Hana terbangun di pagi hari dengan perut yang mual seperti di aduk-aduk. Berlari ke kamar mandi dan mencoba memuntahkan semuanyaa, tapi nihil, dia hanya mual dan tidak bisa memuntahkan apapun. Ahhh ada apa dengan dirinya?
Mike yang mendengar suara Hana segara bangun dan bergegas ke kamar mandi, di mana Hana berada saat ini.
“Kenapa, Sayang?”
“Aku hanya mual.”
Mike menegang seutuhnya. “Apa kamu, kamu hamil?”
Kali ini giliran Hana yang menegang seutuhnya, Hamil? kenapa tidak terpikirkan hal tersebut dalam otaknya? raut wajahnya kini berubah menjadi raut bahagia.
“Astaga Mike, aku bahkan tidak berpikir sampai situ. Ya mungkin saja aku hamil, ayo kita membeli alat test kehamilan.” kata Hana dengan semangat dan meninggalkan Mike yang saat ini masih diam membatu.
Hamil? Itu, itu berarti waktunya bersama Hana tidak lama lagi. Tapi bukankah itu bagus? Kenapa dirinya merasa ada yang salah disini?
***
Hana dan Mike akhirnya kembali ke apartemen Mike dengan beberapa alat test kehamilan yang baru saja mereka beli di Apotek terdekat. Hana dengan raut wajah bahagia berserinya, sedangkan Mike masih memasang wajah datar tanpa ekspresinya.
Hana berlari ke kamar mandi dan mencoba semua alat test kehamilan tersebut, sedangkan Mike dengan gelisah menunggunya di luar. Bagaimana jika Hana benar-benar hamil.? Bagaimana dia mengakhiri semuanya?
Tak lama Hana keluar dengan air mata di pipinya. Mike sontak menghampirinya, ingin mengetahui apa yang terjadi
“Ada apa sayang?”
Hana langsung memeluk tubuh Mike. “Aku tidak Hamil Mike, semua alatnya negatif.” kata Hana yang entah kenapa sontak membuat Mike menghela napas lega.
“Tenang sayang, masih ada lain waktu.” kata Mike menenangka Hana. Sedangkan Hana masih sedikit terisak dalam pelukan Mike.
***
Dara yang sedang bersiap-siap berangkat ke kantor tiba-tiba terpaku saat mendapati sosok di hadapannya. Sosok yang berdiri tegak memandangnya dengan wajah datar seperti biasanya.
“Mas Revan.” tanpa sadar Dara menyebut nama lelaki tersebut.
“Pagi Dara.” Revan sedikit melempar sebuah senyuman kepada Dara, ahh senyuman itu, senyuman yang sedikit di rindukan oleh Dara.
“Mas Revan kenapa kesini pagi-pagi seperti ini?”
“Aku ingin menemui Hana, apa dia ada?”
Dan Dara sontak memucat saat tiba-tiba Revan menanyakan keberadaan adiknya tersebut.
“Uumm, itu, Hana..”
Revan mendekatkan tubuh dan wajahnya ke arah Dara, membuat Dara sedikit mundur karena kedekatan yang terjadi diantara mereka.
“Kamu gugup, ada yang kamu sembunyikan dariku?”
“Tidak, aku tidak menyembunyikan apapun. Hana hanya sudah berangkat terlebih dahulu.”
“Benarkah?”
“Iya, aku tidak mungkin berbohong padamu, Mas.” kata Dara masih penuh dengan kegugupan.
“Baiklah kalau begitu aku pergi dulu.” kata Revan yang saat ini sudah membalik badannya dan berjalan menuju mobil yang terparkir di hadapannya.
Dara menghela napas panjang. Akhirnya dirinya bisa menghirup udara segar setelah tadi sempat menahan napas karena gugup dengan kedekatannya bersama Revan, kakak dari sahabatnya, Hana.
“Hei, sedang apa kamu di situ? Ayo, aku akan mengantarmu ke kantor.”
Teriak Revan yang saat ini sudah berada di balik kemudi mobilnya membuat Dara ternganga. Benarkah Revan akan mengantarnya ke kantor?
Astaga, lelaki itu memang berubah menjadi lelaki pendiam dan dingin sejak beberapa tahun terakhir, namun tentu saja perhatiannya masih sama seperti dulu, meski sedikit berkurang tapi tak mengurangi perasaan Dara terhadapnya.
Perasaan?
***
Dara turun dari mobil Revan ketika mereka sudah sampai di halaman kantor tempat Dara bekerja.
“Terimakasih, Mas, sudah mau mengantar.” kata Dara sopan sambil menganggukkan kepala.
“Lain kali mintalah kekasihmu menjemput, tidak baik jika selalu naik kendaraan umum sendiri.” kata Revan yang masih nampak dengan wajah datarnya.
Dara hanya mengangguk mengiyakan, padahal hatinya terasa di aduk-aduk tak karuan mendengar perkataan dari Revan tadi. Tak lama Revan pamit pergi, sedangkan Dara merasa seakan-akan kakinya sudah lemas karena terlalu lama dekat dengan lelaki tersebut.
***
Hana heran saat mendapati Dara sedang duduk melamun di dalam ruangan kecilnya. Ada apa dengan sahabatnya tersebut. Dara tersenyum-senyum sendiri dan wajahnya seakan merona merah.
“Kamu menyembunyikan sesuatu dariku Dara?” pertanyaan Hana membuat Dara sedikit terkejut dan kelabakan.
“Hei, sejak kapan kamu di situ?” tanya Dara sambil membenarkan tatanan rambutnya.
“Cukup lama untuk mengetahui bahwa pagi ini kamu sedang berbunga-bunga. Apa yang terjadi denganmu, Dara?”
Dara menggelengkan kepalanya. “Tidak ada yang terjadi, Hana. Aku hanya sedikit senang.”
“Apa yang membuatmu senang?”
“Ayolah Hana, ini hanya rasa senang biasa saja. Dan kenapa kamu keruanganku? Kamu membutuhkan sesuatu?” Dara mencoba mengalihkan topik.
“Kata Dini tadi kamu datang bersama dengan lelaki yang mirip dengan kakaku, apa itu benar?”
Sontak Dara kembali salah tingkah dengan pertanyaan Hana. Hana yang melihat gelagat Dara langsung menaikan sebelah alisnya sambil berpikir.
“Dara, jangan-jangan yang membuatmu memerah sejak tadi adalah Mas Revan, Kakakku?”
Dara sungguh terkejut dengan tabakan Hana yang ternyata tepat pada sasaran.
***
Mike dengan tampannya menunggu seseorang di bandara. Dia adalah Carry Wagner, tunangannya yang tinggal di Jerman. Akhir-akhir ini Mike memang jarang sekali menghubungi Carry, entah itu karena sibuk atau karena Hana. Mike sendiripun tak tahu.
Carry akan tinggal sementara di rumahnya bersama dengan ibunya, mungkin seminggu Carry akan berada di sini. Carry dulunya adalah tetangga sekaligus teman kecil Mike saat tinggal di Jerman. Mereka tumbuh bersama sebagai sahabat. Tapi kemudian ide untuk menikah datang ketika mereka duduk di bangku perguruan tinggi.
Sebenarnya walau status mereka sebagai tunangan, namun hubungan mereka tak lebih dari sekedar berteman. Mike sangat menghormati Carry, begitupun sebaliknya. Tak ada getar-getar aneh yang meliputi diri Mike saat bertemu dengan Carry, tidak seperti saat dirinya bertemu dengan Hana.
Ahhh nama itu lagi. Mengingat namanya saja bahkan membuat Mike sedikit tersenyum. Haruskah dirinya menceritakan tentang Hana kepada Carry?
Akhirnya wanita tinggi dan cantik bak model itupun datang dengan penampilan modis seperti biasanya. Carry bahkan tak canggung lagi dan langsung memeluk Mike yang sudah menyongsongnya, begitupun dengan Mike yang tak canggung lagi mengecup singkat bibir Carry.
“Bagaimana kabarmu?” tanya Mike seraya mengajak Carry keluar dari bandara.
“Baik, aku hanya merindukanmu.” jawab Carry sambil tersenyum.
“Aku juga.” kata Mike yang di ikuti dengan mengecup pelipis Carry.
***
Mike dan Carry kini sedang makan siang bersama di sebuah restoran, mereka banyak bercerita tentang kehidupan masing-masing.
“Mike, kamu sedikit pendiam.” kata Carry kemudian.
“Benarkah? Hanya perasaanmu saja.”
“Tidak, kamu memang sedikit pendiam.”
Mike tersenyum. “Aku hanya memiliki masa yang sulit.”
“Sesulit apa?”
“Sesulit tidak bisa tidur setiap malam.” jawab Mike dengan jujur.
“Kamu merindukanku?” tanya Carry dengan nada mengejek yang dibalas dengan tawa lebar dari Mike.
“Apa kamu bercanda? Aku tidak pernah merindukanmu Carry, kamulah yang selalu merindukanku.” Dan akhirnya mereka sama-sama tertawa.
“Ada apa Mike, ceritalah. Aku tahu kamu memiliki masalah.” Carry berkata dengan serius.
Mike menghela napas panjang. “Aku, aku hanya bingung dengan perasaanku sendiri.”
“Apa maksudmu?”
“Uumm, aku, sebenarnya aku harus membenci seseorang, tapi sepertinya aku...”
“Kamu malah menyukainya?”
“Tidak!! aku tidak menyukainya, hanya saja aku kasihan terhadapnya.”
“Kalau boleh aku tahu siapa yang ingin kamu benci itu?”
“Seseorang yang ada hubungannya dengan Lita.”
Carry membelalakkan matanya. “Kamu masih saja mengurusi tentang balas dendam konyolmu itu? Ayolah Mike, berapa kali aku menasehatimu, gadis yang ingin kamu sakiti adalah gadis yang tidak tahu apa-apa tentang masalahmu, adikmu dan juga kakaknya.” jelas Carry.
Carry memang sudah mengetahui semua rencana Mike, dia hanya tidak habis pikir jika Mike akan benar-benar melaksanakan aksi balas dendam konyol tersebut.
“Aku hanya ingin lelaki itu merasakan apa yang aku rasakan, Carry.”
“Dan bagaimana jika kamu berhasil lalu kamu juga merasa kehilangan gadis terebut?”
“Aku tidak akan merasa kehilangan dia.”
“Jangan bohong Mike.”
“Carry, hubunganku dengan dia hanya murni balas dendam dan seks, hanya itu.”
“Jangan pura-pura bodoh Mike, kita tahu bahwa tidak ada istilah seks tanpa cinta, friends with benefit, atau apalah itu istilahnya, hubungan seks yang dilakukan berkali-kali dengan orang yang sama tentu akan menimbulkan sedikit perasaan Mike, tidak mungkin itu hanya sekedar dendam.”
“Aku tidak percaya dengan fakta itu, buktinya aku bisa melakukan itu dengannya tanpa Cinta.”
“Benarkah? Lalu kenapa kamu tidak pernah mau mencobanya denganku?” tanya Carry memancing.
Mike membulatkan matanya kearah Carry. “Karena kita berteman, Carry.”
“Ya, dan karena kamu takut akan timbul perasaan jika kita melakukan seks. Dan tentunya akupun demikian, aku juga tidak ingin tumbuh perasaan lebih terhadapmu makanya aku tak pernah menggodamu.” kata Carry kali ini dengan serius.
Lama mereka terdiam, Mike sibuk dengan apa yang baru saja di katakan Carry, ucapan Carry tentu ada benarnya juga. Lalu carry mulai berbicara lagi.
“Mike, apa kamu tidak pernah berpikir untuk mengakhiri hubungn konyol kita ini?”
“Kenapa? Kamu sudah memiliki lelaki lain selain aku?”
Carry tertawa. “Sejujurnya iya. Tapi alasan terpenting adalah aku tidak ingin hubungan ini merusak persahabatan kita nanti.”
“Carry, aku akan melepasmu setelah kamu benar-benar menemukan lelaki baik melebihiku.”
“Kamu bercanda? Tidak ada lelaki baik yang melebihi dirimu, kamu tahu itu.” Dan mereka kembali tertawa bersama. Seperti itulah kebersamaan mereka, selalu disertai dengan tawa canda bersama karena yang mereka miliki hanya komitmen, bukan cinta.
***
Mike menuju parkiran, tapi ketika sampai di depan mobilnya, seorang menepuk bahunya sambil memanggil namanya.
“Mike.” itu suara Dara.
Mike dan Carry berbalik mendapati Dara yang memandang Mike dengan tatapan anehnya.
“Dara, sedang apa kamu di sini?” tanya Mike.
“Seharusnya aku yang bertanya sedang apa kamu disini Mike?” Dara berbalik bertanya sembari menatap curiga tangan Mike yang sedari tadi bertengger mesra di pinggang Carry.
Mike yang mendapatakan tatapan curiga langsung menarik tangannya dari pinggang Carry, sedangkan Carry masih tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi.
“Dara, aku sedang makan siang.”
“Dengan siapa Mike?” desak Dara. Bagaimanapun juga Dara tidak suka melihat Mike bergandengan mesra dengan wanita lain setelah apa yang sudah di lakukan Hana untuk Mike selama ini.
“Hallo, aku hanya temannya. Jangan salah paham.” kata Carry dengan sopan kepada Dara. “Carry Wagner.” katanya lagi sambil mengulurkan tangan kepada Dara.
“Andhara.” jawab Dara singkat. Sesungguhnya Dara masih tidak percaya jika Mike dan Carry tidak memiliki hubungan khusus.
“Kami hanya teman Dara, jangan berpikir macam-macam.” kata Mike membenarkan perkataan Carry tadi.
“Baiklah, kali ini aku percaya padamu. Mike, aku hanya tidak ingin kamu menyakiti Hana.” Kata Dara sebelum bergegas pergi. Sungguh perasaan Dara sudah tidak enak saat melihat kedekatan Mike dan Carry tadi. Sedangkan Mike hanya bisa berdoa dalam hati supaya Dara tidak bercerita macam-macam kepada Hana. Bagaimanapun juga rencananya untuk Hana belum selesai.
***
Hana sibuk di dalam dapur apartemen Mike sore ini. Entah kenapa hari ini tidak ada sebuah kabarpun dari lelaki tersebut, dan itu membuat Hana semakin merindukannya. Ohh Mike, lelaki itu benar-benar membuatnya jatuh dan tak bisa kembali lagi.
Sebenarnya Hana masih sedikit bingung dengan Keadaannya. Hari ini kepalanya tidak berhenti perputar karena sakit, belum juga indera penciumannya yang seakan menajam, tapi bukankah tadi pagi dirinya sudah melakukan Test kehamilan? bahkan Tiga alat test tersebut menunjukkan tanda Negatif. Apa jangan-jangan dirinya memiliki penyakit serius? Ahhh tidak, tidak boleh, pikir Hana sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
Hana tersadar ketika mendapati ponselnya berbunyi. Itu dari Dara. Hana mengangkatnya dan mendapati suara sahabatnya yang terdengar mengkhawatirkannya.
“Dimana kamu, Hana?
“Aku di apartemen Mike, ada apa?”
“Ya Tuhan, cepatlah kemari, Mas Revan akan ke sini dalam beberapa menit.”
“Kamu bercanda?”
“Astaga Hana, dia baru saja meneleponku.”
Hana mengernyit, sejak kapan kakaknya tersebut memiliki nomor telepon Dara. “Kalian sering berhubungan lewat telepon?”
“Itu tidak penting! Cepat kesini atau semuanya akan berakhir. Ya Tuhan, aku tidak dapat lagi melawan Mas Revan.”
“Baiklah, aku akan segera kesana.”
Setelah menutup telepon, Hana bergegas membersihkan dapur, lalu berganti pakaian. Ketika dia membuka pintu apartemen Mike, tepat pada saat itu Mike sudah berdiri di balik pintu.
“Hai sayang. Kamu menyambutku?” tanya Mike penuh dengan senyuman.
“Maaf Mike, aku harus pulang, Mas Revan ke tempat kontrakanku.” kata Hana menjelaskan.
Tapi bukannya mengijinkan Hana pulang, Mike malah memeluk tubuh Hana dan menggendongnya masuk ke dalam kamar.
“Hei, apa yang kamu lakukan Mike, aku harus pulang.”
Mike membaringkan tubuh Hana di atas ranjangnya, dengan tersenyum dia berkata. “Aku tidak peduli dengan kakak sialanmu itu.” kata Mike sesekali mengecup bibir Hana. “Aku merindukanmu, Sweety.” kata Mike lagi lalu memagut bibir mungil milik Hana.
Dalam keadaan seperti ini Hana tidak mampu menolak lagi. Mike sungguh sangat memabukkan untuknya, kerinduan pada Mike seharian ini terobati sudah dengan sentuhan-sentuhan mesra yang diberikan oleh Mike. Ohh Mike... Dia benar-benar menjadi lelaki yang paling romantis dan penyayang untuk Hana saat ini.
-TBC-
Dara meremas tangannya dengan gelisah. Ini sudah jam setengah sepuluh malam, tapi Revan masih saja menunggu kedatangan Hana dengan wajah santainya.“Uumm maaf Mas, ini sudah malam, tidak enak dengan tetangga.”“Tidak enak kenapa?”Dara tidak bisa menjawab, bagaimana mungkin dia bisa menjawab ketika dirinya gugup karena sorot mata tajam dari lelaki yang duduk di hadapannya itu?“Kita, uumm, laki-laki dan perempuan, umm.. tanpa status, dan-”“Bilang saja aku kakakmu.”Entah kenapa setelah perkataan Revan yang terkesan santai itu, Dara menjadi sedikit kesal.“Kamu bukan kakakku, Mas, dan ini sudah jam sepuluh malam, silahkan pulang.” kata Dara yang sudah tidak dapat membendung kekecewaannya lagi.“Hei, ada apa denganmu?”“Aku tidak apa-apa, pulanglah.” Kata Dara masih dengan sedikit keketusannya.“Aku ingin menunggu Hana.”
Hana kini sudah berada di dalam sebuah restoran Itali, tempat biasa ia makan siang dengan Mike. Astaga, wajahnya merona-rona bahagia saat membayangkan bagaimana ekspresi Mike saat tahu jika dirinya kini sedang hamil anak lelaki tersebut. Bayi ini akan menyatukan mereka, dan Hana tahu bahwa Mike benar-benar sangat mengharapkan bayi tersebut.Tak lama, Hana melihat sosok tinggi tegap itu datang menghampirinya, sosok yang amat sangat tampan dengan mata coklatnya. Tanpa sungkan Mike langsung memeluk Hana yang sudah berdiri dan tanpa malu lagi dia mendaratkan ciumannya pada bibir Hana.Mike lalu duduk di hadapan Hana.“Umm, maaf, aku yang memesankanmu makan siang.” Kata Hana kemudian ketika seorang pelayan mengantarkan pesanan Hana.“Tidak apa sayang, kamu tahu seleraku.” jawab Mike dengan lembut. “Lalu, sekarang ada apa? Aku tahu kamu tidak hanya mengajakku makan siang saja, bukan?” tanya Mike sambil menyantap pasta yang be
Hana tidak bisa menghentikan tangisnya, tangis tanpa suara. Hana tidak ingin Mike, lelaki brengsek itu mengetahui jika dirinya masih menangisi diri Mike.Tadi malam, Hana kembali ke rumah kontrakannya bersama Dara. Berkali-kali Dara menanyakan apa yang terjadi, tapi sekalipun Hana tidak menjawabnya. Hana masih sibuk menangisi nasibnya. Kenapa Mike tega melakukan hal ini padanya? Meninggalkannya disaat dirinya membutuhkan sosok Mike sebagai ayah dari bayi yang dikandungnya. Bagaimana Hana menghadapi semua ini? Menghadapi orang tuanya? Menghadapi Revan, kakaknya?Akhirnya Hana bisa tertidur karena lelah menangis. Paginya lagi-lagi Hana terbangun karena mual hebat. hingga membangunkan Dara. Dara sempat mengajak Hana ke rumah sakit tapi tentu saja Hana menolaknya. Hana belum ingin memberitahukan keadaannya pada siapapun juga termasuk Dara, sahabatnya sendiri.Hari ini niat Hana adalah ke kantor pagi-pagi dan menenggelaman Diri dengan tumpukan berkas-berkas periklana
Hana masih saja tak berhenti menangis. Dara bahkan sudah membelikan coklat, ice cream dan lain sebagainya agar Hana lebih baik lagi, namun ternyata tidak ada gunanya. Hana masih saja menangis.“Hana, ceritakan padaku apa yang terjadi padamu.” Sekali lagi Dara membujuk Hana.Hana hanya menggelengkan kepalanya. Tentu saja Hana belum berani bercerita jika dirinya saat ini sedang putus hubungan dengan Mike dalam Keadaan hamil.“Hana, jika kamu tidak bercerita, aku akan pulang dan tidak mau lagi berteman denganmu. Please Hana. Beri tahu aku apa yang terjadi padamu.”Hana lalu memeluk Dara dan tangisnya semakin pecah. “Aku dan Mike sudah berakhir Dara. Kami sudah berakhir.” Akhirnya Hana buka suara.“Apa? Kenapa bisa?”“Kupikir dia sudah memiliki wanita lain, Dara.”“Apa wanita itu orang luar? Maksudku dia orang asing?”Hana seketika melepaskan pelukanny
Jam setengah tujuh malam Hana baru sampai di rumah kontrakannya. Dara benar-benar khawatir dengan keadaan Hana, hampir saja Dara keluar mencari Hana karena tak kunjung pulang. Belum lagi Revan yang tadi sempat meneleponnya karena ingin menemui Hana lagi. Ahh lelaki itu benar-benar membuat Dara pusing.“Mas Revan menelepon lagi. Dia akan ke sini.” kata Dara sambil membuatkan Hana segelas susu hangat untuk ibu hamil.“Sejak kapan kalian dekat?”“Dekat? kami tidak dekat, Hana.” Kali ini Dara sudah duduk di hadapan Hana sambil memberikan susu tersebut.“Mas Revan jarang dekat dengan wanita setahuku, tapi dia sering meneleponmu.”“Dia meneleponku karena ingin tahu keadaanmu, kamu pikir dia harus menelepon siapa selain aku?”“Tapi wajahmu memerah setiap kali kita membicarakan tentang kakakku itu.” Kali ini Hana berbicara dengan nada menggoda.“Hahahaha kamu pikir
Mike menuntun Hana masuk ke dalam mobilnya. Hujan masih saja belum reda, tubuh yang basah kuyub membuat Hawa dingin seakan-akan menusuk hingga ke tulang. Gemeletuk gigi membuat Mike menatap ke arah Hana. Wajah pucat itu.. bibir biru itu.. Sial!! Dia kedinginan.Mike meraih jasnya yang berada di jok belakang. Dengan sedikit kesal Mike melempar jas tersebut ke arah Hana."Pakai ini." katanya sedingin mungkin.Bukan, Mike bukan kesal terhadap Hana, tapi kesal dengan dirinya sendiri yang selalu memperhatikan Hana, yang tidak tega dengan keadan Hana yang menyedihkan. Ada apa dengannya?Dengan tangan gemetar menahan rasa dingin yang merayapi sekujur tubuhnya, Hana mencoba mengenakan jas tersebut. Tapi tidak bisa. tanganya terlalu gemetar, tubuhnya terlalu lemas karena kedinginan.Akhirnya Mikelah yang memakaikan jas tersebut lengkap dengan umpatan khasnya dalam hati. Mike lalu menyalakan penghangat di mobilnya. Kemudian ia mulai menjalankan mobilnya menu
Mike mengemudikan mobilnya tanpa banyak bicara. Pikirannya masih kacau. Bagaimana mungkin Hana bisa begitu mempengaruhinya hingga hampir saja dirinya jatuh kedalam pesona Hana kembali? Dilihatnya wanita yang duduk di kursi sebelahnya. Wanita itu sedang tertidur pulas dengan wajah pucatnya.Pucat? Tunggu dulu. Mike memberhentikan mobilnya di pinggir jalan, di rabanya kening Hana. Sial! Wanita ini demam. Mungkin karena kehujanan kemarin malam. Dan astaga, apa wanita ini sudah makan teratur hari ini?“Hana bangun.” Mike mengguncang bahu Hana.Hana sedikit terkejut mendapati Mike yang sudah sangat dekat dengannya. “Apa kita sudah sampai?”“Kamu demam, aku akan membawamu ke rumah sakit.” kata Mike dengan dingin.“Tidak perlu Mike, kamu hanya perlu mengantarku pulang. Aku bisa ke dokter sendiri.” kata Hana yang langsung menunduk saat mendapat tatapan tajam dari Mike.“Kamu sudah tahu bagaimana
Hana sedikit risih saat semua mata tertuju padanya. Bagaimana tidak, hari ini dirinya di pindah tugaskan menjadi sekertaris pribadi CEO, belum lagi ruangannya yang menyatu dengan ruangan Mike sang CEO, sangat berbeda dengan ruangan sekertaris pribadi Mike lainnya yang ruangannya ada di luar ruangan Mike.Di tambah lagi Mike yang juga ikut sibuk membantu Hana memindahkan barang-barangnya dari meja lama ke meja baru Hana. Mungkin saat ini akan ramai gossip dirinya dan Mike di kalangan pegawai lainnya.“Kenapa kamu melamun saja? Apa kamu tidak ingin membenarkan letak semua barang-barangmu itu?” tanya Mike dengan napas tersenggal-senggal karena baru saja mengangkat sekardus besar barang-barang Hana.“Emmm.. Mereka pasti membicarakanku.”“Lalu kenapa? Bukan mereka yang menggajihmu.”“Tapi Mike, aku merasa sedikit risih.”Dan Mike tidak mengucapkan sepatah katapun. Mike hanya menatap Hana dengan tata
DARA POVDia Aneh! Dia berubah, apa yang terjadi dengannya?Saat ini dia sedang menciumku, melumat bibirku penuh nafsu. Bahkan akupun tak sadar jika saat ini aku ikut berendam di dalam bathub dengannya dalam dengan berpakaian lengkap dan dengan posisi duduk di atas pangkuannya.Dia mengerang, mendesah, dan akupun sama, kami menikmati ciuman ini, ciuman pertama kami. Lalu dengan terengah-engah dia melepaskan ciuman ini. Rasanya sesak, karena aku sulit bernapas, napasku terputus-putus, begitupun napasnya.Aku menunduk malu. Apa yang terjadi dengannya sehingga dia menciumku? apa juga yang terjadi denganku sehingga aku bersedia diciumnya olehnya? ini akan mempersulitku, aku tak akan bisa melupakannya jika dia memperlakukanku seperti ini.Dia mengangkat daguku, lalu menciumku kembali, tak ada kata di antara kami, dia hanya melumat bibirku tanpa ampun, menghisapnya penuh nafsu, lidahnya menari-nari d
REVAN POVHari ini berlangsung membosankan untukku. Rapat menjadi berantakan karena aku tidak konsentrasi pada rapat tersebut. Entah apa yang ada dalam otakku aku tak tahu, yang pasti aku selalu mendengar tangisnya dalam telingaku. Ini sedikit gila, aku tidak pernah mengalami hal yang seperti ini. Apa tadi pagi aku sedikit keterlaluan?Aku hanya tidak suka dia menghindariku. Bekerja tanpa meminta ijin denganku. Aku tak suka itu. Apalagi setelah tahu dia bekerja hanya untuk dekat dengan lelaki itu, lelaki yang katanya adalah kekasihnya. Apa dia sudah gila? Apa dia terlalu bodoh? Dia sudah memiliki suami dan baru beberapa hari yang lalu mengucapkan kata cinta, tapi hari ini dia berkata jika dia memiliki kekasih. Sial!Akhirnya aku mengatakan kata-kata itu. Kata-kata yang lagi-lagi membuatnya menangis. ‘Baik, pergilah. Berbahagialah dengan dia, dengan begitu kita bisa cepat-cepat berpisah.’ Dan aku
DARA POVTadi malam aku tidur sendiri. Tidak tahu kenapa Mas Revan tidak kembali ke kamar, mungkin kini dia sudah mulai jengah denganku, dengan keberadaanku, dan sepertinya aku memang harus lebih menghindarinya.Ku langkahkan kakiku menuju ke dapur, membantu para pelayan menyiapkan sarapan. Mereka baik terhadapku, jadi tentu saja aku harus baik terhadap mereka. Tiba-tiba ibu menepuk pundakku dari belakang, membuatku sedikit terkejut.“Revan ada di ruang kerjanya, kamu tak membuatkan kopi untuknya?”“Emm, aku akan membuatkannya, Bu, tapi tolong ibu yang mengantarkan saja, ya?”“Kenapa seperti itu?”“Kumohon Bu, aku, aku hanya-”“Hanya apa?” Suara dingin itu mengejutkanku. Dan aku melihatnya sedang berdiri tegap dengan tangan di lipat di dada. Tatapannya tajam seakan-akan bisa menggoresku.Aku menelan ludah dengan susah payah, tenggorokanku
-Revan POV-Hujan di sore ini tidak menyurutkan niatku untuk menemuinya. Tidak lupa aku membelikannya seikat bunga mawar merah untuknya, melambangkan perasaan cintaku yang masih membara untuknya. Sang penjual bunga bahkan hafal dengan bunga pesananku. Delapan tangkai bunga mawar merah yang di ikat menjadi satu. Kenapa delapan? aku sendiri juga tidak tahu. Aku hanya sedikit mengingat perkataannya, jika angka delapan melambangkan angka keabadian, angka yang tidak ada titik putusnya seperti angka-angka yang lain.Dan aku berharap cintaku padanya juga seperti angka delapan, yang abadi dan tak akan pernah putus.Dengan mengenakan payung hitam dan juga setelan hitam, seperti biasa aku menghadapnya dengan tenang. Menghadap batu nisannya....Aku tidak mempedulikan hujan yang sedikit membasahi bajuku. Aku tidak mempedulikan orang yang melihatku dan b
-Dara POV-Aku berjalan dengan langkah gontai di atas trotoar, pikiranku kacau, tangisku pecah. Ya tuhan... Aku benar-benar tersakiti. Satu hal lagi yang membuatku kecewa, dia tidak mengejarku. tentu saja, apa aku penting buatnya? Apa aku berarti untuknya? Tidak, sama sekali tidak.Akupun akhirnya terduduk di tepi trotoar, menangis tersedu-sedu seperti orang gila. Ya, aku memang gila, gila karena cinta.“Hei. Apa kamu baik-baik saja?” Suara itu membuatku mengangkat kepala dan mendapati seorang yang tengah menunduk memperhatikanku. Dia seorang lelaki yang bagiku cukup tampan, mengenakan sebuah seragam kerja yang ternyata itu adalah seragam salah satu pelayan di restoran cepat saji di sini.Aku hanya mengangguk pasrah, bagaimanapun juga aku tidak ingin menceritakan kisah menyedihkanku kepada orang asing.“Apa kamu butuh tumpangan?” tanyanya kemudian.“Tidak, aku baik-b
-Dara POV-Tak ada sesuatu yang harus ku sesalkan tentang hidupku. Hidup yang kini kujalani adalah pilihanku. Aku adalah seorang wanita berusia 27 tahun yang kini berusaha menjadi istri yang baik untuk suamiku, lelaki yang sudah bertahun-tahun lamanya kucintai. Lelaki yang sangat kukagumi sejak aku masih kecil.Aku Andhara Carollina, biasa di panggil Dara. Seorang wanita biasa yang tidak cantik dan tidak memiliki kelebihan apapun. Aku hanya memiliki sebuah kesetiaan. Ya, hanya kesetiaan, karena hingga usiaku menginjak angka dua puluh tujuh, aku hanya mencintai seorang lelaki. Lelaki itu tak lain adalah suamiku sendiri, Revano Putera, Mas Revan.Kisahku bermula saat ada sebuah keluarga yang pindah rumah menjadi tetanggaku. Saat itu usiaku baru beranjak 10 tahun. Ibu sangat senang karena memiliki tetangga baru hingga hampir setiap hari kami selalu berkumpul bersama walau hanya sekedar ngobrol atau bermain.Keluarga itu memiliki seo
Gaun putih nan indah itu berjuntai-juntai dengan cantiknya. Kaki-kaki jenjang itu terlihat begitu anggun melangkah di antara turunan anak tangga, membuat setiap mata yang berada di ruangan ini tertuju padanya. Tidak terkecuali kakakku, Mas Revan.Ia menatap dengan tatapan terpana, istri yang baru tadi pagi resmi ia nikahi, sahabatku, Dara. Ya, dia tampak begitu mempesona dari sini. Dara sangat cantik dan baik tentunya, Mas Revan pantas mendapatkannya.Aku merasakan sebuah lengan melingkari pinggangku dari belakang. Itu Mike, suami yang telah menikahiku beberapa bulan yang lalu. Ayah dari jagoan kecilku yang bernama Osvaldo Handerson.Dia mengecup lembut pundakku yang terbuka karena gaun yang sedang kukenakan. “Dara cantik.” bisiknya. “Tapi kamu lebih cantik bagiku.” lanjutnya lagi.Aku tersenyum mendengar perkataannya. Ahhh lelaki ini benar-benar perayu ulung. “Aku tidak akan termakan rayuanmu lagi.” kataku sambil malu-
Mike melepaskan pagutannya pada bibir Hana. Menatap Hana penuh dengan kelembutan, mengusap lembut pipi Hana dengan ibu jarinya.“Aku mencintaimu, Sayang. Sungguh sangat mencintaimu.” ucap Mike lagi dengan ketulusan. Lalu memeluk Hana kembali dan mengecup lembut puncak kepala Hana.Tidak ada sesuatu yang membahagiakan untuk Mike selain melihat Hananya kembai, memaafkannya, dan mau menerimanya kembali. Tentu saja ini tidak akan terjadi tanpa bantuan Revan dan Carry.“Baguslah, jika kalian sudah baikan, akhirnya aku tak jadi menunda pernikahanku yang di percepat.” ucap Carry tepat di belakang Mike.Carry berdiri dengan seorang pria yang sangat tampan dengan mata birunya. Hana mengernyit, apa itu Billy, kekasih Carry? Lalu kenapa dia di sini? Bukankah Mike dan Carry akan ke Bali untuk menikah?“Carry, maaf, aku tidak bermaksud-” ucap Hana sedikit tak enak karena bagaimanapun juga ia yang telah membuat pernikahan Carr
Hari ini Hana berencana untuk belanja kebutuhan bayinya, membeli beberapa susu hamil dan juga beberapa pakaian bayi bersama Dara. Keadaan Hana sudah mulai membaik, kandungannya yang kini menginjak usia tujuh bulan membuatnya sedikit kelelahan karena berat badannya. Tentang Mike, Hana sama sekali tidak menghiraukannya lagi. Beberapa kali Mike menghampirinya tapi tentu saja Hana tidak menghiraukannya, Hana bahkan menjawab pertanyaan Mike dengan sangat ketus. Ia tidak ingin berurusan kembali dengan sosok bermata cokelat tersebut. Tentang Revan, kakaknya, Hana juga masih bersikap dingin padanya. Terlepas dari rasa kasihan Hana untuk kakaknya tersebut karena kehilangan wanita yang di cintainya, Hana membenci Revan karena kakaknya itu menjadi lelaki terbodoh dan terberengsek yang pernah ia temui. “Hana, apa ini bagus?” Dara yang sejak tadi memilih-milih sepatu bayi, akhirnya angkat bicara setelah menemukan sepatu yang menurutnya lucu. Sepatu berwarna pink