Pantas saja aku merasakan sesuatu ternyata ini penyebabnya batin Kesatria Luis menunduk.
Ia melepaskan nafas beratnya, ada rasa tak suka di hatinya. Semenjak kedatangan wanita ini lah Duchess Anabella sering menangis. Ia paham, bukan kematian Emelin yang membuatnya sedih, tapi kedatangan Floria. Duke Alex cerdas dan pintar dalam strategi perang. Namun bodoh dalam mengerti perasaan wanita.
Apa aku coba saja mendekati Duchess dan membuatnya cemburu? Dengan begitu kan aku bisa tau isi hati Duke Alex batin Kesatria Luis.
"Kesatria Luis."
"Ah, iya." Kesatria Luis langsung menunduk. "Maaf mengganggu waktunya Tuan dan Nona Floria. Tuan diminta untuk ke Istana."
"Tunggu aku." Duke Alex mencium kening Floria dengan sangat dalam.
Keduanya pun keluar dari kediaman Duke. Namun sampai di halaman istana. Matanya melihat Duchess Anabella. Rambutnya torambang ambing terbawa angin. Matanya sendu, tersimpan beribu kesedihan.
"Dengan cara apa aku menghilangkan kesedihannya?"
Dengan cara mengeluarkan nona Floria dari kediaman Duke batin Kesatria Luis. Mana mungkin dia akan mengatakannya. Tuanya itu pasti akan mengeluarkan taringnya.
Duke Alex pun melanjutkan langkahnya. Biasanya dia akan mengajak Duchess Anabella, tapi kali ini tidak, ia merasa sungkan. Duchess Anabella pasti menolaknya.
Sesampainya di istana. Duke Alex dan para bangsawan memasuki aula istana. Semua bangsawan pun dan Kaisar Ferland membahas masalah perpajakan. Ekspor dan Impor ke Negara asing. Setelah selesai membahas semuanya. Duke Alex keluar dari ruangan itu bersama dengan yang lainnya."Duke, kemarin aku bertemu dengan Duchess di toko gaun. Sepertinya Duchess membeli gaun. Lalu istri saya bertanya, Duchess membelikannya untuk nona Floria, tapi Duchess mengatakannya tidak." Ucap Viscount Alban sambil mengingat kejadian tempo lalu.
Duke Alex mencerna perkataan laki-laki di sampingnya. Istrinya memberikan sebuah gaun pada Floria, tapi gaun itu untuknya.
"Apa Duke akan menceraikan Duchess Anabella? Rumor pun sudah tersebar luas. Jika Duke membawa kekasih Duke. Istri ku saja dan bangsawan lainnya merasa kasihan tentang Duchess Anabella."
Mata Duke Alex menajam seperti pedang yang siap membelah.
glek
Viscount Alban mulai keluar keringat dingin. Apa perkataannya salah? Tidak mungkin. Rumor itu sudah jelas dan perkataan Duchess Anabella tentang Duke membawa kekasihnya tidak di sangkal.
"Siapa yang mengatakan aku akan menceraikan Duchess?" Duke Alex menarik kerah baju Viscount Alban.
"Du-Duke,"
Kesatria Luis yang melihatnya, merasa malu. Dia yang mengatakannya, Dia juga yang menanyakannya. Logika macam apa itu? Ingin sekali ia berteriak.
Duke Alex melepaskan kerah bajunya kembali. "Jangan pernah mengatakan apa pun. Aku tidak sudi kamu mengatakan tentang Duchess. Apa hak mu mengatakan aku menceraikannya? Hah,"
Amarah Duke Alex semakin tersulut. Semua bangsawan pun ada yang berbisik-bisik. Ada yang mengatakan Duke Alex mencintai Duchess Anabella. Ada juga yang mengatakan Duke Alex hanya kasihan.
"Ma-maaf, Tuan." Ucapnya terbata-bata.
Duke Alex meninggalkan Viscount Alban yang hampir pingsan. Lain kali dia tidak akan menanyakannya secara langsung. Hampir saja nyawanya menjadi taruhannya. Duke Alex kelihatan lembut, tapi dia tidak berbelas kasihan.
"Apa rumor itu memang sudah tersebar? Siapa yang menyebarkannya?" Duke Alex mendaratkan bokongnya secara kasar di kereta itu.
"Maaf, Tuan. Seharusnya Tuan senang. Karena Tuan juga mengatakannya sendiri. Jika Tuan akan menceraikan Nyonya."
"Diam!"
Aku yang ingin menyadarkannya. Aku yang salah.
"Apa aku membelikan gaun saja untuk Duchess? Sebagai pertanda permintaan maaf ku." Gumam Duke Alex sejenak berfikir.
"Kita ke Ibu Kota," ujar Duke Alex seraya menoleh ke arah jendela.
Sesampainya di Ibu Kota.
Duke Alex turun dari kereta megah itu. Matanya melihat sekeliling suasana Ibu Kota yang cukup ramai. Seperti biasa, ia mencari toko langganan istrinya. Memasuki toko bertuliskan papan The Anggela. Duke Alex melihat gaun yang terpajang jelas. Ia melangkah sambil menatap gaun di sampingnya. Matanya mengunci salah satu gaun. Ia memegang kain berbahan sutra terbaik itu. Sekelibat bayangan wajah Duchess Anabella memakai gaun berwarna hijau berpaduan dengan warna kuning."Gaun mana yang cocok untuk Tuan beli?" tanya sang pelayan.
"Aku ingin ini." Matanya masih memandang ke arah lainnya. "Dan itu." Tunjuk Duke Alex. Setelah selesai membeli gaun itu. Tak lupa Duke Alex memesan perhiasan untuk Duchess Anabella.
Setelah selesai membeli apa yang ia perlukan. Duke Alex mulai menaiki keretanya menuju kediamannya.Duke Alex turun dari keretanya dengan wajah senang. Ia yakin, Duchess Anabella akan suka dengan hadiah yang ia berikan. Langkahnya memasuki kediamannya. Ia menaiki anak tangga itu tergesa-gesa dan tanpa sengaja ia berpapasan dengan dengan Floria.
"Tuan,"
Matanya melihat sebuah kotak dengan kain beludru. "Apa ini untuk ku?" tanya Floria sambil mengambil kotak perhiasan itu.
Duke Alex menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Ia tidak tau harus mengelak atau menyetujuinya. Hadiah itu bukan untuk Floria, tapi menolaknya sama saja membuat wanita di depannya bersedih.
"Dan itu untuk ku juga."
Duke Alex melihat gaun yang di pegang oleh Kesatria Luis. Semuanya sudah berakhir, ia tidak bisa memberikannya pada Duchess. Ia tidak ingin membuat Floria bersedih, tapi ia ingin memberikannya pada Duchess.
Floria turun selangkah, ia mengambil dua kotak gaun itu yang terlihat jelas warna dan hiasannya.
Apa yang harus aku lakukan Batin Duke Alex merinding.
Di tempat lain.
Duchess Anabella menghadiri perjamuan teh yang di hadari para wanita bangsawan di rumah Duchess Ava. Ada tujuh wanita bangsawan yang sudah hadir. Hanya dirinya yang terlambat mendatangi perjamuan itu."Duchess Anabella." Sapa Duchess Ava dengan sopan. Para wanita bangsawan pun tersenyum menyambut kedatangannya.
"Maaf aku terlambat." Ucapnya dengan cepat.
"Oh, tidak masalah kami baru saja sampai." Ucap salah satu wanita memakai gaun berwarna kuning.
Tidak ada yang di bicarakan saat pertemuan itu. Hanya ada masalah sosialita, perhiasan yang bagus, gaun yang bagus. Hingga salah satu bangsawan wanita bersuara tentang Duke Alex yang membawa wanita pujaannya.
"Duchess, apa benar Duke Alex akan menikah dengan kekasihnya?"
Duchess Anabella meremas gaunnya. Inilah yang ia takuti, pertanyaan yang akan membuatnya hancur. Lidahnya terasa kelu, menyangkal pun kenyataan sudah ada di depan mata.
"Berarti Duke akan menjadikan kekasihnya istri keduanya." Ucap wanita lainnya.
"Apa Duchess tidak sakit hati dengan kedatangan wanita itu?"
"O iya, Viscountess Michelina pasti tau kan rasanya di duakan." Ucap bangsawan lainnya sambil menatap wanita yang memang menjadi istri kedua salah satu bangsawan.
"Aku dengar istri pertama akan kalah dengan istri kedua. Duchess tidak harus mengalah, Duchess adalah wanita yang sah dari Duke dan juga wanita pertama yang menemani Duke."
"Benar, Duchess harus melawan. Akan tetapi, sepertinya Duke Alex tidak akan adil. Duchess di jodohkan sementara wanita yang datang itu adalah kekasihnya."
Duchess Anabella menatap semua bangsawan wanita yang diam-diam menertawakannya dan mengasihinya. Air matanya, ia bisa menahannya, tapi hatinya sudah menangis darah.
"Cukup!" Bentaknya. Semua bangsawan bungkam, mereka saling melirik satu sama lainnya. Ada yang mengeluarkan kipasnya dan menoleh ke arah lain. "Ini masalah keluarga ku." Duchess Anabella memejamkan matanya. "Tidak ada urusannya dengan kalian. Aku menderita atau pun bahagia, sama sekali tidak ada urusannya dengan kalian semua." Duchess Anabella langsung pergi meninggalkan tempat menyesakkan itu. Ia berjalan dengan langkah berat. Seakan tubuhnya tak bisa ia tumpu. Ia langsung terduduk di tanah berumput itu. "Nyonya," ujar Zoya seraya membantu memapah tubuh majikannya. Sama hal dengan dirinya, air matanya tak bisa ia tahan. Sudah ia duga, semuanya akan seperti ini. Sudah cukup penderitaan bagi majikannya. Sampai kapan majikannya bisa hidup bahagia. Duchess Anabella di papah oleh Zoya sampai ke kereta. Selama di perjalanan, air matanya terus membasahi pipinya. "Ayah." Flasback "Anabell," seru seorang pria paruh baya dengan memp
Hurt eps 9."Uh, Romantisnya."Serentak keduanya melihat ke arah Duchess Anabella yang tersenyum."Duchess."Selangkah Duke Alex memundurkan langkahnya. Ia seperti seorang suami yang tertangkap basah berselingkuh. "Itu Duchess, tidak seperti yang Duchess pikirkan.""Oh, iya." Duchess Anabella mengerutkan keningnya. Ia tidak peduli dengan penjelasan basi dari Duke Alex. Telinganya sudah penuh dengan kisah mereka berdua."Duchess itu,""Kalungnya cantik Tuan Duke dan Nyonya Duchess. Tidak perlu menjelaska
"Aku tidak bisa menghidupinya. Setidaknya aku berusaha ...""Berusaha apa? Berusaha apa?" Duchess Anabella memegangi dadanya. "Dengan tangan ini. Aku merasakan darah segar Emelin. Wanita yang selalu mendampingi ku. Sedih atau pun senang dia tau. Makanan apa kesukaan ku,minuman apa kesukaan ku. Dia tau semuanya. Dan pada saat itu, dengan teganya Tuan menghukumnya layaknya binatang. Aku bisa meminta maaf atas nama Emelin. Seandainya Emelin masih hidup. Dia hanya ingin membela ku. Hatinya tidak tega melihat ku menangis. Setidaknya kamu memahaminya.""Duchess aku tidak bermaksud ...".Duchess Anabella memberikan kode agar Duke Alex menghentikan tangannya yang ingin menyentuhnya. "Aku muak dan sudah bosan tinggal di rumah ini."Duchess Anabella melangkah dengan cepat. Zoya pun berlari mengikuti langkah sang majikan. "Zoya, cepat bereskan semua pakaian ku. Aku tidak mau tinggal di sini lagi.""Baik, Nyonya." Zoya mengambil sebuah kotak besar penyim
"Bagaimana keadaannya?" tanya Duke Alex dengan cemas. Kali ini, dapat ia rasakan. Ia tidak bisa melihat wanita di depannya terbaring lemah."Nyonya Duchess terlalu banyak pikiran dan stress. Sepertinya Nyonya tertekan." Jelas sang Dokter.Duke Alex mengusap kepalanya secara kasar. Ia sadar, akhir-akhir ini telah membuat Duchess Anabella tertekan. Seandainya dia tidak menghukum Emelin, kehidupan rumah tangganya tidak akan seperti ini."Tuan, jangan khawatir. Keadaan Duchess pasti baik-baik saja." Ucap Floria. Ia meraih lengan Duke Alex untuk meyakinkannya.Pria ber jas putih, itu melirik dan menggeleng pelan. Hidupnya saja sudah susah menahan kemarahan istrinya. Apa lagi dua istri, mungkin telinganya akan meledak."Baiklah, saya pamit Tuan Duke."Duke Alex pun mengangguk, ia melepaskan tangan Floria. Lalu menghampiri ranjang Duchess, ia duduk tepi ranjangnya. "Duchess, aku minta maaf." Duke Alex mencium kening Duchess Anabella.Floria la
"Apa maksud mu? Pungutan orang lain apa?" tanya Duke Alex seraya melangkah ke arahnya.Duchess Anabella menutup bukunya dengan kasar, ia menaruhnya di atas meja. Lalu menoleh, "Apa Tuan memberikannya karena tidak di sukai oleh nona Floria atau jangan-jangan Tuan merasa tidak cocok pada nona Floria."Duke Alex memegangi dadanya, tuduhan itu membuatnya nyeri. Sekalipun ia tidak pernah meminta pendapat Floria tentang gaun itu. Semuanya itu murni pilihannya sendiri, tanpa bantuan orang lain."Semuanya itu aku yang membelinya, tidak ada campur Floria sedikit pun."Duchess Anabella berdiri, benar atau tidak. Hatinya tidak percaya. "Aku tidak mempercayainya. Silahkan bawa semua barang itu ke tempat semestinya.""Duchess, aku memilihnya sendiri, tangan ku sendiri yang merasakannya. Floria tadi membeli gaun sendiri tanpa aku menemaninya. Aku yang memilihnya sendiri tanpa campur tangan siapa pun.""Zoya,""Saya Nyonya." Zoya sedikit melihat ke ar
UmmmDuke Alex membuka matanya, ia merasakan sesuatu di atas tubuhnya. Matanya langsung membulat sempurna. Ia memindahkan tangan yang melingkar di atas perutnya. Lalu menyingkapi selimutnya, ia bernafas lega. Tidak terjadi apa-apa pada dirinya. Masih berpakaian utuh. Ia pun turun dari ranjangnya dengan hati-hati. Agar tidak ada yang tau, ia tidur dengan Floria. Tidak enak, jika sampai di telinga Duchess. Bagaimanapun juga, wanita itu masih istri sahnya.krek"Tuan."Wanita berpakaian pelayan itu pun menunduk, entah apa yang terjadi tadi malam. Ia hanya berharap tidak terjadi sesuatu. Ia begitu kasihan pada Duchess Anabella. Perkataan Duchess Anabella masih memenuhi di telinganya."Kamu siapkan keperluan Floria, aku akan memakai kamar lain. Dan panggilkan pelayan untuk menyiapkan semua keperluan ku.""Baik Tuan." Sahut Emma. Ia pun langsung memasuki kediaman Duke. Lagi-lagi ia bisa bernafas lega. Majikannya tidak menghabiskan waktu deng
"Alban," Laki-laki itu langsung membantu tubuh Alban yang tersungkur ke tanah. "Maaf aku tidak sengaja, aku minta maaf," ucap Duchess Anabella merasa bersalah pada anak kecil yang menabraknya tadi. Hingga matanya terbuka lebar, melihat laki-laki yang didekorasi dengan sempurna. Dagunya pun sampai terjatuh. "Hah," Duchess Anabella langsung menunduk. "Tidak apa-apa, seharusnya kami ya
Kesatria Luis menarik pedangnya. Kemudian menyodorkan ke leher Duke Leon. Ujung pedang itu sedikit menusuk Duke Leon. Dari awal dia memang curiga, tapi ia mengembangkan-pura untuk mengelabui mereka. Dan dua ekor tikus itu akhirnya keluar dari sarangnya. Siapa sangka, ia akan menemukan di kamar majikannya. melihat keduanya menaiki teras sang majikannya membuat darah. Ia takut terjadi sesuatu dan akhirnya masuk setelah Zoya jika ada seseorang yang memasuki kamar Duchess Anabella. Duchess Anabel
Tiga bulan telah berlalu. Hubungan Duchess Anabella dan Duke Alex semakin membaik. Bahkan keduanya sangat harmonis. Dimana ada Duke Alex sudah pasti ada Duchess Anabella. Tak heran, jika keduanya menjadi perbincangan panas di antara para bangsawan. Pernikahan yang awalnya sempat hancur. Kini telah membaik. Duke Alex selalu menempel pada Duchess Anabella. Jika ada sesuatu yang mendesak di istana. Duke Alex selalu meminta Duchess Anabella ikut menemaninya. Kelengketannya, membuat Duchess Anabella semakin jengah. Menurutnya terlalu berlebihan, dan alasannya hanya satu. Tidak bisa berjauhan.Dan seperti saat ini, keduanya turun dari kereta kuda. Duchess Anabella seharian ikut Duke Alex ke istana. Di saat Duke Alex sedang membahas sesuatu dengan Kaisar, barulah Duchess Anabella mengobrol hangat dengan sang Ratu."Aku mencintai mu." Duke Alex terus membujuk Duchess Anabella yang merasa kusut. Ia selalu memaksa istrinya ikut bersamanya. "Sayang, maaf aku tid
Pelayan Zoya yang melihat dari jauh kedatangan Duchess Anabella, beranjak menghampirinya. "Nyonya."Duchess Anabella menghentikan langkahnya, ia memandang Duke Alex yang berceloteh sendiri. Yang tengah asik mencium, menimang-nimang bayi gembulnya."Selama saya berkerja di kediaman ini. Saya tidak pernah melihat Tuan sebahagia itu. Saya yakin, Duke Alex sangat mencintai Duchess.""Apakah Emelin juga bahagia setelah melihat ini?""Saya yakin Emelin bahagia, pasti saat.ini dia sedang tersenyum."Duchess Anabella menatap langit, berusaha air matanya agar tidak tumpah. "Ya, aku sangat merindukannya.""Duchess."Duke Alex melangkah tergesa-gesa menghampiri istrinya. "Lihat, aku tidak kaku lagi menggendongnya."Duchess Anabella menggerakkan tangannya, mengelus pipinya. Tidak ada yang paling membahagiakan baginya, kecuali melihat kebahagian Duke Alex. Laki-laki yang sangat ia cintai. "Aku sangat senang, melihat mu seperti ini."
Suara tangisan itu, membuat Duke Alex melepaskan benda kenyal itu. Dia bergegas turun menghampiri putranya yang sedang menangis. "Sayang, sudah bangun."Duke Alex memeriksa bokong baby Oliver. Dan benar saja dugaannya, baby Oliver mengompol. "Sayang." Duke Alex kembali menaruh baby Oliver di box bayi. Kemudian mengganti popok dan pakaiannya. "Sekarang waktunya baby mengisi perut."Duchess Anabella tersenyum, ia mengulurkan kedua tangannya menyambut putranya itu. "Sini sayang."Duchess Anabella memasukkan benda kenyal berwarna hitam itu ke mulut baby Oliver. Dengan lahapnya, baby Oliver menyedot semua asinya. "Uh, lapar ya sayang." Gemesnya seraya menyentuh pipi gembulnya."Jadi pengen," ujar Duke Alex melihat putranya yang menyusu dengan rakus. Duke Alex mendekati salah satu milik istrinya. Namun kepalanya di hentikan oleh tangan Duchess Anabella."Sudah, sana mandi.""Tapi sayang, aku ma ...""Sayang, sana mandi atau tidak akan menda
OekOek Suara tangisan bayi itu, membuat Duke Alex langsung mengucek matanya. Ia langsung menyingkapi selimutnya, agar tangisan putranya tidak membangunkan wanita yang tengah tidur pulas itu. "Sayang, kenapa?" Tangannya yang terasa kaku itu, mencoba menggendong Baby Olive. Oliver yang artinya kesayangan. Sebuah nama yang Duke Alex berikan untuk putra pertamanya sekaligus putra tercintanya. Ia berharap, nama indah ini akan menjadikan sosok yang tangguh dan pemberani Saat tangannya menyentuh bokong bayi mungil yang terasa hangat itu. Dia langsung mengerti, putranya tengah ngompol. "Shut, sayang. Jangan menangis ya. Jangan bangunkan ibu mu, ayah akan menggantinya.". Ucap Duke Alex dengan lembut. Selama sebulan ini, ia berusaha menjadi suami yang baik. Menghabiskan waktu untuk istri dan putranya. Membantunya, sebisa mungkin. Agar istrinya, Duchess Anabella tidak terlalu lelah menjaga putranya. Meskipun ada ibu asuh, Duchess Anabella tetap menjaga putra
"Duchess,"Wanita itu memberikan hormat layaknya putri bangsawan ketika kesadarannya mulai memenuhi otaknya. Melihat Duchess Anabella, selain cantik dan anggun. Wanita di depannya mencerminkan wanita yang penuh kelembutan. Bahkan matanya saja tak bisa ia kedipkan. Pantas saja, Duke Leon sangat menyukai Duchess Anabella."Saya, Violet. Tunangan Duke Leon.""Silahkan," ujarnya Duchess Anabella mempersilahkan Violet duduk di depannya. "Dimana Duke Leon? Aku tidak melihatnya.""Tadi, Duke Alex ingin berbicara berdua dengan Duke Leon.""Kamu sangat cantik Violet,""Terima kasih atas pujian dari Duchess. Tetapi saya tidak secantik Duchess."Kini waktunya akhiri dan juga meminta maaf. Ia tidak ingin terlalu jauh menyakiti wanita di hadapannya. Ia pernah merasakan sakitnya, jadi ia tahu sakitnya. "Aku meminta maaf atas hubungan ku dengan Duke Leon. Sejujurnya aku tidak memiliki niat apapun. Kita hanya teman, masa lalu tetaplah akan menjad
"Tuan,"Masih tersenyum, Duchess Anabella merasakan sentuhan cinta Duke Alex dan penyesalannya. Tapi, hatinya masih belum bisa menerimanya. "Aku tidak bisa membahagiakan Tuan. Kejarlah, Floria. Cegah dia pergi.""Aku tidak mau, satu atap dengan mu aku sudah bahagia. Sebaiknya kamu istirahat, nanti malam kita akan mengadakan pertemuan."Harapan tidak akan pernah pupus dari hati manusia, termasuk dirinya. Biarlah nantinya jika dia di anggap bodoh sekalipun. Dia hanya mencintai istrinya, ini sudah jadi tugasnya membuat Duchess Anabella bahagia dan betah bersamanya."Baiklah, sejenak aku istirahat."Duke Alex mengangguk, ia pun mengantar Duchess ke kamarnya. Setelah ia membaringkan tubuh Duchess Anabella, mencium keningnya dan yang terakhir mencium perut buncitnya."Tidurlah dan maaf, aku telah memaksa mu untuk tetap di sisi ku. Meskipun kamu tidak menginginkannya." Ucap Duke Alex.Duchess Anabella memutar tubuhnya, ia tidak tahu harus mela
"Kamu ingin menyuruh pergi, seharusnya kamu yang pergi, Floria. Aku menemaninya sampai aku mengandung anaknya. Sedangkan kamu, kamu egois." Teriak Duchess Anabella. Ia bangkit dari kursinya, berjalan ke arah Floria."Duchesslah yang tak tahu malu, masuk ke kehidupan orang .... "plakTamparan keras itu langsung melayang di pipi kanan Floria. Duchess Anabella meluapkan semua emosinya. Ia marah, sangat marah mengingat kematian Emelin. Bahkan dia tidak bisa menuruti permintaan terakhir Emelin."Ada apa ini?" tanya Duke Alex.Floria pun langsung berhambur memeluk Duke Alex. Menangis dalam pelukannya. "Apa salah ku, Tuan?"Duke Alex pun memegangi pipi Floria yang lebam. Ia menatap tak percaya pada istrinya."Pergilah, jangan pernah datang ke kediaman ini lagi. Kali ini aku tidak bisa menahan lagi. Aku ingin kita berpisah, Duke. Aku tidak tahan dengan keberadaan mu dan juga Floria. Kalian anggap apa diriku, di sakiti lalu seenaknya saja kal
Duke Alex yang merasa pusing pun di temani Duchess Anabella tidur di kamarnya. Setengah hari keduanya berbincang, entah masa kecil Duke Alex atau masa kecil Duchess. Duke Alex juga mengatakan tidak ingin di ganggu oleh Floria. Padahal Floria sudah menawarkan untuk menemaninya. Namun Duke Alex tetap menolaknya. Berbagai cara Floria menawarkan diri, membuatkan camilan siang atau yang lainnya. Duke Alex tetap menolaknya, karena Duke Alex berpikir tidak akan ada lain hari lagi jika dia menolak di temani Duchess. Entahlah, dia merasa seperti itu. Seolah dia memiliki firasat akan berpisah jauh.Duchess Anabella pun menanyakan bagaimana dulu Duke Alex bertemu dengan Floria. Duke Alex bingung, ia tidak ingin mengulang masa lalunya atau membicarakan masa lalunya dengan Duchess Anabella."Ceritakan saja, kenapa harus melihat ku seperti itu? Jangan sungkan." Duchess Anabella bisa membaca wajah Duke Alex yang merasa ragu. Sepertinya dia memang tidak ingin membahasnya.Duke
"Apa maksud mu, Tuan?" Suara itu begitu dingin dan menekan. Duke Alex pun merangkul kedua pundaknya. Suka atau tidak, di curigai atau tidak. Sakit luar dalam jelas ia rasakan. Ia hanya ingin istrinya bahagia walaupun tidak bersamanya. Tidak ada seorang suami yang ingin memberikannya pada laki-laki lain, tidak ada seorang suami saat jatuh cinta menyuruhnya bersama orang lain. Bibirnya melengkung ke atas. "Aku tidak ada maksud tujuan apa pun Duchess. Aky hanya ingin menuruti semua permintaan mu,aku tidak bisa membuat mu bahagia. Setidaknya aku ingin kamu bahagia meskipun bersama orang lain." Duchess Anabella bisa merasakan laki-laki di depannya tengah menahan sakit hatinya. Apa benar dia melakukan itu hanya ingin membuatnya bahagia? Merasakan sakitnya dulu, hatinya menolak percaya. "Aku tidak percaya, apa yang Tuan lakukan? Aku akan mengajak Floria." Tangan Duke Alex pun mencegah Duchess Anabella melangkah. Giginya mengeluarkan gesekan tajam.