Share

#16. Moon Sky

Author: Kanaya Aruna
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Aku melihat bagaimana rembulan bersinar disaat langit menggumpal hitam. Seandainya ku-umpamakan adalah malam, Orick bukanlah bintang ataupun hamparan gelap itu.

Jika aku pagi, maka dia adalah senja. Jika aku dingin, maka dia adalah panas. Jika aku angin, maka dia adalah cahaya. Jika aku musim, maka dia adalah waktu. Yakni jika aku malam, dia adalah siang. Kami tidak berjalan dalam detik yang serupa. Namun kami berjalan dalam arah yang saling berhubungan. Jika tanpa malam siang takkan hadir, begitu pula sebaliknya. Jika bukan aku yang bersamanya, maka aku tidak akan berdiri di tanah ini. Tidak akan ada skenario yang bahagia layaknya kehidupan yang abadi.

Kalau bukan dia, mungkin aku takkan memiliki alasan untuk bertahan. Kalau bukan dia, mungkin takkan ku-lakukan sekelumit naskah memilukan ini. Kalau bukan Orick, mungkin tak kubangun afirmasi serta afeksi yang saling menyokong untuk aku hidup. Apa yang salah dari mencintai terlalu dalam? Siapa yang merasakan ini? Hanya aku, bukan orang
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #17. Setempat Kita Bercengkrama

    "Nanti, kalau kamu ambil S2 bakal sekalian kerja dulu nggak? Apa mau fokus lagi kelulusan?" topik berubah. Dia bertanya hal lain dengan sebelah tangan melilit di ujung rambutku.Atmosfer semakin hening. Jeda kendaraan semakin malam semakin lengang. Angin yang berhembus semakin dingin selayaknya arah jarum jam berlalu. Aku tidak tahu pasnya pukul berapa, tapi yakin ini sudah lewat tengah malam. Dalam keheningan ini, aku tersenyum tipis memandang langit tanpa bintang jauh di seberang."Opsi pertama sepertinya.""Wah keren, nanti aku kerja kamupun begitu. Kita nabung sama-sama ya buat biaya nikah?""Heh!" Aku refleks menyentil mulutnya. "Makin malem makin sompral itu mul---awh!" sialannya, dia membalas dengan menarik ujung rambutku."Kamu nggak mau nikah sama aku? Cukup tahu aja sih." suaranya yang berubah menjadi datar. Ceritanya merajuk, namun tangannya tetap gatal memainkan rambutku. Dasar bocah."Kamu sadar nggak kamu bilang apa?" ujarku sedikit bersungut. Sebal dengan dia yang mudah

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #18. Apa Lagi yang Dia Lakukan?!

    Dahulu, sebelum aku memutuskan untuk membuka jati diriku, aku pernah rasakan sepinya dunia dan lelahnya menelan segala kerapuhan sendiri. Padahal ku-tahu jika manusia diciptakan menjadi makhluk yang tak sempurna agar terlaksananya kerja-sama dan saling bergandengan. Manusia mana yang bisa hidup sendiri? Hanya pikiranku kala itu yang bisa berdiri sejauh itu.Aku yang selalu memberi tekanan tersendiri untuk berdiri dengan kedua kakiku alih-alih menopang pada yang lain. Aku yang selalu menerapkan sistem, bahwa telinga membuka lebih baik ketimbang mulut bergerak. Aku yang selalu memantapkan diri untuk berlaku sempurna di hadapan banyak orang, tanpa kekurangan yang bisa keluar dari celahku. Aku yang selalu memperingati diri agar tidak berlaku lemah di hadapan yang lain. Hanya aku dan malam yang tahu bagaimana rumitnya menjalani kehidupan dengan bermacam-macam topeng.Baik-baik saja? Oh ya, tentu. Aku selalu mengumumkan pada semua orang bahwa hidupku baik-baik saja. Maka tidak aneh ketika b

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #19. Pertukaran Rasa Galau

    Seperti jambret yang tugasnya melanglang barang berharga milik orang lain, Kamala benar-benar membuatku harus mengikuti kemana langkahnya pergi. Aku tidak akan menyebutkan nama kafenya, tapi yang jelas berada di pinggiran jalan. Tidak terlalu jauh dari kampus, cukup 15 menit kami mengendarai mobil tanpa kemacetan sebab ini masih pukul 3 belum turun ke angka 5 petang hari.Dia yang memaksaku untuk mengasingkan diri dari Orick. Dia yang bertekad untuk menenangkanku, pada akhirnya malah aku yang menyenangkannya dengan pesanan makanan bertumpuk di atas meja. Oknumnya sibuk bagai juri master chef yang mengicip ini dan itu. Sementara aku adalah peserta lomba yang memasang wajah lelah."Lo nggak dikasih makan ama bapak lo berapa tahun?""Bismillah dulu lo kalau ngomong!" Dia berdecak dengan mata monolid menyipit padaku. Hal spele begitu yang tadinya ingin kuseriusi, berakhir membuatku tergelak. Ah sial, repotnya memiliki jiwa receh.Sekarang, aku malah memberisiki lingkungan kafe yang sedang

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #20. Keping Demi Keping Mulai Memulih

    Gadis tomboy yang kelakuannya humoris itu tidak disangka-sangka bisa jatuh hati pada seorang lelaki dingin macam Abi. Jika kuingat bagaimana gemasnya tingkah Kamala, dia banyak bergaul dengan kaum adam alih-alih hawa. Belum lagi sifat magerannya yang membuatku takjub, bagaimana bisa dia menjalin hubungan jarak jauh? Sedangkan dia bukan perempuan yang neko-neko."Nggak anjir, gue cuman nanya doang barusan! Elah, males amat galau-galauan!" justru dengan dia berkilah, aku semakin puas menertawainya."Kak, please deh. Ketimbang gue seneng punya cowok kayak Abi----""Cieeeeee, ulululu bucin banget sih La!" potongku. Dia terlihat menghela napasnya dalam-dalam, bahkan matanya yang jengah seperti ingin memarahiku. Tapi aku bertaruh, dia tidak akan seberani itu."Nyebelin banget sih kak, padahal gue lagi seneng karena keadaan rumah."Aku tertegun sebentar. Tawaku lagi-lagi melempem, dan bola mataku melebar kurang percaya. Aku tidak salah dengar, dia senang karena keadaan rumah?"Keadaan rumah?

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #21. Kakak Ingin Se-ceria Kamu, Erin

    Langit berubah mendung sejak kami memutuskan untuk pulang ke rumah masing-masing. Sekitar saat maghrib selesai, aku dan Kamala langsung sepakat berpisah sebab masih ada urusan yang harus kami urus. Bukan apa-apa, dia yang memiliki tugas, aku jua memiliki penyelesaian akhir alias skripsian yang harus ku-urus buru-buru.Datang ke pekarangan rumah, ketika aku memasukan mobil ke depan garasi, terpantau bapak seperti biasa nangkring di depan teras bagai satpam. Dengan koran yang menutupi wajahnya, secangkir kopi tergolek di sisi meja, lantas lampu teras dan taman sudah berjajar menyala. Pemandangan ini bisa disebut sebuah hal wajib. Makanya jika sekali-kali bapak tak nampak di sana, aku selalu merasa aneh.Suara pintu yang kubanting cukup mengalihkan atensinya hingga empat mata itu menoleh ke arahku. Bila bapak lelah memulai sebagai yang pertama, aku yang akan memberikannya senyum sebagai pembuka. Kadang kala jika kuingat bagaimana pandanganku dahulu terhadap keluarga, selalu membuatku sed

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #22. Saling Asah, Saling Asih, Saling Asuh

    Aku tidak mengambil apapun selain memindah alihkan laptop dan handphone pada kamar Erin. Tapi di sana, tiba-tiba saja meja yang semula berserakan cat sudah bersih tergantikan makanan dan ia-pun berganti tugas."Kakak makan dulu kata Ibu, pasti di luar belum makan nasi." ujarnya. Melihat sepiring nasi yang dia bawa saja membuatku begah."Kakak udah makan mie di luar." jawabku sembari menurunkan laptop dan handphone di atas ranjang, sementara Erin masih duduk anteng di atas kursi belajar."Belum makan nasi itu.""Sama-sama karbohidrat.""Orang Indonesia kalau belum makan nasi belum disebut makan."Aku geleng-geleng kepala dengan tawa kecil. Memang ya, negara ini sedikit unik ketimbang negara lain. Segala apapun yang bersangkutan dengan makan berat harus ada nasi. Padahal kan semacam gandum, jagung, mie, tepung, sama-sama bisa menyokong energi. Tapi sepertinya tingkah Orick yang selalu makan indomie pakai nasi membuktikan bahwa Indonesia tanpa nasi bagai ambulan tanpa uwiw."Makan dulu k

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #23. Anak Perempuan Yang Bisa Diandalkan

    Oke, jadi begini. Aku seringkali ditanya apa hobi yang bisa aku lakukan tiap kali merasa bosan? Dan tanpa ragu kujawab, mencuci serta menyetrika baju. Namun setelah mendengar itu, rekan-rekan yang bertanya padaku wajahnya berubah mupeng. Aku tidak tahu apa yang salah dengan jawabanku kala itu, akan tetapi--memangnya salah, ya?Pagi sedari pukul 4 lebih 30 menit, aku berbalap lomba dengan ayam berkokok. Karena jadwal tidurku semalam cukup teratur, berakhir bangunku juga sesuai jadwal. Dan terlalu pagi untuk memulai hari dengan skripsi, aku merasa penat-penatku ini perlu ditaburi deterjen terlebih dahulu. Disikat, dibilas, dicelupkan. Oreo ✌.Sudah lama sekali semenjak aku mulai sibuk pada dunia perkampusan, aku lupa bagaimana suasana keluarga dengan pagi-pagi yang tentram. Yang biasa kuhadapi adalah gubrahan Sadan untuk mengerjakan susunan laporan, proker-proker bersama, atau bawelnya para adik-adik di bawah tingkatku. Aku lupa bahwa duniaku saja perlu dibenahi sebelum memperbaiki yang

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #24. Benarkah Kita Akan Menikah?

    Sudah cukup lama setelah aku mengerjakan ibadah, langit berubah lebih terang lagi dan perlahan bukan lagi seberkas fajar yang muncul, melainkan hidung matahari tampak menyapa seluruh rakyat di bumi. Aku tidak tahu korelasi apa yang tepat, tetapi bagai badai yang disapu angin, seakan-akan mendung tadi malam tak pernah hadir, pagi ini langit biru berkilau tanpa eksistensi awan yang menghalangi intensitas cahaya.Bukan lagi suara ayam yang menguasai wilayah, melainkan kicauan burung di atas kabel listrik sedang berjajar bersama. Tidak lagi suara motor yang begitu ribut saling melesat, hening di kamis pagi menjelaskan bahwa hari kerja masih berjalan. Riuhnya pusat suara hanya dari penggorengan dapur kami.Seperti janji kami untuk memasak bersama, dengan menu kuliner kota lain. Hari ini kami sepakat memasak bebek goreng sinjay Madura dengan Mie aceh.Untuk perihal bumbu ulek, kami menguleknya pribadi. Dan tentunya aku bagian membejek rempah-rempah itu. Mulanya aku sudah mengambil blender,

Latest chapter

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #87. Pertanda Hujan

    Dari belakang rumah pindah ke atas lantai dua, dimana Erin sudah selonjoran di atas kasurnya. Sedangkan aku berdiri di depan teras balkon dan melihat sambaran petir dari kota seberang. Gemuruh yang saling bersahutan di sana menandakan sebentar lagi hujan akan datang. Aku tersenyum kecut melihat panorama tersebut. Terlampau banyak kisah yang perlu kuulas, sampai dimana aku sadar, aku tak bisa mengabulkan seluruhnya.Jika aku diperkenankan membawa satu hal untuk tetap berada di sampingku, aku ingin membawa kenangan itu kekal dalam kepalaku. Sampai nantinya aku bertemu lagi orang-orang baik seperti mereka, lepas kubalas dengan sekotak warna yang lebih indah dan membahagiakan daripada ini. Tapi untuk berdiri, aku juga memiliki aturan yang tak bisa sembarang kusanggah.Meluapnya suhu dari lapisan atmosfer, meningkatkan kadar dingin menjadi campur aduk. Dua tanganku terangkat untuk memeluk diriku dan mengusapnya mandiri. Aku benci ketika bau tanah sudah menyeruak dan rintik-rintik sedu dari

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #86. Biru Langit Menyakitkan

    "ERIN!!""Astagfirullah, dateng-dateng bukannya salam!""YHA, ERIN!!""APAAN SEH BUSET? RAME BENER LU BARU DATENG JUGA!!"Aku tak menggubris bapak dan Ibu yang terkejut-kejut di ruang tamu. Hal pertama ketika kakiku berpijak di dalam rumah yang berbeda, kulaungkan suara itu hingga oknum bernama Erin turun terburu-buru dari lantai dua. Dan setelah oknumnya berdiri tegak di hadapanku, ku lempar kresek pizza padanya."Belikan banget lo udah gede juga." Aku mencebik. Barulah setelah itu pandanganku berkelok pada ibu dan bapak. Kuserahkan kresek polos berisikan martabak dan bubur kacang."Nggak bareng Orick?" Bapak celingukan ke belakangku. Mungkin dia pikir aku datang bersama Orick, padahal tidak."Nggak, dia juga lagi mampir ke rumahnya. Yaudah aku juga kesini, di rumah gaada siapa-siapa." tukasku, kemudian ikut bergabung duduk. Sedangkan di sisi lain, Erin malah kocar-kacir entah kemana, menjauhi kami."HEH, ERIN! MAU KEMANA? MAKAN BARENG-BARENG JANGAN LO HABISIN SENDIRI!""NYENYENYE!"

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #85. Lembayung Terakhir

    Di antara lembayung merah yang muncul pada celah-celah kaca, aku berdiri menghadap lembaran kalender. Menatap angka-angka merah dan hitam yang berderet, sebelum pintas rasa bersalah menenggelamkanku bersama malam datang. Aku tersenyum tipis sembari menghembuskan napas perlahan-lahan. Aku pernah menemukanmu sebagai mata angin yang selalu kuikuti kemana-pun kamu pergi. Tapi di perempatan jalan, aku mulai bingung. Dimana tempat yang seharusnya kita tuju bersama?Pamitan Vanny setengah jam lalu berubah menjadi sedikit sendu untuk hatiku. Padahal sebelumnya memang sudah terbiasa. Tidak mungkin jua dia menginap di sini, dia kan masih memiliki keluarga di rumahnya. Lalu saat Nadya melambai sembari melambai dan mengatakan "terimakasih" dengan dua mata tulusnya. Kali ini, aku tak bisa lagi lari dari sebuah pilihan. Tersakiti atau pulih, keduanya adalah hal yang menyakitkan.Musim dingin akan segera datang. Aku harus menyiapkan kaus kaki dan mantel penghantar panas. Duduk di depan api unggun se

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #84. Blank Compass

    "Benar menurut manusia itu relatif. Kamu nggak akan selalu berada di pihak yang salah, begitupun pada yang benar. Sebenarnya, benar dan salah hanya bagaimana kita memandang. Oke, yuk mulai deh curhatnya. Nadya, jadi... ada hal apa yang pengen kamu keluarkan, sayang?""Kakak bisa baca pikiranku aja nggak? Aku takut kalau aku bilang, aku dianggap terlalu berlebihan." Aku tergelak mendengarnya, namun tak seling itu aku tertawa."Hei, hei. Emangnya aku cenayang? Aneh-aneh aja ih, nih makan dulu permen!" Aku menyurukan box kecil berisikan permen kopiko padanya.Lucu sekali segannya. Dia pelan-pelan membuka permen, dan begitu mengemutnya aku tak kuasa untuk menepuk tangannya yang terjulur di depan meja. Aku hampir saja mengeluarkan kembali kata-kata lapas mataku tak sengaja melihat liontin hijau daun mentereng. Aku praktis mendongak untuk melihat wajahnya, namun wanita itu seakan-akan tak menyadarinya."Aku boleh cerita nih?" ujarnya."Boleh dong. Tenang, aman sentosa. Dua telinga kakak ter

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #83. Mayoritas Selalu Benar

    Jungkat-jungkit mencintai seorang Manuangga Orick tidak jauh-jauh dari kelakuan tebar pesona dan manis mulutnya yang kadang menyama-ratakan aku dengan para jalang di luar sana. Sejujurnya, untuk memahami sifat Orick yang begini memang sudah biasa. Aku memutuskan jatuh hati dengannya, berarti aku harus siap dengan segala yang lahir maupun datang dari dirinya. Entah Orick yang kebiasaannya tebar pesona, Orick yang ramah pada semua orang, tatakrama untuk memperlakukan wanita yang mungkin nyaris sama dengan memperlakukanku. Well, aku mengerti. Bahkan sepertinya, aku tidak harus membesarkan masalah itu. Sebab yang tulus mencintai, akan selalu punya batasan-batasan pada dirinya sendiri. Tapi tunggu ya, namanya juga masalah cemburu, aku kadang tidak kuasa menahan debar api di dada.Aku melihat Erin dan Ratu tengah bercanda gurau di lantai satu. Sementara aku bergegas naik ke lantai atas dengan Orick yang mengudang situasi semakin mencengangkan. Aku tahu, Erin dan Ratu pasti merasa takut. Tap

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #82. Ceo Menyebalkan

    "Awal kali kita bertemu itu di kampus. Saat itu, waktu gue jadi maba dan lo komdis yang buener-buenerrrrrrr... galak! Gue sampai nggak berani tatap mata lo, apalagi waktu gue lupa gue masih pakai gelang. Jujur, gue takut banget gelang itu dirampas dan nggak dibalikin lagi. Masalahnya, itu satu-satunya kenangan yang Abi kasih ke gue. Hanya dari situ gue bisa mengenang dan percaya kalau Abi akan tetap kembali. Gue udah was-was.. tapi lo cuma nasehatin gue. Dari situ gue cengo, apalagi waktu lo senyum. Semacam---anjir? Tadi pagi aja tuh muka asem banget? Kok tiba-tiba baik di belakang? Lo aslinya dua orang, kah?!"Siang menunggu sore tadi, setelah berhasil kualihkan obrolan tentang orang tua, dia berhasil membawa sekotak rindu dari masa lalu yang menggemaskan. Well, sebenci apapun aku pada kehidupan di belakang, pada akhirnya aku tidak berbohong, kalau aku tetap bersyukur bisa berada di jalan ini. Karena, tidak mungkin tanpa mereka, tidak mungkin tanpa luka-luka aku berdiri pada dunia ya

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #81. Kolase Duka

    "Bos, darimana aja?! Ini Zero ngamuk barusan!""Untung gue pergi, kalau nggak kena cakar dah." Aku tertawa kecil saat memasuki pintu rumah.Hal pertama yang aku lihat bagaimana Vanny repot menenangkan Zero yang berada di pangkuannya, sampai kucing itu melompat dan mengibaskan rambutnya di bawah. Aku tidak tahu apa yang terjadi, namun sepertinya wajah tertekan Vanny bisa menjelaskan bahwa kucing itu berulah hebat."Ada keluhan?" Aku berjalan lebih dalam dan menjatuhkan diri di ruang keluarga. Sedikit meregangkan badan. Cukup pegal berjalan di atas jalanan curam."Ya itu, kucingnya Bos." Dia mengikutiku dan berdiri di sampingku."Selain itu.""Gaada, aman.""Van, kalau lo kena pecat gimana?""Bos?" Dia tersentak. "Bos, saya ngelakuin kesalahan ya? Demi apapun, selama saya diberi kepercayaan oleh Bos saya tak pernah menyia-nyiakannya. Sebuah kehormatan bisa bekerja sama dengan Bos. Tapi Bos, kenapa saya tiba-tiba dipecat? Saya salah apa?""HAHAHA!" Aku tergelak dengan ekspresi wajahnya y

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #80. Ada Begitu Banyak Pilihan Dalam Hidup

    Aku berjalan jauh memunggungi rumah. Melewati hutan dan impian, meninggalkan pesisir kota. Memberi jarak pada kenyataan dan takdir, aku melangkah menyusuri sebuah tebing yang cukup tinggi dari permukaan. Di sini sedang cerah, matahari berada sejajar dengan tubuhku ketika berdiri di atas rerumpunan.Lingkaran pohon yang kulihat dari arah utara, berputar ke timur, ke barat, dan berakhir di selatan. Memeluk dengan tubuhnya yang agung, menjaga sisian daratan ini seperti cekungan. Menahan serangan sewaktu-waktu serangan dari luar lingkaran bisa menghancurkan kehidupan kami. Dari sini, kuperkirakan waktu matahari terbenam dan terbit akan terlihat sangat elok. Atau bianglala dunia yang membentang selepas hujan mendera. Atau barangkali saat inipun kelihatan lebih elok. Sebuah semburat biru yang perlahan-lahan diserang kilau ungu, menyatu dengan warna liontinku.Di sini, aku bisa melihat barisan pemukiman berjajar rapi. Bangunan gedung yang mencakar udara, kemacetan Jakarta, heboh nadanya bahk

  • I. Tulisan Untuk Orick: Dunia Merah Jambu   #79. Cause I'm Your Home

    Dahulu, harta, tahta, dan cintaku adalah sebuah gelar di belakang nama. Sebuah impian yang kupikir akan selalu statis, rupanya berada dalam kendali waktu. Lagi-lagi hanya berpacu pada sekelumit waktu yang akan menuntun pada hukum alam sesungguhnya. Dimanapun aku berada, kapanpun aku menjalankannya, dan tak sampai tak terhingga rasa bahagia ini; aku selalu diingatkan, bahwa dunia bukanlah pelabuhan abadi yang akan selalu harmonis.Lalu apa?Mereka hanya perlu menari dan melukis segala macam bentuk kenang untuk dituang pada kepala. Karena katanya, yang sesungguhnya, kita tak pernah dihadapkan dengan perpisahan. Semua kisah-kisah itu tetap abadi di dalam benak. Orang-orang mungkin berpikir pergi dan datang bukanlah suatu fase yang sulit. Tapi mereka lupa, bahwa kehidupan yang baru selalu mempunyai syarat. Yaitu, hilangnya segala kenangan indah itu.Aku tak perduli bagaimana tanggapan orang-orang setelah ini. Sebuah afirmasi konklusi yang telah mendapat validasi, aku hanya harus duduk sid

DMCA.com Protection Status