Bab Enam: Itu Bukan Selingkuh!
Ashley berjalan di belakang Noel dengan langkah lunglai. Meski dirinya sudah sarapan, tetap saja yang dia butuhkan adalah kafein. Alih-alih diberikan segelas kopi, Ashley dibuatkan susu vanilla hangat dari bosnya sewaktu makan pagi tadi.
Aku benar-benar mengantuk. Aku ingin tidur. Boleh tidak kalau aku tidur dua jam lagi?
Ashley terus memohon dalam hatinya agar bisa tidur. Tidak mungkin dia mengatakan langsung pada Noel karena sudah jelas jawabannya adalah tidak. Permintaannya akan ditolak.
“Pak, permisi,” panggil Ashley sebelum Noel masuk ke dalam ruangannya.
“Ya?” Noel menjawab sembari membalikkan badannya. Ia memerhatikan wajah Ashley yang tidak segar seperti biasa.
“Boleh tidak kalau saya pergi ke kafe sebelah untuk memesan kopi?” izinnya sebelum pergi keluar. Ashley takut ketika dirinya tidak ada di meja, saat itu Noel membutuhkan bantuannya.
“Saya hanya butuh 15 menit saja,” janji Ashley.
“Kamu tidak tidur?” tanya Noel sebelum memberikan jawaban entah mengizinkan atau tidak.
“Saya tidur jam tiga,” jawab Ashley dengan pelan.
“Jam tiga?” ulang Noel dengan nada tidak percaya sekaligus bersiap ingin protes. Terlihat bagaimana alisnya yang mulai bertaut dan dia juga memegang pinggang. “Saya telpon kamu jam tiga dan tidak diangkat?”
Ashley baru sadar dengan ucapannya. Namun, tidak mungkin dia berkilah lagi sekarang. Ia hanya menyengir tanpa ingin menjawab.
Noel tak bisa melanjutkan protesnya ketika melihat Ashley yang benar-benar butuh kafein sekarang. Ia akhirnya mengangguk dan melambaikan tangan dengan gesture mengusir. “Ya sudah sana pergilah!”
“Terima kasih, Pak. Kalau butuh sesuatu, telpon saya saja,” kata Ashley dengan senang, kemudian membungkukkan badan sekali dan langsung pergi begitu saja.
Noel yang melihat itu hanya bisa geleng-geleng kepala. “Dasar! Pantas saja matanya mirip K****u Panda seperti itu,” gerutunya lalu membuka kenop pintu dan masuk ke dalam ruangannya.
*
Ashley berjalan di loby dengan langkah gontai. Ia juga hanya bisa membalas senyuman pada sapaan dari karyawan Big Bang untuknya. Sampai ketika seorang perempuan seusianya mulai menghampiri dengan penuh energi dan langsung merangkul pundaknya.
“Selamat pagi, Ash!” serunya bersemangat.
Ashley menoleh dan mengulas senyum tipis. “Pagi, An.” Hanya itu kalimat yang keluar dari mulut Ashley. Ia terus melangkah dan otomatis Anna juga ikut mengimbangi langkahnya.
“Mau kemana?” tanya Anna yang mulai menurunkan tangannya dari pundak Ashley.
“Ke kafe sebelah. Mau beli kopi,” jawab Ashley pelan.
“Oh, pantesan. Nggak ada stamina banget pagi ini. Emang kenapa? Begadang sama Justin, ya?” goda Anna sambil mengekeh pelan.
Ashley memaksakan tawanya yang lebih mirip tawa sinis. “Buat apa aku begadang bersama Justin?”
“Ya kali aja tadi malam kalian ehem-ehem,” kata Anna lalu tertawa pelan.
“Hhh … sudahlah. Aku tidak minat bercanda denganmu pagi ini,” tolak Ashley lalu memberikan senyuman pada security yang berdiri di depan pintu masuk loby.
Anna ikut tersenyum juga bahkan dia membalas sapaan itu dengan ucapan selamat pagi yang penuh semangat.
“Kamu kenapa mengikutiku?” tanya Ashley ketika mereka sudah berada di luar area gedung.
“Aku juga butuh kopi. Tadi malam aku menonton N*****x sendirian. Genrenya romantis. Sungguh mengenaskan, bukan?” gerutu Anna dengan bibir dimajukan karena merasa kesal sendiri.
Ashley melihat itu langsung tertawa pelan. Tidak heran baginya kalau Anna melakukan hal random sendirian. Sahabatnya itu baru tiga tahun bekerja di Big Bang dan itu juga berkat dirinya yang memasukkan jalur orang dalam. Ya, begitulah … the power of orang dalam.
“Ash,” panggil Anna.
“Hm?”
“Besok malam kita ke acara pesta lajangnya Dena, kan?”
“Pesta lajang? Dia mau menikah?” kaget Ashley.
Anna memutar bola matanya dengan malas. Sahabatnya memang kurang update kalau tentang gosip karyawan yang seperti ini. “Iya. Dia akan menikah dengan Leonard, pengusaha tekstil itu!”
“Oh, my!” Ashley menutup mulutnya tidak percaya. “Bukannya Pak Leonard itu sudah menikah dan memiliki istri? Beliau pernah bertemu denganku dan Pak Noel ketika ingin investasi di Big Bang!”
Anna mengangguk membenarkan. “Yap! Tapi sudah cerai sekitar tiga bulan yang lalu. Sekarang lelaki tua itu akan menikahi Dena, si wanita idaman lelaki Big Bang!” kata Anna dengan penuh penekanan. Ada rasa iri yang ditangkap Ashley dari nada bicara sahabatnya. Ia langsung terkekeh mendengar itu.
“Ya berarti memang sudah jodohnya.”
“Ya cuman nggak habis pikir! Kalau tiga bulan setelah cerai langsung menikah, bukankah orang-orang akan menganggap Dena itu pelakor?” kata Anna yang mulai menggosip.
Daripada menjawab sesuatu yang masih ambigu dan belum jelas kebenarannya itu, Ashley memilih mengedikkan bahu dan membuka pintu masuk kafe. “Jangan cepat menyimpulkan. Mungkin saja mereka bertemu setelah Pak Leonard cerai,” kata Ashley berusaha positif.
Anna yang merasa gosipnya tidak ditangkap baik oleh Ashley langsung mendengus sebal.
“Kamu mau apa?” tanya Ashley setelah mereka berada di kasir untuk memesan minuman.
“Frape latte,” jawab Anna singkat.
“Frape latte dan Americano, ya.” Ashley pesan lalu mengeluarkan lembaran uang cash dan diletakkan di atas meja kasir.
Penjaga kasir itu mengulangi pesanan Ashley kemudian mempersilakan dua perempuan berpakaian kerja yang sangat rapi itu untuk menunggu panggilan kalau pesanan sudah siap.
Ashley dan Anna duduk tak jauh dari meja kasir. Sekali lagi Anna mulai membahas masalah Dena yang sudah tahu tak akan disambut antusias oleh Ashley.
“Yang membuatku tak habis pikir adalah … kalau seandainya mereka berdua memang benar-benar memiliki hubungan sebelum Pak Leonard bercerai. Itu artinya selingkuh, kan?” kata Anna lagi.
“Lalu kenapa memangnya?”
“Kok jawabnya begitu? Kamu mendukung yang namanya perselingkuhan?” protes Anna.
“Astaga, bukan begitu!” Ashley mengekeh pelan karena sahabatnya salah tangkap maksud pertanyaannya. “Kalau memang mereka sudah berhubungan sebelum Pak Leonard bercerai, apa itu bisa dikatakan selingkuh? Mereka mungkin saja hanya sebatas teman,” jelas Ashley lagi.
Anna menyipitkan mata dan menatap tajam Ashley di depannya. “Siapa saja kalau pasangannya memiliki teman dekat dengan lawan jenis, itu sudah bisa dikatakan selingkuh!”
“What the heck, Anna? Pemikiran darimana itu?”
“Pokoknya ya begitu! Kalau kamu sampai dekat dengan lelaki lain kecuali Justin, itu juga bisa dikatakan dengan selingkuh!” tegas Anna lagi.
Ashley ingin protes dan merasa tersinggung. Namun, keburu Anna kembali melanjutkan kalimat yang mampu mengusik hatinya.
“Kita tidak tahu apakah nanti bisa menahan diri untuk tidak jatuh cinta pada teman dekat itu atau tidak!” lanjut Anna yang akhirnya berhasil membuat Ashley bungkam seribu bahasa.
***
Bab Tujuh: Burnt Out! Ashley melamun di kursinya. Ia terus memikirkan kata-kata sahabatnya ketika di kafe tadi. Bahkan kopi Americano miliknya saja masih tersisa setengah karena mendadak rasa kantuknya hilang akibat pusing memikirkan definisi arti dari selingkuh yang sebenarnya. Apa aku selingkuh? Apa itu benar-benar selingkuh? Kalau aku bicara pada Justin, apa ini tetap akan dinamakan selingkuh? Tapi, aku gak mungkin bilang ke dia. Dia pasti akan menolak mentah-mentah ide konyol ini. Ergh! Pusing!! "Ash? Are you okay?" tanya seseorang yang sekarang sudah berdiri di dekat meja Ashley. Ashley yang memegang kepalanya langsung terkejut dan menyengir. Ia tak menyangka kalau Noel akan melihat dirinya yang kelewat stress karena hal ini. "Pak Noel? Ada yang bisa saya bantu?" tanya Ashley buru-buru merapikan rambutnya. Noel menaikkan satu alisnya. Ia hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan sekretaris kesayangannya. Lalu ia member
Bab Delapan: She’s Back. Di telapak tangan Ashley sekarang ada sebuah key card. Ia melangkah tenang menuju kamar yang sudah dipesan atas nama dirinya. Meski sebenarnya kamar suite yang dimasuki oleh Noel pun atas nama dirinya juga, setidaknya sekarang dia benar-benar memakai kamar yang memakai namanya ketika proses check in. “486,” gumam Ashley menatap benda putih berbentuk persegi panjang di tangannya. Ia lalu melihat ke arah pintu dengan nomor yang sama. “Here it is.” Ashley mendekatkan kartu itu dekat kenop pintu dan terdengar suara cklek! Bersamaan dengan terbukanya kunci kamar. Tanpa ragu, Ashley segera memutar kenop dan masuk ke dalam. Lampu otomatis menyala ketika sensor mendeteksi dirinya. “Hhh … tempat tidur,” ucap Ashley dengan senyum letih ketika menatap tempat tidur yang begitu rapi di dalam ruangan wangi. Tanpa berpikir panjang, ia segera melepaskan tas dan meletakkan benda-benda di tangannya di atas na
Bab Sembilan: My Fiance Ashley sudah bisa tersenyum lebar sembari menyetir mobil untuk kembali ke Big Bang. Ia merasa sudah sangat segar sekarang. Di dalam kamar hotel tadi dia bangun langsung cuci muka dan kembali touch up agar terlihat lebih fresh. Tentu saja Noel yang melihat sekretarisnya kembali lagi seperti semula hanya bisa tersenyum tanpa mengatakan apapun. “Pak, sudah makan?” tanya Ashley sambil terus menyetir dan menatap lurus ke depan. “Sudah.” “Oh. Saya belum,” lanjut Ashley dengan santai. “Boleh saya‒” “Lakukan semaumu, Ash.” Noel memotong kalimat Ashley. Tanpa menaruh curiga tentang suasana hati bosnya, Ashley mengangguk dan senang karena dia bisa membelokkan arah mobilnya menuju Mc.D dan bisa memesan via drive thru. “Big Mac, iced coffee tiramisu dan apple pie,” kata Ashley penuh semangat. Kemudian dia memajukan mobilnya lagi untuk membayar dan mengambil pesanan.
Bab Sepuluh: Are You Kidding? Wait a second … Ashley mencerna apa maksud dari kalimat bossnya yang selama ini telah membuatnya begitu emosi. Ia mengerjapkan mata dengan mulut terbuka lalu menoleh pelan pada Noel yang tak menatapnya, melainkan menatap Erika yang begitu shock. Yang dilihat Ashley adalah wajah tampan itu tersenyum tanpa beban dan dosa saat mengatakan kalimat konyol yang bahkan sebelumnya tidak pernah mereka bahas sama sekali. Bagaimana bisa tiba-tiba saja ada pergantian status dalam hitungan detik saja dan itu belum dikonfirmasi sama sekali olehnya. Apa dia sedang bercanda? “Calon tunangan?” ulang Erika akhirnya memecah jeda sesaat. “Ya … Ashley, calon tunanganku.” Sekali lagi Noel menegaskan. Tangannya bukan hanya menggenggam tangan Ashley yang mulai dingin, melainkan merangkul pundak sekretarisnya yang mulai gemetar karena terkejut. “Bukankah dia sekretarismu?” cibir Erika yang tak mungkin bisa dibodo
Bab Sebelas: Married? “Calon tunangan katanya? Yang benar saja!” rutuk Ashley sambil mencengkeram kuat setir mobilnya. Setelah keluar dari ruangan Noel, ia tak peduli dan langsung meraih tas untuk pulang segera. Ia tak ingin tahu apa yang dibicarakan oleh dua orang di dalam ruangan CEO tersebut. Baginya, sudah cukup mendapat kejutan yang menjengkelkan seperti itu, tak perlu dia harus mendengarkan lebih jauh apalagi meminta penjelasan pada Noel. Yang dia pikirkan sekarang hanyalah ingin melampiaskan kekesalannya akibat ulah Noel. Ashley membelokkan arah mobilnya menuju rumah Justin. Dia butuh seseorang untuk menenangkannya. Saat dirinya berusaha untuk fokus, HP di atas kursi sampingnya berdering dan muncul nama Noel disana. Tanpa ragu Ashley langsung menggeser tanda merah. Ia tak ingin mendengar suara Noel sekarang. Mobil akhirnya tiba di depan sebuah rumah sederhana yang mana isinya ada tiga penghuni lelaki di kamar yang berbeda-beda. Justin tidak tin
Bab Dua Belas: Point In Fact Noel pulang ke rumah dengan badan dan pikiran yang sangat melelahkan. Begitu letih rasanya hari ini setelah ia bertemu dengan Erika kemudian disambung dengan telponnya yang diabaikan oleh Ashley. Tentu saja dia merasakan tidak karuan. “Ergh! Kemana gadis itu?!” geram Noel sangat marah. Ia melepaskan jasnya lalu melemparkan ke sembarang arah lalu membuka kulkas mini bar untuk mengambil sebotol beer. Tanpa bicara, ia segera membuka tutup beer dan meminumnya hingga tiga kali teguk. “Ahh.” Noel menyeka bibirnya yang basah. Kemudian berjalan menuju ruang kerjanya terlebih dulu sebelum ke kamar. “Awas saja kalau ketemu. Akan kuberikan dia hukuman karena berani mengabaikan telponku!” gerutunya lagi. Noel mendorong pintu ruang kerja yang tertutup rapat. Namun, alangkah terkejutnya dia saat melihat seseorang berdiri di sana sembari membaca sebuah buku dengan posisi duduk tenang. “Mom?!” kag
Bab Tiga Belas: You Belong With Me Ashley menginjakkan kaki di teras rumahnya saat waktu menunjukkan pukul sebelas malam. Semua rasa stress karena ulah Noel mendadak menguap begitu saja setelah dia mendapat kabar dari Justin tentang rencana hubungan mereka selanjutnya. “Ergh … capeknya!” Ashley memukul-mukul pundaknya dengan pelan. Ia kemudian membuka pintu dengan kunci yang sudah diambilnya dari dalam tas. Pintu terbuka dan membuatnya sedikit heran karena lampu ruang tamu sudah menyala. Dia coba mengingat apakah sudah mematikan lampu atau belum. Namun, dia yakin sekali kalau semua lampu sudah dia matikan. “Kenapa baru pulang?” Tiba-tiba terdengar suara dengan nada berat. Ashley terlonjak kaget, dia bahkan melompat ke belakang dan memegang dadanya, seolah jantungnya hampir saja copot. Seseorang muncul dari dalam dan menuju ruang tamu. Kedua tangannya di pinggang dengan wajah congkak. Ia bersiap untuk menginterogasi Ashley. Siapa lagi k
Bab Empat Belas: DignitariesPagi ini Ashley sudah siap bekerja dengan side job tambahan yaitu berlatih menjadi pasangan yang manis untuk Noel. Selama ini dia melayani bosnya dengan batasan antara sekretaris dan pimpinan, sekarang ia harus mengubah itu lebih intens lagi. Entah dia siap atau tidak, setidaknya tak mungkin ada jalan untuk putar balik dan mengatakan tidak pada Noel.“Huh! Semangat, Ash!” ucapnya pada diri sendiri sambil menatap pantulan dirinya di cermin toilet khusus perempuan.Ia harus memastikan kembali penampilannya yang sudah rapi sebelum duduk di kursi kebanggaannya di Big Bang.“Semangat untuk apa?” tanya seseorang yang keluar dari salah satu bilik toilet.Ashley melihat Anna yang mulai mendekati wastafel lewat cermin besar. Setiap pagi Anna akan lebih mudah ditemukan dalam toilet karena gadis itu paling malas ketika jam kerja sudah dimulai, dia harus ke belakang hanya untuk buang air ke