Share

Hinaan Dari Keluarga Suami
Hinaan Dari Keluarga Suami
Author: Rita Febriyeni

Part 1 Hinaan

last update Last Updated: 2022-03-31 11:52:02

"Ini buat seminggu!" Ibu mertua melempar uang lima puluh ribu ke wajahku. Aku langsung tersentak yang sedang menyusui anak.

"Ya, Bu," jawabku sambil memungut uang itu. Terpaksa, aku sangat butuh.

"Makanya cari kerja sana!" Ia melotot seolah aku benalu di kehidupannya. Padahal aku menantunya.

"Aku sedang menyusui, Bu," lirihku.

"Jangan jadikan menyusui alasan! Kamu kira aku tak pernah kerja dan tak punya anak!"

"Jika aku kerja, gimana dengan anakku, Bu?"

"Aalah, bilang aja kamu malas dan hanya bisa mengadahkan tangan. Sudah untung kalian kutampung gratis di rumah ini. Seminggu pun kuberi uang cuma-cuma. Kalau bukan istri Bayu, sudah kuusir."

Menghela napas besar berulang kali. Aku berusaha tak mengeluarkan air mata. Jika hati terlalu sakit, untuk menangis pun rasanya tak sanggup. Kugenggam uang itu seiring menahan rasa sakit hati yang setiap hari terpendam. 

Ini seperti uang gajiku seminggu, karena melakukan semua pekerjaan rumah. Secara kasarnya, menantu sekaligus pembantu. Tak ada pilihan, karena mas Bayu sudah di PHK semenjak kaki kirinya diamputasi karena kecelakaan.

"Sabar, Rin. Ibu memang seperti itu, tapi sebenarnya hatinya baik," ucap mas Bayu melihat semua ini.

"Mas, aku ...." Ingin mengatakan 'tak sanggup' rasanya tak tega. Mas Bayu tak mampu berbuat banyak. Apa yang bisa dikerjakannya? Berdiri saja dengan satu kaki yang dibantu tongkat untuk berjalan.

"Maafkan Mas, Rin. Mas janji akan terus cari kerja."

"Ya, Mas," jawabku pilu. 

'Kerja apa, Mas? Untuk diri sendiri saja kamu tak mampu, apalagi menafkahiku,' bathinku.

Dulu, saat mas Bayu kerja, kami disanjung. Aku pun tak masalah jika gaji mas Bayu juga dijatah untuk ibu dan adiknya setiap bulan. Aku tahu itu juga kewajibannya. Lagian tak perlu dipermasalahkan karena kewajibannya sebagai suami sudah dipenuhi. 

Dan warung sembako ibu, yang ada depan rumah pun juga modal dari suamiku.

"Rina! Aku titip zilan ya, ntar kukasih dua puluh ribu." Mbak Inur menyodorkan bayinya yang masih dibedung. Ia istri mas Jaka-- kakak dari mas Bayu. Karena ia banyak menanggung biaya dapur, maka ia menantu disanjung.

"Ya, Mbak," jawabku. Tentu aku tak bisa menolak. Uang dua puluh ribu itu sangat besar bagiku saat ini. 

"Mau ke mana, Nur?" tanya ibu.

"Mau ke renuian SMA, Bu. Lumayan dapat jatah jadi panitia. Lagian nanti aku bisa bawa pulang makanan sisa acara. Lumayanlah, Buuu."

"Oooh, itu baru mantu pintar, nggak seperti itu tuuu." Ibu menunjukku dengan meruncingkan bibirnya ke arahku. Sudah biasa dibandingkan, tapi tetap saja bikin sesak.

"Bu, aku minta jajan dong." Tiba-tiba Stela keluar dari kamar. Lalu mengadahkan tangan ke ibu mertua.

"Baru kemaren di kasih seratus, kok minta lagi?" tanggapan ibu.

"Kan udah habis beli quota internet, Bu. Minta setengahnya aja ya?" ucap Stela manja. 

Lalu ibu mengeluarkan dompet. 

"Nih." Uang lima puluh ribu diberikan ke Stela.

Ibu sepertinya banyak uang. Aku butuh uang buat buka nomor rekening bank. Karena cerbung yang aku diposting di dua aplikasi prabayar, sudah menghasilkan sekitar sembilan belas juta rupiah. Hanya saja, pembayaran harus melalui rekening.

"Bu, aku bisa pinjam uang dua ratus ribu buat modal jualan online?" Bicara jujur sepertinya tak perlu. Paling mereka akan menghinaku lagi.

"Mau jualan apa? Paling nggak laris, kamu tu cuma tamat SMP, cocoknya jadi babu, beda sama Stela yang sedang kuliah S1, ha ha ha."

Ia memperbandingkan pendidikan putrinya dengan pendidikanku. Dan mereka berdua tertawa mencemooh seolah aku tak bisa apa-apa.

"Iya, Mbak. Bagusan nyuci baju aja karna udah numpuk." Entengnya Stela memerintahku. 

Mas Bayu langsung menggeleng pelan menanggapi seolah tak setuju dengan sikapku meminjam uang ke ibunya. Aku pun tak cerita kenapa mau pinjam uang. Sengaja kurahasiakan agar bisa mengumpulkan uang buat usaha buka warung dan cari kontrakkan. Cita-citaku dari dulu ingin punya rumah makan padang, modalnya besar dan saat ini belum sanggup menggapainya. Tapi aku yakin suatu saat pasti bisa.

Tuhan, kenapa aku baru menyadari sikap buruk mereka setelah mas Bayu di PHK. Sekarang kondisiku pun sedang menyusui anak. Tak punya kerjaan dan setiap hari mendengar ocehan mertua dan ipar. Sebenarnya aku menantu atau pembantu mereka? 

Hanya ponselku ini tempat curhat. Ibarat diary yang kuketik di aplikasi catatan k**p. Ini ponselku dan sudah hampir setahun kumiliki.

Apakah tamat SMP seperti orang tak berpendidikan? Bukan aku tak mau sekolah, tapi kondisinya orang tua tak mampu membiayai. Dan akhirnya, aku kerja di rumah makan Padang. Awalnya hanya sebagai tukang cuci piring, terakhir sebelum mengundurkan diri karena menikah, jadi tukang masak. Dari sanalah pertemuanku dengan mas Bayu, ia sering makan siang di tempatku bekerja.

"Jangan banyak berharap, sudah sana lanjutkan nyuci, biar Raka dan zilan kujaga di kamar. Nanti kalau menangis akan kupanggil," ujar mas Bayu pelan.

"Ya, Mas."

Aku harus cari pinjaman ke yang lain.

***

Dua hari berlalu.

"Rina! Rina!" Tiba-tiba ibu mertua memanggil. Seperti biasa, jam segini aku harus masak makan malam. 

"Tuh Ibu nyuruh masak, Mbak," ucap Stela.

"Mas, tolong jagain Raka. Aku mau masak."

"Aduh, Rin. Aku juga mau nyuci motor Mas Jaka. Lumayan dapat upahnya dari pada dibawa ke tempat cucian," tolak mas Bayu.

"Oh, ya, Mas."

Kugendong anakku ke dapur. Di sana, ibu sedang mengeluarkan sayuran dari kantong kresek. 

"Lama amat, kerongkonganku sakit teriak-teriak. Cepat masak! Goreng ayam itu dan bikin sambal terasi." Ibu mertua terlihat kesal. Sebenarnya ini sudah biasa kuterima, tapi tetap saja hati ini sakit saat ucapan itu dilontarkan dengan nada tak enak di telinga.

"Ya, Bu," jawabku pelan. Lalu meletakkan Raka di lantai dapur dan diberi kerupuk agar ia tak ke mana-mana. Raka sedang lincahnya karena baru satu bulan ini bisa berjalan.

"Kamu tu beruntung tinggal di sini. Tak keluarin uang banyak buat biaya makan. Listrik dan air tak perlu mikir," ujar ibu mertua sambil mencuci tangan.

"Ya, Bu," jawabku, lagi menahan.

"Mana uang dapurmu?" Ibu mengadahkan tangan.

"Ini, Bu." Kusodorkan uang lima puluh ribu padanya. Itu uang yang ia berikan dua hari yang lewat.

Satu hari aku dijatah uang seribu lima ratus rupiah. Satu minggu total sepuluh ribu lima ratus rupiah. Kata ibu mertua aku tak perlu mikirkan tentang makan lagi karena ia yang bantu. Uang lima puluh ribu yang diberinya, kuberikan lagi.

Biasanya, sepuluh ribu lima ratus rupiah itulah kugunakan untuk membeli quota internet. Karena dapat uang dua puluh ribu dari mbak Inur, uang lima puluh ribu itu masih utuh kupegang.

"Ini kusisakan seperti biasa." Ibu menyodorkan uang sepuluh ribu lima ratus rupiah padaku. Lalu ia berlalu ke luar  membiarkan aku memasak sendiri.

Keadaan ini sudah biasa kualami. Ibarat pembantu, semuanya aku yang kerjakan. Mau pergi dari sini, aku tak punya tempat tujuan selain rumah orang tua. Tak mungkin aku pulang karena kondisi ibu bapak juga serba kekurangan. Seharusnya aku yang membantu mereka. Tapi itu hanya dulu.

Setiap malam aku curhat ke seorang penulis. Memberanikan messenger dan Alhamdulillah tanggapannya baik dan ramah. Sebenarnya aku tertarik membaca cerbungnya yang tak jauh dari kondisi rumah tanggaku. Jujur, aku merasa tercerahkan. Dan rasa kasihannya menyuruhku mencoba menulis cerbung. 

Awalnya aku tak percaya diri. Mana mungkin tamat SMP seperti aku bisa menulis seperti Author top yang sukses di beberapa aplikasi baca novel. Hasilnya, satu minggu aku belajar menulis darinya secara diam-diam, dan sekarang kuberanikan menposting di dua aplikasi prabayar. Alhamdulillah, aku sudah punya pendapatan kurang lebih dua puluh tiga juta rupiah. Hanya saja uang itu besok atau lusa baru kuterima.

"Rina! Rina!"

Astagfirullah'alaziim, aku mengucap saat mendengar ibu mertua berteriak memanggil.

"Rina! Sini cepat!"

Ya Tuhan, aku melakukan kesalahan apa? Kali ini teriakkan mas Bayu memanggil. Dari nadanya terdengar sangat marah.

"Ya, Mas!" sahutku sambil mematikan kompor.

"Cepat sini!" Ibu mertua seperti tak sabar ingin memarahiku. Ya Tuhan, ada apa ini?

"Iya, Bu," jawabku sambil menggendong Raka.

Jantungku berdegup tak enak. Ini bukan karena aku merasa bersalah, tapi suara ibu dan suamiku terdengar lantang. 

"Ya, Bu," jawabku sudah berdiri di depan mereka. Mereka yang kumaksud ada mbak Inur, mas Jaka, Stela, ibu mertua dan suamiku. Tapi kok ada mbak Leha? Jangan-jangan ....

"Sudah untung kamu kutampung di rumah ini!" tukas ibu mertua.

"Sadar diri dong, Bayu cacat dan hanya bisa mengadahkan tangan," timpal mas Jaka.

"Ya paling kalau mau mengadahkan tangan di lampu merah, pasti dapat uang." Stela berucap tak menghargai kakaknya. Padahal ia bisa tamat D3 adalah biaya dari mas Bayu.

"Sini!"

Mas Bayu tiba-tiba marah. Raka dalam gendongan langsung menangis.

"A-apa salahku, Mas?" lirihku, mas Bayu terlihat sangat marah.

"Berani kamu pinjam uang! Bayar pakai apa? Lihat kondisiku!" Mas Bayu berucap lantang. Aku tahu ia merasa terhina dengan ucapan ibu dan saudaranya.

"Sabar, Bayu. Lagian ini urusanku dengan Rina. Jangan gitu dong, kasihan istrimu sudah kurus kok dimarahi?" Terlihat mbak Leha menatap prihatin.

"Biar aja, Leha! Toh ia salah kok. Tak punya uang sok minjam," tukas mbak Inur.

"Hey! Kamu tu punya ot*k nggak sih? Beraninya minjam uang ke Leha. Bisa bayar nggak?" Ibu melotot sambil mencubit lenganku. Sakit, tapi hatiku lebih sakit.

"Mana bisa, Bu. Lah kerjanya hanya mengadahkan tangan aja, lagian Mas Bayu bisa apa?" timpal Stela yang membuat diriku semakin terpojok.

Ya, aku minjam uang dua ratus ribu ke mbak Leha buat buka nomor rekening. Gunanya untuk tranfer hasil dari menulis. Itulah kenapa aku berani meminjam uang. Namun, uang itu lupa kutarik via Atm karena kondisi Raka rewel saat berada di bank. Lagian aku takut dimarahi ibu, jika belum kunjung pulang. Itulah kenapa hari ini mbak Leha datang menagih hutang.

Aku hanya terdiam. Raka rewel dan segera kususui sambil berdiri. Lagi, tak ada air mata yang tumpah. Mungkin aku sudah kebal.

"Kenapa diam aja! Jangan kamu kira aku yang akan membayar hutangmu. Sepersen pun aku tak sudi!" Ucapan lantang ibu mertua seolah aku ini bukan menantunya.

Amarah mereka kuterima dalam diam. Sambil berkata di hati, "Sebentar lagi apakah kalian akan meremehkan aku? Tamat SMP saja, bukan berarti aku bodoh."

"Mbak Leha, maaf ya, uangnya besok atau tiga hari lagi kuganti, aku janji akan melebihkan seratus ribu karena telat bayar," kataku yakin.

"Apa? Hey! Mau bayar pake apa. Kamu sedang mimpi punya uang banyak?" 

"Mungkin dapat warisan dari orang tuanya kali, Bu. Tapi boong, ha ha ha." Ucapan Stela disambut yang lain tertawa menghina. Kecuali suamiku yang hanya terpana. Entah apa yang ia pikirkan. Aku tahu ia tak terima jika aku dihina. Hanya saja ia tak bisa melawan.

Bersambung

Comments (9)
goodnovel comment avatar
Gracia Frans Budiman
Aku udah baca di novel sebelah, sekarang udah episode 3..udah serinya Maya anaknya Rina n Bayu
goodnovel comment avatar
Nyonya Sinyo
bagus cerita nya
goodnovel comment avatar
Hafidz Nursalam04
jjjjjjkkkkkkk
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Hinaan Dari Keluarga Suami   Part 2 SMS Banking

    Saat mereka tertawa menghina. Aku masih bersabar untuk diam. Biar mereka puas dulu dan nanti akan kutampar dengan tiba-tiba punya uang banyak. Uang yang lebih dari dua puluh juta rupiah adalah nominal yang seumur hidup tak pernah kupegang. Dan ini seperti mimpi aku bisa memilikinya. Dan itu nominal akan cair, belum yang pending."Hey! Mantu terkaya, kepalanya nggak terbentur kan? Atau perlu kubawa ke rumah sakit jiwa?""Ha ha ha, Ibu nih. Emang mantu terkaya ibu rada iniii?" Stela memiringkan telunjuknya di kening memberi isyarat jika aku menantu gil*."Aduh, Stela, jangan gitu dong, gimana pun juga Rina tetap kakak iparmu, kalau yang yang kamu ucapin jadi kenyataan gimana? Ha ha ha." Mbak Inur pun ikut bersuara. Bukan membela justru ia ikut menanggapi lelucon menghinaku."Tunggu dulu, Bu Ida. Maaf, bukan ingin ikut campur. Sepertinya aku salah waktu menagih hutang." Mbak Leha seperti merasa bersalah melihat raut wajahku, saat menatap mereka sedang

    Last Updated : 2022-03-31
  • Hinaan Dari Keluarga Suami   Part 3 Belanja

    Kali ini aku membantah karena sudah punya kekuatan berdiri sendiri. Meskipun belum seberapa bagi sebagian orang, tapi bagiku bisa menyelamatkan hidup dari hinaan. Akan kucari kontrakkan sambil buka warung nasi Padang. Belum rumah makan Padang karena uangku belum cukup untuk mengontrak ruko.Alhamdulillah ... Alhamdulillah, tak henti-hentinya mengucap syukur atas rezeki ini. Usaha yang menghasilkan. Hinaan mereka cambuk bagiku agar terus kuat dan tak berhenti berusaha dan belajar menulis cerbung."Hari masih pagi, jangan bercanda karena aku tak level bercanda denganmu, Rin." Mbak Inur sempat juga menyelipkan hinaan dari setiap kata-kata yang dilontarkan padaku."Atau jangan-jangan sakit sarafnya kumat dan ia benaran gi*a, ha ha ha."Aku diam sambil tersenyum manis menatap mereka. Sepasang suami istri menghina dan itu masih kata-kata cacian dari kemarin. Terdiamku karena ingin melihat apa saja yang akan diucapkan lagi. Ekspresi tertawa cemooh me

    Last Updated : 2022-03-31
  • Hinaan Dari Keluarga Suami   Part 4 Sedikit Perlawanan

    "I-itu cincin emas benaran?" tanya ibu mertua. Matanya membulat sempurna menujuk jariku. Begitupun mbak Inur agak sedikit mangap.'Makanya, jangan remehkan aku yang hanya tamat SMP,' bathinku. Pura-pura tak dengar."Rina! Ibu nanya kok malah diam. Itu cincin dari mana dapatnya?" Mbak Inur kesal karena kuabaikan."Apa?""Apa apa apa! Ini kamu dapat uang dari mana belanja? Sini lihat cincin itu!" Ibu ingin menggapai jariku."Iiih! Apaan sih?" Kujauhkan tanganku dari ibu."Sini lihat!" Ibu masih kukuh agar aku memberikan cincin ini.Oh, tidak bisa! Emangnya apa urusanmu."Kenapa Ibu memaksaku agar memberikan cincin ini? Toh bukan punya Ibu kan?""A-apa? Kamu sudah bisa melawan sekarang?" Bahuku kananku sedikit di dorong."Iih! Bisa nggak tangannya dijauhkan dari aku?" Alisku bertaut menatapnya. Tentu aku tak bisa diam seperti biasa."Hah? Bisa melawan ia sekarang, Bu." Si tukang kompor

    Last Updated : 2022-03-31
  • Hinaan Dari Keluarga Suami   Part 5 Mereka Mentertawakan Aku

    "Aku kecewa padamu, Mas. Raka disakiti kamu hanya diam!" Duduk di tepi ranjang, kupandangi Raka sedang tertidur.Sudah tak tahan ingin mengucapkanya. Ia seorang bapak, meskipun dengan keadaan fisik kaki satu, tapi bukan berarti diam melihat anak disakiti. Sekilas merasakan, akulah yang mengendalikan semua keadaan tanpa ada tempat mengadu dan berlindung.Tuhan, maaf jika sering hinggap dengan sebuah rasa lelah. Tapi aku hanya perempuan biasa yang juga butuh perlindungan. Tapi kenyataanya ..., Astagfirullah'alaziim, kenapa aku mengeluh di saat keadaan mas Bayu seperti ini."Aku tidak lihat, Rin. Hanya sebentar kutinggal karena Ibu minta bersihkan genangan air hujan di teras. Lagian jika dibiarkan takutnya yang lewat terjatuh.""Tapi bukan berarti kamu diam kalau tau dia mencubit anakku!"Ibu mana yang rela jika anaknya disakiti orang lain. Apalagi Raka baru satu tahun."Aku tidak tau, Rin. Tiba-tiba Raka menangis dan kudekati, Mbak

    Last Updated : 2022-04-01
  • Hinaan Dari Keluarga Suami   Part 6 Karena Mbak Leha Mereka Berubah

    "Jangan teriak-teriak! Emang kamu siapa memerintah aku? Urus saja istrimu agar mulutnya juga berpendidikan." Aku tak akan tinggal diam lagi. Selama ini diam dan diam. Ia lelaki tapi mulutnya seperti ....Seketika mata mas Jaka membelalak."Kamu!" Mas Jaka menujukku."Iya, Mas. Mulut istrimu sudah sangat keterlaluan menghina kami. Termasuk kalian semuanya!"Ya Tuhan, kali ini mas Bayu berani menjawab lantang, sebelum mas Jaka memperpanjang ucapannya. Hingga ia beralih melotot ke suamiku."Berani kamu berteriak padaku!" Mas Jaka membalas menghardik suamiku."Iya, lagian jika kami tak bersaudara dengan kalian tak masalah. Toh persaudaraan ini seperti tuan dan majikan." Kuperjelas dengan nada kesal."Tuh! lihat sendiri, Mas. Baru punya duit har*m aja sudah sok." Inur mengompori suaminya."Memalukan, aku yang punya uang tapi kok kamu yang sewot?" Tentu kuucapkan sambil tersenyum sungging. Berusaha tenang agar

    Last Updated : 2022-04-01
  • Hinaan Dari Keluarga Suami   Part 7 Miskin Bukan Berarti Bodoh

    "Lagian rumah ini cukup kamar, kok, Rin. Lagian jika kalian ngontrak pasti keluarin duit banyak. Lah di sini nggak usah bayar." Ibu berusaha merayuku agar tak jadi pergi."Nanti aku carikan usaha buat Bayu yang cocok dengan kondisi kakinya. Mungkin buka counter jual pulsa atau token listrik. Itu kan nggak repot amat." Mas Jaka menimpali seperti ia punya solusi, seolah sangat pintar. Lagian kenapa tidak dari dulu saja ide itu.Kuhela nafas besar. Menyimak sambil membaca maksud ucapan mereka. Sedikit pun aku tak tertarik. Cukup hinaan yang diterima selama ini."Rina! Rin!" Mas Bayu memanggil dari tepi jalan."Iya, Mas!" sahutku."Bayu! Sini!" Wajah ibu terlihat bersahabat memanggil putranya. Hanya saja tumben kok kelihatan baik. Biasanya mas Bayu seperti beban dalam hidupnya, terutama di hari tuanya, itulah yang sering dilontarkan di saat marah."Bayu, sini!" Kali ini kakak suamiku ikut memanggil. Wuih! Baik sekali cara memanggil

    Last Updated : 2022-04-01
  • Hinaan Dari Keluarga Suami   Part 8 Pov Bu Ida

    Pov Bu Ida (mertua)Setelah membicarakan tentang Rina dan Bayu, akhirnya kami mendapat kesepakatan. Mereka harus kembali ke rumah ini. Jika Rina punya bakat menulis yang nenghasilkan uang, tentu aku harus merayu Bayu agar bisa membantu biaya kuliah Stela.Semenjak Bayu tak lagi bekerja, aku harus banting tulang mencari uang di usaha warung. Sementara Jaka hanya membantu biaya dapur delapan puluh persen, ditambah seratus persen biaya listrik. Tapi tetap saja tak mencukupi. Pengeluaran untuk Stela besar, bahkan sehari menghabiskan uang seratus ribu."Jadi gimana, Bay. Mau kan balik lagi ke rumah kita?" ajakku. Tentu aku harus membuat putraku menurut, lah ia lahir dari rahimku.Bayu justru melihat ke Rina. Seketika mereka beradu pandang. Entah apa yang dipikirkan. Hanya saja aku harus gigih agar mereka setuj

    Last Updated : 2022-04-01
  • Hinaan Dari Keluarga Suami   Part 9 Maaf, Aku Bukan Pembantu

    "Ini teh telor, Mas. Semoga semangat kerjanya." Kuletakkan tiga gelas teh telur. Ini ciri khas minuman di daerahku. Kuning telur ayam kampung yang dikocok dengan gula, setelah itu disiram dengan air teh mendidih. Baru dikasih susu kental manis dan sedikit irisan jahe.Minuman ini hampir setiap hari kuminum diam-diam saat berada di rumah ibu mertua. Gunanya agar aku lebih bertenaga jika mengangkat beban berat. Ya maklumlah, air galon atau pun pasang gas, aku yang kerjakan. Belum lagi mengangkat tiga ember besar cucian. Tak sarapan pun masih kuat bertenaga."Iya, Rin, nanti kuminum, tanggung nih." Mas Bayu tetap melanjutkan kerjanya memaku kaki meja yang hampir sembilan puluh persen selesai.Mas Bayu tampak semangat bekerja. Berhenti pun jika makan atau ke kamar kecil. Begitu pun dengan Bapak, membantu tukang bangunan memanjat menyelesaikan atap war

    Last Updated : 2022-04-01

Latest chapter

  • Hinaan Dari Keluarga Suami   Part 75 Tamat

    Mas Bayu menelepon memberitahukan tentang kematian Stela. Innalillahi, tak menyangka jika umur Stela sependek ini. Bahkan yang lebih parahnya, Stela pendarahan hebat karena ingin menggugurkan kandungannya. Pemikiran yang pendek hingga gadis seperti Stela mau melakukan hal yang membuat ia kehilangan nyawa. Teringat bagaimana dengan angkuh, ia menghina dan membanggakan pendidikannya. Hanya saja pendidikan belum tentu membuat seseorang berpemikiran panjang. Semoga Tuhan mengampuni semua dosa Stela, Aamiin."Kamu penyebab anakku mati! Kamu yang membunuh anakku! Kamu pembawa sial!"Baru menginjakkan kaki di sini, mataku langsung disuguhkan pemandangan yang sangat memprihatinkan. Ibu mas Bayu menyalahkan Inur di depan para pelayat. Sebuah alasan yang tak berlogika, kenapa Inur disalahkan atas kematian Stela. Astagfirullah'alazim ... Astagfirullah'alazim.

  • Hinaan Dari Keluarga Suami   Part 74 Duniaku Terasa Mau Runtuh

    Pov Bu IdaRasanya duaniaku mau runtuh. Siang ini ada seseorang datangkerumah memberi kabar tentang Stela. Dan yang membuat rasanya hampir berhentibernafas, Stela pendarahan di sebuah rumah seorang wanita, yang diketahui bahwawanita itu adalah dukun beranak. Ya Tuhan, jangan renggut anakku.Tadinya aku sudah sangat senang melihat Stela tidak lagimurung. Ia berdandan cantik seperti biasa ke kampus. Bahkan saat minta izin,terlihat senyum mengambang di bibirnya. Ia putriku yang cantik danberpendidikan.Berbagai cara telah dilakukan untuk menutupi kehamilanStela. Namun setelah kedatangan Leha, ia semakin terpuruk karena para tetanggamengetahui kehamilannya. Putri yang dibanggakan dengan berpendidikan, dimanjadan bahkan semua kemauannya selalu dipenuhi semaksimal kemampuanku, akhirnyabernasib seperti ini. &

  • Hinaan Dari Keluarga Suami   Part 73 Stela

    Pov BayuMungkin saat ini Rina sudah mendapatkan apa yang ia mau.Surat cerai. Tak ingin larut dalam kesedihan akan rasa kehilangan, setiappulang kerja aku menyibukkan diri berkebun. Maksudnya berkebun dengan polybagdi halaman rumah. Dan kini, rumah terlihat hijau dengan sayuran yang mulaimenampakkan banyak daunnya. Sebuah hobi yang juga menghasilakan uang meskipuntak banyak.“Ini kopinya, Bay.”Kupalingkan muka ke teras, ibu meletakkan secangkir kopi dimeja. Tanpa diminta, ibu selalu melakukannya. Kadang sepiring pisang gorengjuga menemani memanjakan lidah. Hidangan sederhana yang mengingatkan aku padaRina. Dulu ia yang sering menghidangkan itu. Rina ..., rindu ini hanya untukmu.Setelah mencuci tangan, aku duduk di teras. Menikmatisuasana sore yang akan

  • Hinaan Dari Keluarga Suami   Part 72 Maaf

    Rasanya tak menyangka jika Inur akan seperti ini. Kulitwajah mulus, putih dan glowing sudah tak terlihat. Yang ada hanya seseorangyang mepunyai kulit bekas melepuh karena terbakar. Tapi hanya di bagian pipisebelah kanan, namun tetap saja terlihat mengerikan. Astagfirullah’alaziim.“Ka-kamu bukan Inur, tidak mungkin.” Jaka mungkin syokdengan apa yang dilihatnya. Dan mungkin semua orang di ruangan ini juga sepertiitu.“Mas, aku Inur istrimu,” lirih Inur berusaha mendekati Jaka.“Jangan mendekat! Aku takut melihatmu.”“Apa kamu tak bisa lihat jika Jaka takut melihatmu?” ketusibu mas Bayu. Dari cara bicaranya, bisa dipastikan jika ia tak menyukai Inur.“Bu, aku istri Mas Jak

  • Hinaan Dari Keluarga Suami   Part 71 Bertemu Jaka Dan Inur

    “Kita jalan-jalan ke mana, Rin?” tanya Ibu sambil memasukanmakanan ke rantang.“Ke danau aja, Bu. Di sana pemandangannya bagus.”“Nggak apa-apa rumah makan ditinggal?” tanya bapak sepertienggan pergi. Tentu saja bapak merasa senang dengan usaha rumah makan ini. Kamibisa makan enak dan menghasilkan uang. Dari penghasilan rumah makan, tak lupa disisihkanuang buat biaya kuliah Yana. Dan ini lebih baik dari dulu saat bapak menjadipemulung.“Sekali-sekali apa salahnya kita refreshing, Pak. Lagian adaDoni yang ngurusin rumah makan kita. Kita percayakan saja, toh ia orangnyajujur kok.”“Bukan itu masalahnya, hanya saja Bapak merasa nyamanmengurus usaha ini.”“Iih, Bapak.

  • Hinaan Dari Keluarga Suami   Part 70 Berita Datang

    Pov Bu Ida“Wah, banyak sekali belanjaanmu, Stel.”“Iya dong, Bu. Kapan lagi aku menikmati hidup kalau bukansekarang.” Stela duduk sambil meletakkan semua belanjaanya di meja. “Ini untukIbu.” Stela menyodorkan sebuah kantong belajaanya padaku.“Ini buat Ibu ya?” Senang sekali Stela membelikan akusesuatu. Segera aku buka kantong itu.“Iyaaa. Semoga cocok sama Ibu.”“Waaah, gamisnya bagus sekali, Stel. Trus ini sendalnya ...,astaga, harganya mahal sekali.” Baru kali ini aku punya sendal mahal. Palingamahal yang pernah aku punya hanya sekitar sembilan puluh ribu. Mendadak merasajadi orang kaya deh.“Kapan Bagas ke sini lagi? Trus kapan ia membelikan mobildan rumah?”Dari setelah menikah hanya janji yang ada. Bagas hanyasekali ke sini setelah menikah. Stelah itu tak muncul lagi. Aku tahu Stelatidak mempermasalahakan itu, yang penting uangnya

  • Hinaan Dari Keluarga Suami   Part 69 Wajah Inur

    Pov Inur“A-apa? Kamu minta cerai, Nur?” Suara mas Jaka tergagap.Tepatnya mungkin ia merasa syok dengan permintaanku. Lah iya laah, siapa jugamau punya suami cac*t dan tak berg*na. Aku masih cantik dan bisa mencari lelakilain yang bisa memanjakan diri dengan uang.“Sudah putraku begini ulahmu, kamu meninggalkannya tanparasa kasihan?” Ibu yang masih berstatus ibu mertua, bersuara lantang menatap. Dikiranyaaku akan diam saja, nggak dong. lagian apa lagi yang bisa diharapkan dari keluargaini. Capek iya.“Mungkin nih ya, ia lebih tertarik sama su*mi orang, Bu,”timpal Stela mencemooh. “Kamu juga sadar diri dong, statusmu apa?” Tentu aku tidaktinggal diam.“Aku lebih ba

  • Hinaan Dari Keluarga Suami   Part 68 Kondisi Telah Berubah

    Pov Jaka“Tidak! Tidak! Ini pasti mimpi, ini pasti mimpi!”“Kakiku! Ibu ... kakiku, Ibu ....”“Aaaak! Aku mau mati saja, aku tak ingin hidup lagi, Ibu....”Teriakan ini berkali-kali saat melihat dan merasakan, akukehilangan kedua kaki. predikat lelaki cacat yang tidak berguna, itulahsebuatanku. Tidak, ini hanya mimpi. Tidak!“Sabar, Nak. Sabar ....” Ibu memelukku ketika aku tak mampulagi berdiri sendiri. Di ranjang ini, disaksikan semua keluarga betapa malangnyanasibku. Kecelakaan itu membuatku kehilangan kaki. Bahkan di setelah kecewamelihat Inur selingkuh. Istri yang dipuja, dibanggakan dengan pintarnya merawatdiri, tapi tega mengkhianati. Aku seperti seonggok sampah yang ta

  • Hinaan Dari Keluarga Suami   Part 67 Yang Menghina Telah Terhina

    Ini bukan karena aku tak kasihan ke Raka, tapi ini demikebaikan dan kelangsungan hidup membesarkannya. Tak ada niat memisahkan antaramas Bayu dengan Raka, namun ini masalah kenyamanan. Jika aku memaksakan tetapbersama mas Bayu, mau tak mau pasti berhubungan dengan ibu dansaudara-saudaranya. Untuk mencari uang akan terhalang karena memikirkan banyak masalahyang timbul. Aku capek dan jenuh dengan semua itu.Tentang sikap mas Bayu akan berubah, itupun membuatku takyakin. Jika mas Bayu kecewa dengan penolakan dari aku, itu tetap terjadi danaku harus memikirkan diri sendiri. Menenggang rasa sudah dilakukan dari dulu.Hasilnya, aku terbelenggu seputar masalah itu juga tanpa ada solusi darinya.“Jangan pernah istilah janda menjadikanmu minder. Hidupkalau memikirkan tentang pendapat orang tak akan habis. Pikirkan bagaimanamembesarkan Raka de

DMCA.com Protection Status