Shahnaz membuka kancing bajunya, satu persatu. Demikian juga dengan bra, dia membuka kancingnya dari belakang. Tantangan dua bukit kembar kini jelas menantang di depan mata Galih."Shahnaz...!"Shahnaz yang mulai menggila, kini meraih tangan Galih dan meletakkannya di kedua bukit kembarnya. Galih yang tadi menolak, kini tidak berdaya lagi dan langsung bertekuk lutut di hadapan Shahnaz.Shahnaz mulai mengelus pundak Galih, tangannya juga sudah memainkan tariannya di dada bidang milik Galih. Perkutut yang tadinya mendengkur, kini bangun dan mengeliat memperlihatkan ukuran aslinya pada Shahnaz."Wow.." ucap Sjahnaz "Galih yang sudah tidak tahan lagi, kini terpancing dan mendekatkan pinggul Shahnaz ke perut langsingnya. Shahnaz yang tadi hanya melihat perkutut Galih, kini mulai merasakan ukurannya di selangkahan putih milik Shahnaz."Ayo, Galih, kamu enggak usah takut!" Ucap Shahnaz."Galih yamg tidak lagi bisa menahan nafsunya kini mendaratkan sentuhannya di leher jenjang Shahnaz. Tanga
Brams yang baru bangun, kini mencari Jesselyn karena ingin dibuatkan sarapan. Dengan jalan terburu-buru, Brams menemui Jesselyn yang lagi sibuk di dapur."Sayang, kamu bekerjanya jangan dipaksa dong! Kasihan bayi kita ini," ucap Brams sambil mengelus perut Jesselyn.""Enggak kok sayang, aku juga tidak boleh terlalu diam tanpa gerakan,"ucap Jesselyn."Oh..Iya. Ini aku sudah buatkan segelas susu sama roti dengan selai kesukaan kamu, Mas.""Terimakasih, sayang. Kamu memang istriku yang sangat baik dan pengertian padaku," ucap Brams.Brams mencicipi roti dan segelas susu buatan istrinya, dia melihat perut istrinya sudah mulai terlihat besar dan membayang di balik dasternya "Sayang, kamu jangan pakai daster seperti itu dong," ucap Brams."Memangnya kenapa sayang?" Bukankah aku kelihatan lebih cantik dengan daster seperti ini?""Cantik sih sayang, cuman, kasihan bayi kita yang merasa sempit bila harus di kekang dengan daster yang sempit seperti itu,""Sayang, kamu buruan mandi dong. Ini su
Galih yang terlihat sibuk melihat pekerjaan di Panglong tersebut, kini melihat seorang lelaki datang mendekat ke arahnya."Galih...!"Lelaki itu spontan menyapa dan memanggil nama Galih.Galih seakan tidak percaya, dia melihat wajah yang sudah lama sekali dirindukan olehnya."Ini benaran kamu, Yanto?" Tanya Galih."Iya, Galih. Ini aku, Yanto. Sahabat kamu dari kecil." Jawabnya.Keduanya saling berpelukan. Mereka seakan melepas rasa rindu yang sudah puluhan tahun tidak berjumpa."Galih, aku sudah lama mencari tahu tentang keberadaan kamu, aku tidak yakin kalau sekarang kamu datang aendiri ke tempatku ini, Galih.""Iya Yanto, aku sebenarnya juga demikian. Aku sering mencari tahu dan menanyakan pada banyak orang, tapi tidak satupun yang mengetahui dimana kamu berada. "Ayo, Galih. Kita sebaiknya masuk dulu!" Yanto mengajak Galih masuk ke rumahnya yang berada di belakang Panglong. "Yanto, aku lihat usahamu sudah lumayan bagus dan besar. Apakah sudah lama kamu membuka usaha ini?""Sekita
Shahnaz hari itu berencana ingin menjumpai Galih untuk menanyakan, kapan dia ada waktu datang ke rumahnya.Kamu mau kemana, Shahnaz?""Aku mau ke tempat Galih, Ibu.""Sayang. kamu itu tidak boleh terlalu sering menjumpai lelaki yang sama sekali tidak kamu kenal dengan jelas itu," ucap Ibunya "Akhhh..itu perasaan Ibu saja, akukan kesana hanya ingin main-main saja, Bu,""Iya, sayang. Kalaupun demikian kamu itu harus bisa menjaga harga diri kamu. Nanti kamu malah direndahkan oleh Galih, seperti halnya yang dilakukan Brams pada kamu.""Tidak, Ibu. Galih itu orangnya sangat baik. Bahkan dia yang mengajak aku agar terus bangkit dan melupakan Brams."Shahnaz, Ibu harap kamu bisa merahasiakan semua ini dari Ayah kamu. Ibu yakin, dengan cara kamu seperti ini, kamu tidak akan dapat ijin. Yang ada kamu yang akan jadi korban kemarahaan dari Ayah kamu."Iya, Bu. Ibu tenang aja. Ayah itu tidak akan tahu, bila Ibu tidak memberitahukan semuanya," jawab Shahnaz. Ibunya menggelengkan kepalanya. Dia t
"Bagaimana keadaan Shahnaz, Dokter?" "Apakah Bapak, suaminya?" Tanya Dokter.Galih terdiam, dia tidak mau menjawab apapun pada Dokter yang menangani Shahnaz."Apa yang harus aku jawab?" Bathin Galih"Iya Dokter, aku suaminya.""Baiklah, Pak. Kalau begitu, ayo sekarang kita ke ruanganku!" Galih mengikuti Dokter masuk ke dalam ruangan.Dia sudah yakin kalau Dokter akan mengatakan satu kabar yang tidak bagus pada dirinya "Begini Pak, dengan berat hati kami mengatakan kalau bayi yang ada di kandungan istri Bapak tidak bisa diselamatkan. Kami terpaksa melakukan operasi untuk mengeluarkan bayi yang malang tersebut."Galih terdiam, dia malah bingung bagaimana caranya dia menghubungi orangtua Shahnaz. Apalagi saat kejadian, Galih sudah tidak melihat ada ponsel d mobil Shahnaz."Aduh, bagaimana ini?"Saat itu juga, Galih ijin untuk pulang, dia ingin mencari tahu dimana orangtua Shahnaz. "Pak Dokter, untuk sementara, istriku disini dulu. Aku harus pulang ke rumah untuk mengatakan kejadian in
Ayah dan Ibu Shahnaz datang dan histeris melihat keadaan putrinya. Ibunya merasa khawatir, bila sesuatu yang buruk terjadi pada Shahnaz "Bagaimana keadaan putri kami, Dokter?""Putri Ibu bisa kami selamatkan, tapi untuk bayinya sudah tidak bisa lagi tertolong. Kami terpaksa melakukan operasi untuk mengeluarkan bayi tersebut"Syukurlahlah, Shahnaz masih bisa ditolong," ucap Ibunya.Ketiganya duduk menunggu Shahnaz keluar dari ruang operasi. Saat itu Ayah dan Ibu Shahnaz mulai berpikir, siapa lelaki yang dari tadi setia menunggu Shahnaz diluar. "Maaf nak, kamu ini siapa? Sepertinya kami tidak pernah mengenal bahkan melihat kamu sebelumnya," ucap Ibunya Waduh, gimana ini," bathin Galih."Namaku Galih, Bu. Aku adalah teman Shahnaz dan aku kebetulan melihat Shahnaz saat kejadian," jawabnya Pak Karsa mendengar penjelasan hanya berpikir biasa saja. Beda dengan Ibunya, dia teringat dengan nama Galih yang pernah diceritakan oleh Shahnaz yang akan menjadi pengganti Brams dihatinya.Ibu Shah
Brams kemudian memanggil kembali nomor ponsel yang masuk tadi. Sembari berjalan, dia dikejutkan dengan suara dari nomor yang dipanggil."Hallo...!" "Hallo, ini dengan siapa ya?"Pak Karsa sangat geram dengan pertanyaan Brams tersebut. Tapi demi anaknya yang sedang mengalami musibah, dia tetap saja berlapang dada untuk menahan emosi dan menjawab pertanyaan dari Brams."Ini aku, Pak Karsa. Aku adalah Ayahnya Shahnaz," jawabnya. "Pak Karsa..? Tumben dia menghubungi aku," bathin Brams "Ada perlu apa, Pak Karsa? Apa Bapak mau memorot keluargaku demi anakmu, Shahnaz?"Pak Karsa semakin geram. Galih yang ada disampingnya melihat ke arah Karsa. Karsa yang emosi, kini tetap saja bertahan dan bersabar."Brams, kamu jangan banyak tanya, aku sengaja menghubungi kamu hanya ingin mengatakan kalau Shahnaz sedang mengalami musibah. Tadi pagi dia terpeleset ke pinggir kolam yang menjadikan dia dioperasi karena bayi yang di dalam kandungannya tidak tertolong oleh pihak Dokter."Oh..baiklah, terimak
Shahnaz sudah keluar dari ruang operasi, kini Galih dan keluarganya mengikutinya hingga ke ruang inaf. Kedua orangtuanya yang khawatir, masuk dan segera melihat kondisi Shahnaz."Sayang, bagaimana keadaan kamu?" Shahnaz terlihat hanya senyum, tapi lama kelamaan, air matanya juga jatuh karena harus kehilangan bayi yang ada di dalam kandungannya."Shahnaz, kamu jangan terlalu memikirkan itu. Ibu tahu kamu itu sedih. Tapi kamu harus sabar, karena mungkin itu merupakan jalan terbaik bagi kamu dan juga bagi bayi yang kamu kandung. ucap Ibunya.Shahnaz terlihat hanya manggut-manggut. Dia tidak berkata apa-apa lagi, bahkan dia mencoba menghapus airmatanya. Sembari bicara dengan Ibunya, Pak Karsa juga datang dan melihat putrinya itu. "Shahnaz, kamu yang sabar ya nak!" Kamu harus tabah menerima semuanya. Harapan Ayah, kamu bisa menjadikan semua ini sebagai pengalaman yang termahal, untuk dirimu kedepannya.Galih yang juga prihatin, kini hanya bisa melihat Shahnaz dari belakang. Shahnaz meman