Share

#66. Barisan Para Mantan

Penulis: Kanaya Aruna
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Ini sudah pukul 1 siang, dimana telah berlalunya pengucapan ijab termasuk acara-acara lain seperti lempar bunga dan uang. Begitu gesit ketika segalanya selesai, aku juga telah berganti dengan warna dress yang lebih mencolok. Jika tadi berwarna merah muda, kini merah pekat menandakan keberanian. Begitu pula Orick yang menyamakan lambang keberanian denganku, blazernya berubah lebih gelap. Dan jika boleh kukatakan, auranya sangat pekat ketika dia mengenakan jas hitam alih-alih putih. Rasanya sedaritadi aku ingin meremas wajah pemuda itu.

Sekadar mencurahkan, tadi saat pengucapan ijab air mataku tak bisa berhenti turun hingga ketiga sahabatku kerepotan mencari sekotak tissue. Sesudahnya apa? Ya apalagi jika bukan make-up-ku hancur berserakan. Tapi sayangnya, masalah tidak berhenti di situ saja. Aku hancur ketika bapak menyebutkan namaku sebagai tanda pelepasan diri ini dari kartu keluarga.

"Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan anak saya, Nararya Arina dengan maskawinnya berupa em
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #67. Sebesar Apa Aku Mencintaimu

    "Ak-aku sama Lisa cuman kagum doang, Nar. Bukan naksir yang gimana-gimana, serius deh. Beda waktu aku lihat kamu. Rasanya, aku ingin memiliki untuk jangka waktu yang panjang. Jadi, tolong bedakan mana yang sekadar kagum dan jatuh sesungguhnya."Itu adalah hal yang dia jelaskan ketika kami kembali berganti salin. Ada yang salah untuk hari ini. Yaitu saat kusadari aku tidak ikut andil melihat daftar tamu yang mereka undang. Setahuku, yang akan hadir hanya rekan-rekan Orick dengan pihak keluarga besarnya. Dia tahu aku hanya mengundang para rekan satu organisasi. Sangka-ku antrean tamu akan berhenti pada oknum Lisa yang merupakan mantan gebetannya. Tapi ternyata antek-antek macam Kaila, Clara, bahkan Archel Si mantan yang paling tak ingin kulihat--datang layaknya tamu vvip. Sekonyong-konyong saja mereka menyalami Orick, seolah-olah aku tak nampak dan bukan masalah yang berat.Batinku berkata untuk tidak menunjukan raut-raut yang bisa membuat mereka tertawa menang. Aku tidak minat merasa c

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #68. Liontin Merah Rahasia

    Satu malam yang sama, satu perasaan yang sama, dan satu atap yang serupa. Aku akan berdiri sepanjang malam bersama rembulan hias yang didekorasi oleh langit. Sejak Orick memutuskan masuk kamar mandi dan aku mengasingkan diri ke depan balkon, aku merasa kami tidaklah terlalu berwarna seperti satu malam setelah pernikahan. Orang-orang akan menganggapnya bahwa kami memiliki malam yang indah dan panas. Ingin kutertawai saja persepsi semacam itu. Cinta yang kumiliki untuk memiliki Orick lebih didominasi oleh sendu, alih-alih napsu. Dan karena hal itu, aku sedikit bersalah telah menghancurkan suasana yang seharusnya meriah, berubah jadi lemah.Meskipun penampilanku sudah sepenuhnya berubah, dan mungkin akan sedikit menggoda--tidak dengan wajahku. Sialnya, aku tak bisa mengatur mimik wajah yang begitu menawan untuk menarik kelemahan Orick. Aku tidak sepandai Jeanne yang sekali gerak bisa membuat kaum adam berlutut-lutut memohon padanya. Mengenakan lingering merah pekat yang entah ini ide sia

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #69. Cantik-Cantik Galak

    Berhari-hari setelah hari pernikahan, lebih spesifiknya di pekan tengah bulan Mei, aku duduk terpekur di depan jendela sembari mengusapi bunga dari vas. Umur pernikahan kami memang baru sekejap, tapi rasanya aku bisa abadi di sini. Tiap kali Orick menyentuhku, tiap kali Orick mengusap kepalaku, tiap kali pemuda itu berkata, teksturnya terlalu halus sampai aku terharu. Seakan-akan aku adalah barang yang berharga, dia menjagaku begitu handal.Berhari-hari setelah hari pernikahan pergi, semuanya kembali pada aktivitas semula. Kamala, Jeanne, dan suamiku yang tengah berkelana pada sebuah desa untuk penuntasan gelar S1-nya. Bella yang sudah menjadi bintang penyiar di salah satu siaran telivisi. Wajahnya semakin bersinar. Senyum lebar dan menenangkan yang dulu hanya tertuju padaku, kini dia sebar-luaskan untuk yang lain. Aku ingat betapa mulianya niat ia saat mengatakan bahwa dia ingin menjadi alasan semua orang berbahagia. Sekarang, aku melihat virus mataharinya terus bersinar. Dan berhara

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #70. Samar-Samar

    Dalam periode yang sempat terlalui, aku seringkali bertanya pada diriku. Mau bagaimana lagi caraku untuk mempertahankan kebahagiaan? Seperti menyikapi sikap-sikap Orick yang mulai sibuk, se-sibuk-sibuknya orang sibuk sampai bidadari sepertiku tak bisa mengganggunya. Apalagi yang harus kukatakan pada dunia merah jambu ini? Atas syukur karena berkah yang melimpah? Atau justru bersujud ampun sebab sudah keterlaluan batas?Orick tetap Manuangga Orick yang pertama kali aku kenal, walau waktu telah berlalu lebih jauh dari musim sebelumnya. Orick tetap Orick, pemuda patuh yang menjunjung ideologi "istri first, suami second". Orick masihlah Orick yang manja, selalu merajuk, dan lebih suka dimanja ketimbang memanjakan. Orick masih Orick yang sering jahil. Orick masih Orick dengan lapang dadanya dan pemaaf. Justru, tahun berganti, dia semakin melunak dan kepribadiannya membuatku guling-guling tak tahan. Dia sangat manis. Dia tidak pernah mempermasalahkan apapun. Justru aku yang sering mengeluh

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #71. Perkumpulan Ibu-Ibu

    Hanya karena sepintas darah mereka bersikukuh menitahku untuk diam dan tak menyentuh dapur. Apalagi Kamala yang terlihat sibuk, bertekad untuk bantu memasak walaupun Bella dan Jeanne sudah ngomel-ngomel agar tidak menyentuh sesenti barang-barang yang telah jadi. Padahal aku sudah bilang, kalau rasanya tak sedikitpun menyakitkan. Aku bahkan mempraktekan memukul meja hanya untuk memberi paham, bahwa aku tidak terluka. Namun kedua manusia itu tak membuka telinganya, yang berakhir mereka selesaikan seperempat aktivitas memasakku.Di meja makan, aku memandangi kelincahan Jeanne bergulat dengan kemampuan Bella. Kalau soal masak-memasak, Jeanne adalah partner terbaikku. Jika dengannya, aku selalu bisa menciptakan makanan-makanan dengan rasa yang telah tercatat di ekspetasi. Beda hal bila dengan Kamala. Tahu-tahu makanan gosong dan kami berakhir gofood. Heran, bagaimana Abi bisa tahan dengan kelakuan wanita yang jika masak, satu dapur hancur.Dimulai dari pangsit ayam, kentang goreng, dimsum,

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #72. Untuk Pemuda Yang Berada Di Pelukanku

    Sampai pukul 4 mereka memutuskan untuk pulang. Katanya, Bella dan Jeanne punya acara lain di kantor. Sedangkan Kamala hanya ikut-ikutan pulang, sebab tidak enak jika Orick pulang nantinya. Padahal sudah kuberi tahu itu bukan masalah yang besar. Barangkali Orick sendiri rindu dengan sahabat kentalnya.Walaupun ketiganya itu manusia-manusia terbilang gesrek, tapi sisi warasnya tetap ada untuk membantu merapikan kembali dapur tanpa mengeluh. Dan sebelum dibereskan, sesuai permintaan Kamala yang ingin membawa pulang pangsit ayam, aku dan Jeanne kembali memproduksinya. Dan seakan-akan dia adalah ratu, kerjanya hanya topang kaki. Bella dibiarkan mencuci piring sendiri.Setelah mereka pulang, tidak lama berselang mobil Orick tiba di depan garasi. Tiba memasuki rumah, dia spontan menjatuhkan diri padaku yang sedang tenang menonton telivisi bersama Zero. Aku jelas terperanjat dan nyaris memukul kepalanya dengan remote tv. Sudah tahu istrinya mudah kaget, tapi kelakuannya selalu mengejutkan."A

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #73. Hitam Putih Jalanan

    Perjalanan yang semula mengandrungiku dengan warna-warni, kini tiba dimana aku merasakan khalayak umum tidak lagi menyentuh relungku. Semua yang mereka lakukan, apapun kegiatan, dan seramai apa girang tawanya, tidak lagi berfungsi pada keadaanku. Berjalan di tengah-tengah keramaian, macam berjalan di jalanan sepi yang panjang dan berwarna hitam. Mataku berkabut. Yang kutangkap bukan lagi matahari kuning, melainkan layar hitam putih bagai telivisi masa lalu--seolah-olah aku berada di dalam kamera.Kian hari berlalu, kian hari juga stamina tubuhku menurun drastis. Pasokan emosi yang terlalu kuat tidak seimbang dengan asupan yang aku makan. Keseimbanganku tentang kesehatan dan kesibukan nyaris kontras. Aku kembali merasakan repotnya menjadi mahasiswa. Seringkali tidur larut, diam-diam menangis karena beban kepalaku, serta nyeri dari ulu hatiku terus menyembul. Orick tidak akan tahu. Dan Orick takkan pernah kuberita tahu alasannya. Aku tidak mau menghancurkan hari bahagianya. Apalagi sete

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #74. Jangan Menyerah

    Hft... dasar kehidupan. Lucu sekali. Ketika aku berpikir semuanya hanya tipu belaka, aku masih melihat celah-celah cahaya dari sisi lain. Dan akan kupahami hari ini, bahwa--tak perduli segelap apapun jalan dan tempat yang mencekam-mu. Tak perduli sejauh dan serumit apa isi di dalamnya. Kamu akan selalu temukan hal-hal mengejutkan yang telah Tuhan kirimkan untukmu. Kamu akan selalu temukan matahari bagaimanapun caranya sinar itu masuk. Kamu akan selalu temukan bahagia versimu sendiri.Senyumku yang semula tidur. Jalanan yang semula hitam dan putih, kembali berwarna dengan langit yang membentang senyum tulus padaku. Kelopak-kelopak burung yang mengepak gerah di atas udara serempak menoleh pada saat mobilku berjalan lurus. Aku ikut tersentak ketika menakjubkannya mereka membentuk barisan seakan mengawalku untuk membelah jalanan.Dentingan musik yang damai dengan tenangnya klakson menyatu menjadi instrumen yang mengupahi lelahku. Dulu, aku lebih suka awan ungu ketimbang merah muda. Tapi m

Bab terbaru

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #87. Pertanda Hujan

    Dari belakang rumah pindah ke atas lantai dua, dimana Erin sudah selonjoran di atas kasurnya. Sedangkan aku berdiri di depan teras balkon dan melihat sambaran petir dari kota seberang. Gemuruh yang saling bersahutan di sana menandakan sebentar lagi hujan akan datang. Aku tersenyum kecut melihat panorama tersebut. Terlampau banyak kisah yang perlu kuulas, sampai dimana aku sadar, aku tak bisa mengabulkan seluruhnya.Jika aku diperkenankan membawa satu hal untuk tetap berada di sampingku, aku ingin membawa kenangan itu kekal dalam kepalaku. Sampai nantinya aku bertemu lagi orang-orang baik seperti mereka, lepas kubalas dengan sekotak warna yang lebih indah dan membahagiakan daripada ini. Tapi untuk berdiri, aku juga memiliki aturan yang tak bisa sembarang kusanggah.Meluapnya suhu dari lapisan atmosfer, meningkatkan kadar dingin menjadi campur aduk. Dua tanganku terangkat untuk memeluk diriku dan mengusapnya mandiri. Aku benci ketika bau tanah sudah menyeruak dan rintik-rintik sedu dari

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #86. Biru Langit Menyakitkan

    "ERIN!!""Astagfirullah, dateng-dateng bukannya salam!""YHA, ERIN!!""APAAN SEH BUSET? RAME BENER LU BARU DATENG JUGA!!"Aku tak menggubris bapak dan Ibu yang terkejut-kejut di ruang tamu. Hal pertama ketika kakiku berpijak di dalam rumah yang berbeda, kulaungkan suara itu hingga oknum bernama Erin turun terburu-buru dari lantai dua. Dan setelah oknumnya berdiri tegak di hadapanku, ku lempar kresek pizza padanya."Belikan banget lo udah gede juga." Aku mencebik. Barulah setelah itu pandanganku berkelok pada ibu dan bapak. Kuserahkan kresek polos berisikan martabak dan bubur kacang."Nggak bareng Orick?" Bapak celingukan ke belakangku. Mungkin dia pikir aku datang bersama Orick, padahal tidak."Nggak, dia juga lagi mampir ke rumahnya. Yaudah aku juga kesini, di rumah gaada siapa-siapa." tukasku, kemudian ikut bergabung duduk. Sedangkan di sisi lain, Erin malah kocar-kacir entah kemana, menjauhi kami."HEH, ERIN! MAU KEMANA? MAKAN BARENG-BARENG JANGAN LO HABISIN SENDIRI!""NYENYENYE!"

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #85. Lembayung Terakhir

    Di antara lembayung merah yang muncul pada celah-celah kaca, aku berdiri menghadap lembaran kalender. Menatap angka-angka merah dan hitam yang berderet, sebelum pintas rasa bersalah menenggelamkanku bersama malam datang. Aku tersenyum tipis sembari menghembuskan napas perlahan-lahan. Aku pernah menemukanmu sebagai mata angin yang selalu kuikuti kemana-pun kamu pergi. Tapi di perempatan jalan, aku mulai bingung. Dimana tempat yang seharusnya kita tuju bersama?Pamitan Vanny setengah jam lalu berubah menjadi sedikit sendu untuk hatiku. Padahal sebelumnya memang sudah terbiasa. Tidak mungkin jua dia menginap di sini, dia kan masih memiliki keluarga di rumahnya. Lalu saat Nadya melambai sembari melambai dan mengatakan "terimakasih" dengan dua mata tulusnya. Kali ini, aku tak bisa lagi lari dari sebuah pilihan. Tersakiti atau pulih, keduanya adalah hal yang menyakitkan.Musim dingin akan segera datang. Aku harus menyiapkan kaus kaki dan mantel penghantar panas. Duduk di depan api unggun se

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #84. Blank Compass

    "Benar menurut manusia itu relatif. Kamu nggak akan selalu berada di pihak yang salah, begitupun pada yang benar. Sebenarnya, benar dan salah hanya bagaimana kita memandang. Oke, yuk mulai deh curhatnya. Nadya, jadi... ada hal apa yang pengen kamu keluarkan, sayang?""Kakak bisa baca pikiranku aja nggak? Aku takut kalau aku bilang, aku dianggap terlalu berlebihan." Aku tergelak mendengarnya, namun tak seling itu aku tertawa."Hei, hei. Emangnya aku cenayang? Aneh-aneh aja ih, nih makan dulu permen!" Aku menyurukan box kecil berisikan permen kopiko padanya.Lucu sekali segannya. Dia pelan-pelan membuka permen, dan begitu mengemutnya aku tak kuasa untuk menepuk tangannya yang terjulur di depan meja. Aku hampir saja mengeluarkan kembali kata-kata lapas mataku tak sengaja melihat liontin hijau daun mentereng. Aku praktis mendongak untuk melihat wajahnya, namun wanita itu seakan-akan tak menyadarinya."Aku boleh cerita nih?" ujarnya."Boleh dong. Tenang, aman sentosa. Dua telinga kakak ter

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #83. Mayoritas Selalu Benar

    Jungkat-jungkit mencintai seorang Manuangga Orick tidak jauh-jauh dari kelakuan tebar pesona dan manis mulutnya yang kadang menyama-ratakan aku dengan para jalang di luar sana. Sejujurnya, untuk memahami sifat Orick yang begini memang sudah biasa. Aku memutuskan jatuh hati dengannya, berarti aku harus siap dengan segala yang lahir maupun datang dari dirinya. Entah Orick yang kebiasaannya tebar pesona, Orick yang ramah pada semua orang, tatakrama untuk memperlakukan wanita yang mungkin nyaris sama dengan memperlakukanku. Well, aku mengerti. Bahkan sepertinya, aku tidak harus membesarkan masalah itu. Sebab yang tulus mencintai, akan selalu punya batasan-batasan pada dirinya sendiri. Tapi tunggu ya, namanya juga masalah cemburu, aku kadang tidak kuasa menahan debar api di dada.Aku melihat Erin dan Ratu tengah bercanda gurau di lantai satu. Sementara aku bergegas naik ke lantai atas dengan Orick yang mengudang situasi semakin mencengangkan. Aku tahu, Erin dan Ratu pasti merasa takut. Tap

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #82. Ceo Menyebalkan

    "Awal kali kita bertemu itu di kampus. Saat itu, waktu gue jadi maba dan lo komdis yang buener-buenerrrrrrr... galak! Gue sampai nggak berani tatap mata lo, apalagi waktu gue lupa gue masih pakai gelang. Jujur, gue takut banget gelang itu dirampas dan nggak dibalikin lagi. Masalahnya, itu satu-satunya kenangan yang Abi kasih ke gue. Hanya dari situ gue bisa mengenang dan percaya kalau Abi akan tetap kembali. Gue udah was-was.. tapi lo cuma nasehatin gue. Dari situ gue cengo, apalagi waktu lo senyum. Semacam---anjir? Tadi pagi aja tuh muka asem banget? Kok tiba-tiba baik di belakang? Lo aslinya dua orang, kah?!"Siang menunggu sore tadi, setelah berhasil kualihkan obrolan tentang orang tua, dia berhasil membawa sekotak rindu dari masa lalu yang menggemaskan. Well, sebenci apapun aku pada kehidupan di belakang, pada akhirnya aku tidak berbohong, kalau aku tetap bersyukur bisa berada di jalan ini. Karena, tidak mungkin tanpa mereka, tidak mungkin tanpa luka-luka aku berdiri pada dunia ya

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #81. Kolase Duka

    "Bos, darimana aja?! Ini Zero ngamuk barusan!""Untung gue pergi, kalau nggak kena cakar dah." Aku tertawa kecil saat memasuki pintu rumah.Hal pertama yang aku lihat bagaimana Vanny repot menenangkan Zero yang berada di pangkuannya, sampai kucing itu melompat dan mengibaskan rambutnya di bawah. Aku tidak tahu apa yang terjadi, namun sepertinya wajah tertekan Vanny bisa menjelaskan bahwa kucing itu berulah hebat."Ada keluhan?" Aku berjalan lebih dalam dan menjatuhkan diri di ruang keluarga. Sedikit meregangkan badan. Cukup pegal berjalan di atas jalanan curam."Ya itu, kucingnya Bos." Dia mengikutiku dan berdiri di sampingku."Selain itu.""Gaada, aman.""Van, kalau lo kena pecat gimana?""Bos?" Dia tersentak. "Bos, saya ngelakuin kesalahan ya? Demi apapun, selama saya diberi kepercayaan oleh Bos saya tak pernah menyia-nyiakannya. Sebuah kehormatan bisa bekerja sama dengan Bos. Tapi Bos, kenapa saya tiba-tiba dipecat? Saya salah apa?""HAHAHA!" Aku tergelak dengan ekspresi wajahnya y

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #80. Ada Begitu Banyak Pilihan Dalam Hidup

    Aku berjalan jauh memunggungi rumah. Melewati hutan dan impian, meninggalkan pesisir kota. Memberi jarak pada kenyataan dan takdir, aku melangkah menyusuri sebuah tebing yang cukup tinggi dari permukaan. Di sini sedang cerah, matahari berada sejajar dengan tubuhku ketika berdiri di atas rerumpunan.Lingkaran pohon yang kulihat dari arah utara, berputar ke timur, ke barat, dan berakhir di selatan. Memeluk dengan tubuhnya yang agung, menjaga sisian daratan ini seperti cekungan. Menahan serangan sewaktu-waktu serangan dari luar lingkaran bisa menghancurkan kehidupan kami. Dari sini, kuperkirakan waktu matahari terbenam dan terbit akan terlihat sangat elok. Atau bianglala dunia yang membentang selepas hujan mendera. Atau barangkali saat inipun kelihatan lebih elok. Sebuah semburat biru yang perlahan-lahan diserang kilau ungu, menyatu dengan warna liontinku.Di sini, aku bisa melihat barisan pemukiman berjajar rapi. Bangunan gedung yang mencakar udara, kemacetan Jakarta, heboh nadanya bahk

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #79. Cause I'm Your Home

    Dahulu, harta, tahta, dan cintaku adalah sebuah gelar di belakang nama. Sebuah impian yang kupikir akan selalu statis, rupanya berada dalam kendali waktu. Lagi-lagi hanya berpacu pada sekelumit waktu yang akan menuntun pada hukum alam sesungguhnya. Dimanapun aku berada, kapanpun aku menjalankannya, dan tak sampai tak terhingga rasa bahagia ini; aku selalu diingatkan, bahwa dunia bukanlah pelabuhan abadi yang akan selalu harmonis.Lalu apa?Mereka hanya perlu menari dan melukis segala macam bentuk kenang untuk dituang pada kepala. Karena katanya, yang sesungguhnya, kita tak pernah dihadapkan dengan perpisahan. Semua kisah-kisah itu tetap abadi di dalam benak. Orang-orang mungkin berpikir pergi dan datang bukanlah suatu fase yang sulit. Tapi mereka lupa, bahwa kehidupan yang baru selalu mempunyai syarat. Yaitu, hilangnya segala kenangan indah itu.Aku tak perduli bagaimana tanggapan orang-orang setelah ini. Sebuah afirmasi konklusi yang telah mendapat validasi, aku hanya harus duduk sid

DMCA.com Protection Status