Saat mengenderai mobil,Shahnaz masih saja teringat pada wanita yang berada di rumah Brams.Shahnaz yang tidak suka dengan keberadaan wanita itu,masih saja bisa kagum dengan kecantikan Jesselyn.
"Pantasan saja Brams lebih memilih wanita itu.Selain orangnya cantik,dia juga ramah tamah pada siapapun."Tapi... hahhhh...!
Shahnaz menarik napas dalam-dalam.Walau bagaimana juga,dia tetap tidak suka melihat wanita cantik tadi bersama dengan Brams.Dia membayangkan apa yang akan dikerjakan oleh keduanya di rumah tersebut.
Shahnaz teringat kembali dengan perkutut yang besar dan perkasa.Shahnaz seakan tidak terima kalau wanita itu juga merasakan tendangannya yang begitu membuat lemah tidak berdaya.
******
Brams yang mempunyai hasrat tinggi,kini langsung menarik Jesselyn masuk ke dalam kamar.Dia melepas satu persatu pakaian yang menempel di tubuh Jesselyn.Demikian juga dengan Jesselyn dengan kerinduan yang amat sangat,dia mulai bermain. Jari dan bibir seksinya me
"Sayang...sayang...!" Teriak Brams.Dia melihat ke semua ruangan namun tidak melihat Jesselyn.Dia mencoba keluar dari dalam rumah.Saat membuka pintu ternyata Jesselyn sedang berada di taman."Sayang,kamu ngapain disitu?"tanya Brams. Dia mendekati Jesselyn ikut bergabung duduk di taman."Jesselyn,kamu ikut enggak ke kantor?" Tanya Brams."Jesselyn sangat bahagia,dia senang dengan ucapan Brams."Sayang,aku mau dongAku juga ingin melihat keadaan kantor kamu." Lagian aku juga perlu tahu dimana dan bagaimana dengan perusahaan kamu Brams."Oke sayang,kalau begitu kamu pergilah berkemas,aku akan menunggu kamu disini,"ucap Brams.Jesselyn dengan langkah cepat berjalan masuk untuk berkemas, dia tidak ingin kalau suaminya kecewa dengan penampilannya."Jesselyn, apa kamu sudah siap?"Teriak Brams dari luar rumah."Iya sayang,sebentar lagi juga siap kok,"jawab Jesselyn.Jesselyn keluar dengan begitu cantik dan menawan.Balutan
Shahnaz memutuskan niatnya untuk tetap akan menjumpai pak Brams,dia tidak mau kalah dari Jesselyn yang kini sedang bersama Brams.Bu Nisa melihat Shahnaz datang,dia kemudian mengerutkan keningnya dan berpikir kalau Shahnaz adalah orang yang nekat."Ngapain lagi Shahnaz datang? bukankah dia telah berhenti bekerja di kantor ini?" Bathin Nisa.Nisa mencoba melihat kemana arah dari Shahnaz berjalan,dia ingin memastikan apa sebenarnya maksut dari Shahnaz yang begitu berani datang ke kantor tersebut."Wahh.. gawat,Shahnaz akan berjumpa dengan Bu Jesselyn di ruangan pak Brams."Cemooh Nisa.******Di dalam ruangan,Jesselyn sedang duduk di kursi kerja Brams.Dia terlihat begitu sempurna dan sangat sesuai duduk laksana Dirut dari perusahaan tersebut.Langkah kaki Shahnaz semakin dekat dengan ruangan pak Brams,dia sama sekali tidak percaya dengan omongan para karyawan.Shahnaz yang sudah berada di depan pintu langsung mengangkat tangannya untuk mengetuk p
"Brams,kamu kenapa diam?Apakah yang aku katakan benar?"Tanya Jesselyn.Brams melihat ke arah Jesselyn,dia takut kalau Jesselyn akan langsung pergi begitu saja.Shahnaz yang melihat suasana jadi mulai panas,kini mengambil sikap untuk keluar dari dalam ruangan."Bu Jesselyn,aku tidak tahu dengan cerita ini,Aku permisi keluar karena masih banyak tugas yang akan aku kerjakan."Shahnaz melangkah keluar dari ruangan Pak Brams.Dia seakan ingin menjauh karena tidak ingin terbawa masalah."Brams,kamu jujur padaku!Benarkan apa yang aku katakan?"tanya Jesselyn."Sayang,aku diam bukan berarti ucapan kamu itu benar.Aku diam karena terkejut dengan semua ucapanku.""Tapi.. kenapa kalian terlihat khawatir?" Kalau memang tidak ada masalah, apa hal yang akan kalian takutkan."Sayang, percaya padaku,antara aku dan Shahnaz tidak ada hubungan apa-apa.Kami selalu bersama hanya karena bisnis semata.Tidak lebih dari itu.Jesselyn terdiam,dia berpikir k
"Kringgg,"Suara handpone Brams terdengar berbunyi dari dalam kantongnya.Dia segera mengambil dan melihat siapa orang yang sedang menghubunginya."Hallo,"Terlihat Brams berjalan kearah kesudut ruangan.Dia berbicara dengan seorang rekan kerjanya yang kebetulan ingin mengadakan rapat.Jesselyn yang melihat kalau suaminya sedang sibuk berbicara,kini dia memilih untuk duduk di salah satu kursi yang ada di kantor itu.Bu Nisa kebetulan lewat,dia melihat si cantik istri bos sedang duduk di kursi tamu.Bu Nisa yang berkeinginan untuk terlihat akrap dengan Jesselyn,kini berjalan mendekatinya.Pak Brams yang kebetulan sudah siap dalam pembicaraan,kini berjalan ke arah Jesselyn,dia berkata pada istrinya."Sayang,aku sekarang juga harus berangkat ke perusahaan salah seorang sahabat.Dia baru saja menghubungi aku dan mengatakan ada rapat dadakan.Kamu pulang sama sopir aja ya!"Jesselyn terdiam,dia sebenarnya belum ingin pulang karena masih in
Shahnaz yang sudah tidak tahu lagi apa yang akan dia lakukan,kini memilih lebih baik berdiam diri di rumahnya."Kringgg,"Suara handpone Shahnaz terdengar.Dia dengan malas melihat panggilan siapa yang telah masuk.Shahnaz yang begitu terpukul berjalan Dan melihat bahwa yang menghubunginya adalah sang ibu."Seakan ingin mengadu,kini air mata Shahnaz langsung berlinang di matanya.Dia yang sudah tidak tahan memendam sendiri semua bebannya,kini mencoba mengangkatnya."Hallo,""Shahnaz kamu kenapa sayang?" Sepertinya suara kamu serak."Apa kamu lagi menangis?Shahnaz makin sedih,air matanya kini jelas terlihat menetes di pipi.Shahnaz tidak mau lagi berbohong,dia langsung mengatakan semuanya pada Ibunya."Iya bu,aku sangat sedih,"aku tidak tahan dengan semua ini bu."Memangnya kamu kenapa sayang?"tanya ibunya."Bu,tadi saat aku pergi ke kantor Brams,aku dan semua karyawan melihat kalau Brams datang bersama istrinya."ucap Shahnaz
"Tolong antar aku ke alamat ini ya pak!" Perintah Jesselyn.Dia memberikan secarik kertas yang bertuliskan sebuah alamat rumah."Baiklah bu," jawab sopir pribadinya.Jesselyn terlihat melamun sambil bersandar di belakang.Dia penasaran,apa sebenarnya yang terjadi antara Shahnaz dengan suaminya.Bila nantinya ada hubungan yang dia ketahui diantara keduanya,apa hal yang akan dia perbuat?******Brams yang sudah siap mengadakan rapat,kini mengambil ponselnya dan bermaksud untuk menghubungi Jesselyn.Setiap kali tangannya menekan tombol panggil, jawaban yang dia dapat hanya diluar jangkauan."Kenapa nomor Jesselyn susah dihubungi?"Bathin Brams.Dia mencoba berkali-kali menghubunginya namun apa yang dia dapat? hasilnya tetap saja sama."Akhhh.. sudahlah,"mungkin Jesselyn sudah ada di rumah dan bisa jadi dia tertidur,"bathin Brams.Brams mengambil kesimpulan untuk tidak menghubungi Jesselyn,dia malah masuk ke dalam mobil kemudian berangk
Bu Janah berjalan ke arah kamar Shahnaz.Dia memanggil Shahnaz agar segera keluar."Shahnaz...!"Teriak bu Janah.Shahnaz mendengar kalau ibunya sedang memanggil namanya.Dia penasaran kenapa ibunya memanggilnya."Shahnaz..!"suara itu terdengar kembali.Shahnaz keluar dari kamar mandi dengan mengeringkan rambutnya pakai handuk."Ada apa bu?" Tanya Shahnaz yang penasaran."Shahnaz,ada tamu yang sedang memanggil kamu,"ucap bu Janah."Tamu,Siapa bu?"tanya Shahnaz."Dia seorang wanita,katanya dia adalah teman kamu satu kantor."Jawab Bu Janah."Siapa ya?"bathin Shahnaz.Dia kembali masuk untuk berpakaian lebih rapi, sementara bu Janah kembali ke ruang tamu menemui wanita cantik tersebut."Sebentar ya bu,Shahnaz sebentar lagi pasti datang.Dia baru saja siap mandi dan mungkin lagi pakaian."Ucap bu Janah."Iya bu,enggak apa-apa."jawab Jesselyn.Shahnaz dengan santainya keluar dari dalam kamar,dia berjalan kearah ruang t
Jesselyn yang sudah tiba di rumahnya,kini duduk di sofa ruang tamu.Raut wajah yang mulai kusut terlihat jelas terukir di wajahnya.Jesselyn sangat kecewa,dia tidak ada semangat untuk menyambut suaminya."Ya tuhan,apa sebenarnya yang telah terjadi?Mungkinkah suamiku telah bermain dibelakangku?"Jesselyn kembali berdiri,dia masuk kedalam kamarnya.Walau terasa malas dia tetap mengambil handuk berusaha mandi untuk membuang semua penat di badannya.Brams yang masih berada di dalam mobil,kini berencana untuk membeli oleh-oleh kesukaan istrinya.Dia tidak mau kalau istrinya nanti menyambut kedatangannya dengan tangan kosong."Pak Mail,coba sebentar berhenti!"Kata Brams."Iya pak,"jawab Pak Mail dengan mengerem mobil mewah tersebut tiba-tiba."Okay pak,tolong pak Mail turun dan tolong pak Mail beli Spaghetti di KFC itu!" Perintah pak Brams.Dengan menerima lembaran uang,pak Mail langsung masuk dan membeli Spaghetti kesukaan Jesselyn.***
Pagi hari telah tiba, Brams terlihat sudah duluan bangun dan terlihat rapi. Dia duduk sembari menunggu Pak Hadi keluar dari kamar. Rasa kecewa tadi malam membuat Brams malas untuk masuk ke kamar Shahnaz. Dia tidak ingin pamit, karena dia merasa tidak akan ada jawaban yang didapat nantinya."Brams, kamu kelihatan sudah rapi. Kamu mau kemana, Brams?" Pak Hadi bertanya dengan penasaran sembari duduk disamping Brams.Tidak lama kemudian, Mama Jesselyn juga keluar dan ikut bergabung dengan mereka. Dia juga heran dengan pakaian Brams yang terlihat rapi seakan ingin pergi kesuatu tempat."Kamu mau kemana, Brams?" "Papa...Mama...pagi ini juga aku harus kembali ke Jakarta. Tadi malam, aku dapat telepon untuk hadir nanti jam satu siang. Aku tidak punya pikiran lain.Tanpa alasan apapun aku harus kembali ke Jakarta, Papa," ucap Brams dengan gaya berbohong pada kedua mertuanya. Keduanya saling berpandangan. Mereka bertanya tentang Jesselyn dan keadaannya."Tapi, Brams. Bagaimana nantinya dengan
Shahnaz dan Galih pergi bersama ke rumah. Sepanjang perjalanan, keduanya terlihat sangat mesra dan tidak jarang suka bercanda dan tertawa bersama. Galih merasa, Shahnaz adalah calon terbaik baginya yang akan menggantikan posisi mantan istrinya dahulu."Shahnaz, apa kamu tidak kepikiran lagi pada lelaki yang bernama Brams?" Sontak Shahanz terkejut. Dia seakan tidak percaya bila Galih bertanya tentang Brams pada dirinya. "Galih, kamu kenapa berkata demikian?"Hmmm...Galih menarik napasnya perlahan hingga mengeluarkannya kembali. Dia merasa bilakah masih ada hati Shahnaz pada lelaki itu."Tidak..aku hanya ingin memastikan apakah kamu masih mengingat dia?" "Galih, semenjak aku mengenal kamu, rasanya kau sudah melupakan orang tersebut. Apalagi kamu itu sangat jauh berbeda dengan dia yang sama sekali tidak perduli denganku," jawabnya "Sayang, maafkan aku! Jujur aku tidak bermaksut membuat kamu jadi teringat pada semuanya," ucap Galih. "Hmmm..," Shahnaz hanya tersenyum tipis. Dia tidak s
Hari sudah menjadi sore. Shahnaz juga sudah mulai bosan melihat Galih bekerja. Ditambah lagi dengan badan yang gerah, membuat dia ingin pulang secepatnya."Galih, hari sudah sore. Aku permisi pulang, ya!" Galih meletakkan kembali alat ukir yang ada di tangannya. Dia mendekati Shahnaz yang ingin segera pulang."Shahnaz, aku ingin ikut ke rumah kamu," ucapnya.Shahanaz terkejut mendengar keinginnan Galih untuk ikut bersamanya. Namun keinginan Galih tersebut, tidak disengkal oleh Shahnaz. Dia bahkan senang mendengarnya karena dia merasa, Galih tidak bisa jauh darinya."Shahnaz, aku madi dulu, ya! Kamu tunggu aja dulu, aku tidak akan lama, kok."Shahnaz mengangguk. Dia tersenyum melihat Galih mengambil handuk dan masuk ke kamar mandi. Gemerincing air yang kini terdengar oleh Shahnaz, membuat dia juga ingin membuang rasa gerah untuk segera mandi."Sebaiknya aku menyusul Galih," ucapnya.Shahnaz tanpa ragu pergi ke kamar mandi. Pintu kamar mandi yang sama sekali tidak dikunci, memudahkan
"Shahnaz, ayo masuk!" Galih terlihat sudah menyiapkan makanan di atas mejanya.Shahnaz bahagia. Dia diperlakukan dengan penuh kasih sayang oleh Galih. Keduanya menikmati makanan yang sudah tersaji."Galih, makanan ini enak sekali, kamu beli darimana?" "Ohh..aku hanya pesan saja pada langganan lama yang sudah terkenal dengan rasa dari masakannya," ucap Galih.Mulut mungil Shahnaz tersenyum. Dia melihat ada sebuah nasi yang menempel di atas bibir Galih .Dengan penuh kasih sayang dan juga perhatian, Shahnaz mencoba membersihkannya dengan mengambil nasi tersebut."Ada apa, Shahnaz?" "Tidak, aku hanya mengambil nasi yang lari dari jalannya," ucap Shahnaz.Keduanya tertawa. Mereka merasa lucu dengan hal yang baru saja terjadi. Sembari makan bersama, Shahnaz melihat model dari perabotan yang baru dikerjakan oleh Galih. Dia juga ikut kagum dengan model dari hasil kerja Galih yang sangat beda daripada barang lain yang sering terpajang di berbagai toko yang ada di beberapa tempat yang ada di
Keesokan harinya, Galih keluar untuk membelanjakan semua keperluannya. mulai dari bahan hingga alat yang akan dia gunakan untuk membuka usaha. Galih berniat, dalam waktu singkat dia akan memperoleh kesuksesannya yang dulu telah direbut mantan istrinya. Seminggu kemudian, Galih sudah bisa membuka usahanya. Pagi itu dia masih bekerja sendiri. Dia yakin kalau di tahap permulaan ini, dia masih sanggup bekerja sembari mengenalkan berbagai model hasil tangannya yang terlihat beda dari yang lain. Para pelanggan Yanto yang dulu banyak memesan barang, kini selalu menanyakan dimana keberadaan Galih. Mereka ingin memesan banyak prabotan lain tetapi harus hasil kerja dari Galih. Tanpa merasa tersaingi, Yanto selalu memberitahu dimana Galih sekarang berada. Dia yakin kalau saja Galih punya orderan yang banyak, tanpa diminta, Galih juga akan membaginya pada dia. Sebagai sahabat yang baik, Yanto juga ingin Galih secepatnya berhasil agar cicilan Bank yang sudah dia percayakan pada Galih dapat be
Shahnaz melihat ada tas hitam di depan, dia penasaran tentang tas tersebut. Sembari duduk di samping Galih, Shahnaz meraih tas tersebut dan mengangkatnya."Galih, ini tas siapa?""Shahnaz, atas hal inilah aku sengaja menyuruh kamu datang kesini," ucap Galih.Shahnaz mengerutkan keningnya. Dia semakin bingung dengan maksut Galih sebenarnya. Shahnaz penasaran dan kembali bertanya."Galih, kamu tidak mencuri tas orang, kan?" Galih spontan melihat Shahnaz. Dia tidak yakin kalau Shahnaz bertanya demikian pada dirinya."Kamu bilang apa Shahnaz? Dari aku lahir, aku tidak pernah melakukan perbuatan sehina itu," jawabnya "Maaf, bukannya aku menuduh. Aku hanya heran saja, kenapa tiba-tiba ada tas seperti ini di rumah kamu.""Hahhh..!" Galih menghela napas yang panjang. Dia menggelengkan kepalanya sembari melihat wajah Shahnaz."Shahnaz, ini adalah uang yang dipinjamkan Yanto padaku untuk membuka usaha baru" ucap Galih "Sebanyak inikah?""Iya, Shahnaz. Uang ini berjumlah sekitar Lima ratus ju
Keesokan harinya, Yanto dan Galih pergi ke salah satu Bank yang ada di dekat lokasi mereka. Yanto membuat permohonan dengan memberikan surat rumahnya sebagai jaminan untuk meminjam sejumlah uang yang akan dia berikan pada Galih.Galih tidak menyangka, Yanto bisa sebaik itu. Hanya dalam hitungan jam, sejumlah uang yang diminta oleh Yanto telah cair dan langsung diberikan pada Galih "Galih, ambil uang ini! Kamu boleh gunakan ini untuk modal usaha kamu. Sementara, kamu boleh memakai lokasi kosong milikku yang tidak terlalu jauh dari sini," ucap Yanto."Terimakasih, Yanto. Galih terlihat memeluk erat sahabatnya yang begitu baik dan begitu ingin menolong Galih dengan tulus."Galih, sekarang kamu pergilah! Bawa uang ini ke rumah kamu! Aku harap kamu harus hati-hati agar uang ini tidak diambil oleh orang yang tidak bertangung jawab. Mulai besok kamu segera mengelolanya agar dalam waktu dekat kamu sudah bisa bekerja seperti biasa," ucap Yanto."Oke Yanto, kalau begitu aku permisi pulang!" Ga
Hari itu, Yanto sahabat Galih sekaligus pemilik panglong menemui Galih yang sedang membuat model lemari hias yang terbaru. Dia begitu salut dan angkat tangan dengan hasil kerja Galih yang membuat omsetnya jadi melejit."Galih, apa kamu lagi sibuk?" Tanya Yanto."Enggak juga, Yanto. Memangnya ada apa?"Sembari meletakkan semua peralatan yang dipegangnya, Galih menemui Yanto yang sedang duduk di sampingnya."Yanto, sepertinya kamu mau bicara sesuatu hal yang sangat penting? Ada apa sebenarnya,Yanto?" "Galih, aku tidak tahu mau bicara mulai darimana. Belum lagi hal yang akan aku katakan itu, apakah kabar yang membuat aku senang atau tidak," ucap Yanto."Kamu ini bagaimana sih, Yanto? Kamu yang mau bicara, tapi kamu tidak tahu hal yang akan kamu bicarakan itu, baik atau buruk untuk kamu. Coba cerita, mana tahu aku bisa bantu!""Galih, ini sebenarnya tentang kamu," ucap Yanto."Tentang aku? Memangnya kenapa sih, Yanto? Apakah aku sudah memberatkan kamu bila aku bekerja disini?" Tanya Gali
Seminggu kemudian, Jesselyn sudah dinyatakan sehat dan sudah boleh pulang. Brams bersama mertuanya membawa Jesselyn kembali ke rumahnya.Saat berada di mobil, Brams melihat Jesselyn selalu terlihat diam dan tidak ada selera untuk bicara. Dia berusaha menghibur istrinya agar secepatnya bisa melupakan kejadian yang telah menimpa mereka."Jesaelyn, kamu jangan diam saja, dong!" Ucap Brams "Iya, Jesselyn. Kamu tidak boleh terlalu bersedih apalagi dalam jangka waktu yang lama," jawab Mamanya.Walaupun semuanya memberi semangat buat Jesaelyn, dia tetap saja terdiam dan tidak mau bicara. Dia sepertinya merasa trauma dengan kejadian yang membuat bayinya harus pergi untuk selamanya "Aku benci pada kamu, Brams. Mungkin karena ulah kamu pada Shahnaz, aku akhirnya mendapatkan karma ini," bathin Jesselyn.Jesselyn berpikir, apa yang sedang dialaminya adalah karma dari perbuatan Brams pada Shahnaz.Tidak berapa lama kemudian, mereka telah sampai di rumah. Jesselyn langsung turun tanpa dibantu lag