Langkah kaki Pak Hadi kini mengarah ke ruang tamu. Dia duduk dan memanggil Jesselyn."Jesselyn, apa kamu lagi ada masalah dengan Brams?" Ucap pak Hadi.Jesselyn tertunduk seakan malu karena papanya mengetahui masalahnya. Dengan penuh keyakinan, Jesselyn mengambil tempat di samping mamanya."Papa, aku memang lagi ada masalah dengan Brams. Semenjak dia mengetahui aku dan Peter waktu itu, dia jadi marah dan mulai bertingkah," jawab Jesselyn."Maksut kamu bagaimana Jesselyn?" Tanya Pak Hadi."Papa, Brams saat itu dibalut api cemburu, jujur Jesselyn tidak bermaksut untuk betbuat lain di belakangnya . Karena rasa cemburu itu, dia juga sepertinya balas dendam setelah pulang ke Jakarta," jawab Brams."Balas dendam bagaimana Jesselyn?" Kata Pak Hadi."Papa, dia juga tidak mau kalah, Brams juga selingkuh dengan wanita lain di Jakarta," jawab Jesselyn."Apa...?" Tanta Mamanya "Iya ma, aku tidak bisa menyalahkan Brams, wajar saja dia berbuat seperti itu, apalagi dia melihat langsung aku dan Pete
Shahnaz seakan kesetanan, dia mencoba melepas sendiri pakaiannya satu persatu dengan tujuan agar Brams tergoda.'Ya tuhan, manusia ini kenapa makin gila?' Bathin Brams.Brams menghela napas yang panjang. Dia berusaha menghindari penglihatannya dari godaan tubuh Shahnaz."Sayang, kamu tidak usah munafik! Kamu kemarilah! Aku telah siap membuat kamu melayang di sorga," canda Shahanaz.Brams membalikkan badannya, dia kelihatan ingin menjauh dari Shahnaz. Dengan langkah perlahan, Brams mencoba keluar dari dalam kamar.Shahnaz yang sudah mulai memuncak, kini malah menarik Brams dan meraba bagian sangkar perkutut yang teramat gagah tersebut. Mata Brams mulai meram, dia tidak kuasa menahan sentuhan Shahnaz yang membelai jagoannya itu.Perlahan perkutut tersebut mulai bangun. Dia bahkan mendorong sangkar dan ingin keluar bebas melihat pemandangan yang indah.Shahnaz mencium jambul perkutut, dia berusaha menjinakkkan jagoan yang sudah sering kali bermain dengannya."Awass ... kamu Shahnaz," ucap
Jesselyn jadi tidak ada pilihan. Dia langsung memasukkan kembali pakaiannya ke dalam koper. Dengan pakaian seadanya dia mencoba berdandan dan keluar dari dalam kamarnya.Mata Pak Hadi dan Barbara secara bersamaan melihat Jesselyn keluar dengan membawa kopernya lagi. Keduanya bingung dengan apa yang mereka lihat saat itu. "Jesselyn, kamu mau kemana lagi sayang?" Tanya Barbara."Papa..Mama .,Jesselyn mau pulang ke Jakarta," jawab Jesselyn.Kedua orangtuanya saling berpandangan. Mereka tidak mengerti apa maksut dari putrinya."Sayang, kamu ini tidak lagi bercanda kan?" Tanya Pak Hadi."Tidak papa, Brams baru saja menghubungi aku dan menyuruh aku agar pulang ke Jakarta sekarang juga," jawab Jesselyn."Kamu mau pulang ke Jakarta?" Tanya Barbara penasaran."Iya ma, aku harus pulang sekarang," jawab Jesselyn Tanpa banyak protes, kedua orangtuanya langsung mengantar Jesselyn ke Bandara. Mereka juga paham dengan Brams yang menyuruh Jesselyn untuk segera pulang .Saat berada di salam mobil, P
Sore menjelang malam, Shahnaz datang ke rumah Brams. Dia sedikitpun tidak mengetahui kalau Jesselyn sudah berada di rumah Brams.Sepanjang berjalan ke dalam rumah, dia sudah berencana ingin memberikan kepuasan yang teramat nikmat pada Brams, agar nantinya Brams bisa bertekuk lutut padanya. Shahnaz melihat rumah Brams sepi dan tidak ada suara, dia menatap ke garasi dan melihat ada mobil Brams parkir disana."Brams pasti sekarang lagi tertidur di kamar" bathin Shahnaz.Dengan santai, dia berjalan dan membuka pintu rumah yang sama sekali tidak dikunci.******Jesselyn yang merasa nikmat dengan sentuhan Brams, kini mendesah di kamar dan saling balas kenikmatan. Brams yang sudah berada di puncak gairah yang amat tinggi, kini telah melata di tubuh Jesselyn dengan liar."Aduh, Brams dimana ya? Sampai segitunya dia lelap dalam tidur."ucap Shahnaz.Shahnaz semakin mendekati pintu kamar Brams. Dia merasa ingin memberi kejutan. Sesaat dia berada di depan pintu, dia mencoba mendorong pintu secar
"Kelihatannya kamu lagi sakit hati?" Kalau boleh aku tahu, kamu sakit hati karena apa?" Tanya lelaki itu.Shahnaz terdiam, dia bingung dengan lelaki yang tiba-tiba datang dan perduli denga masalahnya."Maaf, sebelumnya kita belum saling kenal. Kalau boleh tahu, kamu itu siapa?" Tanya Shahnaz.Lelaki tersebut senyum dan menghela napas yang panjang. Dia berpikir kalau wanita yang sedang dihadapannya sekarang, tentu saja lagi penasaran dengan dirinya. "Kenalkan, namaku Galih. Aku tinggal di rumah kecil yang berada di pinggir taman itu," jawab lelaki tersebut.Shahnaz melihat kalau di ujung taman itu memang ada sebuah rumah kecil, dia kembali menantap lelaki yang bernama Galih tersebut."Kamu tinggal di rumah itu? Dengan siapa?" Tanya Shahnaz."Aku tinggal sendiri, aku sudah tidak punya orangtua lagi, Kebetulan aku tadi sedang lewat dan melihat kamu sedang menangis dan menjerit," jawab Galih."Apakah kamu terganggu dengan keberadaanku disini?" Tanya Shahnaz. "Oh tidak, aku hanya ingin m
Shahnaz berpikir, dia seakan masih ragu untuk mengatakan hal yang sebenarnya. Tapi lama-kelamaan, dia yakin dan mau curhat pada Galih yang baru saja dia kenal."Oh iya, kenalin juga namaku Shahnaz. Aku kesini karena ada masalah pribadi yang sangat menyiksaku," ucap Shahnaz."Ayo, ceritalah! Aku ingin mendengar masalah seperti apa yang saat ini kamu hadapi," kata Galih."Aku mencintai lelaki yang selama ini aku anggap bisa memberikan aku krbahagiaan, singkat kata karena rasa suka dan berharap bahagia, aku jadi memberikan kehormatanku pada dia. Aku melihat keadaannya sangat fantastis dan serba berkecukupan. Namun setelah aku mengandung anak dia, aku baru tahu kalau sebenarnya dia juga sudah punya istri di Singapore. Dia sangat mencintai istrinya dan hanya membuat diriku sebagai cadangan bahkan pemuas nafsunya saja," ucap Shahnaz."Lantas, bagaimana rasa tanggung jawab dia pada bayi yang sedang kamu kandung?" Tanya Galih."Dia hanya bertanggung jawab atas diriku sampai bayi ini lahir. Ba
"Sayang, kamu bangun dong!" Ajak Jesselyn pada suaminya yang masih molor pagi itu.Jesselyn melihat jam tangannya. Dia kembali lagi membangunkan Brams yang terlentang di atas ranjang. Sebenarnya saat itu Brams sudah bangun. Dia hanya ingin mengerjai Jesselyn yang bersusah payah untuk membangunkannya."Sayang, ayo dong! Hari sudah jam tujuh nih, kamu bangun dong!" Ucap Jesselyn.Mata Brams melihat dengan diam-diam. Dia senyum melihat Jesselyn yang sudah cemberut karena rasa bosan. Brams mencoba berbalik arah, hingga suasana jadi makin panas."Ya tuhan, bukannya bangun malah tambah molor," ucap Jesselyn."Hahhhh," Jesselyn menarik napas dan duduk sambil membiarkan suaminya tidur. Dia duduk sambil membelakangkan Brams yang terlentang di belakangnya. Brams yang dari tadi ingin menjalankan aksinya, kini mulai senyum sambil diam-diam memeluk Jesselyn dari belakang "Akhh.. kamu sayang, kamu rupanya sengaja membuat aku kesal ya?" Ucap Jesselyn.Brams tidak perduli, dia tetap saja mengajak is
Malam itu Shahnaz termenung sendiri di dalam kamarnya. Dia teringat pada Galih yang telah di temuinya tadi siang di taman. Shahnaz mencoba membandingkan semua tentang pengalaman pribadinya waktu dulu."Kenapa kisahku hampir bersamaan dengan Galih? Apakah ada kesamaan dan jodoh, nantinya pada kami berdua?" Bathin Shahnaz."Tidak, itu tidak akan mungkin. Aku tidak mungkin suka pada dia yang aku belum tahu siapa dia sebenarnya," ucap Shahnaz.Hahhhhh... Shahnaz menghela napas yang panjang. Diar mencoba membuang pikirannya pada Galih. Shahnaz kembali berdiri, dia kemudian keluar dari dalam kamar dan pergi ke dapur mencari cemilan yang akan dinikmatinya. Sambil mengikuti siaran sinetron yang kebetulan dia lihat.Saat menonton televisi, dia sepertinya tersentuh dengan cerita yang dia ikuti. Alur cerita tersebut kebetulan bersamaan dengan apa yang dialaminya.******Brams yang siang itu sedang berada di kantor, kini malah teringat pada Shahnaz yang begitu mengganggu keluarganya. Brams berenc
Pagi hari telah tiba, Brams terlihat sudah duluan bangun dan terlihat rapi. Dia duduk sembari menunggu Pak Hadi keluar dari kamar. Rasa kecewa tadi malam membuat Brams malas untuk masuk ke kamar Shahnaz. Dia tidak ingin pamit, karena dia merasa tidak akan ada jawaban yang didapat nantinya."Brams, kamu kelihatan sudah rapi. Kamu mau kemana, Brams?" Pak Hadi bertanya dengan penasaran sembari duduk disamping Brams.Tidak lama kemudian, Mama Jesselyn juga keluar dan ikut bergabung dengan mereka. Dia juga heran dengan pakaian Brams yang terlihat rapi seakan ingin pergi kesuatu tempat."Kamu mau kemana, Brams?" "Papa...Mama...pagi ini juga aku harus kembali ke Jakarta. Tadi malam, aku dapat telepon untuk hadir nanti jam satu siang. Aku tidak punya pikiran lain.Tanpa alasan apapun aku harus kembali ke Jakarta, Papa," ucap Brams dengan gaya berbohong pada kedua mertuanya. Keduanya saling berpandangan. Mereka bertanya tentang Jesselyn dan keadaannya."Tapi, Brams. Bagaimana nantinya dengan
Shahnaz dan Galih pergi bersama ke rumah. Sepanjang perjalanan, keduanya terlihat sangat mesra dan tidak jarang suka bercanda dan tertawa bersama. Galih merasa, Shahnaz adalah calon terbaik baginya yang akan menggantikan posisi mantan istrinya dahulu."Shahnaz, apa kamu tidak kepikiran lagi pada lelaki yang bernama Brams?" Sontak Shahanz terkejut. Dia seakan tidak percaya bila Galih bertanya tentang Brams pada dirinya. "Galih, kamu kenapa berkata demikian?"Hmmm...Galih menarik napasnya perlahan hingga mengeluarkannya kembali. Dia merasa bilakah masih ada hati Shahnaz pada lelaki itu."Tidak..aku hanya ingin memastikan apakah kamu masih mengingat dia?" "Galih, semenjak aku mengenal kamu, rasanya kau sudah melupakan orang tersebut. Apalagi kamu itu sangat jauh berbeda dengan dia yang sama sekali tidak perduli denganku," jawabnya "Sayang, maafkan aku! Jujur aku tidak bermaksut membuat kamu jadi teringat pada semuanya," ucap Galih. "Hmmm..," Shahnaz hanya tersenyum tipis. Dia tidak s
Hari sudah menjadi sore. Shahnaz juga sudah mulai bosan melihat Galih bekerja. Ditambah lagi dengan badan yang gerah, membuat dia ingin pulang secepatnya."Galih, hari sudah sore. Aku permisi pulang, ya!" Galih meletakkan kembali alat ukir yang ada di tangannya. Dia mendekati Shahnaz yang ingin segera pulang."Shahnaz, aku ingin ikut ke rumah kamu," ucapnya.Shahanaz terkejut mendengar keinginnan Galih untuk ikut bersamanya. Namun keinginan Galih tersebut, tidak disengkal oleh Shahnaz. Dia bahkan senang mendengarnya karena dia merasa, Galih tidak bisa jauh darinya."Shahnaz, aku madi dulu, ya! Kamu tunggu aja dulu, aku tidak akan lama, kok."Shahnaz mengangguk. Dia tersenyum melihat Galih mengambil handuk dan masuk ke kamar mandi. Gemerincing air yang kini terdengar oleh Shahnaz, membuat dia juga ingin membuang rasa gerah untuk segera mandi."Sebaiknya aku menyusul Galih," ucapnya.Shahnaz tanpa ragu pergi ke kamar mandi. Pintu kamar mandi yang sama sekali tidak dikunci, memudahkan
"Shahnaz, ayo masuk!" Galih terlihat sudah menyiapkan makanan di atas mejanya.Shahnaz bahagia. Dia diperlakukan dengan penuh kasih sayang oleh Galih. Keduanya menikmati makanan yang sudah tersaji."Galih, makanan ini enak sekali, kamu beli darimana?" "Ohh..aku hanya pesan saja pada langganan lama yang sudah terkenal dengan rasa dari masakannya," ucap Galih.Mulut mungil Shahnaz tersenyum. Dia melihat ada sebuah nasi yang menempel di atas bibir Galih .Dengan penuh kasih sayang dan juga perhatian, Shahnaz mencoba membersihkannya dengan mengambil nasi tersebut."Ada apa, Shahnaz?" "Tidak, aku hanya mengambil nasi yang lari dari jalannya," ucap Shahnaz.Keduanya tertawa. Mereka merasa lucu dengan hal yang baru saja terjadi. Sembari makan bersama, Shahnaz melihat model dari perabotan yang baru dikerjakan oleh Galih. Dia juga ikut kagum dengan model dari hasil kerja Galih yang sangat beda daripada barang lain yang sering terpajang di berbagai toko yang ada di beberapa tempat yang ada di
Keesokan harinya, Galih keluar untuk membelanjakan semua keperluannya. mulai dari bahan hingga alat yang akan dia gunakan untuk membuka usaha. Galih berniat, dalam waktu singkat dia akan memperoleh kesuksesannya yang dulu telah direbut mantan istrinya. Seminggu kemudian, Galih sudah bisa membuka usahanya. Pagi itu dia masih bekerja sendiri. Dia yakin kalau di tahap permulaan ini, dia masih sanggup bekerja sembari mengenalkan berbagai model hasil tangannya yang terlihat beda dari yang lain. Para pelanggan Yanto yang dulu banyak memesan barang, kini selalu menanyakan dimana keberadaan Galih. Mereka ingin memesan banyak prabotan lain tetapi harus hasil kerja dari Galih. Tanpa merasa tersaingi, Yanto selalu memberitahu dimana Galih sekarang berada. Dia yakin kalau saja Galih punya orderan yang banyak, tanpa diminta, Galih juga akan membaginya pada dia. Sebagai sahabat yang baik, Yanto juga ingin Galih secepatnya berhasil agar cicilan Bank yang sudah dia percayakan pada Galih dapat be
Shahnaz melihat ada tas hitam di depan, dia penasaran tentang tas tersebut. Sembari duduk di samping Galih, Shahnaz meraih tas tersebut dan mengangkatnya."Galih, ini tas siapa?""Shahnaz, atas hal inilah aku sengaja menyuruh kamu datang kesini," ucap Galih.Shahnaz mengerutkan keningnya. Dia semakin bingung dengan maksut Galih sebenarnya. Shahnaz penasaran dan kembali bertanya."Galih, kamu tidak mencuri tas orang, kan?" Galih spontan melihat Shahnaz. Dia tidak yakin kalau Shahnaz bertanya demikian pada dirinya."Kamu bilang apa Shahnaz? Dari aku lahir, aku tidak pernah melakukan perbuatan sehina itu," jawabnya "Maaf, bukannya aku menuduh. Aku hanya heran saja, kenapa tiba-tiba ada tas seperti ini di rumah kamu.""Hahhh..!" Galih menghela napas yang panjang. Dia menggelengkan kepalanya sembari melihat wajah Shahnaz."Shahnaz, ini adalah uang yang dipinjamkan Yanto padaku untuk membuka usaha baru" ucap Galih "Sebanyak inikah?""Iya, Shahnaz. Uang ini berjumlah sekitar Lima ratus ju
Keesokan harinya, Yanto dan Galih pergi ke salah satu Bank yang ada di dekat lokasi mereka. Yanto membuat permohonan dengan memberikan surat rumahnya sebagai jaminan untuk meminjam sejumlah uang yang akan dia berikan pada Galih.Galih tidak menyangka, Yanto bisa sebaik itu. Hanya dalam hitungan jam, sejumlah uang yang diminta oleh Yanto telah cair dan langsung diberikan pada Galih "Galih, ambil uang ini! Kamu boleh gunakan ini untuk modal usaha kamu. Sementara, kamu boleh memakai lokasi kosong milikku yang tidak terlalu jauh dari sini," ucap Yanto."Terimakasih, Yanto. Galih terlihat memeluk erat sahabatnya yang begitu baik dan begitu ingin menolong Galih dengan tulus."Galih, sekarang kamu pergilah! Bawa uang ini ke rumah kamu! Aku harap kamu harus hati-hati agar uang ini tidak diambil oleh orang yang tidak bertangung jawab. Mulai besok kamu segera mengelolanya agar dalam waktu dekat kamu sudah bisa bekerja seperti biasa," ucap Yanto."Oke Yanto, kalau begitu aku permisi pulang!" Ga
Hari itu, Yanto sahabat Galih sekaligus pemilik panglong menemui Galih yang sedang membuat model lemari hias yang terbaru. Dia begitu salut dan angkat tangan dengan hasil kerja Galih yang membuat omsetnya jadi melejit."Galih, apa kamu lagi sibuk?" Tanya Yanto."Enggak juga, Yanto. Memangnya ada apa?"Sembari meletakkan semua peralatan yang dipegangnya, Galih menemui Yanto yang sedang duduk di sampingnya."Yanto, sepertinya kamu mau bicara sesuatu hal yang sangat penting? Ada apa sebenarnya,Yanto?" "Galih, aku tidak tahu mau bicara mulai darimana. Belum lagi hal yang akan aku katakan itu, apakah kabar yang membuat aku senang atau tidak," ucap Yanto."Kamu ini bagaimana sih, Yanto? Kamu yang mau bicara, tapi kamu tidak tahu hal yang akan kamu bicarakan itu, baik atau buruk untuk kamu. Coba cerita, mana tahu aku bisa bantu!""Galih, ini sebenarnya tentang kamu," ucap Yanto."Tentang aku? Memangnya kenapa sih, Yanto? Apakah aku sudah memberatkan kamu bila aku bekerja disini?" Tanya Gali
Seminggu kemudian, Jesselyn sudah dinyatakan sehat dan sudah boleh pulang. Brams bersama mertuanya membawa Jesselyn kembali ke rumahnya.Saat berada di mobil, Brams melihat Jesselyn selalu terlihat diam dan tidak ada selera untuk bicara. Dia berusaha menghibur istrinya agar secepatnya bisa melupakan kejadian yang telah menimpa mereka."Jesaelyn, kamu jangan diam saja, dong!" Ucap Brams "Iya, Jesselyn. Kamu tidak boleh terlalu bersedih apalagi dalam jangka waktu yang lama," jawab Mamanya.Walaupun semuanya memberi semangat buat Jesaelyn, dia tetap saja terdiam dan tidak mau bicara. Dia sepertinya merasa trauma dengan kejadian yang membuat bayinya harus pergi untuk selamanya "Aku benci pada kamu, Brams. Mungkin karena ulah kamu pada Shahnaz, aku akhirnya mendapatkan karma ini," bathin Jesselyn.Jesselyn berpikir, apa yang sedang dialaminya adalah karma dari perbuatan Brams pada Shahnaz.Tidak berapa lama kemudian, mereka telah sampai di rumah. Jesselyn langsung turun tanpa dibantu lag