Home / Romansa / Hostage Rasa Honeymoon / Bab 5 : Mulai Dari Negara Sendiri

Share

Bab 5 : Mulai Dari Negara Sendiri

Author: vebigusriyeni
last update Last Updated: 2025-04-15 10:37:58

⚜️Selamat Membaca⚜️

Luca duduk di kamar sambil memainkan ponsel ditemani secangkir kopi panas, asapnya masih mengepul dan aromanya begitu kuat hingga Brielle terbangun.

Mereka tidak tidur satu kasur, Luca membebaskan gadis itu dengan dirinya sendiri, dari semalam Brielle terus dihubungi oleh ayah dan ibunya namun Nico sudah memberitahu kalau gadis itu dia yang culik dan suruh Luca untuk membawa.

Luca meminta anak buahnya untuk mengirimkan motornya ke Belanda, ia hanya mau memakai motornya sendiri jika akan melakukan perjalanan jauh begini—BMW R Nine T Motorcycle.

Dia juga menyiapkan beberapa berkas yang akan dia dan Brielle perlukan jika memasuki berbagai negara yang akan mereka lakukan nantinya.

“Aroma kopimu mengganggu tidurku, minta ya,” ujar Brielle lalu menyeruput kopi panas milik Luca.

Brrusshh!

Luca langsung berdiri ketika Brielle menyemburkan kopi itu ke tubuhnya.

“Kau gila ya, jelas kopi itu masih panas,” bentak Luca sambil mengusap tubuhnya.

“Ya mana aku tau, lidahku terbakar ini,” keluh Brielle.

“Salahmu sendiri, dasar tidak sopan.”

“Kau ini pemarah sekali.”

“Sana.” Luca sedikit mendorong tubuh Brielle dan membersihkan meja yang berantakan karena ulah gadis itu.

Baru selesai beberes, Luca tidak mendapati Brielle di dalam kamar.

“Dia ke mana?” pikir Luca.

Dengan panik, pria itu mencari Brielle yang dia kira kabur. Namun di lorong, dia melihat gadis itu tersenyum senang sambil membawa beberapa makanan dan minuman.

“Kau dari mana?”

“Bawah, aku memesan sarapan, ayo makan.”

“Kenapa kau harus jemput? Kan nanti juga di antar.”

“Lama.”

Mereka kembali memasuki kamar dan sarapan dengan tenang, Brielle menata sarapan di atas meja.

Ada Dutch Pancakes, Haring, Broodje Hagelslag dan dua gelas Koffie serta Apelgebak.

“Aku tidak suka ikan mentah begini,” tolak Luca ketika melihat Haring tersaji di depannya.

“Aku juga tidak suka.”

“Kenapa kau pesan ini?”

“Aku pikir kau suka.”

“Aku tidak suka memakan sesuatu yang masih mentah dan ini kenapa semua makanan manis hah?”

“Karena selama bersama denganmu, hidupku pahit. Jadi aku pikir, sarapan dengan semua ini akan membuat pagi kita jauh lebih manis.” Luca menatap Brielle sekilas lalu memalingkan wajahnya.

Dia mengangkat sudut bibirnya membentuk sedikit senyuman—tentunya—tidak terlihat oleh Brielle.

Mereka sarapan dengan tenang, Brielle menatap keluar jendela dan menyeruput sedikit demi sedikit kopinya.

“Boleh aku bertanya?” Brielle hanya berdehem.

“Apa kau tersiksa tinggal dengan kedua orang tuamu?”

“Kenapa?”

“Ya sampai kau senang dibawa dan sering kabur.” Brielle menghela napasnya dan menatap Luca.

“Aku tidak tersiksa, justru orang tuaku sangat baik dan sayang padaku. Aku saja yang tidak tau diri.”

“Ucapan ayahmu kemarin malam cukup....”

“Dia hanya sedang emosi, ayahku itu orang yang sangat baik dan penyayang. Dia memang sedikit keras tapi tidak pernah membedakan aku dengan anaknya yang lain. Aku disayang dan dididik olehnya dengan baik, kalau dia kejam dan jahat. Tidak mungkin aku akan hidup sampai detik ini,” kata Brielle sambil terkekeh dan Luca bisa menilai kalau apa yang dikatakan oleh Brielle benar adanya.

“Lalu Nico? Kenapa kau menolak dia?”

“Dia itu suka kasar padaku, aku tidak suka.”

“Kasar?”

“Yaa.”

“Lalu kenapa kau mau ikut secara suka rela denganku? Berkendara jauh pula.”

“Aku hanya ingin jalan-jalan dan tunggu sebentar.” Brielle mengambil sesuatu di dalam tasnya. Sebuah buku kecil—Diary—lalu dia berikan pada Luca.

Luca membuka buku tersebut dan melihat daftar tempat yang ingin dikunjungi oleh Brielle.

“Kapan kau menyiapkan daftar ini?” Luca sedikit kaget karena itu sesuai dengan rute perjalanan mereka nanti.

“Setahun sebelum aku lulus kuliah.”

“Oke, cukup menarik, apa kau tidak pernah ke tempat ini sebelumnya?” Brielle menggeleng lemah.

“Aku sangat ingin travelling begini, menikmati setiap tempat dan mengunjungi sesuatu yang ingin aku kunjungi.”

“Kenapa? Apa selama ini ayahmu melarang?”

“Tidak, ada alasan lain.”

“Oke. Aku tidak akan bertanya lebih dalam lagi, simpan kembali bukumu.” Brielle mengambil bukunya dan kembali menyimpan di dalam tas.

“Sebenarnya kau itu sakit apa?”

“Ya sakit biasa namun harus sering minum obat. Bukan yang sakit parah penuh drama juga,” jawab Brielle dengan santai.

“Kali ini aku rasa kau berbohong.” Brielle tertawa yang membuat Luca ikut terbawa suasana. Pria itu tersenyum dengan sedikit kekehan dari bibirnya.

“Kemungkinan kita akan berangkat besok karena saat ini motorku sedang dalam perjalanan, kita juga harus mengurus beberapa dokumen untuk bisa melintasi berbagai negara nantinya. Aku tidak ingin ada drama penahanan karena dokumen kita. Mengerti.” Brielle mengangguk paham.

Hari ini mereka disibukkan mengurus beberapa dokumen yang dimaksud, cukup melelahkan namun sangat dinikmati oleh Brielle.

Seharian di luar. Luca teringat dengan catatan di buku diary Brielle.

“Oke. Kita mulai dengan pergi ke Rijksmuseum, bagaimana menurutmu?” Brielle tertawa.

“Boleh tapi itu tidak ada di dalam catatanku.”

“Apa salahnya kau memulai dari negaramu sendiri.”

“Menarik juga, bolehlah.”

Mereka pergi ke Rijksmuseum yang merupakan terbesar di Belanda, terkenal dengan koleksi seni klasik dan sejarah budaya Belanda.

Tempatnya megah, elegan, dan penuh sejarah.

Puas di sana, Luca menyewa sepeda agar Brielle tidak terlalu kelelahan berjalan kaki karena mereka akan pergi menuju ke Anne Frank House.

Mereka meninggalkan halaman Rijksmuseum dengan dua sepeda sewaan berwarna hitam, masing-masing punya keranjang kecil di depan.

Brielle masih belum terlalu luwes mengayuh di antara lalu lintas sepeda khas Amsterdam, tapi wajahnya terlihat senang. Angin sore meniup rambutnya saat mereka melintasi jembatan kecil di atas kanal Keizersgracht.

Luca memimpin jalan, melirik ke belakang sesekali memastikan Brielle tidak tertinggal. Di sisi kanan dan kiri, kanal berkilau di bawah cahaya emas matahari senja. Rumah-rumah sempit bergaya Belanda berdiri anggun di tepinya, berjajar seperti penjaga yang diam.

Mereka berbelok ke jalan yang lebih sepi, melewati toko bunga mungil. Brielle memperlambat kayuhan sepedanya, matanya tertuju pada buket tulip ungu pucat yang dijajakan di depan toko.

“Aku merasa seperti masuk film indie,” katanya, setengah tertawa.

Luca mengangguk, lalu menjawab, “Sayangnya ini bukan film, kita masih dikejar waktu dan harus kuingatkan bahwa kau adalah seorang sandera. Paham.”

Brielle mengangkat kedua jempolnya dengan senyum mengambang.

Mereka mengayuh lagi, kali ini lebih pelan, membiarkan angin dan aroma kayu tua dari kanal menemani perjalanan.

Di kejauhan, bangunan bata merah Anne Frank House mulai terlihat. Suasananya berbeda, lebih sunyi, seperti ada sejarah yang tertinggal di udara.

Mereka berhenti di depan bangunan itu. Tak berkata apa-apa. Hanya diam, mendengarkan kota yang perlahan melambat di sekitar mereka. Perjalanan mereka menggunakan sepeda dari Rijksmuseum ke Anne Frank House hanya memakan waktu sepuluh menit saja.

“Kenapa kau ingin ke sini?” tanya Brielle.

“Bukankah ini tempat yang bagus? Tempat di mana Anne Frank bersembunyi selama Perang Dunia II dan tempat ini juga bagus untuk menyadarkan dirimu arti sebuah kebebasan.”

Brielle terdiam. Luca mengambil tangan Brielle dan mereka masuk ke dalam sana, tangan itu balik digenggam oleh Brielle.

Mereka masuk bagai sepasang kekasih.

⚜️Bersambung⚜️

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Hostage Rasa Honeymoon   Bab 1 : Gadis Menyebalkan

    ⚜️Selamat Membaca⚜️ Tetesan darah yang mengalir di tubuhnya terus menetes ke tanah, pria 28 tahun itu terus berjalan tertatih mencari tempat yang aman untuk dia bersembunyi dari kejaran rombongan di belakangnya. Karena luka di bagian perut dan kepalanya cukup parah, pandangannya jadi sedikit buram hingga tubuhnya terjatuh ke tanah. Matanya masih bisa melihat area sekitar, pepohonan yang tinggi, udara yang dingin serta kicauan burung yang terus memekakkan telinga. Pria itu perlahan memejamkan mata, tanah di dekat hidungnya terus beterbangan mengikuti dengan deru napas si pria. “Sudahlah, jika memang ini akhir, aku terima.” Cukup lama dia tertidur, pria itu bangun di sebuah kamar yang begitu mewah dan sangat rapi, jelas pemilik kamar itu orang yang sangat kaya raya. “Kau sudah bangun? Ada baiknya kau istirahat dulu,” sapa seorang gadis yang kini duduk di tepi ranjang. “Di mana ini?” “Rumahku, tadi aku sedang berburu dengan ayahku dan melihat kau terkapar di tengah hutan, k

    Last Updated : 2025-04-15
  • Hostage Rasa Honeymoon   Bab 2 : Ahli Dalam Melarikan Diri

    ⚜️Selamat Membaca⚜️“Aku suka dengan pekerjaanmu, selama empat tahun kau menjadi orang kepercayaanku, aku lihat kau tidak pernah mau dekat dengan wanita? Kau masih normal kan?” Luca hanya tersenyum tipis lalu meneguk minumannya. “Aku normal,” jawabnya singkat. “Oke, apa aku harus mencarikan gadis untukmu?” Luca kembali mengingat pertemuannya dengan Brielle seminggu yang lalu dan menggeleng mantap. “Aku tidak mau, lebih baik kau cari saja untuk dirimu sendiri, kau juga belum memiliki kekasih kan.” Nico menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi lalu melipat kaki kirinya ke atas kaki kanan dengan gagah. Tangan kanannya mengusap bibir gelas dan tangan kirinya mengetuk pelan meja. “Aku sudah memiliki gadis incaran, dari dia berusia 15 tahun dan aku masih menginginkan dia.” “Oh ya, sekarang berapa usianya?”“Sudah dewasa, mungkin sekitar 20 tahun.” Luca mengangguk. “Haha kenapa kau tidak mendekati dia?”“Dia masih dalam masa pendidikan, aku belum ingin mendekati dia dan saat waktunya p

    Last Updated : 2025-04-15
  • Hostage Rasa Honeymoon   Bab 3 : Penculikan Termudah

    ⚜️Selamat Membaca⚜️Brielle berhasil turun dari kamarnya, dia berpikir sejenak bagaimana cara kabur dari penjaga di mansion itu. Brielle bersembunyi di balik tiang dan tersenyum karena menemukan sebuah ide cemerlang. Brielle berlari ke arah halaman depan dan berteriak histeris. “Tolong, Nico diserang musuhnya di dalam kamar, mereka sangat ramai dan masuk melalui rooftop, cepat kalian semua tolong dia.”Para penjaga langsung bergegas dengan senjata masing-masing ke lantai atas untuk menyelamatkan Nico, dengan cepat Brielle kabur dari sana. Dia berjalan pelan ketika sampai di sebuah taman yang cukup jauh dari mansion Nico, kakinya terasa sakit karena berlari dari tadi. “Perutku lapar, aku haus dan aku tidak bawa uang.” Brielle menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan lalu mengusap kasar wajah itu. Pandangannya tertuju pada Luca yang duduk tak jauh dari tempatnya sekarang. “Dia lagi, apa dia itu sosok seorang dewa yang dikirim untuk menyelamatkan aku?” Brielle dengan langkah c

    Last Updated : 2025-04-15
  • Hostage Rasa Honeymoon   Bab 4 : Permintaan Gila

    ⚜️Selamat Membaca⚜️Selama empat jam perjalanan, akhirnya mereka sampai di apotik pusat kota yaitu Apotheek Van De Lan yang terletak dekat dengan tempat wisata. Luca keluar dari mobilnya sambil membawa resep obat milik Brielle, dia sana sekali tidak mengerti dengan obat apa yang dikonsumsi oleh Brielle saat ini. “Obat ini jangan dikonsumsi terus ya, minum saja ketika sakit dan lebih baik diperiksa lagi ke dokter. Karena obat ini bukan untuk menyembuhkan penyakit yang diderita oleh pasien, melainkan hanya untuk menghilangkan rasa sakit saja.” Luca mengangguk lalu membayar dan mengambil obat tersebut. Dia kembali ke mobil dan memberikan obat itu pada Brielle. “Dia bilang, obat ini tidak untuk dikonsumsi terus menerus, minum setiap kali merasa sakit saja,” terang Luca. “Iya, aku tau.” Brielle meminum obat itu lalu memejamkan matanya, sisa air mata itu kembali meluncur dan cepat dia hapus. “Kita cari tempat makan dulu, aku juga lapar.” Brielle menatap Luca lalu tersenyum. “Oke, aku

    Last Updated : 2025-04-15

Latest chapter

  • Hostage Rasa Honeymoon   Bab 5 : Mulai Dari Negara Sendiri

    ⚜️Selamat Membaca⚜️Luca duduk di kamar sambil memainkan ponsel ditemani secangkir kopi panas, asapnya masih mengepul dan aromanya begitu kuat hingga Brielle terbangun. Mereka tidak tidur satu kasur, Luca membebaskan gadis itu dengan dirinya sendiri, dari semalam Brielle terus dihubungi oleh ayah dan ibunya namun Nico sudah memberitahu kalau gadis itu dia yang culik dan suruh Luca untuk membawa. Luca meminta anak buahnya untuk mengirimkan motornya ke Belanda, ia hanya mau memakai motornya sendiri jika akan melakukan perjalanan jauh begini—BMW R Nine T Motorcycle. Dia juga menyiapkan beberapa berkas yang akan dia dan Brielle perlukan jika memasuki berbagai negara yang akan mereka lakukan nantinya. “Aroma kopimu mengganggu tidurku, minta ya,” ujar Brielle lalu menyeruput kopi panas milik Luca. Brrusshh! Luca langsung berdiri ketika Brielle menyemburkan kopi itu ke tubuhnya. “Kau gila ya, jelas kopi itu masih panas,” bentak Luca sambil mengusap tubuhnya. “Ya mana aku tau, lidahku

  • Hostage Rasa Honeymoon   Bab 4 : Permintaan Gila

    ⚜️Selamat Membaca⚜️Selama empat jam perjalanan, akhirnya mereka sampai di apotik pusat kota yaitu Apotheek Van De Lan yang terletak dekat dengan tempat wisata. Luca keluar dari mobilnya sambil membawa resep obat milik Brielle, dia sana sekali tidak mengerti dengan obat apa yang dikonsumsi oleh Brielle saat ini. “Obat ini jangan dikonsumsi terus ya, minum saja ketika sakit dan lebih baik diperiksa lagi ke dokter. Karena obat ini bukan untuk menyembuhkan penyakit yang diderita oleh pasien, melainkan hanya untuk menghilangkan rasa sakit saja.” Luca mengangguk lalu membayar dan mengambil obat tersebut. Dia kembali ke mobil dan memberikan obat itu pada Brielle. “Dia bilang, obat ini tidak untuk dikonsumsi terus menerus, minum setiap kali merasa sakit saja,” terang Luca. “Iya, aku tau.” Brielle meminum obat itu lalu memejamkan matanya, sisa air mata itu kembali meluncur dan cepat dia hapus. “Kita cari tempat makan dulu, aku juga lapar.” Brielle menatap Luca lalu tersenyum. “Oke, aku

  • Hostage Rasa Honeymoon   Bab 3 : Penculikan Termudah

    ⚜️Selamat Membaca⚜️Brielle berhasil turun dari kamarnya, dia berpikir sejenak bagaimana cara kabur dari penjaga di mansion itu. Brielle bersembunyi di balik tiang dan tersenyum karena menemukan sebuah ide cemerlang. Brielle berlari ke arah halaman depan dan berteriak histeris. “Tolong, Nico diserang musuhnya di dalam kamar, mereka sangat ramai dan masuk melalui rooftop, cepat kalian semua tolong dia.”Para penjaga langsung bergegas dengan senjata masing-masing ke lantai atas untuk menyelamatkan Nico, dengan cepat Brielle kabur dari sana. Dia berjalan pelan ketika sampai di sebuah taman yang cukup jauh dari mansion Nico, kakinya terasa sakit karena berlari dari tadi. “Perutku lapar, aku haus dan aku tidak bawa uang.” Brielle menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan lalu mengusap kasar wajah itu. Pandangannya tertuju pada Luca yang duduk tak jauh dari tempatnya sekarang. “Dia lagi, apa dia itu sosok seorang dewa yang dikirim untuk menyelamatkan aku?” Brielle dengan langkah c

  • Hostage Rasa Honeymoon   Bab 2 : Ahli Dalam Melarikan Diri

    ⚜️Selamat Membaca⚜️“Aku suka dengan pekerjaanmu, selama empat tahun kau menjadi orang kepercayaanku, aku lihat kau tidak pernah mau dekat dengan wanita? Kau masih normal kan?” Luca hanya tersenyum tipis lalu meneguk minumannya. “Aku normal,” jawabnya singkat. “Oke, apa aku harus mencarikan gadis untukmu?” Luca kembali mengingat pertemuannya dengan Brielle seminggu yang lalu dan menggeleng mantap. “Aku tidak mau, lebih baik kau cari saja untuk dirimu sendiri, kau juga belum memiliki kekasih kan.” Nico menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi lalu melipat kaki kirinya ke atas kaki kanan dengan gagah. Tangan kanannya mengusap bibir gelas dan tangan kirinya mengetuk pelan meja. “Aku sudah memiliki gadis incaran, dari dia berusia 15 tahun dan aku masih menginginkan dia.” “Oh ya, sekarang berapa usianya?”“Sudah dewasa, mungkin sekitar 20 tahun.” Luca mengangguk. “Haha kenapa kau tidak mendekati dia?”“Dia masih dalam masa pendidikan, aku belum ingin mendekati dia dan saat waktunya p

  • Hostage Rasa Honeymoon   Bab 1 : Gadis Menyebalkan

    ⚜️Selamat Membaca⚜️ Tetesan darah yang mengalir di tubuhnya terus menetes ke tanah, pria 28 tahun itu terus berjalan tertatih mencari tempat yang aman untuk dia bersembunyi dari kejaran rombongan di belakangnya. Karena luka di bagian perut dan kepalanya cukup parah, pandangannya jadi sedikit buram hingga tubuhnya terjatuh ke tanah. Matanya masih bisa melihat area sekitar, pepohonan yang tinggi, udara yang dingin serta kicauan burung yang terus memekakkan telinga. Pria itu perlahan memejamkan mata, tanah di dekat hidungnya terus beterbangan mengikuti dengan deru napas si pria. “Sudahlah, jika memang ini akhir, aku terima.” Cukup lama dia tertidur, pria itu bangun di sebuah kamar yang begitu mewah dan sangat rapi, jelas pemilik kamar itu orang yang sangat kaya raya. “Kau sudah bangun? Ada baiknya kau istirahat dulu,” sapa seorang gadis yang kini duduk di tepi ranjang. “Di mana ini?” “Rumahku, tadi aku sedang berburu dengan ayahku dan melihat kau terkapar di tengah hutan, k

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status