Siang ini Hana berencana untuk makan siang bersama Dara. Mereka juga akan membicarakan beberapa masalah tentang tinggal serumah. Ya, memag Hana dan Dara kini sudah tinggal bersama di sebuah rumah kontrakan kecil sejak sebulan yang lalu.
Hana yang terlalu kesal dengan sikap kakaknya yang Over protektif akhirnya mempunyai ide untuk tinggal hanya berdua dengan Dara di sebuah rumah atau apartemen kecil yang bisa disewakan di dekat kantor mereka. Sedangkan Dara entah karena alasan apa dia sangat menyetujui ide hana Tersebut.
Awalnya Revan dan orang tua Hana sangat melarang keras, tapi karena Hana merengek dan membujuk kedua orang tuanya Akhirya orang tuanya mengijinkannya, lagi pula Hana kan tidak sendiri, dia bersama Dara, pikir orang tuanya kala itu. Sedangkan Revan tidak bisa melarang Hana lagi karena sejak kedatangan lelaki itu, hubungannya dengan Hana menjadi dingin.
Ya, Mike pernah datang kerumah Hana, dan itu mendapat penolakan keras dari kakaknya, Revan. Itu yang membuat Hana kini sangat benci dengan kakaknya tersebut. Hana bahkan ingin meminta bantuan Dara untuk menyelidiki masa lalu Revan yang membuat Revan berubah menjadi lelaki dingin dan super menyebalkan seperti saat ini.
Saat mereka berjalan menuju kantin kantor mereka, tiba-tiba seorang satpam memberhentikan Hana.
“Mbak Rihana, ya?” tanya satpam tersebut.
“Iya, ada apa ya pak?”
“Ada titipan buat mbak.” kata satpam tersebut sambil memeberikan sebuah bingkisan dan juga setangkai mawar merah.
“Dari siapa ini, Pak?”
“Orannya masih di luar, Mbak, di dalam mobil. Itu.” kata satpam tersebut sambil menunjuk sebuah mobil sedan yang kaca penupangnya sudah di buka dan menampilkan sosok tampan di dalamnya.
“Mike, astaga.” kata Hana dengan sedikit tak percaya. Mike memang selalu memberikan kejutan-kejutan kecil untuknya dan itu membuat Hana semakin meleleh, namun mengirim bekal makan siang seperti ini baru di lakukan Mike hari ini.
Mike hanya melambaikan tangan sambil tersenyum, tak lama dia memberikan kode dengan tangannya seperti orang yang sedang ingin menelepon. Dan benar saja, tak berapa lama ponsel Hana berbunyi dengan Call ID ‘My Brown Eyes’ yang tak lain adalah nomer Mike.
“Hai.” Hana mengangkat teleponnya dengan sedikit gugup.
“Siang Sayang, habiskan makanannya, ya..”
“Kamu tidak perlu melakukan ini Mike.”
“Masih akan ada banyak kejutan untukmu, Sayang.” kata Mike dengan tatapan membaranya, walau di dalam mobil, Hana cukup bisa melihat ekspresi wajah Mike. “Aku merindukanmu.”
“Aku juga Mike.” jawab Hana cepat.
“Nanti kujemput sepulang kerja, Oke?”
“Tidak Mike, kamu tahu bukan jika aku berangkat dan pulang dengan Dara. Aku tidak enak dengannya.” tolak Hana yang kini sudah melirik Dara yang masih berdiri di sebelahnya.
“Dara, akan mengerti sayang.”
“Kamu sudah meminta izin padanya terlebih dahulu?” tanya Hana sedikit curiga. Dan itu di jawab Mike dengan tawanya. Sedangkan Dara tersenyum sambil mengangguk di sebelahnya. “Astaga Mike, kamu curang.”
“Aku tidak peduli, kamu membuatku rindu dan tidak bisa menahan diri.”
“Terus saja merayu, Mike.” kata Hana yang kini wajahnya sudah merah seperti tomat.
“Aku tidak merayumu sayang, ini nyata. Baiklah, sepertinya aku harus segera kembali ke kantor. Jam lima kujemput, oke? kutunggu di parkiran.”
“Iya.” Hana tersenyum malu-malu.
“I Love You, Sweety.”
“I Love You too.” Dan teleponpun ditutup. dengan perasaan bahagia dan berbunga-bunga Hana kembali menuju kantin dengan bekal makan siang pemberian Mike. Sedangkan Dara mengikutinya sambil menggelengkan kepalanya, tak menyangka jika temannya berubah menjadi seperti orang gila hanya krena cinta.
***
Sore ini Hana pulang dengan penuh semangat karena dia tahu jika ada seorang pangeran yang sedang menjemputnya.
“Kamu benar-benar tidak apa-apa pulang sendiri, Dara?”
“Tentu saja, aku bukan anak kecil, Hana.”
“Baiklah. Aku berterimakasih sekali padamu Dara, aku tidak tahu jika tidak ada dirimu mungkin saat ini aku masih tidak bisa keluar dari genggaman keluargaku yang Over protektif.”
Dara tersenyum. “Tidak masalah, asal kamu dapat menjaga dirimu baik-baik.” jawab Dara kemudian. “Baiklah, sepertinya kita harus segera keluar, pangeranmu pasti sudah menunggu.”
Hana mengangguk dan keluar dari ruangannya penuh dengan raut bahagia. Saat keluar dari kantor, dia sudah melihat Mike berdiri menunggunya di sebelah mobilnya. Astaga, dia tampan. pikir Hana saat itu.
Mike lalu membukakan pintu mobilnya untuk Hana. Hana masuk disusul dengan Mike di sebelahnya. Sebelum memasang sabuk pengaman, Mike terlebih dahulu mengecup singkat bibir Hana, membuat Hana sedikit terkejut dengan kelakuan Mike.
“I Miss you, Sweety.” kata Mike dengan senyumannya. Sedangkan Hana hanya bisa memerah dan sedikit gugup dengan tingkah Mike. “Ready?” Tanya Mike sesaat sebelum mereka berangkat. Hana hanya menganggukkan kepalanya. Kemudian Mike mulai mengemudikan mobilnya.
***
Hana benar-benar terkejut dengan apa yang sudah dilakukan Mike. Malam ini mereka sedang berada di atas atap apartemen Mike dengan meja yang sudah dihias dan juga beberapa makanan diatasnya.
“Apa ini Mike?” tanya Hana masih dengan raut terkejutnya.
“Apa kamu lupa dengan hari ini?” Hana mencoba untuk mengingat-ingat namun dirinya sama skali tidak mengingat hari apa ini. “Ini peringatan 100 hari pertemuan kita, Hana.”
Dan Hana benar-benar terkejut dengan apa yang dikatakan Mike. peringatan 100 hari? Bahkan Hana sendiri saja tidak ingat hari apa mereka bertemu dulu.
“Kamu berlebihan Mike.”
“Tidak, Sayang.” kata Mike sambil tersenyum. “Duduklah sayang, aku memiliki sesuatu yang special untukmu.” kata Mike yang kali ini sudah mempersilahkan Hana duduk.
“Apa itu?”
Lalu tanpa disangka, Mike duduk berlutut di hadapan Hana. “Hana, mungkin ini terlalu cepat, tapi sungguh, aku tidak bisa sedikitpun berpaling darimu.” Kali ini Mike mengambil sesuatu di saku jasnya. “Hana. Will you marry Me?”
Dan Hana terpaku melihat Mike mengeluarkan kotak beludru berwarna biru tua dengan sebuah cincin di dalamnya bersamaan dengan kata-kata lamaran Mike. Benarkah ini nyata? benarkah Mike melakukan ini semua untuknya? Melamarnya?
***
“Mike, ini terlalu cepat.” jawab hana lirih.
“Aku tidak peduli Hana, yang kutahu aku mencintaimu, aku bahkan ingin bersamamu saat itu juga ketika kita baru pertama kali bertemu, ini bukan tentang waktu, Hana, ini tentang perasaan.”
Dan tanpa pikir panjang lagi Hana mengangguk menerimanya. Tuhan, Hana benar-benar gila, lelaki ini baru dikenalnya tak lebih dari tiga bulan yang lalu, tapi hari ini sudah melamarnnya dan ia menerimanya? Dia benar-benar gila.
Tanpa banyak kata lagi Mike menyambar bibir Hana yang masih sedikit ternganga dengan lamarannya. Ciuman panas yang intens membuat keduanya saling terbakar oleh sesuatu yang disebut dengan gairah.
Dengan terengah-engah Hana melepaskan ciumannya lalu berkata. “Bagaimana dengan Mas Revan?”
Singkat cerita, satu bulan yang lalu Mike nekat menjemput Hana untuk makan malam bersamanya. Kala itu Mike memperkenalkan diri pada kedua orang tua Hana yang terlihat antusias dengan kedatangannya. Namun tidak dengan kakak Hana, Revan. Revan menatap Mike seolah-olah Mike memiliki tujuan buruk untuk adiknya. Belum lagi reputasi Mike di dunia bisnis yang terkenal dengan pengusaha berdarah dingin. Itu sebabnya Revan tidak pernah mau berkerja sama dengan perusahaan Mike, nyatanya saat itu adiknya malah terjerumus dengan pesona dari seorang Mike Handerson.
Malam itu….
“Darimana kamu mengenalnya, Hana?” tanya Revan ketika Mike sudah pergi.
“Mas Revan tidak perlu tahu.”
“Aku harus tahu Hana, orang seperti Mike itu berbahaya, mana mungkin kamu bisa dengan mudah mendapatkannya.”
“Dia mencintaiku, dan aku mencintainya, Mas, apa itu belum cukup?”
“Banyak orang yang dengan mudah mengatakan cinta, nyatanya mereka tidak tahu apa artinya dan berakhir dengan mengenaskan.”
“Aku tidak tahu apa yang terjadi dengan mas Revan, tapi satu hal yang perlu Mas Revan tahu, tidak semua kisah cinta berakhir dengan tragis seperti yang Mas Revan katakan.”
Revan diam membatu. Meresapi kata-kata adiknya tersebut. “Matanya mengingatkanku dengan seseorang, Hana, kumohon, jauhi dia.”
“Tidak Mas. Aku mencintainya, aku akan memperjuangkannya.”
“Hana!” Saat ini Revan sudah diatas puncak Emosinya hingga dia berani membentak adik kesayangannya tersebut.
“Aku pergi.” Lalu Hanapun pergi tidak menghiraukan kata-kata Revan yang terdengar sedikit aneh untuknya.
***
“Aku akan membuatnya untuk menyetujui hubungan kita.” kata Mike sungguh-sungguh.
“Apa Maksudmu, Mike?” Hana sedikit tidak mengerti dengan perkataan Mike.
Mike bukannya menjawab malah kini menggendong tubuh mungil Hana masuk kembali kedalam apartemennya dan membaringkan Hana di atas ranjangnya.
“A- apa yang akan kamu lakukan, Mike?” Hana sedikit takut dengan perubahan sikap Mike.
“Sayang, kita akan membuat kakakmu mengerti jika kita tidak bisa di pisahkan. Kita akan membuat kakakmu mau tidak mau merestui hubungan kita.”
“Dengan cara?”
“Aku akan membuatmu hamil.”
Hana terperanjat dengan ide gila yang diberikan Mike. “Tidak Mike, itu akan menykiti perasaan orang tuaku, mereka tidak pernah mendidikku menjadi wanita seperti itu.”
“Aku akan tanggung jawab Hana, ini hanyalah cara supaya mereka mau menyetujuiku.”
“Apa kau yakin? Apa tidak ada cara lain?”
Mike lalu duduk di pinggiran ranjang dan mengusap lembut pipi Hana. “Hanya itu cara satu-satunya sayang. Kamu percaya padaku, kan?”
Sejenak Hana sedikit ragu, namun keraguan itu sirna sudah ketika Mike mulai mencumbunya sedikit demi sedikit, lalu gairah itupun muncul dari dalam tubuh Hana. Hana juga menginginkannya. Hana tak pernah berfikir bisa berhubungan sejauh ini dengan lelaki, dan itu tidak membuat Hana takut mengingat sang lelaki itu adalah lelaki yang amat sangat dicintainya.
***
Jam dua dini hari Hana terbangun karena perut yang keroncongan. Belum lagi tubuhnya yang seakan remuk karena pergulatan panasya dengan Mike beberapa jam yang lalu. Mike? mengingat nama itu Hana sontak mengalihkan pandangannya ke sebelahnya, tapi kosong. Tak ada Mike disana. Kemana dia? Apa Mike meninggalkannya setelah apa yang tadi mereka lakukan? Mengingat itu Hana mengangis terisak-isak.
“Mike.” lirihnya masih dengan menangis.
Hana sontak menyelimuti tubuh polosnya hanya dengan selimut tebal di kamar Mike, berlari menuju ke kamar mandi sambil memanggil nama Mike, siapa tahu saja Mike masih di dalam rumah ini. Nyatanya tidak ada, Hana mencari dimana-mana dan Mike tidak ada. Namun ketika keluar, pandangannya tertuju pada sosok yang sedang sibuk di dapur. Sosok tinggi tegap yang membelakanginya, masih bertelanjang dada dan hanya mengenakan celana piyama saja. Hana langsung berlari menuju sosok tersebut dan memeluknya dari belakang.
“Mike.” panggil Hana dengan berlinang air mata.
Mike menegang seketika saat Hana tiba-tiba memeluknya. Tanpa sadar Mike sudah menggenggam tangan mungil Hana, tangan yang bisa dengan mudahnya dia remukkan saking mungilnya. Pelukannya seperti pelukan seorang yang rapuh. Suaranya lembut, dan tangisannya membuat Mike meremang.
‘Degggg.’
Perasaan apa ini?
Mike segera menepisnya. Mike lalu membalikkan tubuhnya dan memeluk Hana. “Ada apa, Sayang?”
“Aku, aku takut kamu meninggalkanku Mike, setelah apa yang sudah kita lalui tadi.”
Mike kembali menegang saat mendengar kata-kata Hana. Tapi Mike mencoba untuk mengendalikan suasana, mengendalikan perasaannya.
“Tentu tidak sayang, aku tidak akan meninggalkanmu.”
Hana mendongak melihat wajah tampan Mike. “Kenapa kmau sudah bangun?”
“Tadi Dara meneleponmu. Aku mengangkatnya dan aku bilang jika kamu akan menginap di sini malam ini.”
“Ya Tuhan, Dara, aku bahkan lupa dengannya.”
Mike lalu tersenyum. “Tenang sayang, aku sudah memberi tahu keadaanmu, dia tidak akan khawatir.”
“Lalu apa yang kamu lakukan sekarang?”
“Aku lapar, aku memasak untuk kita, kamu lapar juga, kan?”
Hana Mengangguk. “Tapi Mike, bukankah masih ada makan malam kita di atap tadi.”
Mike lalu tertawa. “Semuanya hancur, Sayang, tadi hujan. Makanya sekarang aku memasak kembali untukmu.”
“Ahhhh, sayang sekali, padahal tadi terlihat sangat enak.”
“Bukankah makaanan pembuka kita lebih enak?” Mike mulai menggodanya.
“Mike!” teriak hana sambil memukul lengan Mike. Lalu keduanya sama-sama tertawa.
***
Saat ini Hana sedang menbantu Mike mencuci peralatan dapur Mike setelah makan bersama. Hana kini sedang mengenakan T-shirt kebesaran milik Mike sedangkan Mike sendiri masih terlihat santai dengan bertelanjang dada dan hanya mengenakan celana piyama.
“Mike, apa aku boleh bertanya sesuatu kepadamu?” tanya hana tiba-tiba.
“Ya, apapun itu, Sayang.” jawab Mike tanpa memandag ke arah Hana.
“Mike, apa kamu tidak ingin mengenalkanku kepada orang tuamu?”
Pertanyaan Hana tersebut sontak membuat Mike diam membatu. Hana yang melihatnya merasa sedikit tidak enak dengan pertanyaannya tadi.
“Maaf Mike, aku tidak bermaksud, Uum.... Lupakan saja.” kata Hana kemudian.
“Hana, aku tidak memiliki keluarga di sini.” Hana menatap Mike dengan tatapan tanda tanyanya. “Orang tuaku ada di luar negeri, aku disini tinggal bersama dengan adikku. Dan dia sudah meninggal tiga tahun yang lalu.” kata Mike mulai bercerita.
Hana menutup mulutnya tak percaya. “Astaga Mike, maafkan aku, aku tidak bermaksud untuk-”
“Tidak Hana, cepat atau lambat kamu pasti tau.”
“Kalau boleh tahu, kenapa-”
“Bunuh diri.” Mike memotong pertanyaan Hana. “Thalita, adikku meninggal karena bunuh diri.” Lalu tanpa sadar Mike mulai memeluk Hana. “Kamu tahu Hana, itu membuatku sangat sakit dan tepukul.” Mike mulai menangis dalam pelukan Hana.
Astaga, Hana bahkan ikut menangis dengan Mike, dia tidak menyangka jika Mike memiliki kesedihan sedalam ini.
“Dia meninggalkanku, Hana, dia meninggalkanku karena patah hati.” Mike terlihat seperti orang yang sedang terguncang jiwanya.
“Tenang Mike, aku di sini bersamamu. Kamu masih memiliki aku.”
Dan ketika Mike mendengar perkataan Hana, Mike seperti disadarkan oleh sesuatu. Dilepaskannya pelukannya pada Hana itu secara tiba-tiba, membuat Hana sedikit terkejut dengan perubahan sikap Mike.
“Aku pergi dulu.” kata Mike yang kini masuk kedalam kamar. Sial! seharusnya dirinya tak terbawa oleh suasana kepada wanita itu. Seharusnya dirinya tidak boleh memperlihatkan sisi lemahnya terhadap wanita itu. Ingat Mike, dia hanya mangsamu. Kau tidak boleh memperlakukannya lebih. pikir Mike dalam hati.
Sedangkan Hana hanya ternganga melihat kepergian Mike, ada apa dengan lelaki itu? Ahh mungkin Mike sedang kacau karena teringat dengan adiknya. Harusnya ia tadi tidak bertanya jauh tentang kehidupan Mike. Pikir Hana kemudian.
***
Mike Berdiri di depan sebuah makam yang bertuliskan Thalita Handerson. Makam adiknya. Ingin menangis tapi air matanya sudah habis tiga tahun yang lalu ketika mendapati adik kesayangannya itu meninggal secara mengenaskan di dalam kamar mandinya.
Lita, baginya adalah gadis ceria, agresif, polos, dan sangat cantik. Adik kesayangannya. Tapi semuanya seakan direnggut begitu saja oleh satu kata yaitu cinta.
Cintanya kepada seorang lelaki membuat matanya seakan-akan buta, membuatnya memilih mati dari pada harus bertahan hidup karena patah hati. Lelaki itu lelaki bajingan, karena dengan mudahnya dia mencampakan adiknya yang sedang berbadan dua, membuat adiknya depresi berkepanjangan hingga membuatnya memilih bunuh diri daripada bertahan tanpa cinta.
Lelaki itu adalah Revan, kakak dari kekasihnya saat ini.
“Sayang, aku sudah melakukan sejauh ini. Kamu tahu, dia sangat memujaku.” Mike mulai berkata-kata di depan makam Lita.
“Aku bersumpah padamu, akan membuat lelaki bajingan itu bertekuk lutut meminta pengampunan dariku.”
“Aku bersumpah padamu jika lelaki itu akan membayar dengan setimpal dan akan merasakan hal yang sama dengan apa yang kurasakan saat ini.”
“Lita. Beri aku kekuatan supaya aku tetap fokus pada tujuanku.”
Mike mulai duduk berlutut didepan nisan Lita. “Apa kamu tahu, dia, dia mirip sepertimu.” Mike menelan ludahnya dengan susah payah. “Kuharap, kuharap aku tidak ikut terjerumus dalam permainan ini.”
Mike lalu mengecup batu nisan Lita. “Aku menyayangimu, Sayang, bantu aku menyelesaikan semuanya dengan baik.” kata Mike, lalu pergi meninggalkan makam Lita.
-TBC-
Jam makan siang sudah berdering, tapi Hana masih saja belum mau bangkit dari tempat duduknya. Entahlah, kepalanya pusing memikirkan Design Iklan yang bertumpuk-tumpuk. Dara sudah membantunya tapi tetap saja menurutnya masih ada yang kurang.Satu-satunya hal yang membuatnya tetap tersenyum dan bersemangat adalah saat Mike Mengirim pesan kepadanya seperti saat ini.Mike : Sweety. Lunch with Me?Hana tersenyum lalu membalas pesan Mike.Hana : Maaf Mike, untuk siang ini sepertinya tidak bisa.Mike : Why?Hana : Aku banyak pekerjaan Mike.Mike : Come on Sweety, just a minute.Hana : Tidak bisa.Mike : I miss you.Hana : Aku banyak pekerjaan Mike.Mike : I wanna Kiss you.Dan Hanapun tersenyum.Hana : Berhentilah menggombal, aku benar-benar banyak pekerjaan Mike.Mike : Baiklah, aku yang akan menjemput ke kantormu.Hana mengernyit. Menjemput ke kantor? Memangnya dia siapa bisa
Mike kembali ke kantornya setelah makan siang bersama dengan Hana. Entah kenapa ketika memasuki ruangannya suasana dingin kembali menyelimutinya. Suasana yang sangat berbeda ketika bersama Hana.Bersama dengan Hana membuat Mike mengenal banyak rasa. Membuat dirinya mengenal banyak warna kehidupan.Sejak ditinggal ayahnya, Mike menjadi tulang punggung keluarga. Mengurus perusahaan besar ayahnya yang mempunyai cabang dimana-mana. Menjadi pimpinan tertinggi sejak muda membuat Mike membangun sosok dirinya sebagai sosok dingin dan tak berperasaan. Itu yang membuat para pengusaha lain segan untuk berurusan dengan seorang Mike Handerson. Si pengusaha muda berdarah dingin, begitulah julukannya.Hampir setiap hari yang dilakukan Mike hanya kerja, kerja, dan kerja. Tidak ada waktu buat yang lainnya. Mike bukan tipe Bad boy atau Playboy yang suka mempermainkan wanita. Sungguh, hidupnya hanya untuk bekerja dan juga mengabdi pada ibu dan adik kesay
Hana terbangun di pagi hari dengan perut yang mual seperti di aduk-aduk. Berlari ke kamar mandi dan mencoba memuntahkan semuanyaa, tapi nihil, dia hanya mual dan tidak bisa memuntahkan apapun. Ahhh ada apa dengan dirinya?Mike yang mendengar suara Hana segara bangun dan bergegas ke kamar mandi, di mana Hana berada saat ini.“Kenapa, Sayang?”“Aku hanya mual.”Mike menegang seutuhnya. “Apa kamu, kamu hamil?”Kali ini giliran Hana yang menegang seutuhnya, Hamil? kenapa tidak terpikirkan hal tersebut dalam otaknya? raut wajahnya kini berubah menjadi raut bahagia.“Astaga Mike, aku bahkan tidak berpikir sampai situ. Ya mungkin saja aku hamil, ayo kita membeli alat test kehamilan.” kata Hana dengan semangat dan meninggalkan Mike yang saat ini masih diam membatu.Hamil? Itu, itu berarti waktunya bersama Hana tidak lama lagi. Tapi bukankah itu bagus? Kenapa dirinya merasa ada yang salah disini?
Dara meremas tangannya dengan gelisah. Ini sudah jam setengah sepuluh malam, tapi Revan masih saja menunggu kedatangan Hana dengan wajah santainya.“Uumm maaf Mas, ini sudah malam, tidak enak dengan tetangga.”“Tidak enak kenapa?”Dara tidak bisa menjawab, bagaimana mungkin dia bisa menjawab ketika dirinya gugup karena sorot mata tajam dari lelaki yang duduk di hadapannya itu?“Kita, uumm, laki-laki dan perempuan, umm.. tanpa status, dan-”“Bilang saja aku kakakmu.”Entah kenapa setelah perkataan Revan yang terkesan santai itu, Dara menjadi sedikit kesal.“Kamu bukan kakakku, Mas, dan ini sudah jam sepuluh malam, silahkan pulang.” kata Dara yang sudah tidak dapat membendung kekecewaannya lagi.“Hei, ada apa denganmu?”“Aku tidak apa-apa, pulanglah.” Kata Dara masih dengan sedikit keketusannya.“Aku ingin menunggu Hana.”
Hana kini sudah berada di dalam sebuah restoran Itali, tempat biasa ia makan siang dengan Mike. Astaga, wajahnya merona-rona bahagia saat membayangkan bagaimana ekspresi Mike saat tahu jika dirinya kini sedang hamil anak lelaki tersebut. Bayi ini akan menyatukan mereka, dan Hana tahu bahwa Mike benar-benar sangat mengharapkan bayi tersebut.Tak lama, Hana melihat sosok tinggi tegap itu datang menghampirinya, sosok yang amat sangat tampan dengan mata coklatnya. Tanpa sungkan Mike langsung memeluk Hana yang sudah berdiri dan tanpa malu lagi dia mendaratkan ciumannya pada bibir Hana.Mike lalu duduk di hadapan Hana.“Umm, maaf, aku yang memesankanmu makan siang.” Kata Hana kemudian ketika seorang pelayan mengantarkan pesanan Hana.“Tidak apa sayang, kamu tahu seleraku.” jawab Mike dengan lembut. “Lalu, sekarang ada apa? Aku tahu kamu tidak hanya mengajakku makan siang saja, bukan?” tanya Mike sambil menyantap pasta yang be
Hana tidak bisa menghentikan tangisnya, tangis tanpa suara. Hana tidak ingin Mike, lelaki brengsek itu mengetahui jika dirinya masih menangisi diri Mike.Tadi malam, Hana kembali ke rumah kontrakannya bersama Dara. Berkali-kali Dara menanyakan apa yang terjadi, tapi sekalipun Hana tidak menjawabnya. Hana masih sibuk menangisi nasibnya. Kenapa Mike tega melakukan hal ini padanya? Meninggalkannya disaat dirinya membutuhkan sosok Mike sebagai ayah dari bayi yang dikandungnya. Bagaimana Hana menghadapi semua ini? Menghadapi orang tuanya? Menghadapi Revan, kakaknya?Akhirnya Hana bisa tertidur karena lelah menangis. Paginya lagi-lagi Hana terbangun karena mual hebat. hingga membangunkan Dara. Dara sempat mengajak Hana ke rumah sakit tapi tentu saja Hana menolaknya. Hana belum ingin memberitahukan keadaannya pada siapapun juga termasuk Dara, sahabatnya sendiri.Hari ini niat Hana adalah ke kantor pagi-pagi dan menenggelaman Diri dengan tumpukan berkas-berkas periklana
Hana masih saja tak berhenti menangis. Dara bahkan sudah membelikan coklat, ice cream dan lain sebagainya agar Hana lebih baik lagi, namun ternyata tidak ada gunanya. Hana masih saja menangis.“Hana, ceritakan padaku apa yang terjadi padamu.” Sekali lagi Dara membujuk Hana.Hana hanya menggelengkan kepalanya. Tentu saja Hana belum berani bercerita jika dirinya saat ini sedang putus hubungan dengan Mike dalam Keadaan hamil.“Hana, jika kamu tidak bercerita, aku akan pulang dan tidak mau lagi berteman denganmu. Please Hana. Beri tahu aku apa yang terjadi padamu.”Hana lalu memeluk Dara dan tangisnya semakin pecah. “Aku dan Mike sudah berakhir Dara. Kami sudah berakhir.” Akhirnya Hana buka suara.“Apa? Kenapa bisa?”“Kupikir dia sudah memiliki wanita lain, Dara.”“Apa wanita itu orang luar? Maksudku dia orang asing?”Hana seketika melepaskan pelukanny
Jam setengah tujuh malam Hana baru sampai di rumah kontrakannya. Dara benar-benar khawatir dengan keadaan Hana, hampir saja Dara keluar mencari Hana karena tak kunjung pulang. Belum lagi Revan yang tadi sempat meneleponnya karena ingin menemui Hana lagi. Ahh lelaki itu benar-benar membuat Dara pusing.“Mas Revan menelepon lagi. Dia akan ke sini.” kata Dara sambil membuatkan Hana segelas susu hangat untuk ibu hamil.“Sejak kapan kalian dekat?”“Dekat? kami tidak dekat, Hana.” Kali ini Dara sudah duduk di hadapan Hana sambil memberikan susu tersebut.“Mas Revan jarang dekat dengan wanita setahuku, tapi dia sering meneleponmu.”“Dia meneleponku karena ingin tahu keadaanmu, kamu pikir dia harus menelepon siapa selain aku?”“Tapi wajahmu memerah setiap kali kita membicarakan tentang kakakku itu.” Kali ini Hana berbicara dengan nada menggoda.“Hahahaha kamu pikir
DARA POVDia Aneh! Dia berubah, apa yang terjadi dengannya?Saat ini dia sedang menciumku, melumat bibirku penuh nafsu. Bahkan akupun tak sadar jika saat ini aku ikut berendam di dalam bathub dengannya dalam dengan berpakaian lengkap dan dengan posisi duduk di atas pangkuannya.Dia mengerang, mendesah, dan akupun sama, kami menikmati ciuman ini, ciuman pertama kami. Lalu dengan terengah-engah dia melepaskan ciuman ini. Rasanya sesak, karena aku sulit bernapas, napasku terputus-putus, begitupun napasnya.Aku menunduk malu. Apa yang terjadi dengannya sehingga dia menciumku? apa juga yang terjadi denganku sehingga aku bersedia diciumnya olehnya? ini akan mempersulitku, aku tak akan bisa melupakannya jika dia memperlakukanku seperti ini.Dia mengangkat daguku, lalu menciumku kembali, tak ada kata di antara kami, dia hanya melumat bibirku tanpa ampun, menghisapnya penuh nafsu, lidahnya menari-nari d
REVAN POVHari ini berlangsung membosankan untukku. Rapat menjadi berantakan karena aku tidak konsentrasi pada rapat tersebut. Entah apa yang ada dalam otakku aku tak tahu, yang pasti aku selalu mendengar tangisnya dalam telingaku. Ini sedikit gila, aku tidak pernah mengalami hal yang seperti ini. Apa tadi pagi aku sedikit keterlaluan?Aku hanya tidak suka dia menghindariku. Bekerja tanpa meminta ijin denganku. Aku tak suka itu. Apalagi setelah tahu dia bekerja hanya untuk dekat dengan lelaki itu, lelaki yang katanya adalah kekasihnya. Apa dia sudah gila? Apa dia terlalu bodoh? Dia sudah memiliki suami dan baru beberapa hari yang lalu mengucapkan kata cinta, tapi hari ini dia berkata jika dia memiliki kekasih. Sial!Akhirnya aku mengatakan kata-kata itu. Kata-kata yang lagi-lagi membuatnya menangis. ‘Baik, pergilah. Berbahagialah dengan dia, dengan begitu kita bisa cepat-cepat berpisah.’ Dan aku
DARA POVTadi malam aku tidur sendiri. Tidak tahu kenapa Mas Revan tidak kembali ke kamar, mungkin kini dia sudah mulai jengah denganku, dengan keberadaanku, dan sepertinya aku memang harus lebih menghindarinya.Ku langkahkan kakiku menuju ke dapur, membantu para pelayan menyiapkan sarapan. Mereka baik terhadapku, jadi tentu saja aku harus baik terhadap mereka. Tiba-tiba ibu menepuk pundakku dari belakang, membuatku sedikit terkejut.“Revan ada di ruang kerjanya, kamu tak membuatkan kopi untuknya?”“Emm, aku akan membuatkannya, Bu, tapi tolong ibu yang mengantarkan saja, ya?”“Kenapa seperti itu?”“Kumohon Bu, aku, aku hanya-”“Hanya apa?” Suara dingin itu mengejutkanku. Dan aku melihatnya sedang berdiri tegap dengan tangan di lipat di dada. Tatapannya tajam seakan-akan bisa menggoresku.Aku menelan ludah dengan susah payah, tenggorokanku
-Revan POV-Hujan di sore ini tidak menyurutkan niatku untuk menemuinya. Tidak lupa aku membelikannya seikat bunga mawar merah untuknya, melambangkan perasaan cintaku yang masih membara untuknya. Sang penjual bunga bahkan hafal dengan bunga pesananku. Delapan tangkai bunga mawar merah yang di ikat menjadi satu. Kenapa delapan? aku sendiri juga tidak tahu. Aku hanya sedikit mengingat perkataannya, jika angka delapan melambangkan angka keabadian, angka yang tidak ada titik putusnya seperti angka-angka yang lain.Dan aku berharap cintaku padanya juga seperti angka delapan, yang abadi dan tak akan pernah putus.Dengan mengenakan payung hitam dan juga setelan hitam, seperti biasa aku menghadapnya dengan tenang. Menghadap batu nisannya....Aku tidak mempedulikan hujan yang sedikit membasahi bajuku. Aku tidak mempedulikan orang yang melihatku dan b
-Dara POV-Aku berjalan dengan langkah gontai di atas trotoar, pikiranku kacau, tangisku pecah. Ya tuhan... Aku benar-benar tersakiti. Satu hal lagi yang membuatku kecewa, dia tidak mengejarku. tentu saja, apa aku penting buatnya? Apa aku berarti untuknya? Tidak, sama sekali tidak.Akupun akhirnya terduduk di tepi trotoar, menangis tersedu-sedu seperti orang gila. Ya, aku memang gila, gila karena cinta.“Hei. Apa kamu baik-baik saja?” Suara itu membuatku mengangkat kepala dan mendapati seorang yang tengah menunduk memperhatikanku. Dia seorang lelaki yang bagiku cukup tampan, mengenakan sebuah seragam kerja yang ternyata itu adalah seragam salah satu pelayan di restoran cepat saji di sini.Aku hanya mengangguk pasrah, bagaimanapun juga aku tidak ingin menceritakan kisah menyedihkanku kepada orang asing.“Apa kamu butuh tumpangan?” tanyanya kemudian.“Tidak, aku baik-b
-Dara POV-Tak ada sesuatu yang harus ku sesalkan tentang hidupku. Hidup yang kini kujalani adalah pilihanku. Aku adalah seorang wanita berusia 27 tahun yang kini berusaha menjadi istri yang baik untuk suamiku, lelaki yang sudah bertahun-tahun lamanya kucintai. Lelaki yang sangat kukagumi sejak aku masih kecil.Aku Andhara Carollina, biasa di panggil Dara. Seorang wanita biasa yang tidak cantik dan tidak memiliki kelebihan apapun. Aku hanya memiliki sebuah kesetiaan. Ya, hanya kesetiaan, karena hingga usiaku menginjak angka dua puluh tujuh, aku hanya mencintai seorang lelaki. Lelaki itu tak lain adalah suamiku sendiri, Revano Putera, Mas Revan.Kisahku bermula saat ada sebuah keluarga yang pindah rumah menjadi tetanggaku. Saat itu usiaku baru beranjak 10 tahun. Ibu sangat senang karena memiliki tetangga baru hingga hampir setiap hari kami selalu berkumpul bersama walau hanya sekedar ngobrol atau bermain.Keluarga itu memiliki seo
Gaun putih nan indah itu berjuntai-juntai dengan cantiknya. Kaki-kaki jenjang itu terlihat begitu anggun melangkah di antara turunan anak tangga, membuat setiap mata yang berada di ruangan ini tertuju padanya. Tidak terkecuali kakakku, Mas Revan.Ia menatap dengan tatapan terpana, istri yang baru tadi pagi resmi ia nikahi, sahabatku, Dara. Ya, dia tampak begitu mempesona dari sini. Dara sangat cantik dan baik tentunya, Mas Revan pantas mendapatkannya.Aku merasakan sebuah lengan melingkari pinggangku dari belakang. Itu Mike, suami yang telah menikahiku beberapa bulan yang lalu. Ayah dari jagoan kecilku yang bernama Osvaldo Handerson.Dia mengecup lembut pundakku yang terbuka karena gaun yang sedang kukenakan. “Dara cantik.” bisiknya. “Tapi kamu lebih cantik bagiku.” lanjutnya lagi.Aku tersenyum mendengar perkataannya. Ahhh lelaki ini benar-benar perayu ulung. “Aku tidak akan termakan rayuanmu lagi.” kataku sambil malu-
Mike melepaskan pagutannya pada bibir Hana. Menatap Hana penuh dengan kelembutan, mengusap lembut pipi Hana dengan ibu jarinya.“Aku mencintaimu, Sayang. Sungguh sangat mencintaimu.” ucap Mike lagi dengan ketulusan. Lalu memeluk Hana kembali dan mengecup lembut puncak kepala Hana.Tidak ada sesuatu yang membahagiakan untuk Mike selain melihat Hananya kembai, memaafkannya, dan mau menerimanya kembali. Tentu saja ini tidak akan terjadi tanpa bantuan Revan dan Carry.“Baguslah, jika kalian sudah baikan, akhirnya aku tak jadi menunda pernikahanku yang di percepat.” ucap Carry tepat di belakang Mike.Carry berdiri dengan seorang pria yang sangat tampan dengan mata birunya. Hana mengernyit, apa itu Billy, kekasih Carry? Lalu kenapa dia di sini? Bukankah Mike dan Carry akan ke Bali untuk menikah?“Carry, maaf, aku tidak bermaksud-” ucap Hana sedikit tak enak karena bagaimanapun juga ia yang telah membuat pernikahan Carr
Hari ini Hana berencana untuk belanja kebutuhan bayinya, membeli beberapa susu hamil dan juga beberapa pakaian bayi bersama Dara. Keadaan Hana sudah mulai membaik, kandungannya yang kini menginjak usia tujuh bulan membuatnya sedikit kelelahan karena berat badannya. Tentang Mike, Hana sama sekali tidak menghiraukannya lagi. Beberapa kali Mike menghampirinya tapi tentu saja Hana tidak menghiraukannya, Hana bahkan menjawab pertanyaan Mike dengan sangat ketus. Ia tidak ingin berurusan kembali dengan sosok bermata cokelat tersebut. Tentang Revan, kakaknya, Hana juga masih bersikap dingin padanya. Terlepas dari rasa kasihan Hana untuk kakaknya tersebut karena kehilangan wanita yang di cintainya, Hana membenci Revan karena kakaknya itu menjadi lelaki terbodoh dan terberengsek yang pernah ia temui. “Hana, apa ini bagus?” Dara yang sejak tadi memilih-milih sepatu bayi, akhirnya angkat bicara setelah menemukan sepatu yang menurutnya lucu. Sepatu berwarna pink