. Lalu pandangan matanya beralih menatap bundanya.
“Enam bulan yang lalu, Bunga mengalami kecelakaan saat menolong anak tetangga teman Bunga yang apartemennya mengalami kebakaran,” ujarnya.
“Dan kamu bagaikan seorang pahlawan menerjang kobaran api begitu saja?!” ucap Arya tajam memecah keheningan.
“Apa?! Tentu saja tidak, waktu itu api belum terlalu besar. Ini bayi lho! Siapa yang tega tidak menolong. Kalau kau tak tahu apa-apa lebih baik diam!” balas Bunga kesal. Matanya melotot menatap Arya. Lelaki aneh kok dia yang sewot sih. Bunga tidak suka Arya sepertinya semakin ingin turut campur dalam kehidupannya. Para saudaranya saja diam sedari tadi menyimak.
“Lalu bagaimana kamu bisa terkena luka bakar?” tanya Jovan.
“Saat aku mau berlari keluar dengan si bayi, tiba-tiba tabung oksigen yang ada di ruang tamu meledak, nah saat itu lidah api menjilat punggungku dan serpihan kaca dinding rumah mengenai punggungku,” ucapnya sembari menunduk, Bunga tak kuasa menatap raut kekagetan bercampur kesedihan yang tercetak pada wajah kakak lelakinya itu.
“Kenapa kamu sama sekali tidak mau bilang dengan kami keluargamu, Nak?” tanya Lucy. Nada bicara Lucy bergetar tampak raut kekecewaan dan terluka di wajahnya.
“Mama saat itu sedang sibuk dengan hal lain. Makanya Bunga tidak ingin menambah beban Mama.”
“Hal apa itu?” tanya Lucy.
“Mama waktu itu sibuk mengurusi nenek yang terkena stroke ringan.”
“Astaga Nak, orangtua tetap orangtua. Sesibuk apapun Mama, anak-anaknya tidak mungkin terabaikan. Kamu jauh, jadi bagaimana Mama bisa tahu jika kamu tak bilang? Oh, mama ingat sekarang, waktu itu tak sengaja cangkir yang dipegang Mama terbelah menjadi dua. Lalu perasaan Mama jadi tak enak, jangan-jangan saat itu kamu mengalami musibah.” Lucy mengingat-ingat kejadian saat ia akan membuatkan minum suaminya.
Bunga memalingkan wajahnya, dirinya malu. Cukup sudah sekarang semua orang sudah tahu, terlebih lagi Arya sudah tahu dan hal itu membuatnya semakin rendah diri.
Ponsel Arya berbunyi. Arya menerima panggilan dari ayahnya.
“Ya Ayah?”
“Kapan acara pertunanganmu dengan Sekar dilaksanakan, jangan tunda-tunda lagi, Arya.”
“Baik, Yah. Akan segera Arya bicarakan. Mumpung Sekar dan keluarganya sedang berkumpul bersama.” Arya kembali menyimpan ponselnya setelah panggilan itu selesai.
“Ehmm ... begini Pa, Ayah telepon ingin memastikan jika acara pertunangan untuk segera dilaksanakan,” ucap Arya kepada orangtua Sekar, tetapi dari sudut matanya mengawasi reaksi Bunga yang datar tampak tak acuh. Bahkan Bunga tampak asik melihat ke layar ponsel Jovan.
“Baiklah kalau begitu tidak usah di tunda-tunda lagi tanggal satu bulan depan kalian bertunangan dan bulan berikutnya kalian menikah,” ucap Robert.
Sekar menunduk,entah mengapa dia sudah tidak menginginkan perjodohan ini. Ia ingin mendapatkan cinta Yanuar. Batinnya menjerit ingin terlepas dari Arya.
“Bagaimana Sayang kamu setuju?” tanya Lucy menyentuh bahu Sekar.
“Terserah Mama saja” ujarnya.
“Kok, terserah Mama. Yang akan menikah itu kamu, harus yakin dong.”
“Entahlah Ma.”
“Maksudmu apa sih Kar?” Roby melirik sungkan pada Arya yang menatap Sekar dengan wajah datar tak terbaca. Kadang Roby merasa curiga calon iparnya itu seperti tidak punya emosi.
“Maksud Sekar terserah Mama dan Papa untuk mengatur acara begitu,” balas Sekar pada akhirnya. Dadanya berdetak kencang jangan sampai keluarganya mengetahui keengganannya, belum saatnya ia harus memastikan perasaan Yanuar terlebih dahulu.
Bunga bangkit berdiri, “Sepertinya sudah sangat larut Bunga ingin beristirahat.” Tiba-tiba dia merasa badannya melemah tenaganya hilang entah ke mana. Sangat letih, ia tahu Arya memperhatikan dirinya sedari tadi. Bunga pamit kemudian ke arah koridor kamarnya yang berada di ujung lorong. Berada dalam satu ruangan dengan Arya serasa seluruh nafasnya terperangkap di paru-paru.
Bunga masuk ke kamarnya, bersandar di balik pintu yang tertutup, menangisi nasibnya yang jatuh cinta pada kekasih saudaranya.
Bodohnya dirimu Bunga, lebih baik kamu pergi saja dari sini. Seperti yang sudah-sudah, raih bahagiaku sendiri. Tak perlu kamu melihat lelaki itu lagi. Pendam seluruh cintamu. Batinnya menegur.
Arya spontan bangkit berdiri, seolah tak sadar dengan apa yang dia lakukan. Matanya menatap lurus ke arah menghilangnya Bunga. Rengkuhan jemari Sekar lah yang menyadarkan dia dari apa yang dia lakukan.
“Mau ke mana Sayang?” tanya Sekar.
“Eh ... mau ke kamar kecil,” ucap Arya begitu bisa menguasai diri.
Yanuar hanya memandang dalam diam interaksi antara Sekar dengan Arya.
“Ada di ujung koridor mari aku antar.’ Yanuar ikut bangkit berdiri.
Arya menggeleng pelan, “Tidak perlu aku bisa pergi sendiri.”
“Baiklah kalau begitu.” Yanuar kembali terduduk. Yanuar mengeluarkan ponselnya dan menghubungi sepupunya.
Yanuar mengetik. ‘Arya dan Sekar di sini, baru saja mereka memutuskan untuk hari pertunangan dan pernikahan. Kalau kau tidak bergerak cepat, Sekar akan menjadi milik Arya, Bung.’ Pesan Yanuar hanya mendapatkan balasan berisi umpatan kasar dari seberang.
Arya bergegas menyusul Bunga, ternyata kamar mandi terletak persis di ujung bersebelahan dengan kamar Bunga. Sayup-sayup terdengar suara tangisan dari balik pintu di sebelah kirinya.
Ini pasti kamar Bunga. Arya berdiri persis di depan. Kemudian tangannya terulur membuka knop pintu.
Bunga tersentak saat dirasanya ada dorongan dari balik pintu.
“Siapa...?” ujar Bunga dengan suara tercekat bercampur isakannya. Bunga membalikkan badannya menghadap ambang pintu kamar yang terbuka.
Arya sudah berdiri dengan setengah badannya sudah masuk ke kamarnya. Tatapannya tajam menusuk, tidak ada aura lembut seperti yang ia perlihatkan pada Sekar. Arya melangkah masuk sepenuhnya kemudian menutup pintu di belakangnya dan menguncinya.
“Apa yang kau lakukan di sini, Kak?” tanya Bunga gugup.
Arya maju mendekati gadis itu, lalu merengkuh ke dua bahu Bunga dan menkan tubuh bagian belakang Bunga hingga gadis itu menyandarkan punggungnya menempel di balik pintu. Mengunci pergerakan tubuhnya, Bunga meringis merasakan ngilu di punggungnya.
“Ahh ... sakit Kak,” rintih Bunga raut kesakitan tampak jelas di wajahnya.
Arya tersentak kaget kemudian menarik tubuh Bunga merapat ke tubuhnya satu tangannya merengkuh pinggul Bunga dan sebelahnya lagi menengadahkan dagu Bunga untuk menatap wajahnya.
“Kenapa kamu menjauhiku?” bisik Arya tepat di depan wajah Bunga.
“Siapa yang menjauhimu? Aku merasa tidak ada alasan untuk dekat denganmu. Aku memiliki kesibukan sendiri.”
“Kau pikir aku tidak tahu, hmmm?”
“Tidak tahu apa?” tanya Bunga bingung, kerutan di dahinya semakin dalam.
“Kamu kan sudah menolak cintaku, lalu lihat apa yang kau lakukan sekarang. Jangan main-main denganku, sebentar lagi kalian akan bertunangan aku tak mau menyakiti hati saudaraku. Tolong lepaskan aku,” tambah Bunga.
Telapak tangan Arya sudah berpindah membelai pipinya.
“Jadi semua karena penolakanku pada pernyataan cintamu?”
“Kamu ngomong apa sih? Nggak jelas banget, apa hubungannya dengan penolakanmu. Aneh!” protes Bunga yang semakin kebingungan dengan sikap Arya ini. Kenapa pria ini seolah-olah menjadi pria yang paling tersakiti?
“Jangan menghindariku,” desis Arya, terlihat jakunnya naik turun. Saat ini Bunga sungguh merasa terintimidasi.“Itu hakku, terserah apa yang ak
Keesokan harinya, setelah membersihkan diri dan bersiap-siap. Bunga membuka pintu kamar dan terperanjat saat mendapati Arya sudah berdiri bersandar di daun pintu kamarnya dengan melipat kedua tangannya di depan dadanya.Bunga mengerutkan dahinya, “Kenapa kamu belum turun?” tanya bunga.
Ponsel Bunga berdering, Yora mengulurkan ponsel pribadi milik Bunga. Bunga memeriksa id penelepon, senyum tersungging disudut bibirnya. Hatinya tergelitik menggoda Arya, apakah Arya akan merasa cemburu ataukah tidak? Padahal yang meneleponnya adalah Adyatama putra Almira dan Davka Alsaki.“Ya Sayang?” saya Bunga dengan halus.Diliriknya Arya melalui kaca tengah mobil. Raut wajah Ar
Bunga sedang disibukkan dengan pekerjaan di kantor barunya, saat sang bunda masuk dan membawakan bekal makan siangnya.“Sayang sepertinya kamu lebih berisi sekarang. Mama senang Nak, apalagi minggu depan ada pesta pertunangan Sekar. Bagaimana jika kamu juga segera menyusul?” ujar Lucy.
Arya semakin mengetatkan pelukannya, ia tak suka jika Bunga merasa Arya adalah milik Sekar. Sebelah tangannya yang lain sudah naik merengkuh tengkuk Bunga sembari mendongakkan wajah sang gadis kemudian melumat bibirnya, dengan ciuman dalam dan memabukkan.Bunga bisa merasakan sisa wine di lidah Arya yang masuk membelit lidahnya dan mengusap dengan lembut langit-langit mulutnya.
Bunga akan segera pergi, ia harus mengorbankan banyak hal untuk kebahagiaan Sekar. Menjauh dari orangtuanya, keluarga besarnya. Mungkin sang bunda sudah memiliki firasat tidak enak maka tadi menelepon, tetapi Bunga bisa apa. Ia juga punya andil dalam kesalahan karena terlibat dengan Arya.Bunga dan bayinya akan pergi jauh, ya Bunga hamil. Dirinya menyadari jika ia sudah terlambat haid saat bundanya datang beberapa waktu yang lalu ke ka
Tiga bulan telah berlalu dan Bunga masih bersikukuh tidak mau kembali sedangkan kehamilannya sudah memasuki bulan keenam.Bunga sedang menikmati teh camomile di beranda rumah kecilnya di Bali. Sudah dua bulan ia berada di Indonesia karena usaha yang dirintis olehnya tidak bisa ditinggal terlalu lama.
“Ayo dong cepat tebak!” ujar Bayu.
Cempaka Akshita Atmaja tiba di bengkel besarStromderdilmilik ayahnya Jovan Adhi Atmaja. Tadi ayahnya menyuruhnya singgah ke bengkel guna mengambil vitamin ayahnya yang tertinggal di kantor sedangkan bengkel yang sudah pasti tutup jam delapan seperti ini karena bengkel sudah tutup sejak jam lima sore.Cempaka memarkirkan mobilnya persis di sebelah mobil city car berwarna merah. Kemudian melangkah membuka pintu samping menggunakan kunci cadangan miliknya.
Yanuar berdiri di pinggir jalan tepat di seberang restoran tempat keluarga Bunga berada. Ia sedang menunggu seseorang untuk bergabung makan malam bersama. Ia kembali teringat saat dahulu ia mengamuk di rumah sakit tempat Bunga melahirkan kemudian ia yang terpaksa di masukkan ke rumah sakit jiwa.Di bulan ketiga ia berada di rumah sakit itu. Louis menyarankan agar ia pindah ke panti rehabilitasi.
“Mau apa kamu kemari?!” ketusnya suara Arya membuat si kembar merengsek mendekati bunda mereka.“Kak, sabar. Jaga emosi, anak-anak ketakutan nih,” bujuk Bunga.Arya yang tadinya sudah naik pitam, mencoba mengendalikan diri karena teringat dengan sang buah hati.
Bunga dan Sekar sibuk mengurusi anak-anak mereka yang akan pentas tutup tahun ajaran, tahun ini mereka bertiga akan masuk ke Sekolah Dasar. Sekar dan putranya Helmi Jayadi tetap meneruskan di sekolah Harapan Bangsa, sedangkan kedua anak kembar Bunga akan dibawa ke Amerika. Adalah berita bahwa Yanuar akan segera keluar dari rumah sakit jiwa. “Bunda, ajak anak-anak ke dalam deh. Ayah sama Papi yang bawain kuenya,” usul Arya setelah memastikan perlengkapan pentas anak-anak tidak ada yang tertinggal di mobil.
Di luar kamar dengan daun pintu yang sedikit terbuka, Yanuar mengintip kemesraan Bunga dengan Arya. Tangannya terkepal sampai buku tangannya memutih. Pancaran matanya yang memerah penuh amarah, sakit hati dan kecemburuan.“Bangs**! Kau Arya, segera Bunga akan menjadi milikku.”
Bunga menangis semakin kencang bukan karena sakitnya jalan lahir yang sedang dibersihkan dokter tetapi karena ungkapan Arya, seolah pria yang sudah menjadi suaminya ini amat sangat mencintainya. Sesak sekali rasa di hatinya. Rasa nyeri saat melahirkan sudah ia lupakan.Seluruh keluarga yang bersuka cita berhamburan mengelilingi keduanya. Saat Bunga sudah dipindahkan ke dalam ruang rawat inap.
Sekar menelepon Anton suaminya, supaya memberikan ijin untuknya ke rumah sakit menemani Bunga. Namun ternyata Anton pun tak memberikan ia ijin. Bahkan sekarang Anton yang tadi ada di kantor Arya ikut pergi ke rumah sakit. Jadi sekarang hanya tertinggal Sekar dengan para keponakannya.Suara deru mobil memasuki halaman rumah mereka. Narendra melihat keluar siapa gerangan yang datang.
Lea mengucapkan selamat kepada pengantin. Mata Bunga bertemu dengan mata sang pria pasangan Lea.“Louis Cruz, is that you?” tanya Bunga. Rupanya dia mengenali pasangan Lea.Arya y
Asti mengangguk pasti. “Kalau begitu aku hubungi orangtua Bunga dulu.”“Siapa?!” seru Bunga dari dalam kamar.“Cempaka nan cantik jelita hadir!” Suara merdu si gadis cilik membahana.