Liora ingin berteriak kencang. Mengatakan jika ia bukan wanita yang seperti itu. Jika ia wanita yang benar-benar mencintai Kenan dengan segala kekurangan dan bukan kelebihan.Liora terduduk di lantai. Air mata menetes dari ujung matanya. Ia tidak dapat menahannya. Liora menundukkan wajahnya di antara dua lutut yang tertekuk. "Kenan ... apa sesakit ini untuk menjadi pendamping dalam hidupmu?" Liora menghapus air mata di pipinya. Ia tidak ingin matanya sembab karena menagis. Liora bangkit dari duduknya. Ia berlari ke kamar mandi. Membasuh wajahnya dengan air dingin. Ia melirik jam di dinding. "Sudah hampir jam makan siang. Kenan akan pulang."Liora menuju dapur. Ia membuatkan Kenan menu makan siang. Pintu apartemen terbuka. Kenan masuk ke dalam. Saat ia berkunjung ke perusahaan. Aldo tidak ada di tempat. Jadilah surat pengunduran itu ia serahkan kepada Doni. Kenan tidak tahu saja. Jika Aldo telah menemui tunangannya. Menyuruh Liora untuk menjauh pergi meninggalkan putranya. Dan har
"Apa sih maumu, Al?" kesal Rere. "Kenan bukan lagi anak kecil. Dia sudah dewasa. Mengapa kamu senang sekali untuk mencampuri urusannya?" geram Rere akan sikap sang suami. "Apa yang kamu tawarkan pada gadis itu?" "Apa aku salah melindungi putraku? Apa aku salah menjaga nama baik keluarga kita? Wanita itu tidak pantas untuk masuk ke dalam keluargaku," kekeh Aldo."Cobalah untuk mengerti, Aldo. Kamu pun juga sama dulunya. Tergila-gila akan cinta. Begitu juga dengan Kenan. Kamu malah ingin memisahkan mereka," ucap Rere tidak mengerti akan pikiran dari sang suami."Wanita itu sangat licik. Dia tidak mau menandatangani surat pengalihan harta," beber Aldo.Rere mengerutkan dahi. "Apa maksudmu?""Aku memberinya harta kita di Australia."Rere tercengang mendengar penuturan Aldo. Pantas saja Kenan begitu marah pada suamimya. Rupanya Aldo sudah bertindak kekanak-kanakan. "Sifatmu memang tidak pernah berubah. Mengapa tidak sekalian kamu habisi saja Liora. Dengan begitu kamu tidak perlu kehilang
Liora benar-benar sibuk untuk hari ini. Dengan bantuan empat orang asisten saja ia kewalahan. Bagaimana tidak sibuk. Hari ini pembukaan cafe yang Kenan berikan untuknya. Beruntung saja para karyawannya dilatih dulu sebelum diturunkan di dapur. Ada dua orang wanita dan dua orang pria yang membantu di dapur. Sedangkan bagian pelayan, kasir serta bersih-bersih berbeda lagi orangnya. Bos besar Kenan hanya duduk santai di ruangannya. Memperhatikan siapa saja yang datang dari balik layar laptop. Cafe yang ia dirikan dipenuhi kamera CCTV. Selain itu Kenan juga menyelesaikan pekerjaannya dari sang asisten di Inggris. Kenan ingin memindahkan perusahaan yang ia bangun di sana ke tanah kelahirannya. Tetapi ia masih ragu untuk hal itu. Kenan menyukai tinggal di sana. Tetapi ia juga tidak mau berpisah dari keluarganya terutama pada Rere ibunya. Sebuah mobil sport berwarna merah memasuki area parkiran cafe. Pria tampan dan gadis cantik keluar dari dalam mobil. "Apa ini cafe yang dibilang kakak
Liora menelan salivanya. Keringat dingin muncul di tangannya. Ia pernah dua kali bertemu Aldo dan ia merasa gugup. Namun ini di tempat ramai. Liora tidak sanggup jika Aldo sampai membuat kekacauan. "Selamat datang, Om, Tante." Liora menampilkan senyum manisnya meski itu terkesan sangat kaku. "Di mana kami duduk? Tempatnya penuh," ucap Aldo. "Dad ... ayo duduk di sini," seru Axel.Kenan meminta pelayan untuk mengambilkan dua kursi tambahan untuk kedua orang tuanya. "Terima kasih, Mommy dan Daddy mau datang." Kenan mengalihkan pandangannya ketika melihat Aldo. "Daddy selalu mengajarkan untuk menatap lawan bicara ketika bicara," ujar Aldo.Kenan menatap Aldo. Namun pandangan keduanya kental akan permusuhan. "Mommy dan Daddy duduklah dulu.""Sayang ... ayo kita duduk," ajak Aldo pada sang istri. "Ken, Liora ... cafenya sangat bagus," puji Rere dengan melihat seisi ruangan. "Makanan dan minumannya juga enak, Mom," sahut Rachel."Mommy bisa mengajak teman-teman sosialita Mommy untuk
Liora merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Keduanya sudah berada di apartemen. Liora juga sudah membersihkan dirinya. Rambutnya masih basah dan terlilit dengan handuk. Namun ia lelah untuk mengeringkan rambutnya. Tubuhnya remuk redam karena aktivitas di cafe. Dari siang sampai malam pengunjung ramai yang datang. Kenan keluar dari kamar mandi. Ia tadi membiarkan Liora terlebih dahulu untuk membersihkan diri. Kenan mengambil celana piyamanya di dalam lemari dan memakainya."Sayang ... keringkan dulu rambutmu. Nanti kamu bisa pilek," cetus Kenan."Aku lelah, Ken," ucap Liora. Kenan menghampiri sang kekasih. Ia duduk di tepi ranjang sebelah Liora yang memejamkan mata. Kenan menaikkan dua kaki Liora di pangkuannya lalu mulai memijatnya."Kamu terlalu bersemangat, Sayang," ujar Ken."Kamu benar. Aku terlalu bersemangat, tapi aku senang melakukannya," ucap Liora. Kenan membantu Liora bangkit dari rebahannya. Liora membelakangi Kenan. Ia membuka ikatan handuk kimononya. Kenan memij
Keduanya sarapan pagi bersama. Kenan tidak mau dibawakan bekal untuk makan siang. Sebab ia sudah berencana untuk makan siang di cafe. "Aku akan membeli mobil untukmu. Jadi ... jika perlu apa-apa, kamu bisa pergi sendiri," ujar Kenan. "Kamu sudah bisa melepasku?" tanya Liora. "Memangnya kamu merasa terkurung?" tanya balik Kenan seraya meneguk segelas air putih. "Entahlah. Hanya ada pria yang mengatakan jika aku tidak boleh keluar dari apartemen," sindir Liora."Uhuk ... uhuk ...." Kenan tersedak minuman. Segera Liora membantu menyeka bibir Kenan dengan lap. "Minumnya hati-hati," ucap Liora."Sindiranmu membuatku tersedak. Aku melarangmu keluar karena kamu tidak tahu jalan kota ini," tutur Aldo. "Nah itu ... aku kan masih berumur 10 tahun. Jadi tidak mengerti arah jalan pulang," sahut Liora."Sayang ... kamu terus menyindirku," kesal Kenan.Liora terkikik geli. "Maaf, Sayang. Aku tahu kamu melakukan ini demi kebaikanku juga.""Mulai hari ini kamu bebas. Tapi ... sebelum ada mo
Surat pengunduran diri percuma saja ia berikan. Jika tahu begini jadinya. Kenan tidak akan berhenti bekerja. Ia akan terus bekerja saja. Aldo seolah menyiksanya dengan tumpukan pekerjaan. Pintu ruangan diketuk dari luar. Doni mendorong pintu lalu masuk dengan membawa kembali dua map berwarna biru dan merah. "Apalagi itu?" tanya Kenan."Pak ... ini map kerja sama kita dengan perusahaan ARCORP. Hari ini saya sudah menjadwalkan untuk membahas kelanjutan dari proyek yang tengah kita bangun," jelas Doni.Kenan melirik jam di pergelangan tangannya. "Kalau bisa saat ini saja kita bahas masalah kerja sama. Nanti siang aku ingin bersama kekasihku."Doni mengangguk. "Siap, Pak. Saya akan segera menghubungi pihak pak Ardi."Doni meletakkan berkas yang ia bawa ke meja Kenan untuk dipelajari. Ia pamit undur diri untuk mengatur jadwal pembahasan kerja sama. Kenan mempelajari isi dari berkas itu. Ia menyandarkan tubuhnya di kursi sambil membaca berkas itu. "Sepertinya aku harus lembur bekerja. A
"Kalian saling kenal?" tanya Ardi berpura-pura. "Iya ... Kenan temanku saat di Australia. Teman masa kecilku," jawab Angel dengan pandangan menatap Kenan."Kita di sini untuk membahas masalah kerja sama, kan? Lebih baik bahas itu dari pada membahas masa lalu," tutur Kenan."Ya ... tentu saja. Ayo duduk dan mulai membahas kerja sama," ucap Ardi. Semuanya duduk kembali. Angel duduk berhadapan dengan Kenan. Ia terus memperhatikan Kenan yang semakin tampan saja. Angel teringat masa-masa mereka bersama dulu. Tiba-tiba gelora hasrat bergejolak dalam dirinya. Apalagi tubuh Kenan semakin berotot. Angel membayangkan jika ia disentuh kembali oleh Kenan.Kenan fokus dengan apa yang tengah ia bahas. Tidak peduli Angel yang terus memperhatikan dirinya. Namun hatinya memendam rasa jengkel terhadap Angel. "Semuanya sudah beres. Tinggal kita melakukan pengawasan saja pada pembangunannya," terang Kenan. "Senang sekali bisa bekerja sama dengan Anda. Saya harap ke depannya bisa melakukan kerja sama