"Alin?" Alin yang sedang melangkah menuju ruang rawat Tian, langsung menghentikan langkahnya. Ia kenal suara itu. Dengan cepat Alin memutar tubuhnya ke belakang. Betapa terkejutnya Alin saat ia melihat Zaki ada di depan matanya."Za--Zaki? Kau--"Kalimat Alin terhenti karena Zaki menarik Alin masuk ke dalam pelukannya."Syukurlah aku bisa ketemu kamu di sini. Alin, aku mau--""Zaki, tunggu dulu!" Alin mencoba melepaskan pelukan Zaki di tubuhnya, "Zaki, untuk saat ini aku tak punya banyak waktu dulu. Aku--""Nggak. Kamu harus dengar ini. Uangnya sudah ada.""Ha?""Uangnya sudah ada Alin. Aku berhasil mengumpulkan dua miliar itu." Alin seketika terdiam membisu. "Kamu nggak perlu lagi kembali ke rumah itu. Aku akan lunasi semua hutang-hutangmu.""Zaki, aku--""Apa pria itu ada di sini? Kita bisa kabur. Saat mengembalikan uang itu, kita akan pergi berdua.""Zaki--" Zaki tak menghiraukan panggilan Alin padanya. Ia langsung menarik Alin untuk keluar dari rumah sakit. Alin ingin memberontak
Selama di perjalanan menuju kediaman Tian, Alin merasa jantungnya kian berdegup kencang. Ia tak tahu apa yang nanti akan terjadi di sana. Sungguh, ini tak ada dalam konsep hidup Alin setelah lebih dari enam bulan ia bersama Tian. Untuk jauh dari Tian saja tak pernah ia pikirkan, apalagi pergi dengan cara seperti ini."Nggak apa-apa Lin. Semua akan selesai. Kamu akan kembali hirup udara segar."Alin hanya tersenyum kaku pada Zaki.Zaki mencoba meraih jemari Alin, namun Alin langsung menghindarinya.Dari kejauhan, Alin bisa melihat rumah megah milik Tian. Ia ingin menangis saat itu juga. Bukan ini yang ia mau.Bahkan sampai mobil Zaki memasuki gerbang pun ia tetap tak bisa tenang."Turun yuk!" Pinta Zaki. Alin memejamkan matanya sejenak. Ia menghela nafas berat. Alin turun dari mobil Zaki. Hatinya sudah menangis, tapi ia tak mau memperlihatkan pada semua. Melihat cara Delon menatapnya saja sudah membuatnya hancur."Silahkan masuk." Delon menyuruh Zaki untuk masuk. "Apa kau juga harus k
"Ini sisa 500 juta yang sudah Alin bayarkan. Dia sudah bebas sekarang." Delon menyerahkan uang tersebut pada Zaki. Namun tatapan sinis pria itu pada Delon tak bisa dielakkan. Bagaimana tidak, Zaki seolah terjebak dalam permainan antara Alin, Tian dan pria di hadapannya ini.Sudah tak perawan? Yang benar saja. Apa yang orang-orang katakan nanti jika ia mendapatkan Alin yang ternyata sudah tak perawan.Tak ada tanggapan dari Zaki, Delon pun pamit pergi. Ia juga tak mau berlama-lama di tempat itu. Tatapan Zaki membuatnya sangat ingin menghajar pria itu sampai dinyatakan meninggal oleh dokter."Brengsek!!" Teriak Zaki dari sepeninggalan Delon. Ia melempar sisa uang tersebut sampai berhamburan di lantai ruang kerjanya.Zaki membenci semuanya. Harusnya ia dengarkan apa kata Ruli untuk tak memikirkan Alin lagi. "Sial! Kamu nggak akan bisa lepas dariku Alin. 1,5 M itu harus kamu bayar."Zaki mengambil ponselnya lalu menghubungi seseorang. Ia memerintahkan orang tersebut untuk mencari keberad
"Dia berada dalam pengawasan pria bernama Delon, bos." Satu kalimat yang orang suruhan Zaki ucapkan, berhasil membuat emosi Zaki naik sampai puncaknya.Jika begini, ia tak akan bisa membuat Alin membayar semua kekecewaan yang sudah wanita itu berikan padanya."Berikan padaku terus info tentang Alin. Jangan sampai kau lengah. Culik dia saat tak ada yang mengawasinya."Pria itu mengangguk. Ia lalu pamit dari ruang tamu kediaman Zaki.Ia tak akan duduk tenang sebelum Alin membayar semua uang itu.*****Alin menggeliat dari tidurnya. Ia merasa nyaman untuk waktu sesaat sebelum ia dibuat ketakutan dengan sekelilingnya. "Ini di mana?" Tanya Alin panik. Ia nyaris hampir berteriak, namun tak jadi karena netranya melihat Delon sedang tertidur di sofa yang ada di sudut kamar.Dengan cepat Alin turun dari tempat tidur dan langsung berjalan mendekati Delon.Ia mencoba memanggil Delon dan membangunkan pria tersebut."Kau bangun? Bagaimana kondisimu?" Tanya Delon yang belum sepenuhnya sadar."I--i
Irene baru saja sampai di apartemennya. Ia melempar tas kecil yang ia bawa. Membaringkan tubuhnya di atas sofa di ruang tamunya, Irene menatap langit-langit menerawang yang sebenarnya terjadi pada Tian.Kejadian kemarin di rumah Tian membuatnya sangat berpikir keras. Sebenarnya apa yang terjadi antara Tian dan juga gadis bernama Alin tersebut? Tian seperti menyembunyikan sesuatu darinya, bahkan sesuatu ini sangat berharga untuk pria tersebut."Aku sudah jelaskan kenapa aku pergi dari kamu Tian, tapi kenapa kamu justru semakin berubah. Sikap kamu nggak seperti dulu lagi. Aku harus gimana untuk agar sifat kamu tetap sama seperti dulu ke aku." Ucap Irene yang tentu saja untuk dirinya sendiri.Ia menghela nafas panjang. Harinya sangat berat, bahkan saat ia meninggalkan Indonesia. Sampai saat ini, tak ada kebahagiaan yang ia dapatkan dan yang ia ceritakan pada Tian itu benar adanya. Ia yang dijodohkan dengan rekan bisnis kedua orang tuanya, tak bisa menolak sama sekali, harus menerima perj
Alin berlari-lari kecil dari kamarnya menuju dapur. Setelah hampir satu jam lebih ia bersemedi di kamar mandi kamarnya sambil membawa ponsel pintarnya, Ia baru saja menemukan resep masakan yang menurutnya sangat amat menggiurkan. Dan ia yakin, jika ia mencobakan kepada orang-orang tentang resep ini, pasti mereka akan suka. Siapa tahu dari sini, ia bisa membuat menunya sendiri dan menjualnya pada orang-orang. Ya paling tidak, ia harus mencoba dulu. Memulai semuanya dari nol adalah tujuan hidup Alin saat ini. ia tak ingin lagi meratapi nasib yang tak kunjung membuatnya tersenyum. Ia harus keluar dari zona hitam dalam hidupnya. Membuang semua kenangan buruk masa lalu. Lebih tepatnya mengubur rapat-rapat dan menguncinya lalu menyimpannya di sudut hati Alin yang akan sulit untuk ditemukan.Alin sangat yakin dengan kalimat , USAHA TAK AKAN MENGHIANATI HASIL. Selalu dikecewakan sejak ia kecil sampai sekarang, bahkan dikecewakan berkali-kali lipat membuatnya terpuruk dan benar-benar terpur
Alin meregangkan tubuh lelahnya. Ia baru saja sampai di apartemen. seharian ini ia menghabiskan waktunya di toko roti milik Tiara. Jujur ia sangat senang karena penyambutan dari pegawai Tiara yang lainnya sangatlah baik dan ia sudah mulai bekerja hari ini."Ini awal mula perjalananmu kembali Alin. kau harus semangat dan jangan mudah menyerah." Alin mengepalkan kedua tangannya memberikan semangat untuk dirinya sendiri.Alin melirik jam dinding yang terpajang. Sudah hampir jam setengah sebelas malam. Sebenarnya toko tutup jam delapan malam, namun kesempatan untuk memakai dapur dimanfaatkan oleh Alin. Ia memilih belajar lebih dulu dengan dapur yang ada di toko Tiara, jika sudah mantap, baru ia akan membeli peralatannya.Perjalan dari apartemen menuju toko cukup memakan waktu. Beruntung mulai besok, Ia pergi menggunakan sepeda motor milik Delon. Pria itu meminjamkannya pada Alin.Alin kembali meregangkan tubuhnya ia berdiri dari duduknya dan berjalan menuju kamar tidur. Sesampainya di dala
Malam ini Tian tak bisa tidur sama sekali. Entah kenapa dirinya sangat merindukan Alin dan ingin memeluk gadis tersebut. Sebenarnya rasa rindu ini sudah ada sejak lama, Namun ia selalu memungkiri di hatinya jika ini bukanlah hal yang penting. Tapi sepertinya tidak untuk kali ini. Karena ia benar-benar dibuat uring-uringan. Seolah-olah ia akan mati jika tak bertemu dengan Alin.Seperti biasa, Tian mengecek CCTV lagi untuk melepaskan rindunya pada Alin. Walaupun ia melihat Alin dari balik layar, Namun sepertinya hal itu tak berlaku untuknya saat ini. Mungkin karena rindu yang semakin tak bisa ia kontrol. Bertemu adalah jalan satu-satunya.Tian menatap jam yang ada di pergelangan tangannya. Waktu masih menunjukkan pukul 08.00 malam dan memang dari layar besar yang ada di kamarnya pun terlihat jika Alin belum tidur sama sekali. Gadis itu sedang menikmati beberapa cemilan sembari menonton drama China yang ada di TV.Tian kembali menatap layar besar yang ada di kamarnya, berharap hanya meli