Beranda / Rumah Tangga / Hutang Dibayar, Nikah! / Bab 1. Lelaki Penebus Hutang

Share

Hutang Dibayar, Nikah!
Hutang Dibayar, Nikah!
Penulis: Fiska Aimma

Bab 1. Lelaki Penebus Hutang

Penulis: Fiska Aimma
last update Terakhir Diperbarui: 2022-04-13 15:33:30

Dibayar Hutang, Sah!

[Mbak maaf, mengenai pembayaran sisa hutang mau kapan ya?]

[Maaf, Anda siapa, ya?]

[Saya Lulu Mbak, anaknya almarhumah Bu Minah, ini saya sertakan screenshoot percakapan Mbak dengan Ibu saya]

Aku mengirim foto pada W* Mbak Tukijem.

[Maaf saya gak kenal tuh!]

Balasnya cepat, setelah itu aku diblokir.

Astaghfirullah! Dia berdosa banget.

"Gimana, Kak? Berhasil?" tanya Rani padaku. Mata bulatnya berbinar penuh harap.

Aku menggelengkan kepala lemah. Pasrah. Kutatap halaman rumah kami dengan perasaan hampa.

Ini bukan pertama kali, kami mendapatkan jawaban yang menyakitkan seperti ini. Sudah dua puluh lima orang aku hubungi, jawabannya nihil.

Semua mendadak amnesia ketika aku menagih hutang mereka pada almarhumah Ibuku yang baru meninggal seminggu lalu.

"Semua ini karena Ibu terlalu baik Mbak, coba kalau almarhumah Ibu gak mudah memijamkan uang sama orang. Hidup kita nggak akan melarat begini Mbak," keluh Rani.

Seperti biasa, adikku itu merutuk terus atas perbuatan Ibu yang menurutnya suatu kesalahan.

"Hush! Rani! Nggak boleh gitu, almarhumah berbuat gitu karena kasian sama mereka."

"Iya, tapi apa mereka nggak kasian sama kita," cetus Rani marah.

Gadis SMA itu langsung berdiri dari kursi rotan yang ada di sampingku menuju masuk ke dalam rumah.

Aku tertegun lama di teras. Uang di dompetku tinggal lima puluh ribu perak, sementara kebutuhan kami masih banyak. Dari makan sampai bayar listrik. Belum lagi uang untuk biaya sekolah Rani yang mungkin sangat besar.

Ah, pusing! Mana hasil wawancaraku belum keluar lagi. Semoga saja aku bisa diterima.

Jika begini, aku diam-diam membenarkan ucapan Rani dan menyesalkan tindakan almarhumah Ibu yang gampang memberi bantuan tanpa memperhitungkan.

Dulu sebelum meninggal, emang kerap kali Ibu sering meminjamkan uang dan produk toko kelontong pada orang. Giliran toko lagi sepi mana mau mereka bayar.

Emang sih jumlah yang dipinjamkan itu enggak banyak, seperti lima puluh, seratus atau barang seperti sabun, odol dan sebagainya tapi itu sering.

Nah, ini yang bermasalah. Bukankah yang hutang kecil-kecil tapi banyak itulah yang kadang jadi bukit. Bahkan di buku yang kupegang sudah berderet banyak jumlahnya sampai ada yang berjuta-juta jika dikumulatifkan.

Sayangnya, hanya beberapa dari mereka yang membayar sisanya amnesia. Lebih parah lagi, ada yang ketika ditagih malah galakan dia daripada aku. Bilang kalau segitu aja dipermasalahkan, padahal justru kami sangat butuh.

Heum!

Aku memijat pelipisku yang terasa berat. Sebenarnya, di satu sisi aku merasa beruntung punya Ibu yang sangat baik tapi di sisi lain aku merasa tersiksa karena sifatnya yang terlalu polos.

Di dalam keheningan, tiba-tiba ponselku berdering. Ada nomor tak dikenal tengah menghubungiku.

Setelah menarik napas, aku mengangkat telepon.

"Assalammu'alaikum," sapaku.

"W*'alaikumsalam."

"Apa benar ini dengan Ibu Ludia Hanifah?" Suara di seberang sana terdengar kaku seperti mbak-mbak resepsionis di pekantoran.

Aku curiga jangan-jangan ini berasal dari kantor yang aku lamar posisinya.

"Iya Mbak betul saya. Ada apa Mbak?"

"Baik Mbak. Selamat Anda berhasil masuk ke perusahaan Inti Karyamuda. Silahkan datang ke kantor kami Jalan Turangga jam 13.00. Ada pertanyaan?"

"Benarkah Mbak? Saya diterima?"

"Iya. Mbak silahkan datang ya siang ini."

"Baik Mbak. Terima kasih," kataku bergetar.

Alhamdullilah akhirnya dipanggil kerja juga.

(***)

"Apa benar Ibumu sudah meninggal?" tanya lelaki setengah baya itu kepadaku.

Waktu ini, aku sedang berada di ruangan Pak Gilar, katanya beliau petinggi di perusahaan sini. Tapi, aku tidak tahu alasan aku dipanggil ke ruangannya.

"Iya Pak, betul seminggu yang lalu," kataku seraya menundukan wajah tegang. Rasa-rasanya tempat dudukku sangat panas kalau langsung berhadapan dengan pimpinan begini.

"Innallilahi w* innailaihi rojiun benar ternyata. Maaf ya Lu, saya ikut bela sungkaw*. Saya bersaksi beliau orang baik," ucap Pak Gilar dengan nada sedih. Raut mukanya berubah seperti kasian padaku.

Aku menautkan alis bingung.

"Orang baik? Emang Bapak tahu Ibu saya?" tanyaku terkejut.

Keren banget Ibu, temannya orang kaya begini. Tahu gitu, aku nggak perlu susah-susah nagih hutang.

"Saya tahu dan sayangnya saya belum sempa membayar hutang saya pada beliau karena telat mendengar kabarnya," jelas Pak Gilar dengan mata menerawang.

"Hutang? Hutang apa, Pak? Nggak mungkin Bapak berhutang pada toko kelontong kami, wong Bapak orang kaya kok, eh," kataku keceplosan.

Aku segera menutup mulut malu sambil tersenyum malu. "Ma-maaf Pak," ucapku seraya memukul mulut dengan tangan.

Pak Gilar yang ramah itu menggeleng bijak. "Tenang saja kamu jangan sungkan sama saya. Sebenarnya, saya berhutang banyak sama ibu kamu dan saya khawatir tidak bisa membayarnya. Karena itu, saya berinisiatif melamarmu," kata si Bapak santai tapi berhasil membuatku berdiri dari kursi.

"Hah? Melamar saya Pak? Ya Allah Pak, mending gak usah bayar utang dibanding Bapak poligami, Bapak pasti udah punya anak, kan?" tuduhku dengan mata melotot.

Aku heran. Kenapa sih orang yang berhutang ke Ibu aneh semua? Giliran ada yang mau bayar, malah melamar mana udah tua lagi.

Yaelah. Meski aku butuh uang, masa aku nikah sama lelaki bau tanah? Gini-gini aku masih laku kali sama tukang bakso mah.

"Iya, memang saya sudah punya anak," jawab Pak Gilar kalem.

"Ya, terus?"

"Bukan saya yang akan jadi suamimu tapi ...."

"Assalammu'alaikum. Yah, Ayah panggil saya?" potong sebuah suara.

Aku sontak menoleh dan kutemukan sesosok pria dengan wajah tampan nan rupawan. Soleh lagi, auranya aura syurga pasti dia suka terbangun di sepertiga malam. Respect!

"Nah, ini Lu, kamu akan menikah dengan Rifat. Dia anak saya. Ganteng, kan? Gimana hutangnya? Dibayar lunas? Sah! Ya, kan?" tanya Pak Gilar membuat aku terbengong-bengong dengan mulut menganga.

Saaaah!

Komen (1)
goodnovel comment avatar
IneZSya Widdiana Putrie
mampir sini karena penasaran sama judulnya.. teh fiska maacih udah kasih info .........
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Hutang Dibayar, Nikah!   Bab 2. Diajak Nikah

    "Saaah!"Byuuur! "Kakaaak! Banguuun!" Astaghfirullah! Aku sontak terlonjak ketika kurasakan hawa dingin menyerang tubuhku.Seketika itu juga mataku terbuka, bayangan Pak Rifat dan Pak Gilar berganti dengan bayangan Rani yang sedang memegang ember dengan wajah kesal. "Rani? Ngapain kamu di kantor Kakak?" tanyaku linglung.Perasaan tadi aku sedang berada di ruangan Pak Gilar yang bagus dan aku sedang dilamar.Lah, kok sekarang malah ada si Rani? Mana bajuku basah lagi."Kantor? Kantor apa, Kak? Wah, kacau! Bangun, Kak, woy! Elaah ... harus dibanjur terus biar sadar kalau kita kere! Lihat tuh udah jam berapa? Udah jam 12.00," omel Rani sambil menunjuk ke arah jam dinding yang ada di dalam rumah."Ih kamu mah serius atuh, tadi Kakak di kantor. Terus mana itu si ganteng yang auranya aura syurga? Mana?" kataku meracau.Aku celingukan heboh men

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-13
  • Hutang Dibayar, Nikah!   Bab 3. Penghutang Pertama

    Penghutang satu. Namanya Bu Selamet, kebiasaan pamer jalan-jalan tapi mundur kalau bayar hutang. Kalau di WA alasannya lagi ada bayaran kontrakan-lah dan nggak ada duit, tapi kalau di medsos liarnya suka pamer dolar dan foto belanja barang mahal.Enaknya, penghutang kayak gini diapakan, ya?Aku mengerutkan kening berpikir. Entah apa salah dan dosaku hingga setelah Ibu meninggal aku malah dapat amanah dari mendiang Ibu untuk menagih hutang dari orang-orang macam Bu Selamet, Bu Tejo, Bu Tukijem, Bu Ijah, Mak Wedok, Ceu Isoh, Ceu Neneng dan kawan-kawan.Setelah diblokir Bu Tukijem, mangsaku balik lagi ke nomor satu yaitu Bu Selamet, dia tetangga jauh yang rumahnya paling pojok menghadap pohon palem.Sebenarnya, hutang dia terhitung nggak terlalu besar bagi orang kaya yaitu senilai 500ribu tapi bagi kami yang hidup di ambang kemiskinan itu sangat berarti apalagi tabunganku sudah menipis.Mau makan apa nanti, kalau nggak nagih hutang?

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-13
  • Hutang Dibayar, Nikah!   Bab 4. Keseriusan Rifat

    Misi berhasil. Berkat mulut pedes Pak Rifat yang mengalahkan kepedesan cabe domba, akhirnya Bu Selamet mengibarkan bendera putih dan uang lima ratus ribu sudah di tangan. Sekarang tinggal kehidupanku saja yang terancam. Siapa sangka, sepulangnya aku dan Pak Rifat dari menagih hutang, kulihat di depan rumahku sudah banyak orang. Astaghfirullah! Aku dan Pak Rifat langsung kompak melotot dengan mulut menganga karena sama-sama tercengang. Ada apa gerangan? Perasaan nggak ada acara bagi-bagi sembako. Heran ... sampai ada Pak RT segala. Hash!"Kakaaak! Buruan sini! Tanggung jawab!" teriak Rani. Tubuh kecilnya tiba-tiba menyeruak dari dalam kerumunan. Kerudung sekolah yang ia pakai sampai miring-miring saking emosi melihatku yang bengong di halaman rumah. "Eh, bentar! Bentar! Ada apa ini? Kok, jadi rame begini Ran?" Aku menelan ludah sambil berpandangan dengan Pak Rifat yang memandangku tak mengerti. "

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-13
  • Hutang Dibayar, Nikah!   Balada Penghutang Marni

    Namanya Marni tinggi 160 cm dengan berat 50. Sungguh ideal bagi janda yang suka merebut kekasih orang. Dia suka shopping dan juga foto alay. Minusnya Marni ini galak dan cepat tersulut emosi.Hash! Mas Gagah oh, Mas Gagah! Kejamnya dikau padaku hingga kau nikah lebih dulu. Sampai sekarang aku masih tak percaya kalau guru SD itu lebih memilih Marni dibanding aku. Apa aku kurang seksi? Aku menatap nelangsa janur kuning yang ada di depan rumah Marni. Tak kusangka teman sepermainanku malah sudah nikah dua kali.Ya, Marni adalah sahabatku dulu yang nikah karena MBA lalu setelah cerai dia berhutang kepada almarhumah sebesar lima juta. Saat itu dia beralasan mau memasukan anaknya ke TK dan dipakai usaha. Disebabkan Ibu itu baik dan kebetulan ketika itu toko lagi maju diberikanlah atas dasar dia temanku--kasian.Eh, dasar manusia mars, sampai anaknya Marni mau kelas dua sd, tuh janda nggak ada itikad

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-13
  • Hutang Dibayar, Nikah!   Bab 6. Sayang?

    Wak Romlah tersangkanya.  Dia yang membuat Pak Rifat bisa masuk ke toko dan mengumpulkan bukti hutang dari temanku Marni si janda seksi tapi suka emosi. Tak kuduga tanpa sepengetahuanku, Pak Rifat sudah colong start lebih dulu dengan menemui Wak Romlah dan akhirnya Kakak tertua Ibu bersekutu dengan Pak Rifat.Licik.Lelaki berahang tegas itu memang benar-benar serigala berbulu domba. Dia akan melakukan apa saja demi tercapainya keinginan untuk mempercepat pernikahan kami dan hasilnya ... rumit.Apa yang dia lakukan demi memenuhi syaratku membuat semua orang tercengang. Apalagi si Marni akhirnya pingsan dan Mas Gagah berjanji membayar hutang Marni-istrinya dua hari lagi.Bagus sih tapi nyesek. Semua gara-gara satu nama yaitu Rifat.Arrrrh! Ingin kuteriak."Gimana, Lu? Kapan kamu mau nepatin janji kamu? Saya sudah menjalankan dua misi dan dua-duanya berhasil. Sekarang giliran kamu yang n

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-14
  • Hutang Dibayar, Nikah!   Bab 7. Ketemu Camer

    Udah pernah ketemu calon mertua dalam kondisi setengah gembel belum? Kalau belum coba deh, ah ... ngenes.Sungguh, aku nggak tahu kalau mamanya Pak Rifat ikut fitting juga hingga bajuku tak ubahnya seperti pakaian mahasiswa miskin yang lagi stress menghadapi tanggal tuaAku hanya memakai kaus oblong dan jins sobek dengan muka berminyak. Andai aku tahu mamanya Pak Rifat datang, mungkin aku akan meminjam dress ke si Oneng bukan malah begini.Memalukan.Aku menundukan kepala dalam di depan seorang wanita setengah baya yang mengenakan baju blazer lengkap dengan rambut jambul perkututnya. Dia adalah Bu Aida-- wanita yang membuat Pak Rifat mendadak memanggilku 'Sayang' biar dinilai cowok penyayang.Apes. Apes. Akhirnya aku tahu sikap bar-bar Pak Rifat di depan Mas Davin tadi dikarenakan pencitraan. Siapa sangka, Pak Rifat juga sama saja ingin cari muka di depan mamanya biar segera di-acc menikah.Aku hanya

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-14
  • Hutang Dibayar, Nikah!   Bab 8. Ampun Bang Jago!

    "Ampun Bang Jago!"Begitulah slogan yang seringkali diucapkan para warga di sini, kalau udah mulai berbicara tentang kegalakan Bang Jago. Tak ada satu pun warga yang berani dekat-dekat rumahnya apalagi nyari perkara.Soalnya sekali salah ngomong takutnya senggol bacok. Itulah yang mendasari Ibu jarang menagih hutang pada Bang Jago karena nggak berani, sementara aku berurusan dengan dia saja belum pernah.Hash! Ngeri.Lalu sekarang, setelah lima purnama terlewati dan ibuku meninggal, aku terpaksa harus  datang menagih hutang. Apa tidak nyari mati namanya? Kenal musuh aja nggak, sok-sok-an mau nagih preman yang jelas-jelas galakan dia.Asem. Asem."Pak! Ayo, dah! Balik aja yuk, saya masih perawan nih Pak takut kenapa-napa," kataku sambil menarik kausnya Pak Rifat.Sudah sepuluh menit kami berdiri mengawasi rumah Bang Jago dan sudah sepuluh menit juga kami menunggu si preman pulang ke ruma

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-15
  • Hutang Dibayar, Nikah!   Bab 9. Sah?

    [Lu, gimana akadnya lancar? Oh iya, maaf ya Lu Bibi gak bisa datang si Om sakit.][Iya gak apa-apa.][Oh, iya apa boleh Bibi minjem duit, Lu?][Berapa, Bi?][10 juta aja ada? Calon suami kamu kan kaya. Bisa lah, ya?]Astaghfirullah! Makhluk Mars kembali bertambah satu. Setelah hampir satu tahun menghilang  tiba-tiba Bi Cicih menghubungiku dan bukannya datang memberi selamat eh, dia malah mau meminjam uang.Astaga! Ada ya saudara model begini? Banyak.Sebenarnya, Bi Cicih itu adalah adik bungsu dari almarhum ayah. Dulu saat usaha kami sedang maju dia sering sekali berkunjung tapi pas kami lagi mundur sampai nelangsa mana ada dia nongol. Bahkan saat aku meminjam uang untuk sekolah Rani saja dia bilang selalu tak ada padahal aku tahu dia baru membeli tas yang harganya mahal.Kemudian sekarang, setelah aku mau menikah, eh dia baru nge-Wa lagi untuk hal yang tak

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-15

Bab terbaru

  • Hutang Dibayar, Nikah!   Bab. 38. The Last But Not Least (Tamat)

    Dua puluh lima penghutang selesai sudah. Mulai hari ini posisiku sebagai debt collector akibat warisan akhirnya lengser. Tidak ada lagi misi.Tidak ada lagi nama penghutang.Tidak ada lagi adu mulut dan tidak ada lagi rencana-rencana absurd. Pokoknya semua beres, beres dan beres ...! Keluarga almarhumah Ibu pun telah damai sentosa tanpa berdebat lagi gara-gara wasiat.Sekarang, tinggal saatnya aku mengkalkulasikan semua dan kembali ke kehidupan awal.Menjadi seorang istri dari Rifat yang senantiasa ada untuknya. Seperti sekarang, siang-siang begini aku sengaja datang ke kantor Mas Rifat untuk makan siang bareng.Kata Mas Rifat, dia kangen masakanku. Jadi, meski tidak terlalu yakin tentang makanan yang kubawa, di sinilah aku sedang menunggu Mas Rifat karena dia masih ada tamu.Namun, sungguh kebetulan di sela waktuku menunggu tiba-tiba mataku menangkap ada seorang wanita yang kukenal berjalan lurus melintas menuju ke arah lift dengan tergesa.Sosok itu melangkah lebar melewati ruang

  • Hutang Dibayar, Nikah!   Bab 37. Penghutang ke-25

    Waktu itu relatif. Rasanya baru kemarin nasib sebagai gadis miskin yang ditugaskan untuk menjadi debt collector dadakan bagi 25 orang penghutang. Sekarang aku sudah menikah dan bahkan dinyatakan hamil. Jika Ibu masih ada pasti dia akan bilang padaku, 'Ini sih namanya anak yang beranak.'Duh sedihnya jika ingat Ibu. Andai Ibu ada di sini pasti dia akan sangat senang, bukan hanya karena menyaksikanku mendapatkan suami yang baik dan bertanggung jawab macam Mas Rifat tapi karena dari dua puluh lima itu sekarang hanya tinggal satu penghutang yaitu Wak Onah. Wak Onah, anaknya almarhumah Bu Daroyah. Wak Onah sebenarnya baik tapi suka menunda-nuda untuk membayar hutang dan pintar berkelit, dengan dalih kemanusiaan dia berulang kali berhasil membujuk tetangganya untuk meminjamkan bahan dapur sampai duit. "Ih, masa sama tetangga aja perhitungan!" Begitulah dalih yang kuingat saat dulu almarhumah Ibuku pernah menagihnya dan itu terjadi berulang kali. Sampai total hutangnya sebesar tiga juta

  • Hutang Dibayar, Nikah!   Bab 36. Penghutang Ke-24

    Pagi yang aneh, hari ini aku terbangun dengan perasaan yang melow dan perut yang bergejolak. Entah mungkin karena semalam aku baru tertidur jam 2 pagi selepas selesai membereskan semua barang sepulang dari Yogya untuk honeymoon selama dua minggu. Jadi, perutku aneh, serasa dikocok berulang kali.Sebenarnya, aku tidak menduga akan selama itu di Yogya. Karena pada awalnya rencanaku hanya satu minggu. Kupikir waktu itu cukup untuk membuat Rani percaya kalau aku dan Mas Rifat tidak main-main tapi dikarenakan Mas Rifat membujuk akhirnya kami kebablasan, kata Mas Rifat takut dikira bercanda kalau hanya sebentar.Bercanda? Hah! Pret!Gila aja kalau kami bercanda. Ini pernikahan yang sakral, bisa dikutuk jika aku mempermainkan.Ya, memang sih awalnya ada modus-modus warisan tapi itu kan dulu, sekarang kami sudah taubat kepada Allah.Nggak lagi deh mikir cerai. Apalagi setelah tahu kalau biang kerok pertingkaian dan kesalahpahaman semua ini itu Flo, kupikir mulai sekarang aku gak boleh lengah

  • Hutang Dibayar, Nikah!   Bab 35. POV RIFAT

    Pov Author.Rifat masih menatap istrinya yang entah kenapa tampak berbeda. Melihat Lulu menampar adiknya benar-benar menjadi hal yang mengejutkan.Rani memang sudah keterlaluan. Rifat sudah sepatutnya tak hanya diam karena Lulu pun sudah sebegitu marahnya, terkadang istrinya yang lucu itu mendadak sulit dikendalikan.Rifat mencoba meraih lengan Lulu tapi istrinya itu menolak. Wanita cantik itu masih tidak ingin meninggalkan pijakannya saat ini."Keluar Mas! Ini sudah bukan masalah adik dan kakak lagi tapi ini masalah wanita dengan wanita. Tampaknya adikku ini tidak bisa lagi diajarkan dengan cara kelembutan."Lulu berbicara tegas tanpa menatap Rifat. Wanita yang terbiasa bercanda itu masih menatap tajam sosok yang ada di depannya. Sementara tubuh Rani bergetar karena menahan amarah."Kenapa Kakak menamparku?" desis Rani."Kamu masih bertanya kenapa Kakak nampar kamu, hah? Menurut kamu apa yang akan terjadi jika seorang istri menemukan suaminya diteror dan digoda oleh adiknya sendiri? A

  • Hutang Dibayar, Nikah!   Bab 34. Keanehan Adikku

    Aku pikir sebagai Kakak selama ini aku cukup menjaga adikku dari perbuatan yang salah. Namun, itu hanya perasaanku saja.Aku pikir sebagai Kakak aku cukup memberikan kasih sayang bagi Rani bahkan sejak kecil dia kumanja.Aku pikir sebagai Kakak, aku telah memahami adikku itu. Setelah kami jadi yatim-piatu hanya dia keluargaku.Aku pikir ya ... aku pikir terus sampai mentok dan terbentur. Nyatanya aku tak cukup layak menjadi Kakak bagi Rani. Nyatanya aku tak tahu perasaannya. Nyatanya dia mencintai suamiku sendiri. Nyatanya bibit pelakor yang kukira orang lain sialnya keluargaku sendiri. Oh, sungguh plot twist dari drama hidup. Untungnya aku bukanlah pemeran suara hati seorang istri yang diam saja ketika dianiaya dan terpenting Mas rifat bukan tipe lelaki hidung belang yang siwer ketika melihat mangsa empuk. Aaah, nonsense! Tetap saja sekarang aku merasa wanita paling bodoh di dunia. Bisa-bisanya aku dikelabui adikku yang bocah ini."Waaah! Rumahnya bagusss!" seru Rani ketika dia men

  • Hutang Dibayar, Nikah!   Bab 33. Jangan Ambil Suamiku!

    Setelah sudah lama aku tidak insomnia. Akhirnya semalam tadi aku sukses kembali mengikuti jam kerja Kunti. Gara-gara teror gila yang selama ini mengganggu pikiranku, kepalaku kembali berdenyut dan mataku tidak dapat terpejam karena gelisah. Efek kurang tidur emang berbahaya.Lemah, lesu, lunglai dan lambat menjadi padanan yang pas untukku sekarang, karena akibat vertigo aku nggak bisa bangun dari kasur.Dasar paket sialan! Kenapa sih ada orang yang tega kirim paket serupa tanah kuburan? Ditambah ada boneka santet lagi di dalamnya?Sungguh kurang kerjaan! Udah tahu aku parnoan, dikit-dikit mikir takut ada cunil-cunil.Apa itu cunil-cunil? Ya, itulah semacam Wewe Gombel dan sebangsanya.Pada mulanya, aku ingin sekali bilang pada Mas Rifat tentang teror seram ini tapi kupikir belum saatnya. Sebagai penggemar Sailormoon dan Detective Conan mungkin aku bisa menyelidiki ini sendiri."Kamu kenapa sih tiba-tiba sakit? Apa karena serangan dadakan dari Mas kemarin?" tanya Mas Rifat saat menyuap

  • Hutang Dibayar, Nikah!   Bab 32. Takut Kehilangan

    Aku berlari tanpa perduli lututku yang gemetar, rasanya diri ini tak bertenaga tapi aku harus kuat. Setelah memacu motor yang kupinjam dari Rani selama empat puluh lima menit akhirnya aku tiba di rumah sakit.Waktu ini kurasakan pikiranku melayang entah ke mana. Perasaan kosong yang semula penuh amarah dan menjadi alasanku menghindari Mas Rifat seketika berganti dengan perasaan yang penuh dengan penyesalan juga sedih yang teramat setelah aku mendengar berita buruk tentangnya.Aku yang bodoh. Aku yang tolol dan aku yang tak pantas menjadi istrinya. Bagaimana bisa aku membiarkan suamiku menderita hanya karena keegoisanku?Jika saja tadi aku tak mengusirnya, mungkin kecelakaan itu tak akan terjadi. Jika saja aku mau bertanya dan bersikap dewasa tentu saja dia akan baik-baik saja. Namun, sampai kapan aku akan berandai-andai? Bukankah menyalahkan takdir termasuk salah satu tanda perbuatan syetan? Astaghfirullah. Aku kalut. Ya Allah. Kumohon selamatkan dia, kumohon jangan ambil dia. Bany

  • Hutang Dibayar, Nikah!   Bab 31. Kabar Buruk

    .Banyak yang bilang kalau kita memutuskan jatuh cinta itu berarti kita siap untuk terluka. itu yang selalu didendangkan teman-temanku ketika mereka jadi korban perasaan.Para pria terbiasa bermulut manis tapi hasilnya najis. Tadinya aku pikir, Mas Rifat berbeda dia memandangku bukan dari status sosial atau asas manfaat tapi ternyata manusia licik tetaplah manusia licik.Apa katanya warisan?Cuih! Mendengarnya saja membuatku ingin segera berlari dan mempertanyakan semua pada suamiku.Tanpa terasa air mataku menitik, mengingat semua kata-kata manis. Baru saja dia bilang mau menghabiskan waktu denganku nyatanya bullshit!Mas Rifat tak lebih dari penipu ulung yang gemar mempermainkan perasaan, dia bersikap lembut bak super hero selama ini tapi di balik itu dia memiliki rencana yang di luar nalar. Terus sekarang sesudah aku percaya, beragam kebusukan mulai nampak. Teror chat dari nomor yang terus berganti terus saja berdatangan membuatku semakin ragu.Apakah benar suamiku sejahat itu? Ah,

  • Hutang Dibayar, Nikah!   Bab 30. Kejutan Menyakitkan

    Kata orang tua zaman dulu, jika mau lihat pengantin baru berhasil atau tidaknya di malam pertama, lihatlah raut wajahnya madesu atau layaknya bulan purnama? Dan ... kukira pendapat itu tak sepenuhnya salah.Setelah melewati pertempuran panjang di ranjang semalam di villa, Mas Rifatku sayang tampak lebih cerah dan ceria. Siapa pun yang ditemuinya hari ini dia lempar dengan senyuman hingga hawa positif itu terbawa ketika kami kembali ke kota. Meski cuman sehari berbulan madu tapi entah mengapa kenangannya menancap di hati. Bagaikan dua pemuda yang sedang dimabuk cinta, kami melaluinya dengan berpegangan tangan seraya sesekali mencuri pandang. Dari sepanjang jalan sampai ke toko klontong almarhumah Ibu, tak henti suamiku memperlakukanku bagaikan Ratu. Kalau diibaratkan lebaynya, Mas Rifat menjagaku terlalu over sampai nyamuk pun tak ia biarkan menggigit. Bucin banget emang, tapi aku suka. Hari ini tak seperti biasanya, dia mau menemaniku membuka toko dan membereskannya. Si pria dewas

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status