"Satu juta, dua juta tiga juta bla ... bla ... bla ...."Aku menghitung uang yang ada di tasku dengan perasaan yang bersemangat.Otakku baru ingat kalau selama ini saking fokusnya menagih sampai lupa menghitung hasil dari pembayaran. Ternyata setelah dihitung-hitung jumlahnya hampir mencapai 20 juta.Dua puluh juta? Alhamdullilah!Kalau begini, minggu depan sepertinya aku sudah bisa mulai membuka toko kelontong milik Ibu dan melunasi spp Rani dan Gian--adik angkat yang ada di pesantren.Melihat hasil yang luar biasa ini. Dalam hati aku bersyukur, nggak sia-sia aku berjuang sampai menikah dengan Pak Rifat demi terselesaikannya misi mendatangi satu-persatu penghutang agar mereka lekas membayar. Meski belum semua tapi sudah terlihat hasilnya.Pak Rifat emang is the best, pokoknya! Apalagi saat dia secara gentle mau membayarkan hutang Mak Endut yang kesulitan makin kretek kretek-lah hati ini.Eits, bentar ... jangan bilang k
Kehidupan sebagai orang yang bersinggungan dengan hutang itu bisa dibilang manis-manis asem. Manis kalau dikasih partner Pak Rifat dan asem kalau Ayman si adik ipar ini mulai berulah.Semenjak perjumpaanku di kafe dengan Ayman. Hidupku seperti zombi, mati nggak mau hidup pun segan.Permintaannya yang kelewat nyeleneh bikin aku naik darah.Masa dia memintaku bererai sama Pak Rifat? Oh, tidak! Tidak sekarang maksudnya. Entah kalau nanti gimana situasi dan kondisi tapi kalau bisa jangan deh.Suami langka begitu susah nyarinya. Di mana lagi coba aku menemukan lelaki yang mau menghisap kentutku sampai ketiduran? Ayman pun pasti ogah.Hanya Pak Rifat yang bisa begitu.Selain alasan itu, jujur saja kuakui kalau aku mulai terbiasa dengan kehadiran Pak Rifat mungkin agak ketergantungan. Jadi, jika melepaskannya hanya karena hutang si Uwak pada Ayman itu sih namanya kejam. Meski Ayman juga mengaku menyayangiku tapi tetap saja ini sudah ter
Pernah lihatemak-emak pura-pura gila pas ditilang polisi? Nah, kondisi Mbak Sumi itu nggak jauh beda. Cuman untuk memberikan validasi mengenai tingkat kewarasan Mbak Sumi aku masih harus membuktikannya. Karena sesuai info yang kudengar Mbak Sumi itu baru setengah tahun tinggal di sini dan emang jarang keluar rumah hanya keluarganya menyebarkan gosip kalau mereka adalah orang kaya yang jatuh miskin gara-gara suami Mbak Sumi selingkuh.Namun, sesedih apa pun cerita Mbak Sumi, itu semua tak membuatku gentar.Karena seingatku dulu dia juga pernah menyebarkan kabar kesedihan yang bohong hingga orang pada iba termasuk ibuku.Maka jangan salahkan aku, jika diri ini tak ikhlas kalau tangan Mbak Sumi parkir sembarangan di tubuh atletis milik Pak Rifat. Dadaku sontak memanas seperti melihat Kim Seon Ho dan Kim So Hyun tiba-tiba nikah tanpa pemberitahuan."Jangan meluk laki aku, Mak! Lepasin!" Aku menarik kuat tangan Mbak Sumi yang masih nangkr
Aku berusaha setenang mungkin dan dengan sekuat tenaga meredam jantungku yang terus berdegup kencang karena tatapan tajam seorang Rifat. Rasanya udara mendadak menipis di sekitarku tatkala sosok Pak Rifat hanya diam mengamatiku dengan tangan bersidekap.Tubuh tegapnya ia sandarkan ke body mobil sambil tak melepaskan pandangannya dariku yang berdiri di depannya bak maling yang tertangkap basah sedang mencuri jemuran milik warga.Oh my Robb! Sampai kapan dia begini? Mana di parkiran ini banyak nyamuk."Pak, udah dong lihatinnya. Tangan saya bentol-bentol nih," keluhku karena sejak tadi nyamuk-nyamuk nakal sudah mulai bergeriliya.Katanya dia mau bicara seusai memergokiku ngobrol berdua saja dengan Ayman di lorong depan toilet tapi setelah setengah jam berlalunothing. Kurasa dia ingin menghukumku dengan cara ini.Namun, apa haknya marah? Aku saja bersikap biasa ketika dia main tatap-tatapan dengan sahabat kecilnya itu.Hash! Tidak adil.
Melawan Pak Rifat itu keniscayaan tapi kalau menang dari dia? Bisa dikatakan ... keberuntungan.Itulah yang membuat aku gagal move on dan makin sayang tapi nahasnya hati Pak Rifat udah ada yang punya. Siapa lagi kalau bukan Flo, si gadis kutilang jelmaan Cleopatra.Tragis banget, ya? Baru kali ini cintaku bertepuk sebelah tangan."Haaaah...!"Aku menghela napas berat juga lega saat Pak Rifat akhirnya bisa melumpuhkan Bang Jono and the gank dan membawanya ke kantor polisi. Dengan sekali hentakan, pernyataan saksi dan koneksi, Pak Rifat akhirnya bisa membuat Jono and the gank tak berkutik.Sebenarnya, selama ini aku merasa curiga. Jangan-jangan Pak Rifat ini agen FBI, soalnya dia tahu di mana keberadaanku tanpa harus bertanya dan lagi dia jago berkelahi.Mungkinkah sebenarnya dia salah satu anak dari Captain Marvel? Atau dia itu bala tentara Aqua Man?Ah, bodo waelah! Yang jelas karena tindakan para lelaki itu, kami jadi harus menghabis
Berenang di kolam ikan piranha sepertinya lebih baik dibanding menjadikan Mbak Sumi sebagai madu. Emoh! ORA SUDI. Apa-apaan itu si mbakyu genit sama Pak Rifat? Aku aja yang istrinya jarang genit. Bukan nggak bisa tapi nyadar diri. Sekali pun aku berusaha, tuh laki lirikannya bukan sama aku tapi FLO. Sebegini nasibnya jadi istri ban serep. Dibutuhkan hanya untuk dapat warisan."Lu!"Aku diam karena disibukan pikiran tadi."Lulu?""Apa?"Sret! Kulayangkan tatapan tajam pada Pak Rifat.Aku baru ingat. Pemicu Mbak Sumi bertindak demikian pasti Pak Rifat juga.Tidak mungkin ada asap jika tidak ada api. Pasti lelaki ini bermain tebar pesona hingga Mbak Sumi salah paham ... seperti aku.Inilah alasan kenapa aku benci sama lelaki yang terlalu baik. Tapi, kalau itu Pak Rifat anehnya hatiku masih bisa diajak musyawarah.Arh! Aku benci hatiku."Wes! Ada apa Nyonya? Kok, lihatnya gitu?" tanyanya
Di mana-mana kalau mau berperang itu pasti butuh strategi. Enggak bisa langsung serang karena disinyalir akan jadi babak belur.Mungkin itulah yang sedang terjadi sekarang padaku. Kepindahan rumah kami ke kawasan komplek 'Asal Semua Senang' ternyata bukan tanpa alasan.Perhitungan yang mendalam dan rencana Pak Rifat pindah ke sini tak lain hanya untuk mempermudah mobilisasi pengintaian pada para penghutang karena komplek ini lokasinya cukup strategis.Selain bertetangga dengan Bu Tejo, komplek ini juga dekat dengan kawasan perkampungan yang dihuni oleh Ki Satria, Wak Onah dan Ceu Odah sementara Neng Raisa katanya masih abu-abu. Info dari Pak Rifat sih begitu, semoga saja benar nggak modus."Alhamdullilah!" Aku menarik napas lega ketika mengecek buku warisan data penghutang milik almarhumah Ibu.Tanpa terasa ternyata kini tugasku kian ringan. Hanya tinggal lima orang lagi target yang harus bayar hutang dari dua puluh lima orang dan semua i
Melamun. Tampaknya akan menjadi kegiatan baru bagiku setelah hati ini terjangkiti virus Rifat.Kami gagal berciuman dan kami khilaf. Itu faktanya. Dia hanya terbawa suasana, aku juga.Lalu, apa yang mesti dibingungkan? Aku hanya perlu bersikap biasa saja. Tapi ... aku malu!Bisa-bisanya aku menutup mata pas dia mendekatkan wajahnya? Kenapa aku mudah sekali terpancing?Murahan sekali aku ini! Apa kata si Rani? Kalau tahu kakaknya seperti ini.Ah, entah! Pokoknya mulai detik, menit dan ke depannya aku tak mau tergoda. Karena Pak Rifat juga kayaknya nggak terpengaruh. Seakan kejadian itu tak berefek apa-apa pada hatinya.Nggak adil.Fiuuh!Setelah menghembuskan napas berulang kali, aku siap membuka pintu kamar.Cklek.Kulongokan kepala sambil menoleh ke kanan dan ke kiri."Aman!" Aku menyeringai puas. Sudah kuprediksi sebelumnya, pasti Pak Rifat belum keluar kamarnya.Dengan la
Dua puluh lima penghutang selesai sudah. Mulai hari ini posisiku sebagai debt collector akibat warisan akhirnya lengser. Tidak ada lagi misi.Tidak ada lagi nama penghutang.Tidak ada lagi adu mulut dan tidak ada lagi rencana-rencana absurd. Pokoknya semua beres, beres dan beres ...! Keluarga almarhumah Ibu pun telah damai sentosa tanpa berdebat lagi gara-gara wasiat.Sekarang, tinggal saatnya aku mengkalkulasikan semua dan kembali ke kehidupan awal.Menjadi seorang istri dari Rifat yang senantiasa ada untuknya. Seperti sekarang, siang-siang begini aku sengaja datang ke kantor Mas Rifat untuk makan siang bareng.Kata Mas Rifat, dia kangen masakanku. Jadi, meski tidak terlalu yakin tentang makanan yang kubawa, di sinilah aku sedang menunggu Mas Rifat karena dia masih ada tamu.Namun, sungguh kebetulan di sela waktuku menunggu tiba-tiba mataku menangkap ada seorang wanita yang kukenal berjalan lurus melintas menuju ke arah lift dengan tergesa.Sosok itu melangkah lebar melewati ruang
Waktu itu relatif. Rasanya baru kemarin nasib sebagai gadis miskin yang ditugaskan untuk menjadi debt collector dadakan bagi 25 orang penghutang. Sekarang aku sudah menikah dan bahkan dinyatakan hamil. Jika Ibu masih ada pasti dia akan bilang padaku, 'Ini sih namanya anak yang beranak.'Duh sedihnya jika ingat Ibu. Andai Ibu ada di sini pasti dia akan sangat senang, bukan hanya karena menyaksikanku mendapatkan suami yang baik dan bertanggung jawab macam Mas Rifat tapi karena dari dua puluh lima itu sekarang hanya tinggal satu penghutang yaitu Wak Onah. Wak Onah, anaknya almarhumah Bu Daroyah. Wak Onah sebenarnya baik tapi suka menunda-nuda untuk membayar hutang dan pintar berkelit, dengan dalih kemanusiaan dia berulang kali berhasil membujuk tetangganya untuk meminjamkan bahan dapur sampai duit. "Ih, masa sama tetangga aja perhitungan!" Begitulah dalih yang kuingat saat dulu almarhumah Ibuku pernah menagihnya dan itu terjadi berulang kali. Sampai total hutangnya sebesar tiga juta
Pagi yang aneh, hari ini aku terbangun dengan perasaan yang melow dan perut yang bergejolak. Entah mungkin karena semalam aku baru tertidur jam 2 pagi selepas selesai membereskan semua barang sepulang dari Yogya untuk honeymoon selama dua minggu. Jadi, perutku aneh, serasa dikocok berulang kali.Sebenarnya, aku tidak menduga akan selama itu di Yogya. Karena pada awalnya rencanaku hanya satu minggu. Kupikir waktu itu cukup untuk membuat Rani percaya kalau aku dan Mas Rifat tidak main-main tapi dikarenakan Mas Rifat membujuk akhirnya kami kebablasan, kata Mas Rifat takut dikira bercanda kalau hanya sebentar.Bercanda? Hah! Pret!Gila aja kalau kami bercanda. Ini pernikahan yang sakral, bisa dikutuk jika aku mempermainkan.Ya, memang sih awalnya ada modus-modus warisan tapi itu kan dulu, sekarang kami sudah taubat kepada Allah.Nggak lagi deh mikir cerai. Apalagi setelah tahu kalau biang kerok pertingkaian dan kesalahpahaman semua ini itu Flo, kupikir mulai sekarang aku gak boleh lengah
Pov Author.Rifat masih menatap istrinya yang entah kenapa tampak berbeda. Melihat Lulu menampar adiknya benar-benar menjadi hal yang mengejutkan.Rani memang sudah keterlaluan. Rifat sudah sepatutnya tak hanya diam karena Lulu pun sudah sebegitu marahnya, terkadang istrinya yang lucu itu mendadak sulit dikendalikan.Rifat mencoba meraih lengan Lulu tapi istrinya itu menolak. Wanita cantik itu masih tidak ingin meninggalkan pijakannya saat ini."Keluar Mas! Ini sudah bukan masalah adik dan kakak lagi tapi ini masalah wanita dengan wanita. Tampaknya adikku ini tidak bisa lagi diajarkan dengan cara kelembutan."Lulu berbicara tegas tanpa menatap Rifat. Wanita yang terbiasa bercanda itu masih menatap tajam sosok yang ada di depannya. Sementara tubuh Rani bergetar karena menahan amarah."Kenapa Kakak menamparku?" desis Rani."Kamu masih bertanya kenapa Kakak nampar kamu, hah? Menurut kamu apa yang akan terjadi jika seorang istri menemukan suaminya diteror dan digoda oleh adiknya sendiri? A
Aku pikir sebagai Kakak selama ini aku cukup menjaga adikku dari perbuatan yang salah. Namun, itu hanya perasaanku saja.Aku pikir sebagai Kakak aku cukup memberikan kasih sayang bagi Rani bahkan sejak kecil dia kumanja.Aku pikir sebagai Kakak, aku telah memahami adikku itu. Setelah kami jadi yatim-piatu hanya dia keluargaku.Aku pikir ya ... aku pikir terus sampai mentok dan terbentur. Nyatanya aku tak cukup layak menjadi Kakak bagi Rani. Nyatanya aku tak tahu perasaannya. Nyatanya dia mencintai suamiku sendiri. Nyatanya bibit pelakor yang kukira orang lain sialnya keluargaku sendiri. Oh, sungguh plot twist dari drama hidup. Untungnya aku bukanlah pemeran suara hati seorang istri yang diam saja ketika dianiaya dan terpenting Mas rifat bukan tipe lelaki hidung belang yang siwer ketika melihat mangsa empuk. Aaah, nonsense! Tetap saja sekarang aku merasa wanita paling bodoh di dunia. Bisa-bisanya aku dikelabui adikku yang bocah ini."Waaah! Rumahnya bagusss!" seru Rani ketika dia men
Setelah sudah lama aku tidak insomnia. Akhirnya semalam tadi aku sukses kembali mengikuti jam kerja Kunti. Gara-gara teror gila yang selama ini mengganggu pikiranku, kepalaku kembali berdenyut dan mataku tidak dapat terpejam karena gelisah. Efek kurang tidur emang berbahaya.Lemah, lesu, lunglai dan lambat menjadi padanan yang pas untukku sekarang, karena akibat vertigo aku nggak bisa bangun dari kasur.Dasar paket sialan! Kenapa sih ada orang yang tega kirim paket serupa tanah kuburan? Ditambah ada boneka santet lagi di dalamnya?Sungguh kurang kerjaan! Udah tahu aku parnoan, dikit-dikit mikir takut ada cunil-cunil.Apa itu cunil-cunil? Ya, itulah semacam Wewe Gombel dan sebangsanya.Pada mulanya, aku ingin sekali bilang pada Mas Rifat tentang teror seram ini tapi kupikir belum saatnya. Sebagai penggemar Sailormoon dan Detective Conan mungkin aku bisa menyelidiki ini sendiri."Kamu kenapa sih tiba-tiba sakit? Apa karena serangan dadakan dari Mas kemarin?" tanya Mas Rifat saat menyuap
Aku berlari tanpa perduli lututku yang gemetar, rasanya diri ini tak bertenaga tapi aku harus kuat. Setelah memacu motor yang kupinjam dari Rani selama empat puluh lima menit akhirnya aku tiba di rumah sakit.Waktu ini kurasakan pikiranku melayang entah ke mana. Perasaan kosong yang semula penuh amarah dan menjadi alasanku menghindari Mas Rifat seketika berganti dengan perasaan yang penuh dengan penyesalan juga sedih yang teramat setelah aku mendengar berita buruk tentangnya.Aku yang bodoh. Aku yang tolol dan aku yang tak pantas menjadi istrinya. Bagaimana bisa aku membiarkan suamiku menderita hanya karena keegoisanku?Jika saja tadi aku tak mengusirnya, mungkin kecelakaan itu tak akan terjadi. Jika saja aku mau bertanya dan bersikap dewasa tentu saja dia akan baik-baik saja. Namun, sampai kapan aku akan berandai-andai? Bukankah menyalahkan takdir termasuk salah satu tanda perbuatan syetan? Astaghfirullah. Aku kalut. Ya Allah. Kumohon selamatkan dia, kumohon jangan ambil dia. Bany
.Banyak yang bilang kalau kita memutuskan jatuh cinta itu berarti kita siap untuk terluka. itu yang selalu didendangkan teman-temanku ketika mereka jadi korban perasaan.Para pria terbiasa bermulut manis tapi hasilnya najis. Tadinya aku pikir, Mas Rifat berbeda dia memandangku bukan dari status sosial atau asas manfaat tapi ternyata manusia licik tetaplah manusia licik.Apa katanya warisan?Cuih! Mendengarnya saja membuatku ingin segera berlari dan mempertanyakan semua pada suamiku.Tanpa terasa air mataku menitik, mengingat semua kata-kata manis. Baru saja dia bilang mau menghabiskan waktu denganku nyatanya bullshit!Mas Rifat tak lebih dari penipu ulung yang gemar mempermainkan perasaan, dia bersikap lembut bak super hero selama ini tapi di balik itu dia memiliki rencana yang di luar nalar. Terus sekarang sesudah aku percaya, beragam kebusukan mulai nampak. Teror chat dari nomor yang terus berganti terus saja berdatangan membuatku semakin ragu.Apakah benar suamiku sejahat itu? Ah,
Kata orang tua zaman dulu, jika mau lihat pengantin baru berhasil atau tidaknya di malam pertama, lihatlah raut wajahnya madesu atau layaknya bulan purnama? Dan ... kukira pendapat itu tak sepenuhnya salah.Setelah melewati pertempuran panjang di ranjang semalam di villa, Mas Rifatku sayang tampak lebih cerah dan ceria. Siapa pun yang ditemuinya hari ini dia lempar dengan senyuman hingga hawa positif itu terbawa ketika kami kembali ke kota. Meski cuman sehari berbulan madu tapi entah mengapa kenangannya menancap di hati. Bagaikan dua pemuda yang sedang dimabuk cinta, kami melaluinya dengan berpegangan tangan seraya sesekali mencuri pandang. Dari sepanjang jalan sampai ke toko klontong almarhumah Ibu, tak henti suamiku memperlakukanku bagaikan Ratu. Kalau diibaratkan lebaynya, Mas Rifat menjagaku terlalu over sampai nyamuk pun tak ia biarkan menggigit. Bucin banget emang, tapi aku suka. Hari ini tak seperti biasanya, dia mau menemaniku membuka toko dan membereskannya. Si pria dewas