Kesatria Luis mengantarkan Dokter pribadi kediaman Duke ke kamar Duchess Anabella. Sesampainya di sana, ia mengetuk pintu kokoh itu. Dari dalam kamar, terdengar langkah tergesa-gesa mendekati mereka.
"Tuan," ujar Zoya seraya membuka pintu. Ia menoleh. "Maaf, Nyonya tidak ingin di ganggu."
"Tapi, Nyonya harus di periksa." Ucap Kesatria Luis.
"Aku tidak butuh pemeriksaan Dokter. Biarkan luka ini terlihat. Luka ini tidak sebanding apa yang Tuan Duke perbuat." Ucap Duchess Anabella seraya berjalan menghampiri Kesatria Luis dan pria paruh baya itu.
"Nyonya, biar saya memeriksa keadaan Nyonya." Sanggah pria berjas putih itu. Ia merasa iba melihat kondisi Duchess Anabella. Semua orang pun sudah mendengar rumor tentangnya. Apa lagi dirinya, tentu ia merasa prihatin. "Tolong, Nyonya."
"Pergilah, aku tidak ingin di ganggu. Emelin yang akan mengobati ku." Duchess Anabella tersadar apa yang ia ucapkan. Biasanya Emelin akan melakukannya. Luka sekecil apa pun dia akan heboh mengambil obat. "Maksud ku, biarkan Zoya yang mengobati ku. Luka ini tidak akan membuat ku mati," Duchess Anabella tidak melanjutkan perkataannya. Setiap mengingat Emelin. Ia terus terbayang dengan wajahnya. "Tapi luka ini akan membunuh ku secara perlahan-lahan." Gumamnya pelan. Ia membalikkan tubuhnya menuju teras depan. Kejadian demi kejadian membuat hidupnya seperti di neraka.
Sedangkan Kesatria Luis, ia pun langsung melaporkan pada Duke Alex tentang penolakan Duchess Anabella. Duke Alex yang mendengarnya pun merasa bersalah. Tidak seharusnya dia menghukum Emelin membuat istrinya marah. Seolah tidak akan ada lagi kelembutan di matanya. "Aku akan menemuinya."
"Tuan, sebaiknya untuk saat ini. Biarkan Duchess Anabella berfikir jernih."
Duke Alex membenarkan perkataan Kesatria Luis, tetapi ia tidak sabar ingin menemui Duchess Anabella, mejelaskan semuanya. Ia menghela nafas panjang. "Baiklah."
Kini malam telah tiba. Duke Alex menyuruh pelayan memanggil Floria sekaligus Duchess Anabella. Floria tiba di di ruang makan ini. Duke Alex menyambut hangat kedatangannya. Ia menaruh sup daging ayam di piring Floria. "Makanlah dengan lahap."
Sementara di ambang pintu. Duchess Anabella melihat semuanya. Ia muak dan muak pada kedua orang itu. Tidak bisa di bohongi, hatinya sangat merasakan sakit. Sebenci apa pun, hatinya masih mengukir nama Duke Alex.
Kedatangan Duchess Anabella membuat keduanya berhenti. Duke Alex tersenyum, "Duchess ini makanlah." Duke Alex mengambil sup daging itu. Dia menaruh di piring Duchess Anabella.
"Zoya, siapkan piring lainnya. Aku tidak berselera."
Deg
Duke Alex yang masih memegang sendok. Tangannya bergetar. Kali ini Duchess Anabella benar-benar tidak melihatnya. "Duchess aku,"
Zoya diam, ia melirik ke arah Duke. Ia tak enak hati, posisinya serba salah.
"Zoya, apa kamu tidak mendengarkan perkataan ku? Ambilkan piring lainnya."
"Ba-baik, Nyonya."
"Tidak perlu, Duchess harus memakannya."
Zoya menghentikan langkahnya.
"Zoya, kenapa berhenti? Cepat ambilkan piring lainnya." Bentak Duchess Anabella mendekik tajam.
"Duchess!" Dengan suara meninggi.
"Apa Tuan menyuruh ku untuk memakan sesuatu yang sama dengan nona Floria? Apa Tuan tau makanan kesukaan ku? Warna kesukaan ku? Bunga kesukaan ku, tidak, kan." Duchess Anabella menatap wanita di depannya yang menunduk.
"Jadi jangan menyuruh ku untuk makan yang sama dan menuruti sesuai selera mu, Tuan. Apa yang Tuan suka? Belum tentu aku menyukainya." Duchess Anabella berdiri. Ia melenggang pergi dari ruangan itu. Biarkan ia terlihat buruk karena ketidak sopanannya. Percuma saja, di mata bangsawan namanya sudah buruk. Lalu apa yang harus di pertahankan selain harga dirinya saat ini.
Duchess Anabella menyilangkan kedua tangannya di dadanya seraya mengelus lengannya. Angin malam menyeruak memasuki kain putih di tubuhnya. Kulitnya merasakan dingin, tapi hatinya merasakan panas. Dinginnya angin malam tidak membuat hatinya dingin. Hembusan angin malam itu membuat air matanya yang jatuh terbawa angin. Tidak ada yang bisa ia lakukan selain mengeluarkan air matanya agar hatinya tidak merasakan sesak sedikit pun.
"Nyonya, angin malam tidak baik untuk Nyonya dan bayi Nyonya."
Duchess Anabella mengangguk, ia sudah cukup melihat hamparan langit di penuhi bintang.
Duchess Anabella menaiki ranjangnya, tangan Zoya dengan cepat menarik selimut putih itu menutupi tubuh Duchess Anabella sampai ke dadanya. Perlahan-lahan Duchess Anabella menutup matanya. Matanya terasa panas karena sering mengeluarkan rasa sesak di dadanya.
Zoya memandang wajah teduh dan cantik. Seandainya Emelin masih hidup, sahabatnya itu akan menceritakan semua yang di alami oleh Duchess. Kadang sahabatnya itu menangis mengingat guncangan yang di alami Duchess Anabella. "Tidurlah, semoga mimpi indah."
Zoya keluar dari kamar Duchess Anabella. Ia menutup handle pintu itu dengan hati-hati agar tidak mengganggu Duchess Anabella. Namun saat dia membalikkan badannya. Matanya berpapasan dengan Duke Alex. "Tuan,"
"Apa Duchess sudah tidur?" tanya Duke Alex.
"Baru saja tidur, Tuan." Jawab Zoya.
"Aku ingin menemuinya." Zoya meminggirkan tubuhnya. Ia mengelus dadanya, ia berharap kedatangan Duke Alex tidak memicu pertengkaran lagi. Ia merasa kasihan, setiap saat hanya ada tangisan dan isakan di bibir Duchess Anabella.
Sedangkan Duke Alex, langkahnya mendekati ranjang yang mulai di tutupi kelmabu kain berwarna putih dengan ukiran bunga mawar putih. Ia menyingkapi kelambu itu, matanya meneliti setiap sudut wajah di depannya. Ia menggerakkan tangannya, menghapus jejak air matanya. Kedua kakinya menekuk di sisi ranjang, tangannya menggenggam tangan kiri kanan wanita di depannya. "Aku minta maaf, aku tidak tau kepergian Emelin membuat mu sesedih ini. Aku, aku sangat minta maaf." Ia mencium tangan lembut itu dengan butiran air yang meluncur di pipinya. Hidupnya seakan sepi saat wanita ini mendiaminya.
"Duchess."
Ia mengelus pipinya, membaringkan kepalanya di bantal yang sama, membenamkan di ceruk lehernya. "Aku minta maaf, seandainya aku tidak menghukum Emelin. Kamu tidak akan mendiami ku seperti ini. Selama ini aku tidak pernah merasakan kemarahan mu. Akhirnya aku merasakannya."
Mata itu terbuka dengan air mata keluar, bukan hanya kematian Emelin yang membuatnya sedih, tetapi, kedatangan wanita masa lalunya. Ia memejamkan matanya kembali. Ia berusaha menahan isak tangisnya.
Duke Alex berdiri, lagi-lagi ia menghapus air mata Duchess Anabella. "Kepergiannya membuat mu sesedih ini." Duke Alex berjalan memutari ranjangnya. Ia menaiki ranjang itu di sisi lainnya. Dengan hati-hati, membaringkan tubuhnya. Ia mengelus perut buncit Duchess Anabella. Tangannya merasakan pergerakan sesuatu di dalam perut itu. Anaknya merespon setiap pergerakannya.
"Dia, dia." Duke Alex mendekatkan telinganya. Seolah anaknya berbicara sesuatu. Ia mengelus lagi dan mencium perut buncit istrinya.
Emm
Lenguhan Duchess Anabella membuat Duke Alex langsung memundurkan kepalanya. Ia melihat mata Duchess Anabella yang masih tertutup. "Untung saja, jika dia membuka matanya. Pasti aku akan menjadi daging panggang." Ucap Duke Alex seraya mengelap keringat di dahinya. Ia pun membaringkan tubuhnya di sisi Duchess Anabella tepat di samping dadanya. Ia mendongak dan kembali mengelus pipinya. Matanya mulai lelah sedangkan tangannya ia biarkan tetap mengelus Duchess Anabella sampai dengkuran halus itu mulai terdengar.
Duchess Anabella membuka kembali matanya, lalu menggenggam tangan yang masih menyentuh pipinya. Ia menatap wajah Duke Alex, tidak pernah ia bosan melihat wajah tampan itu. "Apa dia bisa tidur tanpa menggunakan bantal?"
Duchess Anabella mengambil bantal di sampingnya. Namun tidak memungkinkan, Duke Alex malah memeluknya. "Kenapa dia masih belum mengganti bajunya?" Duchess Anabella beringsut duduk. Ia membuka kancing baju kebesaran Duke Alex.
"Duchess." Gumam Duke Alex mencari kehangatan di tubuh istrinya.
Duchess Anabella diam mematung, ia membaringkan tubuhnya. Menjadikan tangan kirinya bantal untuk kepala Duke. Mengelus kepalanya layaknya seorang anak kecil. Ia begitu sangat menyayangi dan mencintai Duke Alex, tetapi keadaannya tidak bisa membuat mereka bersatu. "Terima kasih, mengenal mu. Aku jadi tau apa itu cinta." Duchess Anabella mencium kening Duke Alex. "Semoga kamu bahagia."
Ke esokan harinya.Sinarnya matahari menyeludup memasuki jendela kaca itu, membuat sang empu menggeliat. Ia meraba seseorang di sampingnya. Namun tidak ada siapa pun. Bunyi burung yang bertengger pun di pohon cemara memasuki telinganya. Ia membuka matanya, silaunya cahaya matahari membuatnya mengucek matanya."Emmm,"Ia menoleh, tidak melihat siapa pun. Ia beringsut duduk. Lalu menggelengkan kepalanya. Pikirannya mulai tenang, semenjak berpisah ranjang dengan istrinya karena kedatangan Floria. Ia harus berpisah ranjang. Ia takut membuat Floria cemburu dan selama itu pula ia susah untuk tidur, biasanya Duchess Anabella akan mengelus kepalanya sampai ia tertidur pulas. Namun sekarang tidak lagi. Entah, pernikahannya bahagia atau tidak dengan Floria. Ia yakin akan bahagia. Saat itu ia akan memeluk mesra wanita yang ia cintai. Namun, bukannya wajah Floria, tetapi wajah Duchess Anabella yang menghantuinya. Ia menggeleng, mungkin karena sem
Pantas saja aku merasakan sesuatu ternyata ini penyebabnya batin Kesatria Luis menunduk.Ia melepaskan nafas beratnya, ada rasa tak suka di hatinya. Semenjak kedatangan wanita ini lah Duchess Anabella sering menangis. Ia paham, bukan kematian Emelin yang membuatnya sedih, tapi kedatangan Floria. Duke Alex cerdas dan pintar dalam strategi perang. Namun bodoh dalam mengerti perasaan wanita.Apa aku coba saja mendekati Duchess dan membuatnya cemburu? Dengan begitu kan aku bisa tau isi hati Duke Alex batin Kesatria Luis."Kesatria Luis.""Ah, iya." Kesatria Luis langsung menunduk. "Maaf mengganggu waktunya Tuan dan Nona Floria. Tuan diminta untuk ke Istana.""Tunggu aku." Duke Alex mencium kening Floria dengan sangat dalam.Keduanya pun keluar dari kediaman Duke. Namun sampai di halaman istana. Matanya melihat Duchess Anabella. Rambutnya torambang ambing terbawa angin. Matanya sendu, tersimpan beribu kesedihan."Dengan cara apa aku menghi
"Cukup!" Bentaknya. Semua bangsawan bungkam, mereka saling melirik satu sama lainnya. Ada yang mengeluarkan kipasnya dan menoleh ke arah lain. "Ini masalah keluarga ku." Duchess Anabella memejamkan matanya. "Tidak ada urusannya dengan kalian. Aku menderita atau pun bahagia, sama sekali tidak ada urusannya dengan kalian semua." Duchess Anabella langsung pergi meninggalkan tempat menyesakkan itu. Ia berjalan dengan langkah berat. Seakan tubuhnya tak bisa ia tumpu. Ia langsung terduduk di tanah berumput itu. "Nyonya," ujar Zoya seraya membantu memapah tubuh majikannya. Sama hal dengan dirinya, air matanya tak bisa ia tahan. Sudah ia duga, semuanya akan seperti ini. Sudah cukup penderitaan bagi majikannya. Sampai kapan majikannya bisa hidup bahagia. Duchess Anabella di papah oleh Zoya sampai ke kereta. Selama di perjalanan, air matanya terus membasahi pipinya. "Ayah." Flasback "Anabell," seru seorang pria paruh baya dengan memp
Hurt eps 9."Uh, Romantisnya."Serentak keduanya melihat ke arah Duchess Anabella yang tersenyum."Duchess."Selangkah Duke Alex memundurkan langkahnya. Ia seperti seorang suami yang tertangkap basah berselingkuh. "Itu Duchess, tidak seperti yang Duchess pikirkan.""Oh, iya." Duchess Anabella mengerutkan keningnya. Ia tidak peduli dengan penjelasan basi dari Duke Alex. Telinganya sudah penuh dengan kisah mereka berdua."Duchess itu,""Kalungnya cantik Tuan Duke dan Nyonya Duchess. Tidak perlu menjelaska
"Aku tidak bisa menghidupinya. Setidaknya aku berusaha ...""Berusaha apa? Berusaha apa?" Duchess Anabella memegangi dadanya. "Dengan tangan ini. Aku merasakan darah segar Emelin. Wanita yang selalu mendampingi ku. Sedih atau pun senang dia tau. Makanan apa kesukaan ku,minuman apa kesukaan ku. Dia tau semuanya. Dan pada saat itu, dengan teganya Tuan menghukumnya layaknya binatang. Aku bisa meminta maaf atas nama Emelin. Seandainya Emelin masih hidup. Dia hanya ingin membela ku. Hatinya tidak tega melihat ku menangis. Setidaknya kamu memahaminya.""Duchess aku tidak bermaksud ...".Duchess Anabella memberikan kode agar Duke Alex menghentikan tangannya yang ingin menyentuhnya. "Aku muak dan sudah bosan tinggal di rumah ini."Duchess Anabella melangkah dengan cepat. Zoya pun berlari mengikuti langkah sang majikan. "Zoya, cepat bereskan semua pakaian ku. Aku tidak mau tinggal di sini lagi.""Baik, Nyonya." Zoya mengambil sebuah kotak besar penyim
"Bagaimana keadaannya?" tanya Duke Alex dengan cemas. Kali ini, dapat ia rasakan. Ia tidak bisa melihat wanita di depannya terbaring lemah."Nyonya Duchess terlalu banyak pikiran dan stress. Sepertinya Nyonya tertekan." Jelas sang Dokter.Duke Alex mengusap kepalanya secara kasar. Ia sadar, akhir-akhir ini telah membuat Duchess Anabella tertekan. Seandainya dia tidak menghukum Emelin, kehidupan rumah tangganya tidak akan seperti ini."Tuan, jangan khawatir. Keadaan Duchess pasti baik-baik saja." Ucap Floria. Ia meraih lengan Duke Alex untuk meyakinkannya.Pria ber jas putih, itu melirik dan menggeleng pelan. Hidupnya saja sudah susah menahan kemarahan istrinya. Apa lagi dua istri, mungkin telinganya akan meledak."Baiklah, saya pamit Tuan Duke."Duke Alex pun mengangguk, ia melepaskan tangan Floria. Lalu menghampiri ranjang Duchess, ia duduk tepi ranjangnya. "Duchess, aku minta maaf." Duke Alex mencium kening Duchess Anabella.Floria la
"Apa maksud mu? Pungutan orang lain apa?" tanya Duke Alex seraya melangkah ke arahnya.Duchess Anabella menutup bukunya dengan kasar, ia menaruhnya di atas meja. Lalu menoleh, "Apa Tuan memberikannya karena tidak di sukai oleh nona Floria atau jangan-jangan Tuan merasa tidak cocok pada nona Floria."Duke Alex memegangi dadanya, tuduhan itu membuatnya nyeri. Sekalipun ia tidak pernah meminta pendapat Floria tentang gaun itu. Semuanya itu murni pilihannya sendiri, tanpa bantuan orang lain."Semuanya itu aku yang membelinya, tidak ada campur Floria sedikit pun."Duchess Anabella berdiri, benar atau tidak. Hatinya tidak percaya. "Aku tidak mempercayainya. Silahkan bawa semua barang itu ke tempat semestinya.""Duchess, aku memilihnya sendiri, tangan ku sendiri yang merasakannya. Floria tadi membeli gaun sendiri tanpa aku menemaninya. Aku yang memilihnya sendiri tanpa campur tangan siapa pun.""Zoya,""Saya Nyonya." Zoya sedikit melihat ke ar
UmmmDuke Alex membuka matanya, ia merasakan sesuatu di atas tubuhnya. Matanya langsung membulat sempurna. Ia memindahkan tangan yang melingkar di atas perutnya. Lalu menyingkapi selimutnya, ia bernafas lega. Tidak terjadi apa-apa pada dirinya. Masih berpakaian utuh. Ia pun turun dari ranjangnya dengan hati-hati. Agar tidak ada yang tau, ia tidur dengan Floria. Tidak enak, jika sampai di telinga Duchess. Bagaimanapun juga, wanita itu masih istri sahnya.krek"Tuan."Wanita berpakaian pelayan itu pun menunduk, entah apa yang terjadi tadi malam. Ia hanya berharap tidak terjadi sesuatu. Ia begitu kasihan pada Duchess Anabella. Perkataan Duchess Anabella masih memenuhi di telinganya."Kamu siapkan keperluan Floria, aku akan memakai kamar lain. Dan panggilkan pelayan untuk menyiapkan semua keperluan ku.""Baik Tuan." Sahut Emma. Ia pun langsung memasuki kediaman Duke. Lagi-lagi ia bisa bernafas lega. Majikannya tidak menghabiskan waktu deng
Tiga bulan telah berlalu. Hubungan Duchess Anabella dan Duke Alex semakin membaik. Bahkan keduanya sangat harmonis. Dimana ada Duke Alex sudah pasti ada Duchess Anabella. Tak heran, jika keduanya menjadi perbincangan panas di antara para bangsawan. Pernikahan yang awalnya sempat hancur. Kini telah membaik. Duke Alex selalu menempel pada Duchess Anabella. Jika ada sesuatu yang mendesak di istana. Duke Alex selalu meminta Duchess Anabella ikut menemaninya. Kelengketannya, membuat Duchess Anabella semakin jengah. Menurutnya terlalu berlebihan, dan alasannya hanya satu. Tidak bisa berjauhan.Dan seperti saat ini, keduanya turun dari kereta kuda. Duchess Anabella seharian ikut Duke Alex ke istana. Di saat Duke Alex sedang membahas sesuatu dengan Kaisar, barulah Duchess Anabella mengobrol hangat dengan sang Ratu."Aku mencintai mu." Duke Alex terus membujuk Duchess Anabella yang merasa kusut. Ia selalu memaksa istrinya ikut bersamanya. "Sayang, maaf aku tid
Pelayan Zoya yang melihat dari jauh kedatangan Duchess Anabella, beranjak menghampirinya. "Nyonya."Duchess Anabella menghentikan langkahnya, ia memandang Duke Alex yang berceloteh sendiri. Yang tengah asik mencium, menimang-nimang bayi gembulnya."Selama saya berkerja di kediaman ini. Saya tidak pernah melihat Tuan sebahagia itu. Saya yakin, Duke Alex sangat mencintai Duchess.""Apakah Emelin juga bahagia setelah melihat ini?""Saya yakin Emelin bahagia, pasti saat.ini dia sedang tersenyum."Duchess Anabella menatap langit, berusaha air matanya agar tidak tumpah. "Ya, aku sangat merindukannya.""Duchess."Duke Alex melangkah tergesa-gesa menghampiri istrinya. "Lihat, aku tidak kaku lagi menggendongnya."Duchess Anabella menggerakkan tangannya, mengelus pipinya. Tidak ada yang paling membahagiakan baginya, kecuali melihat kebahagian Duke Alex. Laki-laki yang sangat ia cintai. "Aku sangat senang, melihat mu seperti ini."
Suara tangisan itu, membuat Duke Alex melepaskan benda kenyal itu. Dia bergegas turun menghampiri putranya yang sedang menangis. "Sayang, sudah bangun."Duke Alex memeriksa bokong baby Oliver. Dan benar saja dugaannya, baby Oliver mengompol. "Sayang." Duke Alex kembali menaruh baby Oliver di box bayi. Kemudian mengganti popok dan pakaiannya. "Sekarang waktunya baby mengisi perut."Duchess Anabella tersenyum, ia mengulurkan kedua tangannya menyambut putranya itu. "Sini sayang."Duchess Anabella memasukkan benda kenyal berwarna hitam itu ke mulut baby Oliver. Dengan lahapnya, baby Oliver menyedot semua asinya. "Uh, lapar ya sayang." Gemesnya seraya menyentuh pipi gembulnya."Jadi pengen," ujar Duke Alex melihat putranya yang menyusu dengan rakus. Duke Alex mendekati salah satu milik istrinya. Namun kepalanya di hentikan oleh tangan Duchess Anabella."Sudah, sana mandi.""Tapi sayang, aku ma ...""Sayang, sana mandi atau tidak akan menda
OekOek Suara tangisan bayi itu, membuat Duke Alex langsung mengucek matanya. Ia langsung menyingkapi selimutnya, agar tangisan putranya tidak membangunkan wanita yang tengah tidur pulas itu. "Sayang, kenapa?" Tangannya yang terasa kaku itu, mencoba menggendong Baby Olive. Oliver yang artinya kesayangan. Sebuah nama yang Duke Alex berikan untuk putra pertamanya sekaligus putra tercintanya. Ia berharap, nama indah ini akan menjadikan sosok yang tangguh dan pemberani Saat tangannya menyentuh bokong bayi mungil yang terasa hangat itu. Dia langsung mengerti, putranya tengah ngompol. "Shut, sayang. Jangan menangis ya. Jangan bangunkan ibu mu, ayah akan menggantinya.". Ucap Duke Alex dengan lembut. Selama sebulan ini, ia berusaha menjadi suami yang baik. Menghabiskan waktu untuk istri dan putranya. Membantunya, sebisa mungkin. Agar istrinya, Duchess Anabella tidak terlalu lelah menjaga putranya. Meskipun ada ibu asuh, Duchess Anabella tetap menjaga putra
"Duchess,"Wanita itu memberikan hormat layaknya putri bangsawan ketika kesadarannya mulai memenuhi otaknya. Melihat Duchess Anabella, selain cantik dan anggun. Wanita di depannya mencerminkan wanita yang penuh kelembutan. Bahkan matanya saja tak bisa ia kedipkan. Pantas saja, Duke Leon sangat menyukai Duchess Anabella."Saya, Violet. Tunangan Duke Leon.""Silahkan," ujarnya Duchess Anabella mempersilahkan Violet duduk di depannya. "Dimana Duke Leon? Aku tidak melihatnya.""Tadi, Duke Alex ingin berbicara berdua dengan Duke Leon.""Kamu sangat cantik Violet,""Terima kasih atas pujian dari Duchess. Tetapi saya tidak secantik Duchess."Kini waktunya akhiri dan juga meminta maaf. Ia tidak ingin terlalu jauh menyakiti wanita di hadapannya. Ia pernah merasakan sakitnya, jadi ia tahu sakitnya. "Aku meminta maaf atas hubungan ku dengan Duke Leon. Sejujurnya aku tidak memiliki niat apapun. Kita hanya teman, masa lalu tetaplah akan menjad
"Tuan,"Masih tersenyum, Duchess Anabella merasakan sentuhan cinta Duke Alex dan penyesalannya. Tapi, hatinya masih belum bisa menerimanya. "Aku tidak bisa membahagiakan Tuan. Kejarlah, Floria. Cegah dia pergi.""Aku tidak mau, satu atap dengan mu aku sudah bahagia. Sebaiknya kamu istirahat, nanti malam kita akan mengadakan pertemuan."Harapan tidak akan pernah pupus dari hati manusia, termasuk dirinya. Biarlah nantinya jika dia di anggap bodoh sekalipun. Dia hanya mencintai istrinya, ini sudah jadi tugasnya membuat Duchess Anabella bahagia dan betah bersamanya."Baiklah, sejenak aku istirahat."Duke Alex mengangguk, ia pun mengantar Duchess ke kamarnya. Setelah ia membaringkan tubuh Duchess Anabella, mencium keningnya dan yang terakhir mencium perut buncitnya."Tidurlah dan maaf, aku telah memaksa mu untuk tetap di sisi ku. Meskipun kamu tidak menginginkannya." Ucap Duke Alex.Duchess Anabella memutar tubuhnya, ia tidak tahu harus mela
"Kamu ingin menyuruh pergi, seharusnya kamu yang pergi, Floria. Aku menemaninya sampai aku mengandung anaknya. Sedangkan kamu, kamu egois." Teriak Duchess Anabella. Ia bangkit dari kursinya, berjalan ke arah Floria."Duchesslah yang tak tahu malu, masuk ke kehidupan orang .... "plakTamparan keras itu langsung melayang di pipi kanan Floria. Duchess Anabella meluapkan semua emosinya. Ia marah, sangat marah mengingat kematian Emelin. Bahkan dia tidak bisa menuruti permintaan terakhir Emelin."Ada apa ini?" tanya Duke Alex.Floria pun langsung berhambur memeluk Duke Alex. Menangis dalam pelukannya. "Apa salah ku, Tuan?"Duke Alex pun memegangi pipi Floria yang lebam. Ia menatap tak percaya pada istrinya."Pergilah, jangan pernah datang ke kediaman ini lagi. Kali ini aku tidak bisa menahan lagi. Aku ingin kita berpisah, Duke. Aku tidak tahan dengan keberadaan mu dan juga Floria. Kalian anggap apa diriku, di sakiti lalu seenaknya saja kal
Duke Alex yang merasa pusing pun di temani Duchess Anabella tidur di kamarnya. Setengah hari keduanya berbincang, entah masa kecil Duke Alex atau masa kecil Duchess. Duke Alex juga mengatakan tidak ingin di ganggu oleh Floria. Padahal Floria sudah menawarkan untuk menemaninya. Namun Duke Alex tetap menolaknya. Berbagai cara Floria menawarkan diri, membuatkan camilan siang atau yang lainnya. Duke Alex tetap menolaknya, karena Duke Alex berpikir tidak akan ada lain hari lagi jika dia menolak di temani Duchess. Entahlah, dia merasa seperti itu. Seolah dia memiliki firasat akan berpisah jauh.Duchess Anabella pun menanyakan bagaimana dulu Duke Alex bertemu dengan Floria. Duke Alex bingung, ia tidak ingin mengulang masa lalunya atau membicarakan masa lalunya dengan Duchess Anabella."Ceritakan saja, kenapa harus melihat ku seperti itu? Jangan sungkan." Duchess Anabella bisa membaca wajah Duke Alex yang merasa ragu. Sepertinya dia memang tidak ingin membahasnya.Duke
"Apa maksud mu, Tuan?" Suara itu begitu dingin dan menekan. Duke Alex pun merangkul kedua pundaknya. Suka atau tidak, di curigai atau tidak. Sakit luar dalam jelas ia rasakan. Ia hanya ingin istrinya bahagia walaupun tidak bersamanya. Tidak ada seorang suami yang ingin memberikannya pada laki-laki lain, tidak ada seorang suami saat jatuh cinta menyuruhnya bersama orang lain. Bibirnya melengkung ke atas. "Aku tidak ada maksud tujuan apa pun Duchess. Aky hanya ingin menuruti semua permintaan mu,aku tidak bisa membuat mu bahagia. Setidaknya aku ingin kamu bahagia meskipun bersama orang lain." Duchess Anabella bisa merasakan laki-laki di depannya tengah menahan sakit hatinya. Apa benar dia melakukan itu hanya ingin membuatnya bahagia? Merasakan sakitnya dulu, hatinya menolak percaya. "Aku tidak percaya, apa yang Tuan lakukan? Aku akan mengajak Floria." Tangan Duke Alex pun mencegah Duchess Anabella melangkah. Giginya mengeluarkan gesekan tajam.