Bab Tujuh: Burnt Out!
Ashley melamun di kursinya. Ia terus memikirkan kata-kata sahabatnya ketika di kafe tadi. Bahkan kopi Americano miliknya saja masih tersisa setengah karena mendadak rasa kantuknya hilang akibat pusing memikirkan definisi arti dari selingkuh yang sebenarnya.
Apa aku selingkuh? Apa itu benar-benar selingkuh? Kalau aku bicara pada Justin, apa ini tetap akan dinamakan selingkuh? Tapi, aku gak mungkin bilang ke dia. Dia pasti akan menolak mentah-mentah ide konyol ini. Ergh! Pusing!!
"Ash? Are you okay?" tanya seseorang yang sekarang sudah berdiri di dekat meja Ashley.
Ashley yang memegang kepalanya langsung terkejut dan menyengir. Ia tak menyangka kalau Noel akan melihat dirinya yang kelewat stress karena hal ini. "Pak Noel? Ada yang bisa saya bantu?" tanya Ashley buru-buru merapikan rambutnya.
Noel menaikkan satu alisnya. Ia hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan sekretaris kesayangannya. Lalu ia memberikan instruksi pada Ashley untuk mengikutinya. Buru-buru Ashley meraih tas dan tak lupa memasukkan HP ke dalam hand bag hitam miliknya. Segera ia menghampiri Noel yang sudah berjalan lebih dulu menuju lift.
*
Di dalam mobil, Ashley mengemudi. Sementara Noel sibuk dengan HP pribadinya. Noel memang memiliki dua HP, yang satu dengan case putih untuk pekerjaan dan satunya ber-case biru malam untuk kepentingan pribadi seperti khusus untuk keluarga. Dan Ashley satu-satunya orang yang memiliki dua nomor kontak bosnya.
"Kita mau kemana, Pak?" tanya Ashley yang menyetir dengan tenang.
"Hotel Treepark," jawab Noel tanpa menoleh.
Ashley hanya menghela napas panjang. Ia paham setiap kali bosnya minta antarkan ke tempat tersebut. Artinya sudah ada perempuan yang menunggunya di salah satu kamar.
Entah siapa lagi korbannya sekarang? Aku tidak peduli.
Ashley tidak bertanya dengan siapa Noel akan tidur hari ini. Dia hanya ingin menjalankan tugas sampingannya yaitu sebagai supir pribadi Noel.
Merasa respon Ashley tidak seperti biasa yang selalu bertanya ini itu demi keamanan dirinya, Noel langsung berpaling memindai ekspresi sekretarisnya.
"Kamu masih mengantuk?" tanya Noel.
"Hm? Tidak," jawab Ashley sedikit bingung lalu menggeleng.
"Kenapa tidak bertanya saya tidur dengan siapa?"
"Memangnya anda tidak bosan kalau saya tanya seperti itu?" Ashley gantian bertanya pada Noel.
"Ya bukannya bosan juga, sih. Cuman aneh aja gitu. Biasanya kepo," sindir Noel.
Ashley hanya menyunggingkan senyum miringnya. "Terserah anda ingin tidur dengan siapa hari ini. Yang jelas … saya tidak ingin ada keributan lagi di kantor!" tegasnya.
Noel langsung berdecih sebal. "Sebenarnya siapa bosnya disini?" gerutunya.
Ashley mendengar gerutuan bosnya segera menepikan mobil dan siap untuk memberikan ceramah. Noel sudah bisa menebak itu.
"Pak. Bukan masalah siapa bosnya disini. Yang terpenting adalah siapa yang selalu menyelesaikan masalah setiap anda berbuat ulah!" omel Ashley dengan memberikan tatapan tajam.
"Ya, ya, ya. Saya tahu itu! Sekarang jalankan mobilnya kembali, jangan sampai dia menunggu terlalu lama!" titah Noel yang berusaha lari dari omelan Ashley. Terus terang saja, Noel sebenarnya tidak pernah berani membantah Ashley yang sedang marah.
"Saya belum selesai marahnya," ketus Ashley.
"Buat apa marah-marah? Lebih baik kita cepat-cepat sampai di Treepark agar kamu bisa tidur sebentar!"
"Hah?"
"Saya sudah memesan dua kamar. Satu untuk saya dan satu untuk kamu," kata Noel tanpa menatap Ashley.
"Untuk apa? Anda mau menyelinap ke kamar saya setelah puas dengan perempuan itu?!" marah Ashley lagi.
"Astaga! Kalau saya mau menyelinap ke kamar kamu, sudah saya lakukan sejak tadi malam!" cecar Noel tidak terima dengan tuduhan yang dilayangkan Ashley.
"Lalu kenapa repot-repot membuka satu kamar untuk saya?"
"Karena kamu butuh tidur, Ash."
Ashley terdiam mendengar jawaban tersebut. Ia tak dapat mengalihkan tatapan dari wajah bosnya yang terlihat tampak samping. Ashley melihat rahang yang terukir dengan tegas itu.
"Saya merasa bersalah karena tadi malam sudah menyuruhmu ke rumah dan mengatakan hal yang membuatmu sangat terkejut itu," lanjut Noel dengan nada pelan. "Mungkin karena itu kamu jadi kurang tidur."
"Iya. Memang benar," jawab Ashley dengan jujur.
Noel menghela napas panjang dan berpaling menatap Ashley yang belum memutus pandangannya sama sekali. "Nanti kamu bisa tidur sebentar … istirahat. Saya sayang dengan sekretaris saya yang kompeten. Saya tidak ingin dikecewakan hanya karena dia yang tidak fokus saat menahan kantuk," lanjutnya.
Mendengar tutur kalimat yang keluar dari mulut Noel membuat hati Ashley menjadi hangat. Tanpa ia sadari, bibirnya mengulas senyum sambil menatap sepasang netra teduh dengan bulu mata yang lentik dan alis lumayan tebal itu.
"Pak Noel …."
"Sudah, jangan bicara apa-apa lagi. Sekarang kita pergi ke Treepark!" perintahnya lagi sambil kembali menatap layar HP dengan case putih. Ia tak ingin menatap wajah Ashley yang tengah terharu itu.
Cukup! Wajahnya terlalu manis ketika merasa tersentuh. Entah kenapa aku tidak dapat menahan diri setiap melihatnya seperti itu. Terlalu menggemaskan!
Noel terus membatin dan mengalihkan pandangan agar bisa bersikap biasa-biasa saja.
***
Bab Delapan: She’s Back. Di telapak tangan Ashley sekarang ada sebuah key card. Ia melangkah tenang menuju kamar yang sudah dipesan atas nama dirinya. Meski sebenarnya kamar suite yang dimasuki oleh Noel pun atas nama dirinya juga, setidaknya sekarang dia benar-benar memakai kamar yang memakai namanya ketika proses check in. “486,” gumam Ashley menatap benda putih berbentuk persegi panjang di tangannya. Ia lalu melihat ke arah pintu dengan nomor yang sama. “Here it is.” Ashley mendekatkan kartu itu dekat kenop pintu dan terdengar suara cklek! Bersamaan dengan terbukanya kunci kamar. Tanpa ragu, Ashley segera memutar kenop dan masuk ke dalam. Lampu otomatis menyala ketika sensor mendeteksi dirinya. “Hhh … tempat tidur,” ucap Ashley dengan senyum letih ketika menatap tempat tidur yang begitu rapi di dalam ruangan wangi. Tanpa berpikir panjang, ia segera melepaskan tas dan meletakkan benda-benda di tangannya di atas na
Bab Sembilan: My Fiance Ashley sudah bisa tersenyum lebar sembari menyetir mobil untuk kembali ke Big Bang. Ia merasa sudah sangat segar sekarang. Di dalam kamar hotel tadi dia bangun langsung cuci muka dan kembali touch up agar terlihat lebih fresh. Tentu saja Noel yang melihat sekretarisnya kembali lagi seperti semula hanya bisa tersenyum tanpa mengatakan apapun. “Pak, sudah makan?” tanya Ashley sambil terus menyetir dan menatap lurus ke depan. “Sudah.” “Oh. Saya belum,” lanjut Ashley dengan santai. “Boleh saya‒” “Lakukan semaumu, Ash.” Noel memotong kalimat Ashley. Tanpa menaruh curiga tentang suasana hati bosnya, Ashley mengangguk dan senang karena dia bisa membelokkan arah mobilnya menuju Mc.D dan bisa memesan via drive thru. “Big Mac, iced coffee tiramisu dan apple pie,” kata Ashley penuh semangat. Kemudian dia memajukan mobilnya lagi untuk membayar dan mengambil pesanan.
Bab Sepuluh: Are You Kidding? Wait a second … Ashley mencerna apa maksud dari kalimat bossnya yang selama ini telah membuatnya begitu emosi. Ia mengerjapkan mata dengan mulut terbuka lalu menoleh pelan pada Noel yang tak menatapnya, melainkan menatap Erika yang begitu shock. Yang dilihat Ashley adalah wajah tampan itu tersenyum tanpa beban dan dosa saat mengatakan kalimat konyol yang bahkan sebelumnya tidak pernah mereka bahas sama sekali. Bagaimana bisa tiba-tiba saja ada pergantian status dalam hitungan detik saja dan itu belum dikonfirmasi sama sekali olehnya. Apa dia sedang bercanda? “Calon tunangan?” ulang Erika akhirnya memecah jeda sesaat. “Ya … Ashley, calon tunanganku.” Sekali lagi Noel menegaskan. Tangannya bukan hanya menggenggam tangan Ashley yang mulai dingin, melainkan merangkul pundak sekretarisnya yang mulai gemetar karena terkejut. “Bukankah dia sekretarismu?” cibir Erika yang tak mungkin bisa dibodo
Bab Sebelas: Married? “Calon tunangan katanya? Yang benar saja!” rutuk Ashley sambil mencengkeram kuat setir mobilnya. Setelah keluar dari ruangan Noel, ia tak peduli dan langsung meraih tas untuk pulang segera. Ia tak ingin tahu apa yang dibicarakan oleh dua orang di dalam ruangan CEO tersebut. Baginya, sudah cukup mendapat kejutan yang menjengkelkan seperti itu, tak perlu dia harus mendengarkan lebih jauh apalagi meminta penjelasan pada Noel. Yang dia pikirkan sekarang hanyalah ingin melampiaskan kekesalannya akibat ulah Noel. Ashley membelokkan arah mobilnya menuju rumah Justin. Dia butuh seseorang untuk menenangkannya. Saat dirinya berusaha untuk fokus, HP di atas kursi sampingnya berdering dan muncul nama Noel disana. Tanpa ragu Ashley langsung menggeser tanda merah. Ia tak ingin mendengar suara Noel sekarang. Mobil akhirnya tiba di depan sebuah rumah sederhana yang mana isinya ada tiga penghuni lelaki di kamar yang berbeda-beda. Justin tidak tin
Bab Dua Belas: Point In Fact Noel pulang ke rumah dengan badan dan pikiran yang sangat melelahkan. Begitu letih rasanya hari ini setelah ia bertemu dengan Erika kemudian disambung dengan telponnya yang diabaikan oleh Ashley. Tentu saja dia merasakan tidak karuan. “Ergh! Kemana gadis itu?!” geram Noel sangat marah. Ia melepaskan jasnya lalu melemparkan ke sembarang arah lalu membuka kulkas mini bar untuk mengambil sebotol beer. Tanpa bicara, ia segera membuka tutup beer dan meminumnya hingga tiga kali teguk. “Ahh.” Noel menyeka bibirnya yang basah. Kemudian berjalan menuju ruang kerjanya terlebih dulu sebelum ke kamar. “Awas saja kalau ketemu. Akan kuberikan dia hukuman karena berani mengabaikan telponku!” gerutunya lagi. Noel mendorong pintu ruang kerja yang tertutup rapat. Namun, alangkah terkejutnya dia saat melihat seseorang berdiri di sana sembari membaca sebuah buku dengan posisi duduk tenang. “Mom?!” kag
Bab Tiga Belas: You Belong With Me Ashley menginjakkan kaki di teras rumahnya saat waktu menunjukkan pukul sebelas malam. Semua rasa stress karena ulah Noel mendadak menguap begitu saja setelah dia mendapat kabar dari Justin tentang rencana hubungan mereka selanjutnya. “Ergh … capeknya!” Ashley memukul-mukul pundaknya dengan pelan. Ia kemudian membuka pintu dengan kunci yang sudah diambilnya dari dalam tas. Pintu terbuka dan membuatnya sedikit heran karena lampu ruang tamu sudah menyala. Dia coba mengingat apakah sudah mematikan lampu atau belum. Namun, dia yakin sekali kalau semua lampu sudah dia matikan. “Kenapa baru pulang?” Tiba-tiba terdengar suara dengan nada berat. Ashley terlonjak kaget, dia bahkan melompat ke belakang dan memegang dadanya, seolah jantungnya hampir saja copot. Seseorang muncul dari dalam dan menuju ruang tamu. Kedua tangannya di pinggang dengan wajah congkak. Ia bersiap untuk menginterogasi Ashley. Siapa lagi k
Bab Empat Belas: DignitariesPagi ini Ashley sudah siap bekerja dengan side job tambahan yaitu berlatih menjadi pasangan yang manis untuk Noel. Selama ini dia melayani bosnya dengan batasan antara sekretaris dan pimpinan, sekarang ia harus mengubah itu lebih intens lagi. Entah dia siap atau tidak, setidaknya tak mungkin ada jalan untuk putar balik dan mengatakan tidak pada Noel.“Huh! Semangat, Ash!” ucapnya pada diri sendiri sambil menatap pantulan dirinya di cermin toilet khusus perempuan.Ia harus memastikan kembali penampilannya yang sudah rapi sebelum duduk di kursi kebanggaannya di Big Bang.“Semangat untuk apa?” tanya seseorang yang keluar dari salah satu bilik toilet.Ashley melihat Anna yang mulai mendekati wastafel lewat cermin besar. Setiap pagi Anna akan lebih mudah ditemukan dalam toilet karena gadis itu paling malas ketika jam kerja sudah dimulai, dia harus ke belakang hanya untuk buang air ke
Bab Lima Belas: Impressed“Kamu dan Noel akan bertunangan?” tanya Ziva tanpa basa basi.Ashley sedikit bingung dengan konteks pertanyaan tersebut, ia melirik sepintas pada Noel yang mengedipkan kedua matanya sekali tanda dirinya harus mengangguk.“Iya, Bu. Rencananya kita akan bertunangan,” jawab Ashley.Ziva tersenyum tipis mendengar jawaban itu. “Kalian saling mencintai?”“Hah?” Tanpa sadar Ashley langsung menjawab seperti itu. Detik berikutnya ia mengatup bibirnya dengan rapat dan mulai kebingungan. Kenapa pertanyaan ini seolah diajukan dengan keseriusan. Bukankah Noel sudah mengatakan kalau ibunya sudah tahu rencana mereka yang akan berpura-pura. Kalau sudah seperti ini Ashley harus menjawab apa.“Kenapa jawabanmu seperti itu? Apa nanti kamu akan memberikan reaksi begini saat ditanya keluarga besar nanti?" singgung Ziva yang akhirnya mulai memperjelas maksud tujuannya bertanya.