Suara rintikan hujan mulai terdengar turun. Shahnaz yang masih teringat dengan Galih, kini belum merasa ngantuk dan masih ingin duduk di atas tempat tidurnya.Shahnaz, mulai teringat dengan masa lalu, dimana dia pertama kali berjumpa dan kenal dengan Brams. Kesalahan besar yang selama ini dia lakukan, menjadi sebuah penyesalan yang teramat sakit bagi dirinya dan juga masa depan bayi yang dikandungnya "Ternyata, aku salah menilai kamu Brams," bathin Shahnaz.Kebahagiaan yang selama ini aku harapkan darimu, ternyata hanya penderitaan belaka. Andai saja waktu bisa diulang kembali, mungkin aku tidak akan merasakan hal seperti ini," bathin Shahnaz. Mata Shahnaz, mulai terasa berat. Dia sudah tidak bisa lagi menahan rasa kantuknya. Kini Shahnaz langsung berbaring dan menarik selimut kemudian terlelap salam tidurnya. Pagi hari telah tiba, kini Shahnaz terbangun dari tidurnya. Saat itu dia berencana ingin pergi ke rumah orangtuanya."Aku harus ke rumah Ibu, aku akan menceritakan semuanya d
"Ibu, Shahnaz punya kenalan baru, sewaktu Shahnaz pergi ke taman. Secara tidak sengaja, Shahnaz berjumpa dengan seorang lelaki yang bernama Galih. Galih bercerita, dia punya pengalaman pahit sewaktu dia menikah dengan istrinya yang dulu."Apa dia sudah menikah?" tanya Bu Janah."Sudah,Bu. Setelah menikah, istrinya berkhianat dan menghabiskan semua harta Galih. Setelah hartanya habis, istrinya malah menikah dengan lelaki selingkuhannya tersebut.""Lantas, kenapa kamu ingin cerita tentang lelaki itu pada Ibu?Apa kamu suka pada dia?""Sebenarnya aku pertamanya tidak suka, Ibu Tapi setelah lama kelamaan, aku jadi kasihan pada dia, apalagi setelah dia mengatakan kalau dia mau menikah denganku dan bertanggung jawab dengan bayi yang ada di dalam kandunganku,""Apa kamu yakin, Shahnaz?""Iya,Bu. Aku juga sudah tidak tahan lagi dengan sifat Brams, yang sama sekali tidak perduli denganku.""Apa pekerjaan lelaki itu?""Dia sekarang pengangguran dan hanya serabutan. Dia kecewa dan malas untuk me
Shahnaz melihat Bu Janah, dia yakin, kalau Ibunya juga paham dengan sikap Pak Karsa yang sedikit kasar pada mereka."Shahnaz, sebaiknya kita istirahat saja!" ucap Bu Janah."Iya Bu," jawab Shahnaz dan langsung masuk ke dalam kamarnya.Selama di dalam kamar, dia masih terlihat berpikir tentang masalah yang sedang dialaminya. Shahnaz, sudah yakin dan tidak akan perduli lagi dengan Brams, yang dari dulu telah dia idolakan."Besok, aku harus membawa semua barang-barangku ke rumah ini, aku tidak mau lagi tinggal di rumah kontrakan yang Tama berikan padaku," bathin Shahnaz.Shahnaz berpikir sejenak, dia mencari solusi, pekerjaan apa yang cocok untuk dia, selama masa kehamilannya. Dia tidak mau menyusahkan kedua orangtuanya, apalagi Ayahnya yang sangat kecewa dengan pilihannya selama ini."Hmmmm..kira-kira pekerjaan apa ya yang cocok untukku dan bayiku ini?" bathin Shahnaz.Malam itu dia belum bisa menentukan pekerjaan yang akan dia pilih untuk dirinya. Sahanaz memilih istirahat demi menja
Galih yang sudah pernah berbagi dengan Shahnaz, kini duduk termenung berhayal, andai saja dia secepatnya kembali mendapat pasangan hidup. Hasrat yang sudah lama absen, kini mulai bergairah kembali dan sudah aktif lagi."Kenapa setelah aku melakukannya dengan Shahnaz, malah jadi kepingin lagi ya? Padahal beberapa tahun belakangan ini aku sama sekali tidak pernah ingat akan hal itu, apa rasa traumaku sudah hilang?" bathin Galih.Dia kembali bersandar, dalam pikirannya dia sadar selama ini dia sangatlah bodoh."Aku bodoh, begitu mudahnya aku memberikan semua hartaku pada wanita sialan itu," ucap Galih, teringat mantan istrinya yang berbuat serong di belakangnya "Aku harus merintis kembali usaha baru, aku tidak boleh berlama-lama hidup dengan keterpurukan seperti ini," bathin Galih.******Shahnaz pagi itu ingin keluar membeli keperluannya, dia berencana sekalian mau periksa kehamilannya pada Dokter Kandungan. Shahnaz sebenarnya sangat ingin, bila suaminya ada di sampingnya pada saat-saa
Shahnaz membuka kancing bajunya, satu persatu. Demikian juga dengan bra, dia membuka kancingnya dari belakang. Tantangan dua bukit kembar kini jelas menantang di depan mata Galih."Shahnaz...!"Shahnaz yang mulai menggila, kini meraih tangan Galih dan meletakkannya di kedua bukit kembarnya. Galih yang tadi menolak, kini tidak berdaya lagi dan langsung bertekuk lutut di hadapan Shahnaz.Shahnaz mulai mengelus pundak Galih, tangannya juga sudah memainkan tariannya di dada bidang milik Galih. Perkutut yang tadinya mendengkur, kini bangun dan mengeliat memperlihatkan ukuran aslinya pada Shahnaz."Wow.." ucap Sjahnaz "Galih yang sudah tidak tahan lagi, kini terpancing dan mendekatkan pinggul Shahnaz ke perut langsingnya. Shahnaz yang tadi hanya melihat perkutut Galih, kini mulai merasakan ukurannya di selangkahan putih milik Shahnaz."Ayo, Galih, kamu enggak usah takut!" Ucap Shahnaz."Galih yamg tidak lagi bisa menahan nafsunya kini mendaratkan sentuhannya di leher jenjang Shahnaz. Tanga
Brams yang baru bangun, kini mencari Jesselyn karena ingin dibuatkan sarapan. Dengan jalan terburu-buru, Brams menemui Jesselyn yang lagi sibuk di dapur."Sayang, kamu bekerjanya jangan dipaksa dong! Kasihan bayi kita ini," ucap Brams sambil mengelus perut Jesselyn.""Enggak kok sayang, aku juga tidak boleh terlalu diam tanpa gerakan,"ucap Jesselyn."Oh..Iya. Ini aku sudah buatkan segelas susu sama roti dengan selai kesukaan kamu, Mas.""Terimakasih, sayang. Kamu memang istriku yang sangat baik dan pengertian padaku," ucap Brams.Brams mencicipi roti dan segelas susu buatan istrinya, dia melihat perut istrinya sudah mulai terlihat besar dan membayang di balik dasternya "Sayang, kamu jangan pakai daster seperti itu dong," ucap Brams."Memangnya kenapa sayang?" Bukankah aku kelihatan lebih cantik dengan daster seperti ini?""Cantik sih sayang, cuman, kasihan bayi kita yang merasa sempit bila harus di kekang dengan daster yang sempit seperti itu,""Sayang, kamu buruan mandi dong. Ini su
Galih yang terlihat sibuk melihat pekerjaan di Panglong tersebut, kini melihat seorang lelaki datang mendekat ke arahnya."Galih...!"Lelaki itu spontan menyapa dan memanggil nama Galih.Galih seakan tidak percaya, dia melihat wajah yang sudah lama sekali dirindukan olehnya."Ini benaran kamu, Yanto?" Tanya Galih."Iya, Galih. Ini aku, Yanto. Sahabat kamu dari kecil." Jawabnya.Keduanya saling berpelukan. Mereka seakan melepas rasa rindu yang sudah puluhan tahun tidak berjumpa."Galih, aku sudah lama mencari tahu tentang keberadaan kamu, aku tidak yakin kalau sekarang kamu datang aendiri ke tempatku ini, Galih.""Iya Yanto, aku sebenarnya juga demikian. Aku sering mencari tahu dan menanyakan pada banyak orang, tapi tidak satupun yang mengetahui dimana kamu berada. "Ayo, Galih. Kita sebaiknya masuk dulu!" Yanto mengajak Galih masuk ke rumahnya yang berada di belakang Panglong. "Yanto, aku lihat usahamu sudah lumayan bagus dan besar. Apakah sudah lama kamu membuka usaha ini?""Sekita
Shahnaz hari itu berencana ingin menjumpai Galih untuk menanyakan, kapan dia ada waktu datang ke rumahnya.Kamu mau kemana, Shahnaz?""Aku mau ke tempat Galih, Ibu.""Sayang. kamu itu tidak boleh terlalu sering menjumpai lelaki yang sama sekali tidak kamu kenal dengan jelas itu," ucap Ibunya "Akhhh..itu perasaan Ibu saja, akukan kesana hanya ingin main-main saja, Bu,""Iya, sayang. Kalaupun demikian kamu itu harus bisa menjaga harga diri kamu. Nanti kamu malah direndahkan oleh Galih, seperti halnya yang dilakukan Brams pada kamu.""Tidak, Ibu. Galih itu orangnya sangat baik. Bahkan dia yang mengajak aku agar terus bangkit dan melupakan Brams."Shahnaz, Ibu harap kamu bisa merahasiakan semua ini dari Ayah kamu. Ibu yakin, dengan cara kamu seperti ini, kamu tidak akan dapat ijin. Yang ada kamu yang akan jadi korban kemarahaan dari Ayah kamu."Iya, Bu. Ibu tenang aja. Ayah itu tidak akan tahu, bila Ibu tidak memberitahukan semuanya," jawab Shahnaz. Ibunya menggelengkan kepalanya. Dia t
Pagi hari telah tiba, Brams terlihat sudah duluan bangun dan terlihat rapi. Dia duduk sembari menunggu Pak Hadi keluar dari kamar. Rasa kecewa tadi malam membuat Brams malas untuk masuk ke kamar Shahnaz. Dia tidak ingin pamit, karena dia merasa tidak akan ada jawaban yang didapat nantinya."Brams, kamu kelihatan sudah rapi. Kamu mau kemana, Brams?" Pak Hadi bertanya dengan penasaran sembari duduk disamping Brams.Tidak lama kemudian, Mama Jesselyn juga keluar dan ikut bergabung dengan mereka. Dia juga heran dengan pakaian Brams yang terlihat rapi seakan ingin pergi kesuatu tempat."Kamu mau kemana, Brams?" "Papa...Mama...pagi ini juga aku harus kembali ke Jakarta. Tadi malam, aku dapat telepon untuk hadir nanti jam satu siang. Aku tidak punya pikiran lain.Tanpa alasan apapun aku harus kembali ke Jakarta, Papa," ucap Brams dengan gaya berbohong pada kedua mertuanya. Keduanya saling berpandangan. Mereka bertanya tentang Jesselyn dan keadaannya."Tapi, Brams. Bagaimana nantinya dengan
Shahnaz dan Galih pergi bersama ke rumah. Sepanjang perjalanan, keduanya terlihat sangat mesra dan tidak jarang suka bercanda dan tertawa bersama. Galih merasa, Shahnaz adalah calon terbaik baginya yang akan menggantikan posisi mantan istrinya dahulu."Shahnaz, apa kamu tidak kepikiran lagi pada lelaki yang bernama Brams?" Sontak Shahanz terkejut. Dia seakan tidak percaya bila Galih bertanya tentang Brams pada dirinya. "Galih, kamu kenapa berkata demikian?"Hmmm...Galih menarik napasnya perlahan hingga mengeluarkannya kembali. Dia merasa bilakah masih ada hati Shahnaz pada lelaki itu."Tidak..aku hanya ingin memastikan apakah kamu masih mengingat dia?" "Galih, semenjak aku mengenal kamu, rasanya kau sudah melupakan orang tersebut. Apalagi kamu itu sangat jauh berbeda dengan dia yang sama sekali tidak perduli denganku," jawabnya "Sayang, maafkan aku! Jujur aku tidak bermaksut membuat kamu jadi teringat pada semuanya," ucap Galih. "Hmmm..," Shahnaz hanya tersenyum tipis. Dia tidak s
Hari sudah menjadi sore. Shahnaz juga sudah mulai bosan melihat Galih bekerja. Ditambah lagi dengan badan yang gerah, membuat dia ingin pulang secepatnya."Galih, hari sudah sore. Aku permisi pulang, ya!" Galih meletakkan kembali alat ukir yang ada di tangannya. Dia mendekati Shahnaz yang ingin segera pulang."Shahnaz, aku ingin ikut ke rumah kamu," ucapnya.Shahanaz terkejut mendengar keinginnan Galih untuk ikut bersamanya. Namun keinginan Galih tersebut, tidak disengkal oleh Shahnaz. Dia bahkan senang mendengarnya karena dia merasa, Galih tidak bisa jauh darinya."Shahnaz, aku madi dulu, ya! Kamu tunggu aja dulu, aku tidak akan lama, kok."Shahnaz mengangguk. Dia tersenyum melihat Galih mengambil handuk dan masuk ke kamar mandi. Gemerincing air yang kini terdengar oleh Shahnaz, membuat dia juga ingin membuang rasa gerah untuk segera mandi."Sebaiknya aku menyusul Galih," ucapnya.Shahnaz tanpa ragu pergi ke kamar mandi. Pintu kamar mandi yang sama sekali tidak dikunci, memudahkan
"Shahnaz, ayo masuk!" Galih terlihat sudah menyiapkan makanan di atas mejanya.Shahnaz bahagia. Dia diperlakukan dengan penuh kasih sayang oleh Galih. Keduanya menikmati makanan yang sudah tersaji."Galih, makanan ini enak sekali, kamu beli darimana?" "Ohh..aku hanya pesan saja pada langganan lama yang sudah terkenal dengan rasa dari masakannya," ucap Galih.Mulut mungil Shahnaz tersenyum. Dia melihat ada sebuah nasi yang menempel di atas bibir Galih .Dengan penuh kasih sayang dan juga perhatian, Shahnaz mencoba membersihkannya dengan mengambil nasi tersebut."Ada apa, Shahnaz?" "Tidak, aku hanya mengambil nasi yang lari dari jalannya," ucap Shahnaz.Keduanya tertawa. Mereka merasa lucu dengan hal yang baru saja terjadi. Sembari makan bersama, Shahnaz melihat model dari perabotan yang baru dikerjakan oleh Galih. Dia juga ikut kagum dengan model dari hasil kerja Galih yang sangat beda daripada barang lain yang sering terpajang di berbagai toko yang ada di beberapa tempat yang ada di
Keesokan harinya, Galih keluar untuk membelanjakan semua keperluannya. mulai dari bahan hingga alat yang akan dia gunakan untuk membuka usaha. Galih berniat, dalam waktu singkat dia akan memperoleh kesuksesannya yang dulu telah direbut mantan istrinya. Seminggu kemudian, Galih sudah bisa membuka usahanya. Pagi itu dia masih bekerja sendiri. Dia yakin kalau di tahap permulaan ini, dia masih sanggup bekerja sembari mengenalkan berbagai model hasil tangannya yang terlihat beda dari yang lain. Para pelanggan Yanto yang dulu banyak memesan barang, kini selalu menanyakan dimana keberadaan Galih. Mereka ingin memesan banyak prabotan lain tetapi harus hasil kerja dari Galih. Tanpa merasa tersaingi, Yanto selalu memberitahu dimana Galih sekarang berada. Dia yakin kalau saja Galih punya orderan yang banyak, tanpa diminta, Galih juga akan membaginya pada dia. Sebagai sahabat yang baik, Yanto juga ingin Galih secepatnya berhasil agar cicilan Bank yang sudah dia percayakan pada Galih dapat be
Shahnaz melihat ada tas hitam di depan, dia penasaran tentang tas tersebut. Sembari duduk di samping Galih, Shahnaz meraih tas tersebut dan mengangkatnya."Galih, ini tas siapa?""Shahnaz, atas hal inilah aku sengaja menyuruh kamu datang kesini," ucap Galih.Shahnaz mengerutkan keningnya. Dia semakin bingung dengan maksut Galih sebenarnya. Shahnaz penasaran dan kembali bertanya."Galih, kamu tidak mencuri tas orang, kan?" Galih spontan melihat Shahnaz. Dia tidak yakin kalau Shahnaz bertanya demikian pada dirinya."Kamu bilang apa Shahnaz? Dari aku lahir, aku tidak pernah melakukan perbuatan sehina itu," jawabnya "Maaf, bukannya aku menuduh. Aku hanya heran saja, kenapa tiba-tiba ada tas seperti ini di rumah kamu.""Hahhh..!" Galih menghela napas yang panjang. Dia menggelengkan kepalanya sembari melihat wajah Shahnaz."Shahnaz, ini adalah uang yang dipinjamkan Yanto padaku untuk membuka usaha baru" ucap Galih "Sebanyak inikah?""Iya, Shahnaz. Uang ini berjumlah sekitar Lima ratus ju
Keesokan harinya, Yanto dan Galih pergi ke salah satu Bank yang ada di dekat lokasi mereka. Yanto membuat permohonan dengan memberikan surat rumahnya sebagai jaminan untuk meminjam sejumlah uang yang akan dia berikan pada Galih.Galih tidak menyangka, Yanto bisa sebaik itu. Hanya dalam hitungan jam, sejumlah uang yang diminta oleh Yanto telah cair dan langsung diberikan pada Galih "Galih, ambil uang ini! Kamu boleh gunakan ini untuk modal usaha kamu. Sementara, kamu boleh memakai lokasi kosong milikku yang tidak terlalu jauh dari sini," ucap Yanto."Terimakasih, Yanto. Galih terlihat memeluk erat sahabatnya yang begitu baik dan begitu ingin menolong Galih dengan tulus."Galih, sekarang kamu pergilah! Bawa uang ini ke rumah kamu! Aku harap kamu harus hati-hati agar uang ini tidak diambil oleh orang yang tidak bertangung jawab. Mulai besok kamu segera mengelolanya agar dalam waktu dekat kamu sudah bisa bekerja seperti biasa," ucap Yanto."Oke Yanto, kalau begitu aku permisi pulang!" Ga
Hari itu, Yanto sahabat Galih sekaligus pemilik panglong menemui Galih yang sedang membuat model lemari hias yang terbaru. Dia begitu salut dan angkat tangan dengan hasil kerja Galih yang membuat omsetnya jadi melejit."Galih, apa kamu lagi sibuk?" Tanya Yanto."Enggak juga, Yanto. Memangnya ada apa?"Sembari meletakkan semua peralatan yang dipegangnya, Galih menemui Yanto yang sedang duduk di sampingnya."Yanto, sepertinya kamu mau bicara sesuatu hal yang sangat penting? Ada apa sebenarnya,Yanto?" "Galih, aku tidak tahu mau bicara mulai darimana. Belum lagi hal yang akan aku katakan itu, apakah kabar yang membuat aku senang atau tidak," ucap Yanto."Kamu ini bagaimana sih, Yanto? Kamu yang mau bicara, tapi kamu tidak tahu hal yang akan kamu bicarakan itu, baik atau buruk untuk kamu. Coba cerita, mana tahu aku bisa bantu!""Galih, ini sebenarnya tentang kamu," ucap Yanto."Tentang aku? Memangnya kenapa sih, Yanto? Apakah aku sudah memberatkan kamu bila aku bekerja disini?" Tanya Gali
Seminggu kemudian, Jesselyn sudah dinyatakan sehat dan sudah boleh pulang. Brams bersama mertuanya membawa Jesselyn kembali ke rumahnya.Saat berada di mobil, Brams melihat Jesselyn selalu terlihat diam dan tidak ada selera untuk bicara. Dia berusaha menghibur istrinya agar secepatnya bisa melupakan kejadian yang telah menimpa mereka."Jesaelyn, kamu jangan diam saja, dong!" Ucap Brams "Iya, Jesselyn. Kamu tidak boleh terlalu bersedih apalagi dalam jangka waktu yang lama," jawab Mamanya.Walaupun semuanya memberi semangat buat Jesaelyn, dia tetap saja terdiam dan tidak mau bicara. Dia sepertinya merasa trauma dengan kejadian yang membuat bayinya harus pergi untuk selamanya "Aku benci pada kamu, Brams. Mungkin karena ulah kamu pada Shahnaz, aku akhirnya mendapatkan karma ini," bathin Jesselyn.Jesselyn berpikir, apa yang sedang dialaminya adalah karma dari perbuatan Brams pada Shahnaz.Tidak berapa lama kemudian, mereka telah sampai di rumah. Jesselyn langsung turun tanpa dibantu lag