Bab Sembilan: My Fiance
Ashley sudah bisa tersenyum lebar sembari menyetir mobil untuk kembali ke Big Bang. Ia merasa sudah sangat segar sekarang. Di dalam kamar hotel tadi dia bangun langsung cuci muka dan kembali touch up agar terlihat lebih fresh. Tentu saja Noel yang melihat sekretarisnya kembali lagi seperti semula hanya bisa tersenyum tanpa mengatakan apapun.
“Pak, sudah makan?” tanya Ashley sambil terus menyetir dan menatap lurus ke depan.
“Sudah.”
“Oh. Saya belum,” lanjut Ashley dengan santai. “Boleh saya‒”
“Lakukan semaumu, Ash.” Noel memotong kalimat Ashley.
Tanpa menaruh curiga tentang suasana hati bosnya, Ashley mengangguk dan senang karena dia bisa membelokkan arah mobilnya menuju Mc.D dan bisa memesan via drive thru.
“Big Mac, iced coffee tiramisu dan apple pie,” kata Ashley penuh semangat. Kemudian dia memajukan mobilnya lagi untuk membayar dan mengambil pesanan.
Wajar kalau dia merasa sangat lapar sekarang karena baru saja bangun dari tidur yang lumayan membuat dirinya sudah seperti manusia seutuhnya.
“Pak, nggak mau?” tanya Ashley sekali lagi.
“No, thanks,” jawab Noel tanpa menghiraukan Ashley yang mulai membayar dan meletakkan makanannya di kursi belakang.
Ashley kembali menginjak pelan gasnya lalu mobil kembali berjalan menuju kantor.
Selama di perjalanan, Noel hanya diam menatap lurus ke depan. Ia memerhatikan jalanan dengan tatapan kosong dan sekarang baru saja Ashley sadar bahwa ada yang tidak beres dengan bosnya.
Kok rasanya aneh, ya? Tidak seperti biasanya.
Ashley memilih untuk diam saja daripada bertanya. Karena dia tahu bagaimana bosnya ketika sedang ada masalah. Noel akan memilih untuk bungkam beberapa saat, perang batin dan logika. Kemudian barulah dia akan meminta pendapat pada Ashley.
*
Beberapa jam berlalu. Ashley kembali cekatan dalam bekerja seperti biasanya. Ia juga lebih murah senyum ketika perutnya terisi dan tidak kosong. Sementara itu Noel masih tidak banyak bicara.
“Tanya, tidak?” gumam Ashley yang sedikit gelisah dengan sikap bosnya.
Ia sekarang berdiri di depan pintu ruangan Noel yang masih tertutup. 15 menit lagi jam kerja berakhir. Ashley ingin tahu apakah dia masih akan diberikan pekerjaan tambahan atau tidak.
“Ah, tanya saja!” putus Ashley.
Baru saja ia ingin mengetuk, tiba-tiba saja pintu dibuka dari dalam dan membuatnya tersentak sekaligus gugup seolah sedang terciduk melakukan kejahatan.
“Pak,” sapa Ashley dengan kikuk.
“Kebetulan. Masuk. Saya ingin bicara denganmu,” perintah Noel lalu masuk lebih dulu ke dalam.
Ashley mengangguk dan mengikuti langkah bosnya. Ia masuk ke dalam kemudian menutup pintu dengan pelan hingga hampir tidak bersuara. Yang pertama Ashley lihat adalah meja kerja Noel yang berantakan. Ia sangat yakin kalau sejak tadi bosnya tidak melakukan apapun. Tidak memeriksa data-data yang sudah Ashley print sebelumnya. Fix, hari ini dia harus lembur lagi.
“Ada yang bisa saya bantu, Pak?” tanya Ashley yang memegang tablet di tangannya.
“Pekerjaanmu sudah selesai?” Noel menjawab dengan pertanyaan juga.
“Sepertinya sudah,” jawab Ashley ragu sambil melirik meja Noel.
Noel ikut melihat mejanya yang berantakan. “Tenang saja, saya akan menyelesaikan itu semua secepatnya,” ujarnya paham dengan keraguan Ashley.
“Oh, baiklah.” Ashley lega karena dia tidak akan lembur hari ini.
“Saya ingin mengajakmu makan malam,” kata Noel tiba-tiba.
“Makan malam? Bertemu klien?”
“Bukan. Hanya kita berdua.”
“Hah?” Ashley sedikit bingung. Pasalnya selama ini setiap kali mereka pergi di luar jam kerja selalu karena berhubungan dengan meeting klien atau masih menyangkut pekerjaan.
“Maaf, Pak … dalam rangka apa, ya?” tanya Ashley sekali lagi.
“Latihan sebagai pasangan,” jawab Noel mantap.
Mulut Ashley terbuka, ia mengerjap dan berusaha mencerna. Dipindainya ekspresi Noel, apakah sekarang lelaki itu sedang mengerjainya, karena selama ini yang dia tahu Noel selalu bertingkah random.
“Pasangan?” ulang Ashley.
“Maaf, Ash … saya tidak bisa menunggu jawabanmu selama seminggu.”
“Maksud anda?”
“Kamu harus menjadi pasangan saya di acara itu.”
“Tapi, saya‒”
“Selain Porsche, saya juga akan memberikan apartemen untukmu,” putus Noel akhirnya.
Mendengar ada tambahan bonus, tentu saja Ashley langsung menelan salivanya. Penawaran ini sangat terbaik di antara yang terbaik. Mungkin dia hanya bisa mendapatkan keberuntungan ini sekali seumur hidup. Kalau dia menolak mobil mewah dan apartemen, itu artinya dia memang benar-benar gadis bodoh yang menjunjung tinggi kesetiaan.
Pikir, Ash … tidak ada waktu lagi. Belum tentu Noel akan memberikan kesempatan kedua. Ayo, pikirkan.
“Hanya beberapa hari saja dan tidak ada yang tahu rencana kita,” lanjut Noel dengan raut wajah penuh harap.
Ini artinya sangat penting, Ash … sampai-sampai dia menambahkan hadiah, artinya dia benar-benar butuh bantuan. Kapan lagi menjadi pahlawan yang mendapat banyak keuntungan?
Ashley menarik napasnya dalam. Ia sudah memutuskan untuk tidak menggelengkan kepalanya. Ia akan mengangguk dengan mantap dan setuju untuk menjadi pasangan pura-pura bosnya. Toh, hanya beberapa hari saja dan Justin tidak perlu tahu hal ini.
“Pak … saya‒”
Belum selesai Ashley mengutarakan keputusannya, tiba-tiba saja pintu terbuka dengan kasar dari luar, membuat Ashley dan Noel menoleh dengan kompak.
Tampak seorang perempuan yang sangat cantik di mata Ashley, berdiri di ambang pintu. Perempuan itu begitu berkelas dengan dress ruffle warna ungu muda yang terlihat sangat menawan. Ia melepaskan kacamata hitam dan tersenyum sensual menatap Noel.
Ashley harus menelan ludahnya saking terpana dengan penampilan perempuan yang benar-benar mengenal baik selera fashion. She’s so gorgeous! Ucap Ashley dalam hatinya.
“Hai, Noel … kenapa telponku diputus?” tanya dia dengan suara serak dan lembut menjadi satu. So sexy.
“Erika, apa kabar?” tanya Noel berusaha bersikap tenang dan langsung berpindah posisi berdiri di samping Ashley.
Ashley yang tidak mengerti situasi karena tidak mengenal siapa perempuan yang bernama Erika ini hanya bisa mengulas senyum sopan. Seperti yang biasa dia lakukan ketika bertemu dengan rekan bisnis bosnya. Itulah yang dinamakan professional.
“Kabarku semakin baik setelah bertemu langsung denganmu,” ucap Erika melangkah maju dengan anggunnya.
Namun, bahasa tubuh Noel malah tidak terlihat nyaman sama sekali. Baru saja Ashley berpikir ingin pamit keluar dan membiarkan mereka berbicara, buru-buru tangannya ditahan dan dipegang erat Noel.
Erika menghentikan langkah dan menatap tajam tangan Noel yang menggenggam tangan Ashley. Bukan hanya Erika saja yang bingung, Ashley juga.
“Pak?” bisik Ashley ingin protes.
“Perkenalkan, dia Ashley … calon tunangan saya,” ucap Noel tanpa ada keraguan sama sekali.
What the hell?! Pikir Ashley dengan pupil mata membulat tak percaya.
***
Bab Sepuluh: Are You Kidding? Wait a second … Ashley mencerna apa maksud dari kalimat bossnya yang selama ini telah membuatnya begitu emosi. Ia mengerjapkan mata dengan mulut terbuka lalu menoleh pelan pada Noel yang tak menatapnya, melainkan menatap Erika yang begitu shock. Yang dilihat Ashley adalah wajah tampan itu tersenyum tanpa beban dan dosa saat mengatakan kalimat konyol yang bahkan sebelumnya tidak pernah mereka bahas sama sekali. Bagaimana bisa tiba-tiba saja ada pergantian status dalam hitungan detik saja dan itu belum dikonfirmasi sama sekali olehnya. Apa dia sedang bercanda? “Calon tunangan?” ulang Erika akhirnya memecah jeda sesaat. “Ya … Ashley, calon tunanganku.” Sekali lagi Noel menegaskan. Tangannya bukan hanya menggenggam tangan Ashley yang mulai dingin, melainkan merangkul pundak sekretarisnya yang mulai gemetar karena terkejut. “Bukankah dia sekretarismu?” cibir Erika yang tak mungkin bisa dibodo
Bab Sebelas: Married? “Calon tunangan katanya? Yang benar saja!” rutuk Ashley sambil mencengkeram kuat setir mobilnya. Setelah keluar dari ruangan Noel, ia tak peduli dan langsung meraih tas untuk pulang segera. Ia tak ingin tahu apa yang dibicarakan oleh dua orang di dalam ruangan CEO tersebut. Baginya, sudah cukup mendapat kejutan yang menjengkelkan seperti itu, tak perlu dia harus mendengarkan lebih jauh apalagi meminta penjelasan pada Noel. Yang dia pikirkan sekarang hanyalah ingin melampiaskan kekesalannya akibat ulah Noel. Ashley membelokkan arah mobilnya menuju rumah Justin. Dia butuh seseorang untuk menenangkannya. Saat dirinya berusaha untuk fokus, HP di atas kursi sampingnya berdering dan muncul nama Noel disana. Tanpa ragu Ashley langsung menggeser tanda merah. Ia tak ingin mendengar suara Noel sekarang. Mobil akhirnya tiba di depan sebuah rumah sederhana yang mana isinya ada tiga penghuni lelaki di kamar yang berbeda-beda. Justin tidak tin
Bab Dua Belas: Point In Fact Noel pulang ke rumah dengan badan dan pikiran yang sangat melelahkan. Begitu letih rasanya hari ini setelah ia bertemu dengan Erika kemudian disambung dengan telponnya yang diabaikan oleh Ashley. Tentu saja dia merasakan tidak karuan. “Ergh! Kemana gadis itu?!” geram Noel sangat marah. Ia melepaskan jasnya lalu melemparkan ke sembarang arah lalu membuka kulkas mini bar untuk mengambil sebotol beer. Tanpa bicara, ia segera membuka tutup beer dan meminumnya hingga tiga kali teguk. “Ahh.” Noel menyeka bibirnya yang basah. Kemudian berjalan menuju ruang kerjanya terlebih dulu sebelum ke kamar. “Awas saja kalau ketemu. Akan kuberikan dia hukuman karena berani mengabaikan telponku!” gerutunya lagi. Noel mendorong pintu ruang kerja yang tertutup rapat. Namun, alangkah terkejutnya dia saat melihat seseorang berdiri di sana sembari membaca sebuah buku dengan posisi duduk tenang. “Mom?!” kag
Bab Tiga Belas: You Belong With Me Ashley menginjakkan kaki di teras rumahnya saat waktu menunjukkan pukul sebelas malam. Semua rasa stress karena ulah Noel mendadak menguap begitu saja setelah dia mendapat kabar dari Justin tentang rencana hubungan mereka selanjutnya. “Ergh … capeknya!” Ashley memukul-mukul pundaknya dengan pelan. Ia kemudian membuka pintu dengan kunci yang sudah diambilnya dari dalam tas. Pintu terbuka dan membuatnya sedikit heran karena lampu ruang tamu sudah menyala. Dia coba mengingat apakah sudah mematikan lampu atau belum. Namun, dia yakin sekali kalau semua lampu sudah dia matikan. “Kenapa baru pulang?” Tiba-tiba terdengar suara dengan nada berat. Ashley terlonjak kaget, dia bahkan melompat ke belakang dan memegang dadanya, seolah jantungnya hampir saja copot. Seseorang muncul dari dalam dan menuju ruang tamu. Kedua tangannya di pinggang dengan wajah congkak. Ia bersiap untuk menginterogasi Ashley. Siapa lagi k
Bab Empat Belas: DignitariesPagi ini Ashley sudah siap bekerja dengan side job tambahan yaitu berlatih menjadi pasangan yang manis untuk Noel. Selama ini dia melayani bosnya dengan batasan antara sekretaris dan pimpinan, sekarang ia harus mengubah itu lebih intens lagi. Entah dia siap atau tidak, setidaknya tak mungkin ada jalan untuk putar balik dan mengatakan tidak pada Noel.“Huh! Semangat, Ash!” ucapnya pada diri sendiri sambil menatap pantulan dirinya di cermin toilet khusus perempuan.Ia harus memastikan kembali penampilannya yang sudah rapi sebelum duduk di kursi kebanggaannya di Big Bang.“Semangat untuk apa?” tanya seseorang yang keluar dari salah satu bilik toilet.Ashley melihat Anna yang mulai mendekati wastafel lewat cermin besar. Setiap pagi Anna akan lebih mudah ditemukan dalam toilet karena gadis itu paling malas ketika jam kerja sudah dimulai, dia harus ke belakang hanya untuk buang air ke
Bab Lima Belas: Impressed“Kamu dan Noel akan bertunangan?” tanya Ziva tanpa basa basi.Ashley sedikit bingung dengan konteks pertanyaan tersebut, ia melirik sepintas pada Noel yang mengedipkan kedua matanya sekali tanda dirinya harus mengangguk.“Iya, Bu. Rencananya kita akan bertunangan,” jawab Ashley.Ziva tersenyum tipis mendengar jawaban itu. “Kalian saling mencintai?”“Hah?” Tanpa sadar Ashley langsung menjawab seperti itu. Detik berikutnya ia mengatup bibirnya dengan rapat dan mulai kebingungan. Kenapa pertanyaan ini seolah diajukan dengan keseriusan. Bukankah Noel sudah mengatakan kalau ibunya sudah tahu rencana mereka yang akan berpura-pura. Kalau sudah seperti ini Ashley harus menjawab apa.“Kenapa jawabanmu seperti itu? Apa nanti kamu akan memberikan reaksi begini saat ditanya keluarga besar nanti?" singgung Ziva yang akhirnya mulai memperjelas maksud tujuannya bertanya.
“Kamu butuh seseorang untuk mengajarimu hal itu.” “Saya rasa tidak perlu. Hal seperti itu tidak perlu banyak teori, kan?” “Perlu. Untuk pemula seperti kamu harus tahu bagaimana cara untuk memulai semuanya. Bukan sekedar ciuman dan membuka pakaian saja.” Ashley mengernyitkan dahi. Secara sekilas apa yang dijelaskan Noel tentang beberapa aturan sebelum bercinta memang terdengar sangat sederhana. “Dimana saya butuh seseorang yang bisa mengajari saya bagaimana caranya having sex? Justin? Saya tidak ingin terlihat sangat pecundang saat bersamanya nanti,” kata Ashley bergidik sendiri. “Kamu tahu bedanya having sex dan making love, Ash?” tanya Noel dengan kening berkerut. Ashley menggeleng dengan wajah polosnya. Noel mengulum senyum dan tentu saja sekretarisnya yang terlalu lugu tentang dunia dalam kamar itu tak tahu perbedaannya. “Saya pikir sama saja,” imbuh Ashley. “Having sex, kamu melak
Bab Satu: I’m Not Her Selama ini impian Ashley dalam bekerja hanyalah satu, yaitu bisa dengan tenang mengerjakan jobdesk-nya tanpa harus ada side job lainnya. Datang ke kantor di pukul delapan dan pulang jam lima sore seperti layaknya pegawai yang rajin. Kalaupun ada lembur, setidaknya hanya beberapa jam saja, selebihnya dia bisa pulang dan bermanja-manja dengan bantal guling dalam rumah kontrakannya. Namun, impian itu jelas hanya sekedar angan-angan Ashley. Karena menjadi sekretaris pribadi Noel dan merangkap sebagai tangan kanan lelaki yang dikenal sebagai The Sexiest CEO itu tidaklah mudah. Dia harus berkutat dengan pekerjaan bersamaan dengan hobi lelaki yang anti-mainstream itu. Seperti sekarang contohnya. Dia harus tergesa-gesa berjalan menuju loby kantor dengan sepatu tinggi berwarna abu-abu yang senada dengan blazer dipakainya. Di tangannya memegang tablet putih sambil sesekali menjawab sapaan ramah dari para karyawa