Bab Delapan: She’s Back.
Di telapak tangan Ashley sekarang ada sebuah key card. Ia melangkah tenang menuju kamar yang sudah dipesan atas nama dirinya. Meski sebenarnya kamar suite yang dimasuki oleh Noel pun atas nama dirinya juga, setidaknya sekarang dia benar-benar memakai kamar yang memakai namanya ketika proses check in.
“486,” gumam Ashley menatap benda putih berbentuk persegi panjang di tangannya. Ia lalu melihat ke arah pintu dengan nomor yang sama. “Here it is.”
Ashley mendekatkan kartu itu dekat kenop pintu dan terdengar suara cklek! Bersamaan dengan terbukanya kunci kamar. Tanpa ragu, Ashley segera memutar kenop dan masuk ke dalam. Lampu otomatis menyala ketika sensor mendeteksi dirinya.
“Hhh … tempat tidur,” ucap Ashley dengan senyum letih ketika menatap tempat tidur yang begitu rapi di dalam ruangan wangi. Tanpa berpikir panjang, ia segera melepaskan tas dan meletakkan benda-benda di tangannya di atas nakas coklat dekat pajangan vas bunga mawar putih.
Bruk! Ashley menghempaskan badannya ke atas tempat tidur dengan tangan merentang dan menatap langit-langit kamar. Sepatu tingginya belum dilepas dan ia sendiri sudah menutup matanya.
“Mari tidur sebentar saja, Ash … setelah itu jadilah sekretaris terbaik untuk bosmu,” lirihnya tanpa bisa menahan rasa kantuknya lagi.
Tak perlu hitungan beberapa menit, Ashley sudah pergi ke alam mimpimnya. Ia tertidur di atas tempat tidur terbaik.
*
Sementara itu Noel sudah berada di dalam kamar mewah. Ia berjalan santai dan seorang perempuan sangat cantik berwajah seperti boneka karena matanya yang bulat yang indah sudah menyambut dirinya.
“Selamat datang, Tuan,” ucap perempuan itu sembari membungkukkan badan dengan sopan.
Noel hanya mengangguk dan melepaskan jam tangannya. Dengan sigap perempuan itu membantu Noel melepaskan jas sembari memperkenalkan dirinya.
“Nama saya Lea. Hari ini saya diperintahkan Madam Adelaide untuk melayani Tuan,” ucapnya dengan suara serak menggoda.
Noel tidak menjawab. Jasnya sekarang sudah terlepas dan Lea berpindah posisi ke hadapan lelaki yang tampak dingin itu. Ia berniat ingin melepaskan satu persatu kancing kemeja Noel namun dengan cepat lelaki yang memiliki kharisma tinggi itu menahan tangan Lea.
“I didn’t want to do anything today,” ucap Noel dengan ekspresi serius.
Lea mengernyit dalam dan tidak mengerti. Pekerjaannya adalah memuaskan tamu yang sudah dipilih oleh Sang Madam. Dan hari ini seharusnya dia akan membuat tamunya mengerang nikmat di atas tempat tidur, bukan menolaknya sebelum melakukan pemanasan.
“Apa maksud Tuan?” tanya Lea berusaha mendapatkan alasan yang lebih detail.
Alih-alih menjawab, Noel merogoh dompet di dalam saku jasnya dan mengeluarkan beberapa lembar dollar. Ia lalu menyodorkan pada Lea yang menatap bingung uang sebanyak itu di genggaman Noel.
“What are you saying, Sir?” tanya Lea lagi dengan sopan lalu menatap dingin wajah Noel yang sama dinginnya seperti dia.
“Saya tidak akan mengatakan apapun pada Madam Adelaide tentang ini. Saya hanya ingin istirahat. Dan selama saya istirahat sendirian di kamar ini, kamu boleh pergi keluar untuk berbelanja atau apapun itu,” kata Noel meletakkan uang-uang tersebut di atas meja bundar berwarna putih yang bisa dijadikan tempat untuk makan.
“Lalu bagaimana dengan wine?” tanya Lea menatap sebotol anggur putih di dalam ember kecil berisi es batu yang sudah ditaburi garam agar tidak cepat meleleh.
“Saya akan meminumnya sendiri. Terima kasih atas kerjasamnya,” ucap Noel lalu pergi menuju tempat tidur dan tanpa ragu merebahkan badannya.
Meski tidak mengerti dengan tujuan Noel, akhirnya Lea menerima uang tersebut dan langsung keluar kamar setelah membawa tas dan mantelnya. Baginya tak masalah batal melayani lelaki yang sebenarnya terlihat sangat seksi itu. Namun, bukankah ini lebih baik ketika dia mendapatkan uang tambahan selain dari madam tanpa harus mengeluarkan keringat atau pura-pura bergairah seperti dia lakukan sebelumnya.
*
Satu jam berlalu … Noel membuka mata. Dia sedikit terkejut ketika tanpa sadar sudah tertidur di kamar itu. Ia langsung melirik jam tangan dan lega karena masih ada satu jam lagi untuk kembali ke kantor.
Noel memijat pelipisnya yang mendadak sangat nyeri. Mungkin karena dia terkejut saat bangun lalu merasa sangat tegang. Di raihnya HP di samping badannya dan memeriksa notifikasi. Tidak ada pesan dari Ashley, artinya perempuan itu masih tertidur lelap di kamarnya.
“Hhh … lapar sekali,” gumamnya kemudian meraih gagang telepon untuk menghubungi bagian room service dan mulai memesan makanan.
Setelah mengatakan apa yang ingin dimakannya, Noel berdiri dan membuka pintu balkon. Ia berjalan menuju balkon dan menatap pemandangan di depannya. Street view, tidak ada yang bisa dilihat kecuali kesibukan orang-orang di Spindletown.
“Not bad,” gumamnya lalu kembali masuk ke dalam kamar.
Ia melihat HP miliknya bergetar dan memunculkan satu nomor baru. Seharusnya dia tak perlu mengernyit ketika panggilan asing itu masuk kalau saja yang bergetar adalah HP dengan case putihnya. Namun, yang bergetar adalah HP biru malamnya, yang artinya hanya orang dekat saja mengetahui nomornya.
Noel meraih HP dan menatap beberapa detik deretan nomor yang tidak dia ketahui itu lalu memutuskan untuk menggeser tanda hijau di layar. Di tempelkannya HP ke telinga dan diucapkannya kata, “Halo?”
“Hai, Noel … apa kabar?”
DEG! Jantung Noel seperti tersengat aliran listrik dengan tegangan yang sangat tinggi. Ia bahkan terlonjak kaget ketika mendengar suara yang sangat tidak asing itu. Bahkan tangannya bergetar karena terkejut.
“Noel? Kamu tidak lupa denganku, kan?”
Noel menelan ludahnya. Ingin dia menjawab bahwa mana mungkin dia melupakan pemilik suara lembut itu. Suara yang pernah membuat malam-malamnya tidak karuan karena terlalu rindu tapi tak mungkin bisa bertemu. Suara yang selalu terngiang di dalam kepalanya selama bertahun-tahun meski dia sudah berusaha mengenyahkan.
Erika? Dia kembali lagi? … batin Noel dengan keringat yang mulai keluar di dahinya. Suara Erika mampu membuat pikirannya menjadi kacau seketika.
***
Bab Sembilan: My Fiance Ashley sudah bisa tersenyum lebar sembari menyetir mobil untuk kembali ke Big Bang. Ia merasa sudah sangat segar sekarang. Di dalam kamar hotel tadi dia bangun langsung cuci muka dan kembali touch up agar terlihat lebih fresh. Tentu saja Noel yang melihat sekretarisnya kembali lagi seperti semula hanya bisa tersenyum tanpa mengatakan apapun. “Pak, sudah makan?” tanya Ashley sambil terus menyetir dan menatap lurus ke depan. “Sudah.” “Oh. Saya belum,” lanjut Ashley dengan santai. “Boleh saya‒” “Lakukan semaumu, Ash.” Noel memotong kalimat Ashley. Tanpa menaruh curiga tentang suasana hati bosnya, Ashley mengangguk dan senang karena dia bisa membelokkan arah mobilnya menuju Mc.D dan bisa memesan via drive thru. “Big Mac, iced coffee tiramisu dan apple pie,” kata Ashley penuh semangat. Kemudian dia memajukan mobilnya lagi untuk membayar dan mengambil pesanan.
Bab Sepuluh: Are You Kidding? Wait a second … Ashley mencerna apa maksud dari kalimat bossnya yang selama ini telah membuatnya begitu emosi. Ia mengerjapkan mata dengan mulut terbuka lalu menoleh pelan pada Noel yang tak menatapnya, melainkan menatap Erika yang begitu shock. Yang dilihat Ashley adalah wajah tampan itu tersenyum tanpa beban dan dosa saat mengatakan kalimat konyol yang bahkan sebelumnya tidak pernah mereka bahas sama sekali. Bagaimana bisa tiba-tiba saja ada pergantian status dalam hitungan detik saja dan itu belum dikonfirmasi sama sekali olehnya. Apa dia sedang bercanda? “Calon tunangan?” ulang Erika akhirnya memecah jeda sesaat. “Ya … Ashley, calon tunanganku.” Sekali lagi Noel menegaskan. Tangannya bukan hanya menggenggam tangan Ashley yang mulai dingin, melainkan merangkul pundak sekretarisnya yang mulai gemetar karena terkejut. “Bukankah dia sekretarismu?” cibir Erika yang tak mungkin bisa dibodo
Bab Sebelas: Married? “Calon tunangan katanya? Yang benar saja!” rutuk Ashley sambil mencengkeram kuat setir mobilnya. Setelah keluar dari ruangan Noel, ia tak peduli dan langsung meraih tas untuk pulang segera. Ia tak ingin tahu apa yang dibicarakan oleh dua orang di dalam ruangan CEO tersebut. Baginya, sudah cukup mendapat kejutan yang menjengkelkan seperti itu, tak perlu dia harus mendengarkan lebih jauh apalagi meminta penjelasan pada Noel. Yang dia pikirkan sekarang hanyalah ingin melampiaskan kekesalannya akibat ulah Noel. Ashley membelokkan arah mobilnya menuju rumah Justin. Dia butuh seseorang untuk menenangkannya. Saat dirinya berusaha untuk fokus, HP di atas kursi sampingnya berdering dan muncul nama Noel disana. Tanpa ragu Ashley langsung menggeser tanda merah. Ia tak ingin mendengar suara Noel sekarang. Mobil akhirnya tiba di depan sebuah rumah sederhana yang mana isinya ada tiga penghuni lelaki di kamar yang berbeda-beda. Justin tidak tin
Bab Dua Belas: Point In Fact Noel pulang ke rumah dengan badan dan pikiran yang sangat melelahkan. Begitu letih rasanya hari ini setelah ia bertemu dengan Erika kemudian disambung dengan telponnya yang diabaikan oleh Ashley. Tentu saja dia merasakan tidak karuan. “Ergh! Kemana gadis itu?!” geram Noel sangat marah. Ia melepaskan jasnya lalu melemparkan ke sembarang arah lalu membuka kulkas mini bar untuk mengambil sebotol beer. Tanpa bicara, ia segera membuka tutup beer dan meminumnya hingga tiga kali teguk. “Ahh.” Noel menyeka bibirnya yang basah. Kemudian berjalan menuju ruang kerjanya terlebih dulu sebelum ke kamar. “Awas saja kalau ketemu. Akan kuberikan dia hukuman karena berani mengabaikan telponku!” gerutunya lagi. Noel mendorong pintu ruang kerja yang tertutup rapat. Namun, alangkah terkejutnya dia saat melihat seseorang berdiri di sana sembari membaca sebuah buku dengan posisi duduk tenang. “Mom?!” kag
Bab Tiga Belas: You Belong With Me Ashley menginjakkan kaki di teras rumahnya saat waktu menunjukkan pukul sebelas malam. Semua rasa stress karena ulah Noel mendadak menguap begitu saja setelah dia mendapat kabar dari Justin tentang rencana hubungan mereka selanjutnya. “Ergh … capeknya!” Ashley memukul-mukul pundaknya dengan pelan. Ia kemudian membuka pintu dengan kunci yang sudah diambilnya dari dalam tas. Pintu terbuka dan membuatnya sedikit heran karena lampu ruang tamu sudah menyala. Dia coba mengingat apakah sudah mematikan lampu atau belum. Namun, dia yakin sekali kalau semua lampu sudah dia matikan. “Kenapa baru pulang?” Tiba-tiba terdengar suara dengan nada berat. Ashley terlonjak kaget, dia bahkan melompat ke belakang dan memegang dadanya, seolah jantungnya hampir saja copot. Seseorang muncul dari dalam dan menuju ruang tamu. Kedua tangannya di pinggang dengan wajah congkak. Ia bersiap untuk menginterogasi Ashley. Siapa lagi k
Bab Empat Belas: DignitariesPagi ini Ashley sudah siap bekerja dengan side job tambahan yaitu berlatih menjadi pasangan yang manis untuk Noel. Selama ini dia melayani bosnya dengan batasan antara sekretaris dan pimpinan, sekarang ia harus mengubah itu lebih intens lagi. Entah dia siap atau tidak, setidaknya tak mungkin ada jalan untuk putar balik dan mengatakan tidak pada Noel.“Huh! Semangat, Ash!” ucapnya pada diri sendiri sambil menatap pantulan dirinya di cermin toilet khusus perempuan.Ia harus memastikan kembali penampilannya yang sudah rapi sebelum duduk di kursi kebanggaannya di Big Bang.“Semangat untuk apa?” tanya seseorang yang keluar dari salah satu bilik toilet.Ashley melihat Anna yang mulai mendekati wastafel lewat cermin besar. Setiap pagi Anna akan lebih mudah ditemukan dalam toilet karena gadis itu paling malas ketika jam kerja sudah dimulai, dia harus ke belakang hanya untuk buang air ke
Bab Lima Belas: Impressed“Kamu dan Noel akan bertunangan?” tanya Ziva tanpa basa basi.Ashley sedikit bingung dengan konteks pertanyaan tersebut, ia melirik sepintas pada Noel yang mengedipkan kedua matanya sekali tanda dirinya harus mengangguk.“Iya, Bu. Rencananya kita akan bertunangan,” jawab Ashley.Ziva tersenyum tipis mendengar jawaban itu. “Kalian saling mencintai?”“Hah?” Tanpa sadar Ashley langsung menjawab seperti itu. Detik berikutnya ia mengatup bibirnya dengan rapat dan mulai kebingungan. Kenapa pertanyaan ini seolah diajukan dengan keseriusan. Bukankah Noel sudah mengatakan kalau ibunya sudah tahu rencana mereka yang akan berpura-pura. Kalau sudah seperti ini Ashley harus menjawab apa.“Kenapa jawabanmu seperti itu? Apa nanti kamu akan memberikan reaksi begini saat ditanya keluarga besar nanti?" singgung Ziva yang akhirnya mulai memperjelas maksud tujuannya bertanya.
“Kamu butuh seseorang untuk mengajarimu hal itu.” “Saya rasa tidak perlu. Hal seperti itu tidak perlu banyak teori, kan?” “Perlu. Untuk pemula seperti kamu harus tahu bagaimana cara untuk memulai semuanya. Bukan sekedar ciuman dan membuka pakaian saja.” Ashley mengernyitkan dahi. Secara sekilas apa yang dijelaskan Noel tentang beberapa aturan sebelum bercinta memang terdengar sangat sederhana. “Dimana saya butuh seseorang yang bisa mengajari saya bagaimana caranya having sex? Justin? Saya tidak ingin terlihat sangat pecundang saat bersamanya nanti,” kata Ashley bergidik sendiri. “Kamu tahu bedanya having sex dan making love, Ash?” tanya Noel dengan kening berkerut. Ashley menggeleng dengan wajah polosnya. Noel mengulum senyum dan tentu saja sekretarisnya yang terlalu lugu tentang dunia dalam kamar itu tak tahu perbedaannya. “Saya pikir sama saja,” imbuh Ashley. “Having sex, kamu melak