Panasnya matahari mulai terasa, Duchess Anabella hanya berdiam diri dengan mata kosong dan duduk di bawah pohon yang rindang. Ia lelah dan sangat lelah.
"Nyonya, sebaiknya masuk ke dalam." Ucap Emelin melihat matahari yang tadinya panas kini mulai tenggelam. Tak terasa majikannya berdiam diri di halaman belakang seharian. Ia yakin, pikirannya pasti memikirkan Duke Alex.
"Aku masih ingin di sini Emelin." Lirih Duchess Anabella. Masuk ke dalam membuatnya terasa sesak.
"Pikirkan kesehatan Nyonya." Ucap Emelin. Sedari tadi ia sudah mengajak majikannya masuk ke dalam. Namun tidak di jawab sedikit pun.
"Baiklah, sepertinya mulai terasa dingin."
Duchess Anabella pun berdiri, ia melangkah dengan wajah lesu. Sesampainya di kamarnya ia langsung menyandarkan tubuhnya yang terasa letih. Mengusap pelan perut buncitnya yang bergerak. Kehamilannya akan memasuki usia tujuh bulan. Tinggal dua bulan lagi ia akan meninggalkan kediaman Duke.
"Aku merindukan Ayah." Ucapnya pelan seraya memejamkan matanya.
Emelin memijat kedua kakinya dengan pelan. "Tuan pasti juga merindukan Nyonya dan berharap Nyonya hidup bahagia."
Duchess Anabella membuka matanya. Benar, ayahnya memang selalu mengatakannya untuk bahagia. Bahkan di sisi nafas terakhirnya, ayahnya masih tersenyum di bibir pucatnya.
"Emelin, aku ingin beristirahat. Kamu istirahat lah."
Emelin berdiri di sampingnya. Sedangkan Duchess Anabella memperbaiki posisinya. Emelin pun menarik selimut majikannya, menutupi tubuhnya sampai ke dadanya.
Setelah di rasa tidur, Emelin meninggalkan sang majikan dan bersiap menuju kasur empuk. Namun di perjalanan tanpa sengaja ia berpapasan dengan Flori.
Emelin melewatinya dengan santai. Ia benci pada wanita di depannya. Wanita yang tak tahu malu datang ke kediaman Duke merebut semua milik majikannya.
"Bagaimana keadaan Duchess?"
Emelin menghentikan langkahnya, ia membalikkan badannya. Menatap jijik pada wanita di depannya. Seharusnya wanita di depannya memiliki malu, tapi tidak dengan wanita ini. Memanfaatkan kesakitannya untuk menarik simpati Duke Alex.
"Nona menanyakan keadaan nyonya tentang kematiannya atau kesedihannya?" tanya Emelin dengan nada dingin.
Floria terkejut, bukan hal itu maksud dari perkataannya. "Apa maksud mu? aku hanya ingin menanyakan kesehatannya."
Emelin bertepuk tangan. "Selamat Nona, kedatangan Nona menghancurkan kebahagiaan majikan saya. Nona sudah puas kan, memanfaatkan kesakitan Nona hanya ingin masuk kedalam kediaman Duke. Seharusnya Nona paham posisinya Nona. Nona hanyalah masa lalu yang masuk sebagai duri di rumah tangga orang lain. Sadarkah Nona, di luar sana pasti akan banyak bangsawan yang menghina Duchess karena keberadaan Nona." Bentak Emelin. Ia langsung memutar tubuhnya meninggalkan Floria yang mengeluarkan air matanya. Bukan ini yang ia mau. Jujur saja ia ingin pergi, tapi Duke Alex selalu menahannya.
Keesokan harinya.
Seorang pria paruh baya tengah memeriksa kondisi keadaan tubuh Floria. Wanita itu tiba-tiba pingsan saat akan ke kamar mandi. Sang pelayan yang menjaganya langsung memanggilkan Dokter. Lalu memberitahukan pada Duke Alex.
Duke Alex pun segera menuju ke kediaman Floria. Ia menanyakan keadaan Floria pada sang Dokter. Setelah penjelasan itu, Duke Alex penasaran sebenarnya apa yang terjadi? Kemarin keadaan Floria baik-baik saja.
"Sebenarnya ada apa? Kenapa dia bisa sampai seperti ini?" Duke Alex mengelus lembut kepala Floria. Ia beralih menatap pelayan di sampingnya.
"Sebenarnya ada apa?" Tanya Duke Alex kembali.
Sang pelayan pun menjelaskan semuanya tentang pertemuan majikannya dan pelayan Emelin. Rahang Duke Alex mengeras, ia mengepalkan tanganya. Floria datang adalah keberuntungan baginya. Ia akan menghukum siapa saja yang menyakiti Floria.
"Panggil pelayan Emelin. Aku akan menghukumnya." Ucap Duke Alex. Ia menuju ke sel bawah tanah. Tempat menghukum para musuhnya.
Sementara pelayan itu membawa pelayan Emelin ke ruang bawah tanah.
Emelin yang di bawa pun terkejut. Ketika dia di bawa ke ruang bawah tanah. Lebih lagi terkejut melihat Duke Alex yang menatapnya dengan tajam.
Suara cambukan menggelagar di ruang bawah tanah. Baju pelayannya pun terlihat banyaknya bercak darah dari kakinya. Tubuhnya pun terasa lemas dan tak berdaya. Emelin menggigit bibir bawahnya. Ia tidak takut, jika pun harus mati di tangan Duke Alex. Ia membenci Duke Alex dan juga wanita itu. Suatu saat dia sendirilah yang akan memisahkan mereka.
"Aku tidak membunuh mu, karena aku tahu kamu pelayan setia istri ku." Bentak Duke Alex menatap Emelin yang terus di cambuk kedua kakinya.
Emelin mendongak, kebencian di matanya terlihat sangat jelas. " Tuan, kamu akan menyesal. Suatu saat nanti kamu akan menyesal." Teriak Emelin.
Duke Alex berdiri dari kursi putih itu, ia langsung mengambil alih cambuk di tangan sang kesatria. Cambukan keras itu pun berasal dari tangannya. Ia mencambuk Emelin dengan mengeluarkan semua tenaganya.
"Tuan," teriak Duchess Anabella. Matanya memerah, dadanya bergetar. Ia melihat Emelin yang sudah lemas. Jika di lanjutkan mungkin Emelin akan mati.
"Pergilah, jangan di sini. Aku akan menghukumnya atas perbuatannya."
Duchess Anabella mendekat ke arahnya. Ia mengatupkan kedua tangannya. "Aku mohon, lepaskan Emelin. Aku akan mengajarinya. Dia masih terlalu muda untuk mengerti semuanya."
"Duchess selalu memanjakannya, ini lah jadinya. Dia bersikap kurang ajar." Duke Alex melempar cambuk itu ke sembarangan arah. "Untuk kali ini aku meringankan hukumannya." Ucap Duke Alex berlalu pergi.
Duchess Anabella memapah tubuh Emelin. "Kamu harus bertahan Emelin. Kenapa kamu melakukannya? Aku sudah mengatakan, jangan ikut campur. Ini masalah ku, aku paham."
"A-aku tidak menyesal Nyonya. Nyonya harus bahagia dan pergi dari rumah ini."
"Iya aku berjanji, aku berjanji."
Tubuh Emelin pun merosot, matanya tertutup. Duchess Anabella menepuk pipi Emelin. "Cepat panggilkan Dokter." Teriak Duchess Anabella, ia menggelengkan kepalanya. Emelin tidak boleh meninggalkan dirinya. Ia tidak memiliki siapa-siapa lagi selain Emelin.
Emelin di bawa oleh beberapa pelayan ke kamarnya. "Emelin, bertahanlah. Jangan seperti ini." Duchess Anabella menepuk kedua pipi Emelin.
Sesaat kemudian, Dokter pun datang. Dia memeriksa tubuh Emelin dan mengecek denyut nadinya.
"Bagaimana? Dia bisa sembuhkan."
Dokter itu pun menggeleng dengan menunduk. Air mata itu terus mengalir. Orang yang ia sayangi kini telah pergi. Semua pergi meninggalkannya.
"Duchess." Ucap seorang pelayan sekaligus sahabat Emelin memegang lengan Duchess Anabella agar tidak terjatuh. Ia harus menguatkan wanita di depannya. Duchess Anabella pasti terpukul dengan kematian Emelin. Ia juga tidak rela Emelin meninggalkannya. Selama ini mereka saling membantu, canda tawa mereka lalui bersama.
"Duchess harus beristirahat, jangan biarkan Emelin merasa khawatir." Ucap Zoya. Tenggorokannya terasa tercekat. Namun ia harus menggantikan Emelin demi menjaga Duchess Anabella. Ia sudah tau cerita Emelin sampai keduanya menjadi akrap seperti adik dan kakak.
Duchess Anabella mengikuti Zoya. Tatapannya kosong, air matanya terus mengalir. Bayangan demi bayangan wajah Emelin yang tersenyum dan tertawa. Membuatnya tertawa, keusilannya.
"Emelin."
Sedangkan di sisi lain.
Duke Alex menemui Floria, ia merasa senang. Kini tubuh Floria semakin membaik. Keduanya pun bercanda bersama. Duke Alex tidak memberitahukan jika dirinya menghukum Emelin. Sudah pasti Floria akan memarahinya karena hatinya memang baik.
"Tuan." Wajahnya terlihat ragu menyampaikan sesuatu.
Duke Alex dan Floria menatapnya.
"Apa ada sesuatu yang penting? Kamu mengganggu ku saja." Ucap Duke Alex dengan kesal. Ia tidak suka jika waktunya dengan Floria di ganggu oleh siap pun. Jika memang menyangkut hal penting. Bisa di bicarakan lain waktu.
Sang Kesatria mendekat, dia membisikkan sesuatu membuat Floria mengkerutkan dahinya. Ketika melihat wajah Duke Alex yang panik.
"Floria, aku ada urusan penting." Ucap Duke Alex berlalu pergi. Ia ingin menemui istrinya. Wanita itu pasti terpukul dengan kematian Emelin.
"Apa ada sesuatu?" Floria merasa aneh. Pasti sudah terjadi sesuatu.
Sesampainya di kediaman Duchess Anabella. Duke Alex mendekati istrinya yang menatap ke arah luar jendela seraya menyandarkan kepalanya ke sisi jendela dalam posisi bersendekap.
"Duchess,"
"Jangan mendekati ku." Ucap Duchess Anabella tanpa menoleh ke arahnya. Ia begitu benci pada laki-laki yang kini berada di belakangnya.
Nyut
Hatinya sakit mendengarkan perkataan Duchess Anabella. Dadanya terasa di remas. Bukan maksudnya membunuh Emelin. Ia hanya mengancam pelayan itu.
"Duchess, aku bukan ..""Puas! apa Tuan sudah puas? Apa salah Emelin sampai di hukum seperti dan merenggang nyawa." Duchess Anabella menutup mulutnya, air matanya membasahi tangannya. Ia tidak sanggup harus kehilangan Emelin."Aku menghukumnya karena ..."Duchess Anabella berbalik, kilatan api muncul di kedua matanya. Dadanya naik turun merasakan pisau yang mengiris hatinya. "Hanya karena wanita itu," Duchess Anabella menghapus air matanya. "Hanya karena wanita itu, Tuan sampai membunuh Emelin.""Dia bersalah ...""Apa dia mati? Tidak kan," Duchess Anabella tertawa. "Kamu kejam Tuan, Emelin hanya berusaha membela ku, tetapi Tuan." Duchess Anabella memutar tubuhnya kembali. "Aku ingin keluar dari rumah ini."DegDuke Alex tersentak, sesuatu menjalar di dadanya, ia merasa panas. "Apa maksud mu? Jangan kamu pikir, hanya karena seorang pelaya
Kesatria Luis mengantarkan Dokter pribadi kediaman Duke ke kamar Duchess Anabella. Sesampainya di sana, ia mengetuk pintu kokoh itu. Dari dalam kamar, terdengar langkah tergesa-gesa mendekati mereka."Tuan," ujar Zoya seraya membuka pintu. Ia menoleh. "Maaf, Nyonya tidak ingin di ganggu.""Tapi, Nyonya harus di periksa." Ucap Kesatria Luis."Aku tidak butuh pemeriksaan Dokter. Biarkan luka ini terlihat. Luka ini tidak sebanding apa yang Tuan Duke perbuat." Ucap Duchess Anabella seraya berjalan menghampiri Kesatria Luis dan pria paruh baya itu."Nyonya, biar saya memeriksa keadaan Nyonya." Sanggah pria berjas putih itu. Ia merasa iba melihat kondisi Duchess Anabella. Semua orang pun sudah mendengar rumor tentangnya. Apa lagi dirinya, tentu ia merasa prihatin. "Tolong, Nyonya.""Pergilah, aku tidak ingin di ganggu. Emelin yang akan mengobati ku." Duchess Anabella tersadar apa yang ia ucapkan. Bi
Ke esokan harinya.Sinarnya matahari menyeludup memasuki jendela kaca itu, membuat sang empu menggeliat. Ia meraba seseorang di sampingnya. Namun tidak ada siapa pun. Bunyi burung yang bertengger pun di pohon cemara memasuki telinganya. Ia membuka matanya, silaunya cahaya matahari membuatnya mengucek matanya."Emmm,"Ia menoleh, tidak melihat siapa pun. Ia beringsut duduk. Lalu menggelengkan kepalanya. Pikirannya mulai tenang, semenjak berpisah ranjang dengan istrinya karena kedatangan Floria. Ia harus berpisah ranjang. Ia takut membuat Floria cemburu dan selama itu pula ia susah untuk tidur, biasanya Duchess Anabella akan mengelus kepalanya sampai ia tertidur pulas. Namun sekarang tidak lagi. Entah, pernikahannya bahagia atau tidak dengan Floria. Ia yakin akan bahagia. Saat itu ia akan memeluk mesra wanita yang ia cintai. Namun, bukannya wajah Floria, tetapi wajah Duchess Anabella yang menghantuinya. Ia menggeleng, mungkin karena sem
Pantas saja aku merasakan sesuatu ternyata ini penyebabnya batin Kesatria Luis menunduk.Ia melepaskan nafas beratnya, ada rasa tak suka di hatinya. Semenjak kedatangan wanita ini lah Duchess Anabella sering menangis. Ia paham, bukan kematian Emelin yang membuatnya sedih, tapi kedatangan Floria. Duke Alex cerdas dan pintar dalam strategi perang. Namun bodoh dalam mengerti perasaan wanita.Apa aku coba saja mendekati Duchess dan membuatnya cemburu? Dengan begitu kan aku bisa tau isi hati Duke Alex batin Kesatria Luis."Kesatria Luis.""Ah, iya." Kesatria Luis langsung menunduk. "Maaf mengganggu waktunya Tuan dan Nona Floria. Tuan diminta untuk ke Istana.""Tunggu aku." Duke Alex mencium kening Floria dengan sangat dalam.Keduanya pun keluar dari kediaman Duke. Namun sampai di halaman istana. Matanya melihat Duchess Anabella. Rambutnya torambang ambing terbawa angin. Matanya sendu, tersimpan beribu kesedihan."Dengan cara apa aku menghi
"Cukup!" Bentaknya. Semua bangsawan bungkam, mereka saling melirik satu sama lainnya. Ada yang mengeluarkan kipasnya dan menoleh ke arah lain. "Ini masalah keluarga ku." Duchess Anabella memejamkan matanya. "Tidak ada urusannya dengan kalian. Aku menderita atau pun bahagia, sama sekali tidak ada urusannya dengan kalian semua." Duchess Anabella langsung pergi meninggalkan tempat menyesakkan itu. Ia berjalan dengan langkah berat. Seakan tubuhnya tak bisa ia tumpu. Ia langsung terduduk di tanah berumput itu. "Nyonya," ujar Zoya seraya membantu memapah tubuh majikannya. Sama hal dengan dirinya, air matanya tak bisa ia tahan. Sudah ia duga, semuanya akan seperti ini. Sudah cukup penderitaan bagi majikannya. Sampai kapan majikannya bisa hidup bahagia. Duchess Anabella di papah oleh Zoya sampai ke kereta. Selama di perjalanan, air matanya terus membasahi pipinya. "Ayah." Flasback "Anabell," seru seorang pria paruh baya dengan memp
Hurt eps 9."Uh, Romantisnya."Serentak keduanya melihat ke arah Duchess Anabella yang tersenyum."Duchess."Selangkah Duke Alex memundurkan langkahnya. Ia seperti seorang suami yang tertangkap basah berselingkuh. "Itu Duchess, tidak seperti yang Duchess pikirkan.""Oh, iya." Duchess Anabella mengerutkan keningnya. Ia tidak peduli dengan penjelasan basi dari Duke Alex. Telinganya sudah penuh dengan kisah mereka berdua."Duchess itu,""Kalungnya cantik Tuan Duke dan Nyonya Duchess. Tidak perlu menjelaska
"Aku tidak bisa menghidupinya. Setidaknya aku berusaha ...""Berusaha apa? Berusaha apa?" Duchess Anabella memegangi dadanya. "Dengan tangan ini. Aku merasakan darah segar Emelin. Wanita yang selalu mendampingi ku. Sedih atau pun senang dia tau. Makanan apa kesukaan ku,minuman apa kesukaan ku. Dia tau semuanya. Dan pada saat itu, dengan teganya Tuan menghukumnya layaknya binatang. Aku bisa meminta maaf atas nama Emelin. Seandainya Emelin masih hidup. Dia hanya ingin membela ku. Hatinya tidak tega melihat ku menangis. Setidaknya kamu memahaminya.""Duchess aku tidak bermaksud ...".Duchess Anabella memberikan kode agar Duke Alex menghentikan tangannya yang ingin menyentuhnya. "Aku muak dan sudah bosan tinggal di rumah ini."Duchess Anabella melangkah dengan cepat. Zoya pun berlari mengikuti langkah sang majikan. "Zoya, cepat bereskan semua pakaian ku. Aku tidak mau tinggal di sini lagi.""Baik, Nyonya." Zoya mengambil sebuah kotak besar penyim
"Bagaimana keadaannya?" tanya Duke Alex dengan cemas. Kali ini, dapat ia rasakan. Ia tidak bisa melihat wanita di depannya terbaring lemah."Nyonya Duchess terlalu banyak pikiran dan stress. Sepertinya Nyonya tertekan." Jelas sang Dokter.Duke Alex mengusap kepalanya secara kasar. Ia sadar, akhir-akhir ini telah membuat Duchess Anabella tertekan. Seandainya dia tidak menghukum Emelin, kehidupan rumah tangganya tidak akan seperti ini."Tuan, jangan khawatir. Keadaan Duchess pasti baik-baik saja." Ucap Floria. Ia meraih lengan Duke Alex untuk meyakinkannya.Pria ber jas putih, itu melirik dan menggeleng pelan. Hidupnya saja sudah susah menahan kemarahan istrinya. Apa lagi dua istri, mungkin telinganya akan meledak."Baiklah, saya pamit Tuan Duke."Duke Alex pun mengangguk, ia melepaskan tangan Floria. Lalu menghampiri ranjang Duchess, ia duduk tepi ranjangnya. "Duchess, aku minta maaf." Duke Alex mencium kening Duchess Anabella.Floria la
Tiga bulan telah berlalu. Hubungan Duchess Anabella dan Duke Alex semakin membaik. Bahkan keduanya sangat harmonis. Dimana ada Duke Alex sudah pasti ada Duchess Anabella. Tak heran, jika keduanya menjadi perbincangan panas di antara para bangsawan. Pernikahan yang awalnya sempat hancur. Kini telah membaik. Duke Alex selalu menempel pada Duchess Anabella. Jika ada sesuatu yang mendesak di istana. Duke Alex selalu meminta Duchess Anabella ikut menemaninya. Kelengketannya, membuat Duchess Anabella semakin jengah. Menurutnya terlalu berlebihan, dan alasannya hanya satu. Tidak bisa berjauhan.Dan seperti saat ini, keduanya turun dari kereta kuda. Duchess Anabella seharian ikut Duke Alex ke istana. Di saat Duke Alex sedang membahas sesuatu dengan Kaisar, barulah Duchess Anabella mengobrol hangat dengan sang Ratu."Aku mencintai mu." Duke Alex terus membujuk Duchess Anabella yang merasa kusut. Ia selalu memaksa istrinya ikut bersamanya. "Sayang, maaf aku tid
Pelayan Zoya yang melihat dari jauh kedatangan Duchess Anabella, beranjak menghampirinya. "Nyonya."Duchess Anabella menghentikan langkahnya, ia memandang Duke Alex yang berceloteh sendiri. Yang tengah asik mencium, menimang-nimang bayi gembulnya."Selama saya berkerja di kediaman ini. Saya tidak pernah melihat Tuan sebahagia itu. Saya yakin, Duke Alex sangat mencintai Duchess.""Apakah Emelin juga bahagia setelah melihat ini?""Saya yakin Emelin bahagia, pasti saat.ini dia sedang tersenyum."Duchess Anabella menatap langit, berusaha air matanya agar tidak tumpah. "Ya, aku sangat merindukannya.""Duchess."Duke Alex melangkah tergesa-gesa menghampiri istrinya. "Lihat, aku tidak kaku lagi menggendongnya."Duchess Anabella menggerakkan tangannya, mengelus pipinya. Tidak ada yang paling membahagiakan baginya, kecuali melihat kebahagian Duke Alex. Laki-laki yang sangat ia cintai. "Aku sangat senang, melihat mu seperti ini."
Suara tangisan itu, membuat Duke Alex melepaskan benda kenyal itu. Dia bergegas turun menghampiri putranya yang sedang menangis. "Sayang, sudah bangun."Duke Alex memeriksa bokong baby Oliver. Dan benar saja dugaannya, baby Oliver mengompol. "Sayang." Duke Alex kembali menaruh baby Oliver di box bayi. Kemudian mengganti popok dan pakaiannya. "Sekarang waktunya baby mengisi perut."Duchess Anabella tersenyum, ia mengulurkan kedua tangannya menyambut putranya itu. "Sini sayang."Duchess Anabella memasukkan benda kenyal berwarna hitam itu ke mulut baby Oliver. Dengan lahapnya, baby Oliver menyedot semua asinya. "Uh, lapar ya sayang." Gemesnya seraya menyentuh pipi gembulnya."Jadi pengen," ujar Duke Alex melihat putranya yang menyusu dengan rakus. Duke Alex mendekati salah satu milik istrinya. Namun kepalanya di hentikan oleh tangan Duchess Anabella."Sudah, sana mandi.""Tapi sayang, aku ma ...""Sayang, sana mandi atau tidak akan menda
OekOek Suara tangisan bayi itu, membuat Duke Alex langsung mengucek matanya. Ia langsung menyingkapi selimutnya, agar tangisan putranya tidak membangunkan wanita yang tengah tidur pulas itu. "Sayang, kenapa?" Tangannya yang terasa kaku itu, mencoba menggendong Baby Olive. Oliver yang artinya kesayangan. Sebuah nama yang Duke Alex berikan untuk putra pertamanya sekaligus putra tercintanya. Ia berharap, nama indah ini akan menjadikan sosok yang tangguh dan pemberani Saat tangannya menyentuh bokong bayi mungil yang terasa hangat itu. Dia langsung mengerti, putranya tengah ngompol. "Shut, sayang. Jangan menangis ya. Jangan bangunkan ibu mu, ayah akan menggantinya.". Ucap Duke Alex dengan lembut. Selama sebulan ini, ia berusaha menjadi suami yang baik. Menghabiskan waktu untuk istri dan putranya. Membantunya, sebisa mungkin. Agar istrinya, Duchess Anabella tidak terlalu lelah menjaga putranya. Meskipun ada ibu asuh, Duchess Anabella tetap menjaga putra
"Duchess,"Wanita itu memberikan hormat layaknya putri bangsawan ketika kesadarannya mulai memenuhi otaknya. Melihat Duchess Anabella, selain cantik dan anggun. Wanita di depannya mencerminkan wanita yang penuh kelembutan. Bahkan matanya saja tak bisa ia kedipkan. Pantas saja, Duke Leon sangat menyukai Duchess Anabella."Saya, Violet. Tunangan Duke Leon.""Silahkan," ujarnya Duchess Anabella mempersilahkan Violet duduk di depannya. "Dimana Duke Leon? Aku tidak melihatnya.""Tadi, Duke Alex ingin berbicara berdua dengan Duke Leon.""Kamu sangat cantik Violet,""Terima kasih atas pujian dari Duchess. Tetapi saya tidak secantik Duchess."Kini waktunya akhiri dan juga meminta maaf. Ia tidak ingin terlalu jauh menyakiti wanita di hadapannya. Ia pernah merasakan sakitnya, jadi ia tahu sakitnya. "Aku meminta maaf atas hubungan ku dengan Duke Leon. Sejujurnya aku tidak memiliki niat apapun. Kita hanya teman, masa lalu tetaplah akan menjad
"Tuan,"Masih tersenyum, Duchess Anabella merasakan sentuhan cinta Duke Alex dan penyesalannya. Tapi, hatinya masih belum bisa menerimanya. "Aku tidak bisa membahagiakan Tuan. Kejarlah, Floria. Cegah dia pergi.""Aku tidak mau, satu atap dengan mu aku sudah bahagia. Sebaiknya kamu istirahat, nanti malam kita akan mengadakan pertemuan."Harapan tidak akan pernah pupus dari hati manusia, termasuk dirinya. Biarlah nantinya jika dia di anggap bodoh sekalipun. Dia hanya mencintai istrinya, ini sudah jadi tugasnya membuat Duchess Anabella bahagia dan betah bersamanya."Baiklah, sejenak aku istirahat."Duke Alex mengangguk, ia pun mengantar Duchess ke kamarnya. Setelah ia membaringkan tubuh Duchess Anabella, mencium keningnya dan yang terakhir mencium perut buncitnya."Tidurlah dan maaf, aku telah memaksa mu untuk tetap di sisi ku. Meskipun kamu tidak menginginkannya." Ucap Duke Alex.Duchess Anabella memutar tubuhnya, ia tidak tahu harus mela
"Kamu ingin menyuruh pergi, seharusnya kamu yang pergi, Floria. Aku menemaninya sampai aku mengandung anaknya. Sedangkan kamu, kamu egois." Teriak Duchess Anabella. Ia bangkit dari kursinya, berjalan ke arah Floria."Duchesslah yang tak tahu malu, masuk ke kehidupan orang .... "plakTamparan keras itu langsung melayang di pipi kanan Floria. Duchess Anabella meluapkan semua emosinya. Ia marah, sangat marah mengingat kematian Emelin. Bahkan dia tidak bisa menuruti permintaan terakhir Emelin."Ada apa ini?" tanya Duke Alex.Floria pun langsung berhambur memeluk Duke Alex. Menangis dalam pelukannya. "Apa salah ku, Tuan?"Duke Alex pun memegangi pipi Floria yang lebam. Ia menatap tak percaya pada istrinya."Pergilah, jangan pernah datang ke kediaman ini lagi. Kali ini aku tidak bisa menahan lagi. Aku ingin kita berpisah, Duke. Aku tidak tahan dengan keberadaan mu dan juga Floria. Kalian anggap apa diriku, di sakiti lalu seenaknya saja kal
Duke Alex yang merasa pusing pun di temani Duchess Anabella tidur di kamarnya. Setengah hari keduanya berbincang, entah masa kecil Duke Alex atau masa kecil Duchess. Duke Alex juga mengatakan tidak ingin di ganggu oleh Floria. Padahal Floria sudah menawarkan untuk menemaninya. Namun Duke Alex tetap menolaknya. Berbagai cara Floria menawarkan diri, membuatkan camilan siang atau yang lainnya. Duke Alex tetap menolaknya, karena Duke Alex berpikir tidak akan ada lain hari lagi jika dia menolak di temani Duchess. Entahlah, dia merasa seperti itu. Seolah dia memiliki firasat akan berpisah jauh.Duchess Anabella pun menanyakan bagaimana dulu Duke Alex bertemu dengan Floria. Duke Alex bingung, ia tidak ingin mengulang masa lalunya atau membicarakan masa lalunya dengan Duchess Anabella."Ceritakan saja, kenapa harus melihat ku seperti itu? Jangan sungkan." Duchess Anabella bisa membaca wajah Duke Alex yang merasa ragu. Sepertinya dia memang tidak ingin membahasnya.Duke
"Apa maksud mu, Tuan?" Suara itu begitu dingin dan menekan. Duke Alex pun merangkul kedua pundaknya. Suka atau tidak, di curigai atau tidak. Sakit luar dalam jelas ia rasakan. Ia hanya ingin istrinya bahagia walaupun tidak bersamanya. Tidak ada seorang suami yang ingin memberikannya pada laki-laki lain, tidak ada seorang suami saat jatuh cinta menyuruhnya bersama orang lain. Bibirnya melengkung ke atas. "Aku tidak ada maksud tujuan apa pun Duchess. Aky hanya ingin menuruti semua permintaan mu,aku tidak bisa membuat mu bahagia. Setidaknya aku ingin kamu bahagia meskipun bersama orang lain." Duchess Anabella bisa merasakan laki-laki di depannya tengah menahan sakit hatinya. Apa benar dia melakukan itu hanya ingin membuatnya bahagia? Merasakan sakitnya dulu, hatinya menolak percaya. "Aku tidak percaya, apa yang Tuan lakukan? Aku akan mengajak Floria." Tangan Duke Alex pun mencegah Duchess Anabella melangkah. Giginya mengeluarkan gesekan tajam.