⚜️Selamat Membaca⚜️
“Aku suka dengan pekerjaanmu, selama empat tahun kau menjadi orang kepercayaanku, aku lihat kau tidak pernah mau dekat dengan wanita? Kau masih normal kan?” Luca hanya tersenyum tipis lalu meneguk minumannya. “Aku normal,” jawabnya singkat. “Oke, apa aku harus mencarikan gadis untukmu?” Luca kembali mengingat pertemuannya dengan Brielle seminggu yang lalu dan menggeleng mantap. “Aku tidak mau, lebih baik kau cari saja untuk dirimu sendiri, kau juga belum memiliki kekasih kan.” Nico menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi lalu melipat kaki kirinya ke atas kaki kanan dengan gagah. Tangan kanannya mengusap bibir gelas dan tangan kirinya mengetuk pelan meja. “Aku sudah memiliki gadis incaran, dari dia berusia 15 tahun dan aku masih menginginkan dia.” “Oh ya, sekarang berapa usianya?” “Sudah dewasa, mungkin sekitar 20 tahun.” Luca mengangguk. “Haha kenapa kau tidak mendekati dia?” “Dia masih dalam masa pendidikan, aku belum ingin mendekati dia dan saat waktunya pas nanti, aku akan melamar dia.” “Yah, itu lebih baik.” “Kau sendiri, apa punya crush?” “Tidak.” “Seriously?” Mengangguk. “Ya.” “Apa yang membuatmu tidak berpikir ke arah sana?” “Aku masih ingin fokus pada diriku sendiri.” “Kau sudah cukup mapan, apalagi yang kau tunggu.” “Aku menunggu seorang gadis yang bisa membuat aku keluar dari zona nyamanku sendiri dan gadis yang bisa membuat aku tertawa lepas tanpa beban.” Nico terkekeh, dia sangat tahu bagaimana karakter Luca, pria itu sangat dingin dan kaku. Luca bahkan tidak pernah tersenyum pada wanita manapun, dia lebih baik menghindar daripada berurusan dengan wanita. Luca adalah anak seorang pengusaha sukses, dia dijodohkan dengan seorang gadis oleh ayahnya dan dia tidak suka itu. Karena sikap ayahnya yang keras dan pemaksa, Luca memilih kabur ke Chicago lalu bertemu dengan Nico dalam sebuah misi. Ketangguhan dan kecerdasan Luca membuat Nico tertarik, dalam dunia gelap, Nico membutuhkan seseorang seperti Luca. Luca yang pada dasarnya suka berkelahi dan kekerasan, dia menerima tawaran Nico untuk menjadi anak buahnya. “Apa gadis yang dijodohkan oleh ayahmu tidak bisa begitu?” Luca menaikkan bahunya. “Tidak tau, tapi saat mendengar namanya, aku tidak tertarik sama sekali.” “Oh ya, kau mengenalnya?” “Pernah satu kali bertemu, di acara keluarga dan aku sama sekali tidak tertarik.” Nico tertawa lepas. “Sudahlah, aku lebih baik bicarakan bisnis denganmu daripada bicara ini,” balas Luca. “Oke oke.” *** Nico duduk termenung di ruang kerjanya, dia memegang sebuah foto seorang gadis yang sudah mencuri hatinya dari lama, dia sangat menginginkan gadis itu. “Tamu kita sudah datang bos, anda bisa berangkat sekarang ke sana,” lapor anak buah Nico. “Baiklah.” Nico berjalan keluar ruangan, menaiki mobil hitam mewah miliknya yang di kendarai oleh Luca. “Kenapa kau yang jadi sopirnya?” tanya Nico kaget. “Aku bosan di markas, biarkan aku ikut denganmu, aku hanya butuh udara segar.” “Oke, kau juga boleh ikut denganku.” “Tidak, ini acara lamaranmu dengan gadis itu dan keluargamu pasti lebih ingin kau masuk sendiri.” “Oke.” Mereka langsung menuju ke restoran elit kelas atas karena pertemuan itu dihadiri oleh dua keluarga besar. Sesampainya di sana, Nico masuk dengan langkah tegap dan penuh wibawa sedangkan Luca memilih untuk menyendiri di sebuah taman dengan sebatang rokok di sela jarinya. “Waaahhh kita bertemu lagiiii, kau memang ditakdirkan untuk bertemu denganku yaaa,” sapa Brielle yang langsung duduk di samping Luca, pria itu sampai tersedak minuman mendengar suara nyaring dari Brielle. “Kau lagi, apa dunia begitu sempit sampai aku harus bertemu denganmu terus hah?” bentak Luca. “Santai saja, kenapa harus marah-marah, aku ini sedang kabur dari ayahku,” bisik Brielle lagi pada Luca. “Kenapa? Kau disuruh belajar lagi?” “Iya.” “Apa ayahmu itu seorang pengajar? Sampai menyuruhmu belajar terus?” “Ya begitulah.” Luca memutas malas bola matanya lalu menghisap rokok itu, namun belum sepenuhnya selesai, Brielle mengambil rokok tersebut dan membuangnya. “Apa yang kau lakukan?” “Aku sedikit tidak suka dengan asap rokok, jadi kau harus terbiasa jika bersama denganku untuk tidak merokok.” “Terbiasa? Kau pikir aku mau bertemu gadis menyebalkan seperti dirimu?” “Buktinya, kau tidak pergi sejak aku datang.” Luca langsung berdiri dan pergi dari sana, Brielle tersenyum geli melihat hal itu. “Kau pemarah ya, kurang-kurangi sikap itu, nanti kau sulit dapat jodoh,” sorak Brielle yang dibalas jari tengah oleh Luca. “Sialan, niatku ke sini untuk menenangkan pikiran, malah bertemu gadis tengil yang membuat suasana hatiku semakin buruk,” rutuk Luca lalu membuang kaleng minumannya ke tong sampah. Dia menunggu Nico di dalam mobil, pertemuan itu cukup singkat karena kurang dari dua jam. Nico tampak sudah keluar dari restoran mahal itu dan memasuki mobilnya, wajah Nico ditekuk dan terlihat sangat marah. “Kau kenapa? Apa lamaranmu ditolak?” tanya Luca sambil tersenyum miring. “Ya, dia menolakku dan pergi begitu saja meninggalkan pertemuan kami.” “Kenapa kau masih ingin dia?” “Entahlah.” Keesokan harinya, Nico menyeret Brielle ke dalam kamarnya dengan kasar. Tubuh mungil Brielle dibanting ke atas kasur lalu dia menindih gadis itu sambil mencengkeram rahangnya. “Berani sekali kau mempermalukan aku di depan keluargaku hah? Dengar ya, aku akan tetap menikahimu apapun yang terjadi, saat kau lulus kuliah nanti, aku akan mengambilmu.” Brielle bisa melihat sorot tajam dari mata Nico. “Oh ya, kau pikir semudah itu memiliki aku? Jangan mimpi,” balas Brielle tanpa rasa takut sama sekali. Nico dengan kuat menampar pipi Brielle berkali-kali hingga hidung dan sudut bibirnya berdarah. “Keluargamu itu membutuhkan aku, secara tidak langsung, kau sudah dijual padaku, mengerti.” Brielle tak melawan lagi. “Ya aku tau itu,” jawab Brielle tanpa menatap wajah Nico. Mereka memang sudah saling mengenal lama, sikap keras dan kasar Nico membuat Brielle sangat takut, itulah kenapa dia tidak ingin dijodohkan dengan Nico. “Selama kau di Chicago, kau akan tinggal di sini, di mansionku dan kedua orang tuamu sudah tau itu.” Brielle tak membantah lagi, dia hanya diam tak bergeming. Nico bangkit dari atas tubuh Brielle lalu keluar dari kamar, gadis itu duduk dan menghapus darah yang mengalir dari hidung dan bibirnya. Ia melihat sekitaran, yang memungkinkan untuk dia bisa kabur. “Kau pikir bisa mengurung aku begini? Belum tau saja dia kalau aku ahli dalam melarikan diri,” gumam Brielle lalu berjalan ke arah balkon, dia melihat jalan keluar yang sangat pas. “Menikah saja kau dengan orang tuaku, cih, pria gila,” celetuk Brielle lalu kabur melalui balkon kamar dengan menggunakan keahliannya dalam memanjat, gaun yang dia pakai tidak menghalangi dia sama sekali. ⚜️Bersambung⚜️⚜️Selamat Membaca⚜️Brielle berhasil turun dari kamarnya, dia berpikir sejenak bagaimana cara kabur dari penjaga di mansion itu. Brielle bersembunyi di balik tiang dan tersenyum karena menemukan sebuah ide cemerlang. Brielle berlari ke arah halaman depan dan berteriak histeris. “Tolong, Nico diserang musuhnya di dalam kamar, mereka sangat ramai dan masuk melalui rooftop, cepat kalian semua tolong dia.”Para penjaga langsung bergegas dengan senjata masing-masing ke lantai atas untuk menyelamatkan Nico, dengan cepat Brielle kabur dari sana. Dia berjalan pelan ketika sampai di sebuah taman yang cukup jauh dari mansion Nico, kakinya terasa sakit karena berlari dari tadi. “Perutku lapar, aku haus dan aku tidak bawa uang.” Brielle menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan lalu mengusap kasar wajah itu. Pandangannya tertuju pada Luca yang duduk tak jauh dari tempatnya sekarang. “Dia lagi, apa dia itu sosok seorang dewa yang dikirim untuk menyelamatkan aku?” Brielle dengan langkah c
⚜️Selamat Membaca⚜️Selama empat jam perjalanan, akhirnya mereka sampai di apotik pusat kota yaitu Apotheek Van De Lan yang terletak dekat dengan tempat wisata. Luca keluar dari mobilnya sambil membawa resep obat milik Brielle, dia sana sekali tidak mengerti dengan obat apa yang dikonsumsi oleh Brielle saat ini. “Obat ini jangan dikonsumsi terus ya, minum saja ketika sakit dan lebih baik diperiksa lagi ke dokter. Karena obat ini bukan untuk menyembuhkan penyakit yang diderita oleh pasien, melainkan hanya untuk menghilangkan rasa sakit saja.” Luca mengangguk lalu membayar dan mengambil obat tersebut. Dia kembali ke mobil dan memberikan obat itu pada Brielle. “Dia bilang, obat ini tidak untuk dikonsumsi terus menerus, minum setiap kali merasa sakit saja,” terang Luca. “Iya, aku tau.” Brielle meminum obat itu lalu memejamkan matanya, sisa air mata itu kembali meluncur dan cepat dia hapus. “Kita cari tempat makan dulu, aku juga lapar.” Brielle menatap Luca lalu tersenyum. “Oke, aku
⚜️Selamat Membaca⚜️Luca duduk di kamar sambil memainkan ponsel ditemani secangkir kopi panas, asapnya masih mengepul dan aromanya begitu kuat hingga Brielle terbangun. Mereka tidak tidur satu kasur, Luca membebaskan gadis itu dengan dirinya sendiri, dari semalam Brielle terus dihubungi oleh ayah dan ibunya namun Nico sudah memberitahu kalau gadis itu dia yang culik dan suruh Luca untuk membawa. Luca meminta anak buahnya untuk mengirimkan motornya ke Belanda, ia hanya mau memakai motornya sendiri jika akan melakukan perjalanan jauh begini—BMW R Nine T Motorcycle. Dia juga menyiapkan beberapa berkas yang akan dia dan Brielle perlukan jika memasuki berbagai negara yang akan mereka lakukan nantinya. “Aroma kopimu mengganggu tidurku, minta ya,” ujar Brielle lalu menyeruput kopi panas milik Luca. Brrusshh! Luca langsung berdiri ketika Brielle menyemburkan kopi itu ke tubuhnya. “Kau gila ya, jelas kopi itu masih panas,” bentak Luca sambil mengusap tubuhnya. “Ya mana aku tau, lidahku
⚜️Selamat Membaca⚜️ Tetesan darah yang mengalir di tubuhnya terus menetes ke tanah, pria 28 tahun itu terus berjalan tertatih mencari tempat yang aman untuk dia bersembunyi dari kejaran rombongan di belakangnya. Karena luka di bagian perut dan kepalanya cukup parah, pandangannya jadi sedikit buram hingga tubuhnya terjatuh ke tanah. Matanya masih bisa melihat area sekitar, pepohonan yang tinggi, udara yang dingin serta kicauan burung yang terus memekakkan telinga. Pria itu perlahan memejamkan mata, tanah di dekat hidungnya terus beterbangan mengikuti dengan deru napas si pria. “Sudahlah, jika memang ini akhir, aku terima.” Cukup lama dia tertidur, pria itu bangun di sebuah kamar yang begitu mewah dan sangat rapi, jelas pemilik kamar itu orang yang sangat kaya raya. “Kau sudah bangun? Ada baiknya kau istirahat dulu,” sapa seorang gadis yang kini duduk di tepi ranjang. “Di mana ini?” “Rumahku, tadi aku sedang berburu dengan ayahku dan melihat kau terkapar di tengah hutan, k
⚜️Selamat Membaca⚜️Luca duduk di kamar sambil memainkan ponsel ditemani secangkir kopi panas, asapnya masih mengepul dan aromanya begitu kuat hingga Brielle terbangun. Mereka tidak tidur satu kasur, Luca membebaskan gadis itu dengan dirinya sendiri, dari semalam Brielle terus dihubungi oleh ayah dan ibunya namun Nico sudah memberitahu kalau gadis itu dia yang culik dan suruh Luca untuk membawa. Luca meminta anak buahnya untuk mengirimkan motornya ke Belanda, ia hanya mau memakai motornya sendiri jika akan melakukan perjalanan jauh begini—BMW R Nine T Motorcycle. Dia juga menyiapkan beberapa berkas yang akan dia dan Brielle perlukan jika memasuki berbagai negara yang akan mereka lakukan nantinya. “Aroma kopimu mengganggu tidurku, minta ya,” ujar Brielle lalu menyeruput kopi panas milik Luca. Brrusshh! Luca langsung berdiri ketika Brielle menyemburkan kopi itu ke tubuhnya. “Kau gila ya, jelas kopi itu masih panas,” bentak Luca sambil mengusap tubuhnya. “Ya mana aku tau, lidahku
⚜️Selamat Membaca⚜️Selama empat jam perjalanan, akhirnya mereka sampai di apotik pusat kota yaitu Apotheek Van De Lan yang terletak dekat dengan tempat wisata. Luca keluar dari mobilnya sambil membawa resep obat milik Brielle, dia sana sekali tidak mengerti dengan obat apa yang dikonsumsi oleh Brielle saat ini. “Obat ini jangan dikonsumsi terus ya, minum saja ketika sakit dan lebih baik diperiksa lagi ke dokter. Karena obat ini bukan untuk menyembuhkan penyakit yang diderita oleh pasien, melainkan hanya untuk menghilangkan rasa sakit saja.” Luca mengangguk lalu membayar dan mengambil obat tersebut. Dia kembali ke mobil dan memberikan obat itu pada Brielle. “Dia bilang, obat ini tidak untuk dikonsumsi terus menerus, minum setiap kali merasa sakit saja,” terang Luca. “Iya, aku tau.” Brielle meminum obat itu lalu memejamkan matanya, sisa air mata itu kembali meluncur dan cepat dia hapus. “Kita cari tempat makan dulu, aku juga lapar.” Brielle menatap Luca lalu tersenyum. “Oke, aku
⚜️Selamat Membaca⚜️Brielle berhasil turun dari kamarnya, dia berpikir sejenak bagaimana cara kabur dari penjaga di mansion itu. Brielle bersembunyi di balik tiang dan tersenyum karena menemukan sebuah ide cemerlang. Brielle berlari ke arah halaman depan dan berteriak histeris. “Tolong, Nico diserang musuhnya di dalam kamar, mereka sangat ramai dan masuk melalui rooftop, cepat kalian semua tolong dia.”Para penjaga langsung bergegas dengan senjata masing-masing ke lantai atas untuk menyelamatkan Nico, dengan cepat Brielle kabur dari sana. Dia berjalan pelan ketika sampai di sebuah taman yang cukup jauh dari mansion Nico, kakinya terasa sakit karena berlari dari tadi. “Perutku lapar, aku haus dan aku tidak bawa uang.” Brielle menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan lalu mengusap kasar wajah itu. Pandangannya tertuju pada Luca yang duduk tak jauh dari tempatnya sekarang. “Dia lagi, apa dia itu sosok seorang dewa yang dikirim untuk menyelamatkan aku?” Brielle dengan langkah c
⚜️Selamat Membaca⚜️“Aku suka dengan pekerjaanmu, selama empat tahun kau menjadi orang kepercayaanku, aku lihat kau tidak pernah mau dekat dengan wanita? Kau masih normal kan?” Luca hanya tersenyum tipis lalu meneguk minumannya. “Aku normal,” jawabnya singkat. “Oke, apa aku harus mencarikan gadis untukmu?” Luca kembali mengingat pertemuannya dengan Brielle seminggu yang lalu dan menggeleng mantap. “Aku tidak mau, lebih baik kau cari saja untuk dirimu sendiri, kau juga belum memiliki kekasih kan.” Nico menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi lalu melipat kaki kirinya ke atas kaki kanan dengan gagah. Tangan kanannya mengusap bibir gelas dan tangan kirinya mengetuk pelan meja. “Aku sudah memiliki gadis incaran, dari dia berusia 15 tahun dan aku masih menginginkan dia.” “Oh ya, sekarang berapa usianya?”“Sudah dewasa, mungkin sekitar 20 tahun.” Luca mengangguk. “Haha kenapa kau tidak mendekati dia?”“Dia masih dalam masa pendidikan, aku belum ingin mendekati dia dan saat waktunya p
⚜️Selamat Membaca⚜️ Tetesan darah yang mengalir di tubuhnya terus menetes ke tanah, pria 28 tahun itu terus berjalan tertatih mencari tempat yang aman untuk dia bersembunyi dari kejaran rombongan di belakangnya. Karena luka di bagian perut dan kepalanya cukup parah, pandangannya jadi sedikit buram hingga tubuhnya terjatuh ke tanah. Matanya masih bisa melihat area sekitar, pepohonan yang tinggi, udara yang dingin serta kicauan burung yang terus memekakkan telinga. Pria itu perlahan memejamkan mata, tanah di dekat hidungnya terus beterbangan mengikuti dengan deru napas si pria. “Sudahlah, jika memang ini akhir, aku terima.” Cukup lama dia tertidur, pria itu bangun di sebuah kamar yang begitu mewah dan sangat rapi, jelas pemilik kamar itu orang yang sangat kaya raya. “Kau sudah bangun? Ada baiknya kau istirahat dulu,” sapa seorang gadis yang kini duduk di tepi ranjang. “Di mana ini?” “Rumahku, tadi aku sedang berburu dengan ayahku dan melihat kau terkapar di tengah hutan, k