Share

#35. Pangeran dan Puteri

Penulis: Kanaya Aruna
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Ini bukan hari kedua setelah aku dan Kaila bertengkar. Jauh berjalan lebih maju, ini hari ketujuh setelah kabar itu melanglang seluruh forum kampus. Dan karena ini hari ketujuh lebih jauh dari kabar itu, aku merasa rinduku lebih meletup panas saat menggandeng lengan Orick. Seakan ada nafsu lebih untuk bermanja dengannya, apalagi melihat jajaran manusia memenuhi meja di kantin, seolah ini adalah waktu yang tepat untuk ku-pamerkan pada dunia; inilah hubunganku. Ku harap mereka melihatnya menggunakan kedua bola mata dan tersadar oleh batin yang waras.

Satu pekan tidak bersitatap wajah bersamanya mungkin bukan hal yang buruk. Namun itu juga bukan hal yang bisa dikatakan mudah ketika fokusku tertuang penuh pada sebuah tugas. Separuh otakku bertanya-tanya dalam diam. Apakah dia tak lagi sedang membandingkan dirinya? Apakah dia sudah berhenti dari segala overthinkingnya? Atau jangan-jangan dia minat untuk menyembunyikannya sendiri? Atau bisa jadi dia memang sudah memulih, namun dia melakukan
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #36. Sweeter Than Afternoon Chocolate

    "Dibilang lagi banyak orang!""Yaudah kita ke hutan ajalah, yuk buruan!""Manja banget sih, mama kamu ngidam apa waktu ngelahirin kamu?""Kodok goreng!""Aaaaa, udah-udah! Pipi aku pegel!" Aku menekan dua rahang pipiku dengan maksud enggan lagi tertawa.Dia akhirnya meluluh. Menit dimana Kak Ida datang lagi untuk memberikan pesanan lengkap, suara Orick berubah berat untuk memerintah diriku. Yang tak kulewatkan karena memang sejujurnya perutku sudah kerubukan. Sehingga jadwal pertama yang kami laksanakan yaitu makan bersama.Aku yang sudah terlampau lapar tak tergugah untuk memotret, bahkan tak ingat kalau aku memiliki sosial media yang cukup untuk ajang pamer. Sementara Orick kebalikannya dari aku. Dia sibuk mengabadikan momen yang terjadi hari ini. Sibuk mengambil angle dari berbagai sudut, termasuk aku yang dia jadikan objek. Lalu semena-mena dia menyombongkan hasilnya yang sudah dia posting lebih dulu di-instagram dengan caption, "puteri-nya kelaparan habis sidang skripsi" lengkap

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #37. Top Cumlaude 1

    Satu hari sebelum proses yudisium menimpa mahasiswa tingkat akhir, aku mengabari Orick untuk tidak macam-macam di belakangku. Saat itu, dia hanya membalasnya dengan emotikon tertawa sampai sepuluh totalnya lewat bubble chat.Semenjak Kaila lebih berani untuk menghadapiku, aku mulai was-was kalau dia juga akan se-gencar itu mendekati Orick. Aku tahu cintanya tak selemah anak remaja yang disenggol sekali, hancur sampai ke akar. Aku dan dia punya komitmen dan trik-trik pertahanan dalam negeri untuk menghajar bersama badai di luar. Aku dan dia telah lama mencintai, telah lebih dulu tenggelam, telah lebih awal hancur, dan telah lebih pertama untuk merasakan pahitnya goncangan. Sehingga untuk menerimanya sebagai hadiah kedua kali, aku jelas tahu bagaimana caranya menghindar.Bukannya aku meragukan Orick. Akan tetapi, aku meragu pada wanita gila seperti dia yang bisa menjaga jemarinya agar tak menyentuh milikku. Karena aku paham, jika orang sudah terobsesi oleh napsunya sendiri, dia akan tun

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #38. Kata Orang, Makanan Manis Bisa Membantu Mood

    Sekitar pukul 3 sore acara sudah selesai dan kami berbondong-bondong keluar dari auditorium yang luasnya membuatku lelah hanya karena duduk di antara keramaian itu. Namun ku-akui rasa lelah itu sedikit tersamarkan oleh bahagiaku karena berada di tingkat teratas yang sesuai dengan usahaku selama ini. Bahkan bukan hanya aku yang berjuang dimari, melainkan banyak orang yang tanpa kusadari--mereka-lah yang membuatku berada di atas. Termasuk rekan-rekan satu organisasiku yang kini berjalan satu shaf, saling merangkul, lalu tertawa-tawa menyambut hari yang lepas.Ini memang bukan hari akhir dimana kakiku akan pergi menjauh, namun ini adalah tahap akhir dimana tak lama lagi aku meninggalkan kenang tentang masa mudaku di ranah pendidikan. Aku akan keluar membawa segudang materi dan mulai mengaplikasikannya pada dunia nyata. Aku keluar, serta aku berhasil menjelajah dunia yang begitu aku impikan untuk disentuh puncak bintangnya. Statusku akan berubah. Kesibukanku mungkin akan bertambah. Dan ke

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #39. 100:100

    Seumpama ikan hidup dalam dua habitat, apa yang akan terjadi dalam hidupnya? Proporsi tubuh yang tidak sesuai untuk bertahan dari para pemangsa, ataukah dia akan bahagia karena bisa melihat luasnya daratan ketimbang dalamnya lautan yang gelap? Bagaimana cara dia berbaur dengan spesies yang lain? Bagaimana caranya dia melawan para predator? Bagaimana caranya menyesuaikan hidup?Jika dia berada di lautan, persentase antara kesakitan dan kebahagiaannya mungkin akan seimbang. Seperti, dia akan pulang pada rumah dan kerabat yang satu. Dia bisa menjadi dirinya sendiri dan berlarian tanpa takut ancaman yang terlalu besar menimpanya. Dia tidak perlu risau, sebab dia-lah penguasa lautan sesungguhnya.Tidak dengan daratan, mungkin dia akan merasa bahagia dalam separuh hati. Sementara kegundahan akan meliputi seluruh hatinya. Ketakutan akan dunia luar, ketakutan akan jalan pulang, ketakutan akan kerabat-kerabat baru, atau praduga-praduga serangan yang berada di luar nalar.Perbandingan-perbandin

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #40. Antara Introvert dan Extrovert

    Pada satu cuaca dalam kalender yang usang, aku menggeser lembaran dari kilas ke kilas. Menemukan jati diriku yang berbayang untuk sebuah bahagia yang fana. Dari bolpoin yang hitam, berubah menjadi putih. Dari surat yang berhenti, untuk kembali terbang dan menemukan pelabuhan yang layak. Tak kusadari waktu berlalu begitu cepat dari kejadian tragis malam itu, aku telah berlari lebih jauh.Pada musim yang telah berganti dari dingin ke semi, di akhir tahun ini langit berkilau begitu cerah tanpa setetes hujan yang dapat menyentuh permukaan bumi. Aku mengutuk langit untuk tak mengundang hujan sampai kapanpun aku hidup. Aku tidak akan membiarkan suasana itu membendung lagi kehidupanku. Aku benci hujan. Aku benci air. Walau terkadang air mataku sendiri tak bisa kucegah.Mata-mata sinar saling bermunculan dari celah awan, seakan mengajak setiap yang melihat bermain petak umpet. Ledakan-ledakan bak kapas dan permen di angkasa, warna-warni pelangi, serta bentangan yang biru keniscayaan yang tak

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #41. Si Tidak Sadar Diri

    "Congraduation!"Sedaritadi, kata itu terus mengudara tak henti-henti bagai sebuah musik wajib untuk hari ini. Setelah penyambutan dan penyerah-terimaan selesai, ketika para wisudawan dibubarkan untuk bebas berkeliaran, pintu ballroom otomatis terbuka dan cahaya matahari dari sana masuk berdebar lebih kencang.Ucapan selamat atas keberhasilan, tangis haru, maupun ledakan confetti bagai taburan bintang mengguncang langit universitas. Aku melihat banyak sekali wajah baru yang datang bergelimangan ke area ini. Entah itu kerabat atau keluarga pihak wisudawan, sekalipun kekasih maupun selingkuha dan jumlah selir yang mereka bawa. Aku tak langsung berhambur ketika tiba di luar, melainkan terpaku di pinggir kusen pintu dengan pandangan lurus pada keramaian orang-orang.Aku tak dapat menemukan dimana keluargaku berada. Jeanne dan Kamala yang telah ku-peringati agar hadir di hari jadi kelulusan ini, tidak nampak batang hidungnya sama sekali. Yang kulihat adalah pundak lain saling berkerumun."

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #42. Congraduation

    "Kamu kenapa sih, Nar? Tiba-tiba aja kayak gini?"Bagus. Sekarang aku malah terjebak dalam kurungan Orick disaat harusnya aku menikmati cokelat panas yang telah Jeanne siapkan di meja kantin. Semena-mena saja dia menyeretku ke belakang, dan semena-mena menatapku dengan pandangan seperti itu. Apa dia sedang bertanya padaku? Sekali lagi, dia sedang bertanya padaku? Yakinkah dia menanyakan hal itu padaku? Atau memang otak Orick ada yang hilang belakangan ini? Aku tak paham dengan kinerja otak ia."Kalau ada apa-apa tuh bilang sayang, jangan---""Jangan bertanya dulu, tapi biasakan pikir sebelum itu." potongku dengan napas terhembus gusar.Baiklah. Etikanya masih berjalan waras. Untung-untungan dia menarikku ke belakang, kalau kami masih berdiri di teras kafe, bisa-bisa suaraku berakibat pada pecahnya kaca-kaca di sana. Jadi, di sinikah tempat yang halal untuk berkata segalanya?"Apaan Nar? Apaan? Kamu kenapa? Bilang dong, akukan bukan cenayang. Kalau ada apa-apa tuh bilang, Sayang.."Aku

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #43. Langit Subuh dan Matahari

    Kemarin malam, Orick duduk di rumahku sampai pukul 10 hanya untuk meladeni bocah Erin yang terus-terusan bertanya tentang dunia perkampusan. Belum lagi bapak dan ibu saling berebut topik dengannya, sedangkan aku sibuk membenahi diri di atas kamar. Pada dasarnya, jika pemuda itu bertandang ke rumah bukan untuk memanjakanku, melainkan anggota keluarga yang lain.Setelah berbincang-bincang dengan keluarga di bawah, dia naik menghampiriku yang sudah menunggu di balkon. Di sana, kami tak banyak bicara. Bungkam lebih keras mendominasi. Yang kami lakukan hanya menatap hamparan langit semakin larut, semakin tentram rasanya. Mendengar satu suara yang sama, yaitu deru kendaraan Jakarta yang mustahil untuk berhenti.Dalam posisi menghadap utara, dua tangan kami saling melilit untuk menghapus dingin. Satu arah tegak-lurus menghitung banyaknya bintang, kemudian bercerita acak seperti hari-hari sebelumnya.Malam itu banyak sekali hal-hal baru yang belakangan ini tak ku-ketahui. Seperti katanya, Ori

Bab terbaru

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #87. Pertanda Hujan

    Dari belakang rumah pindah ke atas lantai dua, dimana Erin sudah selonjoran di atas kasurnya. Sedangkan aku berdiri di depan teras balkon dan melihat sambaran petir dari kota seberang. Gemuruh yang saling bersahutan di sana menandakan sebentar lagi hujan akan datang. Aku tersenyum kecut melihat panorama tersebut. Terlampau banyak kisah yang perlu kuulas, sampai dimana aku sadar, aku tak bisa mengabulkan seluruhnya.Jika aku diperkenankan membawa satu hal untuk tetap berada di sampingku, aku ingin membawa kenangan itu kekal dalam kepalaku. Sampai nantinya aku bertemu lagi orang-orang baik seperti mereka, lepas kubalas dengan sekotak warna yang lebih indah dan membahagiakan daripada ini. Tapi untuk berdiri, aku juga memiliki aturan yang tak bisa sembarang kusanggah.Meluapnya suhu dari lapisan atmosfer, meningkatkan kadar dingin menjadi campur aduk. Dua tanganku terangkat untuk memeluk diriku dan mengusapnya mandiri. Aku benci ketika bau tanah sudah menyeruak dan rintik-rintik sedu dari

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #86. Biru Langit Menyakitkan

    "ERIN!!""Astagfirullah, dateng-dateng bukannya salam!""YHA, ERIN!!""APAAN SEH BUSET? RAME BENER LU BARU DATENG JUGA!!"Aku tak menggubris bapak dan Ibu yang terkejut-kejut di ruang tamu. Hal pertama ketika kakiku berpijak di dalam rumah yang berbeda, kulaungkan suara itu hingga oknum bernama Erin turun terburu-buru dari lantai dua. Dan setelah oknumnya berdiri tegak di hadapanku, ku lempar kresek pizza padanya."Belikan banget lo udah gede juga." Aku mencebik. Barulah setelah itu pandanganku berkelok pada ibu dan bapak. Kuserahkan kresek polos berisikan martabak dan bubur kacang."Nggak bareng Orick?" Bapak celingukan ke belakangku. Mungkin dia pikir aku datang bersama Orick, padahal tidak."Nggak, dia juga lagi mampir ke rumahnya. Yaudah aku juga kesini, di rumah gaada siapa-siapa." tukasku, kemudian ikut bergabung duduk. Sedangkan di sisi lain, Erin malah kocar-kacir entah kemana, menjauhi kami."HEH, ERIN! MAU KEMANA? MAKAN BARENG-BARENG JANGAN LO HABISIN SENDIRI!""NYENYENYE!"

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #85. Lembayung Terakhir

    Di antara lembayung merah yang muncul pada celah-celah kaca, aku berdiri menghadap lembaran kalender. Menatap angka-angka merah dan hitam yang berderet, sebelum pintas rasa bersalah menenggelamkanku bersama malam datang. Aku tersenyum tipis sembari menghembuskan napas perlahan-lahan. Aku pernah menemukanmu sebagai mata angin yang selalu kuikuti kemana-pun kamu pergi. Tapi di perempatan jalan, aku mulai bingung. Dimana tempat yang seharusnya kita tuju bersama?Pamitan Vanny setengah jam lalu berubah menjadi sedikit sendu untuk hatiku. Padahal sebelumnya memang sudah terbiasa. Tidak mungkin jua dia menginap di sini, dia kan masih memiliki keluarga di rumahnya. Lalu saat Nadya melambai sembari melambai dan mengatakan "terimakasih" dengan dua mata tulusnya. Kali ini, aku tak bisa lagi lari dari sebuah pilihan. Tersakiti atau pulih, keduanya adalah hal yang menyakitkan.Musim dingin akan segera datang. Aku harus menyiapkan kaus kaki dan mantel penghantar panas. Duduk di depan api unggun se

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #84. Blank Compass

    "Benar menurut manusia itu relatif. Kamu nggak akan selalu berada di pihak yang salah, begitupun pada yang benar. Sebenarnya, benar dan salah hanya bagaimana kita memandang. Oke, yuk mulai deh curhatnya. Nadya, jadi... ada hal apa yang pengen kamu keluarkan, sayang?""Kakak bisa baca pikiranku aja nggak? Aku takut kalau aku bilang, aku dianggap terlalu berlebihan." Aku tergelak mendengarnya, namun tak seling itu aku tertawa."Hei, hei. Emangnya aku cenayang? Aneh-aneh aja ih, nih makan dulu permen!" Aku menyurukan box kecil berisikan permen kopiko padanya.Lucu sekali segannya. Dia pelan-pelan membuka permen, dan begitu mengemutnya aku tak kuasa untuk menepuk tangannya yang terjulur di depan meja. Aku hampir saja mengeluarkan kembali kata-kata lapas mataku tak sengaja melihat liontin hijau daun mentereng. Aku praktis mendongak untuk melihat wajahnya, namun wanita itu seakan-akan tak menyadarinya."Aku boleh cerita nih?" ujarnya."Boleh dong. Tenang, aman sentosa. Dua telinga kakak ter

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #83. Mayoritas Selalu Benar

    Jungkat-jungkit mencintai seorang Manuangga Orick tidak jauh-jauh dari kelakuan tebar pesona dan manis mulutnya yang kadang menyama-ratakan aku dengan para jalang di luar sana. Sejujurnya, untuk memahami sifat Orick yang begini memang sudah biasa. Aku memutuskan jatuh hati dengannya, berarti aku harus siap dengan segala yang lahir maupun datang dari dirinya. Entah Orick yang kebiasaannya tebar pesona, Orick yang ramah pada semua orang, tatakrama untuk memperlakukan wanita yang mungkin nyaris sama dengan memperlakukanku. Well, aku mengerti. Bahkan sepertinya, aku tidak harus membesarkan masalah itu. Sebab yang tulus mencintai, akan selalu punya batasan-batasan pada dirinya sendiri. Tapi tunggu ya, namanya juga masalah cemburu, aku kadang tidak kuasa menahan debar api di dada.Aku melihat Erin dan Ratu tengah bercanda gurau di lantai satu. Sementara aku bergegas naik ke lantai atas dengan Orick yang mengudang situasi semakin mencengangkan. Aku tahu, Erin dan Ratu pasti merasa takut. Tap

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #82. Ceo Menyebalkan

    "Awal kali kita bertemu itu di kampus. Saat itu, waktu gue jadi maba dan lo komdis yang buener-buenerrrrrrr... galak! Gue sampai nggak berani tatap mata lo, apalagi waktu gue lupa gue masih pakai gelang. Jujur, gue takut banget gelang itu dirampas dan nggak dibalikin lagi. Masalahnya, itu satu-satunya kenangan yang Abi kasih ke gue. Hanya dari situ gue bisa mengenang dan percaya kalau Abi akan tetap kembali. Gue udah was-was.. tapi lo cuma nasehatin gue. Dari situ gue cengo, apalagi waktu lo senyum. Semacam---anjir? Tadi pagi aja tuh muka asem banget? Kok tiba-tiba baik di belakang? Lo aslinya dua orang, kah?!"Siang menunggu sore tadi, setelah berhasil kualihkan obrolan tentang orang tua, dia berhasil membawa sekotak rindu dari masa lalu yang menggemaskan. Well, sebenci apapun aku pada kehidupan di belakang, pada akhirnya aku tidak berbohong, kalau aku tetap bersyukur bisa berada di jalan ini. Karena, tidak mungkin tanpa mereka, tidak mungkin tanpa luka-luka aku berdiri pada dunia ya

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #81. Kolase Duka

    "Bos, darimana aja?! Ini Zero ngamuk barusan!""Untung gue pergi, kalau nggak kena cakar dah." Aku tertawa kecil saat memasuki pintu rumah.Hal pertama yang aku lihat bagaimana Vanny repot menenangkan Zero yang berada di pangkuannya, sampai kucing itu melompat dan mengibaskan rambutnya di bawah. Aku tidak tahu apa yang terjadi, namun sepertinya wajah tertekan Vanny bisa menjelaskan bahwa kucing itu berulah hebat."Ada keluhan?" Aku berjalan lebih dalam dan menjatuhkan diri di ruang keluarga. Sedikit meregangkan badan. Cukup pegal berjalan di atas jalanan curam."Ya itu, kucingnya Bos." Dia mengikutiku dan berdiri di sampingku."Selain itu.""Gaada, aman.""Van, kalau lo kena pecat gimana?""Bos?" Dia tersentak. "Bos, saya ngelakuin kesalahan ya? Demi apapun, selama saya diberi kepercayaan oleh Bos saya tak pernah menyia-nyiakannya. Sebuah kehormatan bisa bekerja sama dengan Bos. Tapi Bos, kenapa saya tiba-tiba dipecat? Saya salah apa?""HAHAHA!" Aku tergelak dengan ekspresi wajahnya y

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #80. Ada Begitu Banyak Pilihan Dalam Hidup

    Aku berjalan jauh memunggungi rumah. Melewati hutan dan impian, meninggalkan pesisir kota. Memberi jarak pada kenyataan dan takdir, aku melangkah menyusuri sebuah tebing yang cukup tinggi dari permukaan. Di sini sedang cerah, matahari berada sejajar dengan tubuhku ketika berdiri di atas rerumpunan.Lingkaran pohon yang kulihat dari arah utara, berputar ke timur, ke barat, dan berakhir di selatan. Memeluk dengan tubuhnya yang agung, menjaga sisian daratan ini seperti cekungan. Menahan serangan sewaktu-waktu serangan dari luar lingkaran bisa menghancurkan kehidupan kami. Dari sini, kuperkirakan waktu matahari terbenam dan terbit akan terlihat sangat elok. Atau bianglala dunia yang membentang selepas hujan mendera. Atau barangkali saat inipun kelihatan lebih elok. Sebuah semburat biru yang perlahan-lahan diserang kilau ungu, menyatu dengan warna liontinku.Di sini, aku bisa melihat barisan pemukiman berjajar rapi. Bangunan gedung yang mencakar udara, kemacetan Jakarta, heboh nadanya bahk

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #79. Cause I'm Your Home

    Dahulu, harta, tahta, dan cintaku adalah sebuah gelar di belakang nama. Sebuah impian yang kupikir akan selalu statis, rupanya berada dalam kendali waktu. Lagi-lagi hanya berpacu pada sekelumit waktu yang akan menuntun pada hukum alam sesungguhnya. Dimanapun aku berada, kapanpun aku menjalankannya, dan tak sampai tak terhingga rasa bahagia ini; aku selalu diingatkan, bahwa dunia bukanlah pelabuhan abadi yang akan selalu harmonis.Lalu apa?Mereka hanya perlu menari dan melukis segala macam bentuk kenang untuk dituang pada kepala. Karena katanya, yang sesungguhnya, kita tak pernah dihadapkan dengan perpisahan. Semua kisah-kisah itu tetap abadi di dalam benak. Orang-orang mungkin berpikir pergi dan datang bukanlah suatu fase yang sulit. Tapi mereka lupa, bahwa kehidupan yang baru selalu mempunyai syarat. Yaitu, hilangnya segala kenangan indah itu.Aku tak perduli bagaimana tanggapan orang-orang setelah ini. Sebuah afirmasi konklusi yang telah mendapat validasi, aku hanya harus duduk sid

DMCA.com Protection Status