Share

Bab 9. Sah?

Author: Fiska Aimma
last update Last Updated: 2022-04-15 15:36:25

[Lu, gimana akadnya lancar? Oh iya, maaf ya Lu Bibi gak bisa datang si Om sakit.]

[Iya gak apa-apa.]

[Oh, iya apa boleh Bibi minjem duit, Lu?]

[Berapa, Bi?]

[10 juta aja ada? Calon suami kamu kan kaya. Bisa lah, ya?]

Astaghfirullah! 

Makhluk Mars kembali bertambah satu. Setelah hampir satu tahun menghilang  tiba-tiba Bi Cicih menghubungiku dan bukannya datang memberi selamat eh, dia malah mau meminjam uang.

Astaga! Ada ya saudara model begini? Banyak.

Sebenarnya, Bi Cicih itu adalah adik bungsu dari almarhum ayah. Dulu saat usaha kami sedang maju dia sering sekali berkunjung tapi pas kami lagi mundur sampai nelangsa mana ada dia nongol. Bahkan saat aku meminjam uang untuk sekolah Rani saja dia bilang selalu tak ada padahal aku tahu dia baru membeli tas yang harganya mahal.

Kemudian sekarang, setelah aku mau menikah, eh dia baru nge-W* lagi untuk hal yang tak penting pula.

"Helow! Anda sehat?" rutukku kesal sambil menyimpan ponsel di atas meja rias. 

Seandainya bukan karena Ayah sudah kublokir nomornya dari dulu.

Huuuuh! Sabar, Lu ... nggak boleh ngambek, nanti maskara luntur.

Aku menghembuskan napas dalam. Hari ini adalah hari pernikahanku dengan Pak Rifat, kami sepakat mengadakannya sebelum semua hutang terbayar karena kalau menunggu semua bayar hutang mau kapan dapat warisannya? Begitu kata Pak Rifat. 

Apalagi, kedua keluarga sepakat mempercepat dikarenakan berbagai pertimbangan. Namun, meski begitu Pak Rifat berjanji akan tetap membantuku tapi dengan status yang baru yaitu ... SUAMI.

Tok. Tok. Tok.

"Lu, gimana udah siap?" Sebuah ketukan di pintu kamar pengantin mengalihkan fokusku pada seseorang yang berdiri di sana.

Dialah Wak Romlah, satu-satunya keluarga Ibu yang bisa aku andalkan. Masih teringat seminggu yang lalu usai menagih hutang pada Bang Jago, aku menemui Wak Romlah bersama Pak Rifat untuk memastikan kesiapan pernikahan.

Hasilnya alhamdullilah Wak Romlah telah membereskannya dengan baik, dia sama sekali tak memanfaatkan status Pak Rifat sama sekali seperti Bi Cicih. Meski aku sudah banyak merepotkannya dia tetap mendukungku sekali pun dia dalam kesusahan.

Menyadari itu, aku jadi bersyukur masih memiliki keluarga yang sayang padaku dan Rani tanpa melihat kami dari materi.

"Lu? Hey? Eh, kok malah bengong? Yok, keluar yu? Rifat udah ijab kabul, kalian udah sah!" kata Wak Romlah menarik pikiranku kembali pada kenyataan. 

Hah? Kami sudah sah? Cepet bener ...!

Aku menatap wajah Wak Romlah dengan tatapan sendu. Rasanya masih terasa mimpi hanya dalam hitungan hari aku telah jadi istri. 

"Wak!" panggilku serak. 

Entah kenapa melihat Wak Romlah tiba-tiba aku ingat almarhum Ibu dan Ayah. Seandainya mereka masih ada, mereka pasti akan sangat bahagia sekarang.

"Iya, Lu?"

"Wak, makasih, ya? Lulu nggak tahu harus bilang makasih gimana. Cuman Uwak yang mau bantu keluarga Lulu dan jadi orang tua bagi Lulu," kataku sedih.

Tanpa bisa kucegah air mataku mengalir deras ke pipi, sebagai seorang gadis yatim piatu kehadiran orang terdekat sangat berarti untuk mengangkat beban di pundakku. Terutama saat mengharukan yang sakral seperti sekarang.

"Iya, sama-sama Lu. Udah jadi kewajiban Uwak, sebagai keluarga kamu. Uwak bersyukur kamu dapat Rifat,  jadi istri yang baik buat dia ya, Lu?" pesan Wak Romlah seraya membantuku berdiri. Lalu, mengelus punggungku lembut.

Aku menyusut buliran bening yang mengalir di sudut mata. "Ya, W*. Insya Allah," kataku sedikit berat. Ada ganjalan di hati yang tak bisa kujelaskan pada W*k Romlah.

Entahlah, perasaanku saat ini nggak karuan saat Wak Romlah memboyongku keluar. Ada grogi, deg-degan, malu dan takut menjadi satu. Biasanya hatiku tak akan seheboh ini ketemu Pak Rifat tapi kali ini lain. Ada gelenyar lain yang hinggap, terutama saat aku sudah berada di samping Pak Rifat dengan status berbeda.

Baiklah. Jadi ini  takdirku? Menjadi pengantin karena hutang mertua yang langsung dianggap lunas setelah kami menikah. Sah!

Aku masih merasa ingin pingsan.

(***)

Ada yang bilang. Saat kita tidak punya apa-apa, segala ucapan kita pun dianggap kentut tapi ketika kita hampir punya segalanya, entah itu tahta, harta dan kekuasaan kita kentut pun dijadikan sabda.

Waktu itu aku berpikir, perumpamaan itu cukup berlebihan tapi ternyata saat ini aku mulai mengakuinya.

Siapa sangka, saat resepsi malam ini aku malah dikejutkan oleh kedatangan para penghutang yang biasanya tak pernah membaca W*-ku kalau aku menagihnya. Namun, sekarang mereka malah saling bergantian menyalamiku sambil menyelipkan amplop dan meminta maaf sudah mengabaikanku.

Ada Mang Usep, Bi Uyun, Teh Tini, Si Nci dan kawan-kawan kurang lebih dua belas orang yang hadir. Uniknya mereka datang untuk membayar hutang. 

Ini pada kenapa, ya? Apa mereka dapat ceramah di pengajian yang sama sehingga bertaubat?

Melihat fenomena langka ini, aku jadi bahagia. Seenggaknya tinggal 10 orang di daftar catatan nama-nama penghutang dalam buku warisan ibu yang belum membayar dari jumlah sebelumnya 25 orang.

Amazing! Amazing!

"Selamat ya, Neng. Maaf Mang Udin baru bisa bayar, Mang Udin doakan moga langgeng," kata Mang Udin yang datang ke acara resepsi bareng bini barunya. 

Dia adalah penghutang keduabelas, sebelumnya dia sangat susah ditagih tapi kerjaannya kawin-cerai mulu.

"Iya, Mang sama-sama. Makasih juga udah datang dan mau bayar hutang semoga berkah rezekinya," bisikku sambil menangkupkan tangan. Pak Rifat bilang aku harus terbiasa menjaga diri dari yang bukan mahram.

"Iya Neng, kepaksa. Eh, bukan udah kewajiban maksudnya. Oh ya, selamat juga buat Den Rifat, lunas ya, Den?" kata Mang Udin seraya beralih ke depan Pak Rifat.

Aku bengong. Kenapa Mang Udin bilang lunas-nya sama Pak Rifat? Apa peristiwa aneh ini ada hubungannya dengan suamiku ini?

"Iya Mang. Terima kasih udah datang," kata Pak Rifat membalas uluran tangan Mang Udin. Lelaki yang malam ini terlihat sangat tampan dengan memakai tuksedo itu tampak sangat santai menyalami Mang Udin yang notabene baru dikenalnya.

Eh, atau mereka sudah bertemu sebelumnya?

"Sama-sama. Habis ini langsung buka menu utama atuh ya, Den? Perlu tutorial, gak?" canda Mang Udin yang langsung dicubit sama Teh Amih.

"Insya Allah Mang, gak perlu. Mudah-mudahan udah khatam," timpal Pak Rifat yang langsung membuat keduanya tertawa.

Mang Udin mengacungkan dua jempol. "Bagus eta, jangan disia-siakan ya. Sebelum kita bimbing istri kita ke syurga akhirat mending ke syurga dunia dulu. Kalau perlu referensi gaya bilang aja, Mamang udah pengalaman, opat (empat) kali atuh da."

Mereka berdua lagi-lagi tergelak tanpa memperdulikan aku yang sudah panas dingin mendengarnya.

Hati perawan mana yang bisa santai kalau kedua lelaki ini membahas malam pertama?

"Eh, Pih, jangan begitu. Den Rifat mah udah pasti lebih handal, dari gantengnya aja udah beda, emangnya Papih di tengah-tengah suka angkat tangan," celetuk Teh Amih semakin membuatku malu. 

Muke gile! Apa nggak ada bahasan lain kah selain bahasan ranjang? 

"Eh, kalau berhenti di tengah-tengah mah mana mungkin kamu bunting atuh," seloroh Mang Udin lagi sambil terkekeh geli begitu juga Pak Rifat.

Ya Allah! Selamatkan hamba-Mu yang masih suci ini.

"Ya udah! Ah, udah! Kasian Neng Lulu, makin keringetan denger obrolan kita. Hayu, ah, Pih, kita ke bawah itu para tamu udah nunggu buat giliran."  Teh Amih menepuk lengan suaminya memberi kode yang langsung diiyakan oleh Mang Udin.

Alhamdullilah akhirnya mereka pun turun dari singgasana pengantin setelah membuat jantungku ketar-ketir. Kuseka keringat yang membasahi dahi, rasanya membayangkan malam pertama saja sudah membuat bulu kuduk berdiri.

Pak Rifat melirikku sambil tersenyum lembut.

"Udah, jangan dianggap obrolan Mang Udin, saya gak akan ambil menu utama sekarang kok, sesuai janji saya. Kecuali ...."

"Kecuali apa?" tanyaku mulai waspada.

"Kecuali kamu maksa," goda Pak Rifat yang langsung membuatku reflek menelan ludah.

Aduh, bahaya. Apa aku tidur di luar aja ya?

Related chapters

  • Hutang Dibayar, Nikah!   Bab 10. Oow Ketahuan!

    Jika ada yang bertanya padaku. Malam pertama ngapain aja? Jawabannya adalah mencari daftar nama hutang. Astaghfirullah! Aku heran. Kapan penderitaan sebagai debt collector cantik ini berakhir? Belum juga gaun dilepas aku sudah mulai kebingungan karena buku kramat milik almarhumah Ibu hilang. Perasaan aku menyimpannya di koperku sehari yang lalu tapi karena persiapan yang menyita waktu aku lupa memeriksanya lagi.Bahaya! Aku bisa berdosa jika buku itu raib.Aku sudah mencari di seantero rumah Pak Rifat yang menjadi tempat resepsi sampai ke kamar pengantin hasilnya NOL. Aku tidak menemukan buku kramat mendiang Ibu. Gawat! Kalau hilang bagaimana aku akan melacak nama penghutang nomor 16-25? Siapa sih yang ngambil? Penunggu rumah Pak Rifat? Atau Pak Rifat? Nah! Pasti dia. Enggak salah lagi, soalnya hari ini telah terjadi keanehan yaitu 12 orang penghutang mendadak taubat. Kejadian langka ini pasti ada hubungannya dengan lelaki ya

    Last Updated : 2022-04-16
  • Hutang Dibayar, Nikah!   Bab 11. Lelaki Licik Yang Disayang

    =======Tidurku tak nyenyak karena terlalu lelah dan masih memikirkan omelan Pak Rifat akibat dia sebal telah aku tuduh mencuri buku almarhumah Ibu, padahal itu buku ada di atas tumpukan bajuku sendiri. Lebih tepatnya buku kramat itu terjebak di antara lingerie dan celana dalam yang menjadi hadiah dari ibu mertua. Pantas aku tak sadar. Heran aku tuh. Bagaimana bisa itu buku nyasar ke sana? Astaga! Ceroboh sekali. Dengan rasa kantuk yang teramat, kupaksakan diriku bangkit karena kulihat keluar jendela tampaknya sudah siang. Padahal aku merasa baru tidur sebentar, itu pun setelah shalat subuh.Namun, saat kesadaranku mulai pulih aku merasa ada yang ganjil, aku tertegun.Sebentar! Perasaan sebelumnya aku tidur di sofa karena tidak mungkin sekasur sama Pak Rifat. Kok, aku ada di kasur sih? Siapa yang memindahkan? Pasti dia. Enggak salah lagi. Terus, di mana dia sekarang?Aku menyisir seluruh sisi kamar

    Last Updated : 2022-04-19
  • Hutang Dibayar, Nikah!   Bab 12. Makhluk Jadi-Jadian

    "Aww! Aww sakit Pak!" ringisku ketika Pak Rifat mengoleskan salep ke bekas gigitan Ceu Fiyah.Sekarang kami lagi berdiri berhadapan di depan apotik karena Pak Rifat bersikeras untuk memeriksa kondisi tanganku sehabis digigit Ceu Fiyah. Katanya, kulitku bisa infeksi jika tidak diobati."Udah jangan bawel, suruh siapa kamu menghadapi wanita bar-bar kayak gitu sendirian? Tanpa memberitahu saya."Lagi-lagi dia menceramahiku tentang kesalahan tadi. Padahal seandainya dia tahu aku melakukan itu karena tidak ingin merepotkannya.Aku tidak mau ketergantungan.  Ditinggal pas lagi sayang-sayangnya itu enggak enak.Aku menundukan kepala dalam."Iya, Pak. Maaf, lain kali saya bilang," sesalku lirih yang hanya disambut delikan jutek dari Pak Rifat. Ya ampun! Galaknya suamiku. Aku cemberut sambil terus memperhatikannya yang dengan telaten mengobati tapak bekas gigi Ceu Fiyah.Asli ya, itu c

    Last Updated : 2022-04-24
  • Hutang Dibayar, Nikah!   Bab 13. Satu Kamar? Aselole!

    Mobil mogok, dikejar waria, belum makan, kelaparan dan kemalaman. Luar biasa! Perfect-nya acara tagih-menagih malam ini hingga membuat kami tak bisa berkata-kata. Untunglah, aku bisa datang tepat waktu sebelum mereka semakin beringas dan mengambil harta berharga Pak Rifat.Terbayang di benakku jika terlambat sedetik saja. Bisa-bisa keperjakaan suamiku dipertaruhkan. Kan, asem.Aku yang bertindak sebagai istri juga belum mencoba, masa udah sama yang lain? Hash! Ngeri.Namun, kalau dipikir-pikir kasian juga suamiku tadi pasti dia sangat kaget. Seorang Rifat yang terbiasa dengan lingkungan adem, ayem, tentram loh jinawi mendadak harus menghadapi hal-hal baru yang 'nganu'.Anehnya kok aku malah mau tertawa, ya melihat mukanya? Ternyata seorang ahli taekwondo kalah sama perempuan jadi-jadian. Mana pucat banget lagi mukanya kayak lihat setan."Jang Rifat, mau istirahat di kamar anak Uwak? Pasti capek, kan

    Last Updated : 2022-04-24
  • Hutang Dibayar, Nikah!   Bab 14. Kebaikan Rifat

    Mandi selama satu jam tadi di rumah Wak Mince adalah rekor mandiku yang paling lama dikarenakan aku sampai takut keluar kamar mandi gara-gara Pak Rifat nangkring di depannya.Dia menungguku untuk meminta penjelasan. Kenapa aku membuka pintu tanpa permisi? Sehingga dia yang sedang berpose seksi harus terpampang nyata.Untunglah, setelah meminta Wak Mince menjelaskan bahwa aku tak tahu ada orang di kamar mandi, akhirnya si tampan nan rupawan berhenti untuk ngambek. Namun, tetap saja yang namanya Rifat Shangkar itu sensian bahkan sampai mobil diperbaiki dan kami pergi, dia tetap diam seribu bahasa."Masih kesel ya, Pak?" tanyaku pada sosok pria yang sejak tadi hanya bisa diam memandang ke jalan.Kali ini kami sedang berada di lampu merah menuju ke rumah ibu mertua. Mungkin setengah jam lagi kami akan tiba."Menurut kamu?" liriknya sadis."Ya, kan saya udah minta maaf.""Harga diri saya gak akan selesai dengan kata minta maaf," katanya menusuk. "Kamu tetap salah

    Last Updated : 2022-04-24
  • Hutang Dibayar, Nikah!   Bab 15. Petaka Ayman

    "Satu juta, dua juta tiga juta bla ... bla ... bla ...."Aku menghitung uang yang ada di tasku dengan perasaan yang bersemangat.Otakku baru ingat kalau selama ini saking fokusnya menagih sampai lupa menghitung hasil dari pembayaran. Ternyata setelah dihitung-hitung jumlahnya hampir mencapai 20 juta.Dua puluh juta? Alhamdullilah!Kalau begini, minggu depan sepertinya aku sudah bisa mulai membuka toko kelontong milik Ibu dan melunasi spp Rani dan Gian--adik angkat yang ada di pesantren.Melihat hasil yang luar biasa ini. Dalam hati aku bersyukur, nggak sia-sia aku berjuang sampai menikah dengan Pak Rifat demi terselesaikannya misi mendatangi satu-persatu penghutang agar mereka lekas membayar. Meski belum semua tapi sudah terlihat hasilnya.Pak Rifat emang is the best, pokoknya! Apalagi saat dia secara gentle mau membayarkan hutang Mak Endut yang kesulitan makin kretek kretek-lah hati ini.Eits, bentar ... jangan bilang k

    Last Updated : 2022-04-24
  • Hutang Dibayar, Nikah!   Bab 16. Pura-Pura Gila

    Kehidupan sebagai orang yang bersinggungan dengan hutang itu bisa dibilang manis-manis asem. Manis kalau dikasih partner Pak Rifat dan asem kalau Ayman si adik ipar ini mulai berulah.Semenjak perjumpaanku di kafe dengan Ayman. Hidupku seperti zombi, mati nggak mau hidup pun segan.Permintaannya yang kelewat nyeleneh bikin aku naik darah.Masa dia memintaku bererai sama Pak Rifat? Oh, tidak! Tidak sekarang maksudnya. Entah kalau nanti gimana situasi dan kondisi tapi kalau bisa jangan deh.Suami langka begitu susah nyarinya. Di mana lagi coba aku menemukan lelaki yang mau menghisap kentutku sampai ketiduran? Ayman pun pasti ogah.Hanya Pak Rifat yang bisa begitu.Selain alasan itu, jujur saja kuakui kalau aku mulai terbiasa dengan kehadiran Pak Rifat mungkin agak ketergantungan. Jadi, jika melepaskannya hanya karena hutang si Uwak pada Ayman itu sih namanya kejam. Meski Ayman juga mengaku menyayangiku tapi tetap saja ini sudah ter

    Last Updated : 2022-04-24
  • Hutang Dibayar, Nikah!   Bab 17. Cemburu sesi 1

    Pernah lihatemak-emak pura-pura gila pas ditilang polisi? Nah, kondisi Mbak Sumi itu nggak jauh beda. Cuman untuk memberikan validasi mengenai tingkat kewarasan Mbak Sumi aku masih harus membuktikannya. Karena sesuai info yang kudengar Mbak Sumi itu baru setengah tahun tinggal di sini dan emang jarang keluar rumah hanya keluarganya menyebarkan gosip kalau mereka adalah orang kaya yang jatuh miskin gara-gara suami Mbak Sumi selingkuh.Namun, sesedih apa pun cerita Mbak Sumi, itu semua tak membuatku gentar.Karena seingatku dulu dia juga pernah menyebarkan kabar kesedihan yang bohong hingga orang pada iba termasuk ibuku.Maka jangan salahkan aku, jika diri ini tak ikhlas kalau tangan Mbak Sumi parkir sembarangan di tubuh atletis milik Pak Rifat. Dadaku sontak memanas seperti melihat Kim Seon Ho dan Kim So Hyun tiba-tiba nikah tanpa pemberitahuan."Jangan meluk laki aku, Mak! Lepasin!" Aku menarik kuat tangan Mbak Sumi yang masih nangkr

    Last Updated : 2022-04-24

Latest chapter

  • Hutang Dibayar, Nikah!   Bab. 38. The Last But Not Least (Tamat)

    Dua puluh lima penghutang selesai sudah. Mulai hari ini posisiku sebagai debt collector akibat warisan akhirnya lengser. Tidak ada lagi misi.Tidak ada lagi nama penghutang.Tidak ada lagi adu mulut dan tidak ada lagi rencana-rencana absurd. Pokoknya semua beres, beres dan beres ...! Keluarga almarhumah Ibu pun telah damai sentosa tanpa berdebat lagi gara-gara wasiat.Sekarang, tinggal saatnya aku mengkalkulasikan semua dan kembali ke kehidupan awal.Menjadi seorang istri dari Rifat yang senantiasa ada untuknya. Seperti sekarang, siang-siang begini aku sengaja datang ke kantor Mas Rifat untuk makan siang bareng.Kata Mas Rifat, dia kangen masakanku. Jadi, meski tidak terlalu yakin tentang makanan yang kubawa, di sinilah aku sedang menunggu Mas Rifat karena dia masih ada tamu.Namun, sungguh kebetulan di sela waktuku menunggu tiba-tiba mataku menangkap ada seorang wanita yang kukenal berjalan lurus melintas menuju ke arah lift dengan tergesa.Sosok itu melangkah lebar melewati ruang

  • Hutang Dibayar, Nikah!   Bab 37. Penghutang ke-25

    Waktu itu relatif. Rasanya baru kemarin nasib sebagai gadis miskin yang ditugaskan untuk menjadi debt collector dadakan bagi 25 orang penghutang. Sekarang aku sudah menikah dan bahkan dinyatakan hamil. Jika Ibu masih ada pasti dia akan bilang padaku, 'Ini sih namanya anak yang beranak.'Duh sedihnya jika ingat Ibu. Andai Ibu ada di sini pasti dia akan sangat senang, bukan hanya karena menyaksikanku mendapatkan suami yang baik dan bertanggung jawab macam Mas Rifat tapi karena dari dua puluh lima itu sekarang hanya tinggal satu penghutang yaitu Wak Onah. Wak Onah, anaknya almarhumah Bu Daroyah. Wak Onah sebenarnya baik tapi suka menunda-nuda untuk membayar hutang dan pintar berkelit, dengan dalih kemanusiaan dia berulang kali berhasil membujuk tetangganya untuk meminjamkan bahan dapur sampai duit. "Ih, masa sama tetangga aja perhitungan!" Begitulah dalih yang kuingat saat dulu almarhumah Ibuku pernah menagihnya dan itu terjadi berulang kali. Sampai total hutangnya sebesar tiga juta

  • Hutang Dibayar, Nikah!   Bab 36. Penghutang Ke-24

    Pagi yang aneh, hari ini aku terbangun dengan perasaan yang melow dan perut yang bergejolak. Entah mungkin karena semalam aku baru tertidur jam 2 pagi selepas selesai membereskan semua barang sepulang dari Yogya untuk honeymoon selama dua minggu. Jadi, perutku aneh, serasa dikocok berulang kali.Sebenarnya, aku tidak menduga akan selama itu di Yogya. Karena pada awalnya rencanaku hanya satu minggu. Kupikir waktu itu cukup untuk membuat Rani percaya kalau aku dan Mas Rifat tidak main-main tapi dikarenakan Mas Rifat membujuk akhirnya kami kebablasan, kata Mas Rifat takut dikira bercanda kalau hanya sebentar.Bercanda? Hah! Pret!Gila aja kalau kami bercanda. Ini pernikahan yang sakral, bisa dikutuk jika aku mempermainkan.Ya, memang sih awalnya ada modus-modus warisan tapi itu kan dulu, sekarang kami sudah taubat kepada Allah.Nggak lagi deh mikir cerai. Apalagi setelah tahu kalau biang kerok pertingkaian dan kesalahpahaman semua ini itu Flo, kupikir mulai sekarang aku gak boleh lengah

  • Hutang Dibayar, Nikah!   Bab 35. POV RIFAT

    Pov Author.Rifat masih menatap istrinya yang entah kenapa tampak berbeda. Melihat Lulu menampar adiknya benar-benar menjadi hal yang mengejutkan.Rani memang sudah keterlaluan. Rifat sudah sepatutnya tak hanya diam karena Lulu pun sudah sebegitu marahnya, terkadang istrinya yang lucu itu mendadak sulit dikendalikan.Rifat mencoba meraih lengan Lulu tapi istrinya itu menolak. Wanita cantik itu masih tidak ingin meninggalkan pijakannya saat ini."Keluar Mas! Ini sudah bukan masalah adik dan kakak lagi tapi ini masalah wanita dengan wanita. Tampaknya adikku ini tidak bisa lagi diajarkan dengan cara kelembutan."Lulu berbicara tegas tanpa menatap Rifat. Wanita yang terbiasa bercanda itu masih menatap tajam sosok yang ada di depannya. Sementara tubuh Rani bergetar karena menahan amarah."Kenapa Kakak menamparku?" desis Rani."Kamu masih bertanya kenapa Kakak nampar kamu, hah? Menurut kamu apa yang akan terjadi jika seorang istri menemukan suaminya diteror dan digoda oleh adiknya sendiri? A

  • Hutang Dibayar, Nikah!   Bab 34. Keanehan Adikku

    Aku pikir sebagai Kakak selama ini aku cukup menjaga adikku dari perbuatan yang salah. Namun, itu hanya perasaanku saja.Aku pikir sebagai Kakak aku cukup memberikan kasih sayang bagi Rani bahkan sejak kecil dia kumanja.Aku pikir sebagai Kakak, aku telah memahami adikku itu. Setelah kami jadi yatim-piatu hanya dia keluargaku.Aku pikir ya ... aku pikir terus sampai mentok dan terbentur. Nyatanya aku tak cukup layak menjadi Kakak bagi Rani. Nyatanya aku tak tahu perasaannya. Nyatanya dia mencintai suamiku sendiri. Nyatanya bibit pelakor yang kukira orang lain sialnya keluargaku sendiri. Oh, sungguh plot twist dari drama hidup. Untungnya aku bukanlah pemeran suara hati seorang istri yang diam saja ketika dianiaya dan terpenting Mas rifat bukan tipe lelaki hidung belang yang siwer ketika melihat mangsa empuk. Aaah, nonsense! Tetap saja sekarang aku merasa wanita paling bodoh di dunia. Bisa-bisanya aku dikelabui adikku yang bocah ini."Waaah! Rumahnya bagusss!" seru Rani ketika dia men

  • Hutang Dibayar, Nikah!   Bab 33. Jangan Ambil Suamiku!

    Setelah sudah lama aku tidak insomnia. Akhirnya semalam tadi aku sukses kembali mengikuti jam kerja Kunti. Gara-gara teror gila yang selama ini mengganggu pikiranku, kepalaku kembali berdenyut dan mataku tidak dapat terpejam karena gelisah. Efek kurang tidur emang berbahaya.Lemah, lesu, lunglai dan lambat menjadi padanan yang pas untukku sekarang, karena akibat vertigo aku nggak bisa bangun dari kasur.Dasar paket sialan! Kenapa sih ada orang yang tega kirim paket serupa tanah kuburan? Ditambah ada boneka santet lagi di dalamnya?Sungguh kurang kerjaan! Udah tahu aku parnoan, dikit-dikit mikir takut ada cunil-cunil.Apa itu cunil-cunil? Ya, itulah semacam Wewe Gombel dan sebangsanya.Pada mulanya, aku ingin sekali bilang pada Mas Rifat tentang teror seram ini tapi kupikir belum saatnya. Sebagai penggemar Sailormoon dan Detective Conan mungkin aku bisa menyelidiki ini sendiri."Kamu kenapa sih tiba-tiba sakit? Apa karena serangan dadakan dari Mas kemarin?" tanya Mas Rifat saat menyuap

  • Hutang Dibayar, Nikah!   Bab 32. Takut Kehilangan

    Aku berlari tanpa perduli lututku yang gemetar, rasanya diri ini tak bertenaga tapi aku harus kuat. Setelah memacu motor yang kupinjam dari Rani selama empat puluh lima menit akhirnya aku tiba di rumah sakit.Waktu ini kurasakan pikiranku melayang entah ke mana. Perasaan kosong yang semula penuh amarah dan menjadi alasanku menghindari Mas Rifat seketika berganti dengan perasaan yang penuh dengan penyesalan juga sedih yang teramat setelah aku mendengar berita buruk tentangnya.Aku yang bodoh. Aku yang tolol dan aku yang tak pantas menjadi istrinya. Bagaimana bisa aku membiarkan suamiku menderita hanya karena keegoisanku?Jika saja tadi aku tak mengusirnya, mungkin kecelakaan itu tak akan terjadi. Jika saja aku mau bertanya dan bersikap dewasa tentu saja dia akan baik-baik saja. Namun, sampai kapan aku akan berandai-andai? Bukankah menyalahkan takdir termasuk salah satu tanda perbuatan syetan? Astaghfirullah. Aku kalut. Ya Allah. Kumohon selamatkan dia, kumohon jangan ambil dia. Bany

  • Hutang Dibayar, Nikah!   Bab 31. Kabar Buruk

    .Banyak yang bilang kalau kita memutuskan jatuh cinta itu berarti kita siap untuk terluka. itu yang selalu didendangkan teman-temanku ketika mereka jadi korban perasaan.Para pria terbiasa bermulut manis tapi hasilnya najis. Tadinya aku pikir, Mas Rifat berbeda dia memandangku bukan dari status sosial atau asas manfaat tapi ternyata manusia licik tetaplah manusia licik.Apa katanya warisan?Cuih! Mendengarnya saja membuatku ingin segera berlari dan mempertanyakan semua pada suamiku.Tanpa terasa air mataku menitik, mengingat semua kata-kata manis. Baru saja dia bilang mau menghabiskan waktu denganku nyatanya bullshit!Mas Rifat tak lebih dari penipu ulung yang gemar mempermainkan perasaan, dia bersikap lembut bak super hero selama ini tapi di balik itu dia memiliki rencana yang di luar nalar. Terus sekarang sesudah aku percaya, beragam kebusukan mulai nampak. Teror chat dari nomor yang terus berganti terus saja berdatangan membuatku semakin ragu.Apakah benar suamiku sejahat itu? Ah,

  • Hutang Dibayar, Nikah!   Bab 30. Kejutan Menyakitkan

    Kata orang tua zaman dulu, jika mau lihat pengantin baru berhasil atau tidaknya di malam pertama, lihatlah raut wajahnya madesu atau layaknya bulan purnama? Dan ... kukira pendapat itu tak sepenuhnya salah.Setelah melewati pertempuran panjang di ranjang semalam di villa, Mas Rifatku sayang tampak lebih cerah dan ceria. Siapa pun yang ditemuinya hari ini dia lempar dengan senyuman hingga hawa positif itu terbawa ketika kami kembali ke kota. Meski cuman sehari berbulan madu tapi entah mengapa kenangannya menancap di hati. Bagaikan dua pemuda yang sedang dimabuk cinta, kami melaluinya dengan berpegangan tangan seraya sesekali mencuri pandang. Dari sepanjang jalan sampai ke toko klontong almarhumah Ibu, tak henti suamiku memperlakukanku bagaikan Ratu. Kalau diibaratkan lebaynya, Mas Rifat menjagaku terlalu over sampai nyamuk pun tak ia biarkan menggigit. Bucin banget emang, tapi aku suka. Hari ini tak seperti biasanya, dia mau menemaniku membuka toko dan membereskannya. Si pria dewas

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status