Jas mahal melekat indah di tubuh bidang Kenan. Rambutnya disisir rapi. Wewangian disemprotkan sedikit di sekitar leher dan pergelangan tangannya. Malam ini akan diadakan pertemuan keluarga di sebuah restoran yang telah Rere pesan. Kenan keluar dari kamarnya dan berpapasan dengan sang adik Rachel. "Kakak sangat tampan," puji Rachel. Kenan tersenyum. "Kamu juga cantik, Sayang.""Pasti kak Elie langsung jatuh cinta sama Kakak," ucap Rachel."Kamu pernah bertemu dengannya?" tanya Kenan.Rachel mengangguk. "Pernah ... waktu mommy mengundang keluarga om Dimas buat makan malam.""Kamu suka dengannya?" tanya Kenan."Iya ... sepertinya dia baik," jawab Rachel. Dahi Kenan berkerut. "Koq sepertinya?"Rachel menyengir. "Aku belum dekat dengannya dan hanya satu kali bertemu."Kenan mengacak-acak rambut Elie. "Kakak pergi dulu.""Ish ... Kakak, rambutku jadi berantakan," pekik Rachel. Kenan menuruni anak tangga tanpa memperdulikan teriakan dari sang adik. Rere dan Aldo telah berangkat terlebih
"Mom, Dad ... Kenan berangkat dulu," pamitnya. "Sarapannya enggak dihabiskan dulu?" tanya Rere."Kenan sudah kenyang," jawabnya. Kenan mengecup pipi Rere dan itu membuat Aldo berdecak. "Kamu sudah dewasa, Ken. Jangan lagi mengecup pipi Mommy.""Daddy ... sama anak saja cemburu," ucap Ken.Rere memutar mata malas. Aldo masih saja posesif padanya. Kenan beralih mengecup kening Rachel lalu mengacak-acak rambut Axel. "Dia selalu merusak rambutku," kesal Axel.Kenan melangkah keluar dari rumah. Dia masuk ke mobil lalu mengendarai mobilnya menuju kantor. Kenan keluar dari dalam mobil. Dia berjalan di atas karpet merah. Seluruh karyawan tengah menyambut anak dari direktur utama perusahaan. Semua membungkukkan tubuh saat Kenan lewat di hadapan mereka. Kenan sudah disambut oleh sang asisten bernama Doni. "Selamat datang kembali, Tuan," ucap Doni. "Terima kasih," ucap Kenan.Doni memberikan micropon kepada Kenan untuk mengatakan sepatah dua patah kata sambutan. "Selamat pagi semua. Teri
Kenan sampai di rumah. Langsung saja dia menaiki anak tangga menuju kamar tidur. Kenan mengunci pintu. Lalu beranjak membuka lemari pakaian. Dia membuka laci lalu mengambil sebuah kotak. Kenan membuka kotak berwarna biru muda. Dia memgambil ponsel yang berada di sana. Kenan mencoba menghidupkannya kembali. Itu ponsel lamanya yang sudah lama tidak dia gunakan. Di ponsel itu terdapat beberapa foto kenangannya saat tinggal di Australia. Termasuk fotonya bersama teman baiknya Liora."Syukurlah ... ponselnya masih hidup." Kenan mengambil pengisi daya ponsel lalu mendiamkannya sebentar. Selagi menunggu, Kenan membersihkan diri di kamar mandi. Setelah beberapa menit. Kenan keluar dari kamar mandi dengan handuk melilit di pinggangnya. Ken duduk di sisi petiduran. Dia meraih ponsel lama itu. Mencari nomor teman curhatnya Liora. Kenan mencoba mendial nomor itu. Tetapi tidak tersambung. "Liora pasti sudah berganti nomor baru. Sekarang sudah enam tahun berlalu. Apa kabarnya dia? Apa dia suda
"Elie ... aku berangkat. Saat sudah sampai, aku akan mengabarimu," ucap Kenan. Elie mengangguk. "Hati-hati, Ken. Semoga selamat sampai di tujuan."Elie mengantar Kenan sampai ke bandara. Hanya Elie saja yang mengantar. Rere serta Kenan sengaja hanya menyuruh Elie. Mereka ingin ada satu kenangan manis yang akan Kenan tinggalkan pada Elie.Kenan mengusap kepala Elie. "Kamu pulangnya hati-hati.""Iya ...."Kenan melambaikan tangannya. Lalu menyeret koper dan berlalu pergi. Elie berharap saat Kenan pergi ada satu kecupan manis yang calon suaminya itu berikan. Nyatanya Kenan hanya mengusap kepalanya saja. Kenan naik ke pesawat khusus yang akan membawanya ke Negeri kangguru. Dia duduk di kursi pesawat dekat jendela. Dia sudah tidak sabar untuk segera sampai. Kenan ingin bertemu teman baiknya Liora. Sekitar tujuh jam pernerbangan. Kenan sampai di Sydney. Dia keluar dari badan pesawat. Kedatangan Kenan sudah disambut oleh pelayan rumah yang selama ini bertugas menjaga dan merawat rumah Ken
Suara hingar bingar musik mengalun indah. Liora naik ke atas panggung. Meliuk-liukkan tubuh indahnya pada tiang besi penyangga. Bersama dua rekan wanita. Liora menari-nari dengan luwesnyaPara pria penikmat kesenangan itu melempar uang padanya. Mereka mengumpat, memuji serta berteriak memandang para penari itu. "Buka ... buka," teriak mereka. Saat ini Liora masih mengunakan pakaian lengkap. Pertama dia membuka topinya. Lalu pita yang mengikat rambutnya. Rambut itu kini tergerai indah dan berwarna pirang. Rambut asli Liora berwarna hitam dulunya. Wajah yang tidak pernah dipoles itu. Kini dipoles dengan make up yang sedikit tebal. Bibir kering itu, kini menjadi lembab dan mengoda berkat sentuhan lipstik di bibirnya. Liora kini berubah menjadi wanita yang membuat para pria tertarik dan bertekuk lutut di depannya. Liora membuka kaus kaki panjang yang dia kenakan. Kaki jenjang mulus itu semakin membuat para pria tergiur. Liora melemparnya dan para pria berebutan mendapatkannya. "Dia
Liora bergegas turun dari tangga flat rumahnya. Dia sudah terlambat untuk pergi ke cafe tempatnya bekerja. Siang hari Liora pergi bekerja paruh waktu di sebuah cafe.Dia berlari sambil melihat jam di pergelangan tangan. Liora tidak lagi punya sepeda ataupun kendaraan yang lain. Biasanya Liora menumpang lewat temannya. Atau dia bisa naik angkutan umum dan kereta bawah tanah. Liora berlari karena telat satu menit saja, gajinya akan dipotong. Cafe itu tidak begitu jauh. Hanya membutuhkan waktu lima belas menit dengan berjalan santai saja sudah bisa. Tapi sekarang, dia terlambat karena ketiduran. Liora mendorong pintu masuk. Napasnya tersengal-sengal karena habis berlari. Pemilik cafe melihat jam di dinding. Dia berdecak karena Liora datang tepat waktu. "Mulailah bekerja," perintah wanita gendut pemilik cafe. "Baik, Nyonya," sahut Liora. Liora mendapat pekerjaan sebagai pelayan di sana. Gajinya sedikit tapi cukup untuk makan hari-hari dan keperluan lainnya. Liora menuju area dapur da
"Menarilah," perintah Kenan. "Kenan ... kamu tahu ak-""Aku penyewamu. Jangan banyak bicara," ucap Kenan dingin. Kenan menekan tombol musik. Dia membuka tutup botol minuman lalu menuangkan cairan merah itu ke dalam gelas. Liora naik ke atas meja. Matanya masih menatap Kenan. Dalam hati Liora bertanya-tanya. Apa Kenan juga menginginkan hal yang sama seperti pria lain? Liora membuka ikatan rambutnya. Dia harus bersikap sebagai penghibur sekarang. Karena saat ini dia bukanlah teman Kenan.Liora mulai bergerak. Menyandar pada tiang besi putih. Dia melepas coat yang dipakainya. Kenan menurunkan pandangan matanya. Dia menatap cairan merah pada gelas. Liora melempar coat itu di sofa. Dia mulai meliuk-liuk pada tiang besi itu. Berputar dengan rambutnya yang tergerai. Mengerakkan pinggungnya. Kenan menghabiskan minuman yang ada pada gelasnya. Dia membuka jas yang dia kenakan. Hawa panas menjalar di tubuhnya. Dia membuka tiga kancing kemeja lalu mengulung dua lengan kemejanya sampai ke sik
Liora melindungi matanya dari sinar mentari yang masuk dari celah hordeng. Dia terbangun karena pelayan Kenan yang membuka tirai kamar itu."Selamat pagi, Nona. Cepatlah bersiap. Tuan Kenan menunggu untuk sarapan bersama," kata pelayan wanita. "Dia menungguku?" tanya Liora. Pelayan itu mengangguk. "Iya ... pakaian Nona sudah disiapkan. Pergilah mandi."Liora mengangguk. "Baiklah ... aku akan bersiap."Pelayan itu keluar dari kamar. Liora melirik pakaian yang sudah ada di sisi kosong tempat tidur. Dia turun dari ranjang. Lalu melangkah masuk ke kamar mandi. "Apa dia sudah bangun?" tanya Kenan pada pelayan yang sudah kembali dari kamar Liora. "Sudah, Tuan. Sebentar lagi nona akan keluar," jawabnya. "Hmm." Kenan kembali membaca surat kabar yang ada di tangannya.Liora membuka pintu kamar. Pagi ini Kenan memberinya drees di bawah lutut. Liora menuju ruang makan. Tidak ada yang berubah dari terakhir kali Liora berkunjung ke rumah teman baiknya itu.Liora menelan salivanya. Rasanya dia