"Mas, tolong nanti sepulang kerja belikan aku vitamin yang seperti biasanya, ya!""Iya Dek, nanti aku belikan," jawabku malas.Aku sebetulnya capek sekali, diminta tolongin ini itu oleh Istriku, Sari. Dari yang ngepel, bantuin jemur baju, apalagi yang paling aku kurang suka, aku sering bantuin begadang kalau anakku sedang rewel. Capek memang, tapi mau gimana lagi, sekarang aku sudah bergelar "Ayah". Jadi, mau nggak mau tetep aku kerjakan. Ya, meski aku kadang pura-pura tidak tahu supaya aku tidak terlalu direpotkan olehnya.Sebelumnya, aku sudah sepakat dengan Sari untuk menunda memiliki momongan. Ya, paling enggak minimal dua tahun. Aku berencana ingin menghabiskan hari-hariku sebagai suami, berpacaran halal dengan dia, tanpa adanya gangguan suara tangis bayi. Supaya aku pun jika nanti punya anak, aku pun sudah siap.Namun, rencana itu hanya tinggal rencana. Takdir berkehendak lain, Sari dinyatakan positif hamil, saat usia pernikahan kita baru memasuki usia enam bulan.Aku pertaman
Aku yang tadinya bermalas-malasan langsung berubah semangat. Rasanya bara api di dadaku langsung menyala kembali, setelah melihat pesan balasan dari Hana, yang aku tunggu-tunggu dari semalam.Ya, seperti biasa Hana lah yang selalu menghiburku. Bahagia rasanya bisa bertemu Hana saat hati sedang jenuh. Selama hamil, istriku selalu bermalas-malasan jika aku ajak bermain. Hingga puncaknya sekarang, sampai anakku kini tepat berusia satu bulan. Aku masih tidak dapat menyalurkan kesepianku kepadanya, karena belum saatnya. Namun, itulah lagi-lagi ada Hana penyelamatku, yang selalu membuat hidupku lebih berwarna.Hana adalah adik kelasku di SMA. Saat dia kelas satu, aku duduk di kelas dua. Aku mulai mengenalnya lebih dekat saat istriku hamil tujuh bulan. Apalagi dia bekerja satu kantor dengan aku, hanya beda divisi saja.Jadi teringat saat pertama kali bertemu Hana di kantin."Eh, Mas Nanang!" sapanya kala itu. Saat dia pertama kali diterima bekerja di kantorku."Eh, siapa ya?" tanyaku balik.
Aku dan Hana berasa seperti suami istri kemana-mana berdua. Bahkan belanja kebutuhan pribadi pun dia selalu mengajak aku. Orang yang melihat kami pasti tidak akan curiga kalau dia bukan istriku.Saking semangatnya, kali ini aku dengan cepat kilat menghabiskan sarapan yang disajikan Sari. Meski rasanya tidak nganan ataupun ngiri. "Dek, aku berangkat dulu ya!" ucapku sambil mencium anakku yang tengah dia gendong.Tak lupa aku mengulurkan tanganku kepada Sari."Hati-hati, ya, Mas!" balasnya."Iya, Dek, jangan lupa aku nanti pulang malam loh, kalau sudah ngantuk segera tidur! Enggak usah nungguin Mas, nanti kamu malah capek. Baik-baik di rumah ya! Oh ya, kalau ada yang penting hubungin Mas lewat chat ya, nggak usah telfon!" kataku sambil mengelus rambutnya. Sebetulnya itu hanya siasat dariku supaya dia tidak menggangguku nanti saat bersama Hana."Iya, Mas," jawabnya sambil melempar senyum.Seperti biasa, aku tak lupa mencium kening Sari. Kemudian langsung berangkat.Sebetulnya, aku suda
"Kok gak diangkat, Mas?" tanya Hana sambil mencoba menggodaku."Biarin saja lah, nggak usah diangkat! Pasti bentar lagi dimatikan, setelah itu dia akan kirim pesan," jawabku kemudian.Tak lama kemudian, telfon dari Sari terputus. Dan ponselku berbunyi nada pesan masuk."Benar kan, yang Mas bilang. Entar aja aku bukanya. Sekarang kita lanjut makan lagi, ya!" Kemudian aku langsung mematikan ponselku takut diganggu Sari lagi."Kamu cantik banget Hana pakai baju itu," rayuku di sela-sela makan. Hana hanya melihatku sambil melempar senyum."Mas, tadi kok datangnya lama banget, apa tadi kerjaannya masih banyak? aku nunggunya dah lama banget tahu," katanya dengan manja."Enggak kok, aku tadi masih mampir ke apotek beliin Sari vitamin dan pil KB buat kamu. Kemaren saat ketemu terakhir kalinya, sebelum kamu keluar kota aku lihat pil KB kamu tinggal sedikit. Jadi, ini aku belikan sekalian saja. Biar kamu juga ada stok," kataku. Aku lupa kalau ada banyak orang hingga suaraku kurang terkontrol."
Kali ini hatiku sangat kacau dirasuki api cemburu. Yang aku tahu pria itu bukanlah teman kami di kantor.Aku pun langsung pergi dan segera pulang ke rumah. Sambil menyetir, aku masih saja memikirkan Hana. Aku sangat penasaran dengan siapa dia pergi. Kalau sampai Hana menduakan aku, aku mungkin akan mengakhiri hidupku, sungguh. Entah pelet apa yang diberikan Hana kepadaku sehingga aku tidak bisa melupakannya. Aku sudah terlanjur nyaman dengannya. Bagiku dia adalah segalanya bagiku.Sampai di rumah aku disuguhi penampakan Sari dengan dandanan ala kadarnya. Pakai daster compang camping yang bolong di sana dan di sini."Mas, kok baru pulang?""Mm.. " jawabku tak menghiraukan.Aku paling sebel ketika aku pulang dari luar melihat penampakan Sari menggunakan baju compang camping terus nggak pernah dandan. Dia menuntut aku untuk selalu mengerti dia. Semua tugas rumah tangga 75% yang mengerjakan aku. Kurang pengertian apa sih aku ini."Dek, kenapa sih baju sobek-sobek gitu tetep saja kamu pak
Hari ini aku masih libur kerja karena hari minggu. Saat aku bangun tidur aku dikagetkan oleh Sari baju kotor semua sudah bersih dan berjejer rapi di jemuran.Baju juga sudah disetrika. Lantai juga sudah bersih. Mungkin efek dari aku omelin kemren, akhirnya sekarang dia jadi berubah.Ikut senang juga sih, kalau dia mulai memperhatikan pekerjaan rumah.Aku hari ini berniat untuk menemui Hana. Aku mau memberikannya pil KB yang aku belikan kemarin untuknya, sekalian aku mau mengajaknya jalan-jalan. Sebenarnya, aku belum membuat janji sih kepadanya. Ya, semoga saja dia ada di kos."Mas!" Tiba-tiba Sari menghampiriku.Ada yang berubah dengan tampilan Sari. Oh, kulihat lumayan sekarang dia tidak memakai daster. Sekarang dia memakai kaos dan celana pendek yang sedikit menerawang. Baju yang pernah aku belikan saat pertama kali aku ajak liburan saat pengantin baru. Padahal dulu katanya malu sekarang dia mau pakai.Dalam hatiku berkata, "Ya, begitu dong dibelikan baju nggak pernah dipakai.""Ya,
Mataku terus saja tidak berpindah untuk memperhatikan Sari. Aku pun melirik kresek putih di sebelah tangannya. Kemudian mataku langsung meloncat mengintip kresek itu, ternyata ada pil KB di kresek itu. Tak lupa juga aku memperhatikan sablon di plastik tersebut.Deg .... Rasanya jantungku berhenti sejenak. Ternyata apotek yang aku kunjungi kemaren lusa sama dengan sablon yang ada di plastik sebelah tangan Sari."Sial! Bener, dia itu yang sudah mengambil dua benda itu di kantong celanaku, aku harus gimana ini?" batinku. Sekarang hatiku mulai tambah gelisah. "Gara-gara keteledoran aku, aku sekarang ada dalam masalah besar," ucapku lirih.Sejenak aku memejamkan mata, agar rasa gugup aku hilang."Loh, kamu ngomong apa, Mas? Aku nggak denger. Dan sekarang kenapa pula itu wajah kamu jadi pucat gitu?" tanyanya, sambil dengan santainya menyeruput air di gelasnya."Oh, eng-enggak kok, aku nggak kenapa-kenapa," jawabku gugup.Aku mencoba untuk tetap tenang agar Sari tidak curiga. Jika dia berta
Tak lama kemudian Sari pun pulang. Saat tiba di rumah, dia langsung pergi ke kamar mandi, setelah itu langsung masuk ke kamar, kemudian tidur. Malam ini dia tidak menyapaku sama sekali. Aku pun juga malas, kalau harus aku duluan yang menegur dia.***Hari sudah pagi. Dua malam ini, aku bisa tidur dengan nyenyak, tanpa ikut begadang menemani Sari. Rasanya badanku sangat segar.Sama seperti kemarin, setelah aku keluar kamar. Kulihat rumah terlihat sangat bersih dan rapi. Semua tertata dengan rapi. Bahkan sudah aku pastikan di semua ruangan.Saat aku pergi ke dapur untuk minum, aku mencium bau harum masakan, sepertinya berasal dari dalam tudung saji aku pun langsung membukanya.Sama seperti kemarin, sepagi ini Sari sudah selesai masak dan masakan itu sudah berjejer rapi di meja. Kali ini menunya berbeda dari kemarin. Menu hari ini pasmol ayam, udang asam manis, dan ikan bandeng kuah kuning. Aku pun langsung penasaran dengan rasanya. Setelah aku cicipi ternyata rasanya lumayan enak bahkan
Poh HanaPov HanaTerpaksa hari ini aku mau diajak menginap lagi di hotel ini menemani lelaki tua ini. Selain uang, aku tak ingin jika harga diriku di kosan menjadi jelek gara-gara ulahnya."Aku tunggu di depan ya, Sayang," katanya saat aku masih merapikan penampilanku. Aku hanya diam tak menjawab perkataannya."Jangan, lama-lama siap-siapnya!" katanya lagi sambil berlalu."Iya," jawabku singkat.Ku lihat ponselku masih saja sepi, sama sekali tidak ada pesan masuk dari lelaki yang biasa pergi denganku, salah satunya Nanang, lelaki yang masih aku cintai untuk saat ini.'Kamu sedang apa di sana sih, Nang? Tega sekali kamu tidak memberiku kabar. Apa ini karena ada Sari di sana hingga kamu lupa dengan kekasihmu ini?' batinku kesal.Ah sudahlah, ada baiknya juga jika dia tidak menghubungiku. Kalau begini kan aku bisa leluasa pergi kemanapun, tanpa ada bayang-bayang lelaki yang cemburuan itu.Pokoknya kalau aku sudah punya banyak uang dari lelaki tua ini, aku bakal pergi jauh hingga lelaki
Pov Pak RudiPov Pak RudiSetiap pergi bersamanya aku tak lupa mengajaknya belanja. Namanya juga perempuan paling suka diajak belanja apalagi kalau dikasih uang gepokan, semua masalah langsung hilang seketika.***"Ayo, dimakan makanannya, Mi!" Ku lihat kekasihku hanya diam saja, tak sedikit pun menyentuh makanan yang sudah lima menit berada di meja depannya."Aku suapin ya, Mi," kataku sambil ku pegang tangannya dengan lembut.Aku yakin dia masih saja kepikiran dengan tawaranku semalam. Dia pasti bingung karena harus memilih menantu yang tak tahu d*iriku itu atau memilih uang yang aku punya.Katanya dia tidak menaruh hati ke pada menantuku itu, bagiku itu suatu kebohongan besar. Saat ku intip di rumah sakit, sorot mata kekasihku itu tidak seperti jika dengan seorang lelaki lainnya. Jelas terlihat kalau dia menaruh hati ke pada Nanang.Aku ini orang dewasa yang sudah berumur mana mungkin dia bisa membo
Pov Hana"Kamu jangan gila, Pi! Kalau dibilang aku belum ya belum siap!" Aku kesal sekali mendengarkan perkataan lelaki ini."Sudahlah, Mi! Ini sudah malam, jangan, berisik!""Papi jangan aneh-aneh ya sama aku. Jika apa yang Papi bicarakan itu sampai terjadi, jangan harap Mami akan mau menemui Papi lagi," kataku yang tak memperdulikan perkataannya."Memangnya mau sampai kapan hubungan kita ini? Kamu itu harusnya seneng kalau ada laki-laki yang mau menghalalkan kamu, Mi. Walau cuman dengan nikah siri sudah cukup bagi papi, yang penting kita bisa sah sebagai suami istri walau hanya secara agama.""Meski nikah siri pun aku tidak mau, Pi!" Aku tetap menolak tawarannya. "Terserah! Ini sudah keputusan papi. Kalau Mami tidak mau, papi akan cari wanita yang lebih cantik dan lebih segalanya daripada Mami!""Terserah kalau itu mau Papi. Aku jamin tidak akan ada wanita yang lebih baik daripada mami," kataku setengah meninggi.
Pov HanaKu perhatikan dari tempat tidur, lelaki tua itu mengambil bajunya kemudian dia kenakan. Rasanya dia beneran ingin pergi dari hotel ini."Pi!" teriakku. Aku pun bergegas menyusulnya."Papi!" Lelaki tua itu tetap tak menjawab panggilanku bahkan terus saja meneruskan aktifitasnya."Jangan, marah gitu dong, Pi. Mami itu hanya kecapekan saja, banyak pekerjaan di kantor yang membuat pikiran mami jadi pusing. Maaf ya, jika perkataan mami membuat Papi marah," rayuku."Papi, kok diam saja, sih!" kataku sambil memeluk tubuhnya dari belakang.Bukannya dia membalas pelukanku, malah dia justru menghempaskan tanganku."Papi jangan marah sama mami, ya. Mami itu sebenarnya juga sayang sama Papi. Mami dengan dia tidak ada hubungan yang serius. Hanya hubungan saling membutuhkan saja tanpa ada cinta. Sama seperti yang mami lakukan dengan yang lainnya, tanpa ada rasa cinta sama sekali," kataku. Aku berani berbicara seperti itu kare
Pov Hana"Apa susahnya Mi jawab pertanyaan papi? Kalau Mami tidak kasih jawaban sekarang, yang ada papi tidak bisa tenang. Mami sudah tahu sendiri kan papi ini cinta mati sama Mami."Aku hanya terdiam menanggapi perkataannya."Ayolah, Mi. Memangnya yang masih dipikirin apa sih, Mi?" Dia sekarang terlihat lebih memaksa."Papi kan juga sudah punya segalanya. Punya perusahaan, punya uang banyak. Mami minta apapun pasti papi bakalan turuti. Minta mobil minta rumah pasti akan papi belikan.""Lihat, mata papi!"Tangannya melingkar ke pundakku dan menatapku dengan lekat."Papi ini sangat mencintai Mami. Nggak mau kalau ada lelaki lain menyentuh Mami selain papi. Di dunia ini hanya Mami yang papi cintai. Mami tahu sendiri kan, kalau istri papi itu selalu sibuk dengan usaha kuenya mana ada waktu untuk memperhatikan papi. Satu-satunya wanita yang selalu perhatian ya cuman Mami seorang," katanya lagi."Aku sih sebenarnya s
Pov Hana"Maaf, Ma. Aku harus ke luar kota sekarang. Soalnya ada pertemuan penting. Terus kabarin papa tentang perkembangannya. Nanti kalau papa longgar papa akan telepon Mama lagi ya.""Iya, Ma. Papa sedang nyetir ini.""Ya sudah ya, Ma." Kemudian sambungan telepon itu dia matikan."Maaf ya, Sayang. Ada sedikit gangguan.""Nggak apa-apa, kok," jawabku santai.Perjalanan untuk kami sampai di pusat pembelanjaan tidaklah lama, dan sekarang sudah sampai di tempat parkir.Tak lupa saat mah turun, dia selalu membukakan pintu untukku. Berasa seperti tuan putri saja aku dibuatnya."Papi kenapa repot-repot segala. Mami bisa buka sendiri.""Ah, tidak.apa-apalah, Mi. Sesekali kan boleh," jawabnya.Ku lihat dia memperhatikanku sangat detail hingga beberapa menit dia masih terpaku melihatku."Ada apa, Pi?" tanyaku heran."Mi, papi tadi nggak begitu memperhatikan penampilan Mami. Ya ampun,
Pov Hana"Kenapa?" tanyanya keheranan setelah aku memperhatikan perut buncitnya."Oh, kamu memperhatikan perutku yang buncit ini, ya? Aku jadi terlihat gemukan ya, sekarang?" katanya tertawa kecil sambil mencolek pipiku.Aku hanya mengangguk-angguk saja menyetujui apa yang dia katakan."Pasti kalau makan sudah nggak terkontrol lagi, ya?" kataku sambil ku cubit perut gendutnya."Iya, lama tidak berjumpa dengan kamu sih, Sayang. Ya beginilah jadinya aku kurang terurus lagi. Papi janji setelah ini papi akan diet ketat.""Heleh," kataku sambil ku cebikkan bibirku."Apa sih, yang nggak demi Mami? Apapun yang Mami minta pasti akan papi lakukan," katanya sambil nyengir kuda.Aku sebenarnya nggak masalah sih kalau dia gemuk atau kurus, toh dia bukan pacar atau suamiku. Cuman, aku hanya khawatir kalau dia sampai jatuh sakit. Aku bakalan yang repot. Bisa-bisa aku kehilangan sumber penghasilanku. Apalagi dia adalah orang kaya kan lumayan juga uangnya."Nanti kita nginap di tempat biasa, ya," kat
Pov Author"Papa ini ke kamar mandinya lama sekali sih?" Bu Jingga nampak kesal."Namanya juga kebelet, Ma. Papa tadi sakit perut. Makanya lama di kamar mandinya," jawab lelaki yang mempunyai tahi lalat di bawah bibirnya."Jangan, cemberut gitu dong! Memangnya da apa sih, Ma?" Pak Rudi berusaha membujuk istrinya agar tidak lagi marah ke padanya."Papa ini sih lambat sekali. Harusnya cepetan kembali ke sini!" kata Bu Jingga sambil mengerucutkan mulutnya. Terlihat jelas perempuan setengah baya itu masih kesal dengan suaminya."Ada apa sih, Ma? Bicara dong sama papa. Bicaranya jangan setengah-setengah gitu, papa kan jadi bingung kalau begini.""Papa itu sih sudah bikin mama sebel.""Sudahlah, Ma. Jangan, manja begitu. Ini kita sedang di rumah sakit. Malau kalau sampai dilihatin besan kita. Ayo, cepetan bicara, agar semuanya jelas!" tutur pak Rudi."Tadi selingkuhannya si Nanang datang ke sini, Pa. Posisi Sari sedang terancam," kata bu Jingga yang terlihat sangat tidak suka dengan kehadira
Pov AuthorPak Norman dan Bu Nanda pergi menjauh karena muak melihat Hana dan Nanang. Mereka pergi melihat cucu kesayangannya dari balik pintu kaca ruang PICU. Mereka sangat khawatir dengan keadaan Putra.Pak Norman dan Bu Nanda sangat kecewa dengan Nanang. Mereka merasa tertipu oleh atas omongan Nanang sebelumnya. Nanang menuduh Sari yang sudah mengkhianatinya. Sedangkan kenyataannya yang sudah berkhianat adalah Nanang sendiri.Saat kedatangan Hana Pak Rudi langsung kaget. Dia merasa kenal dengan perempuan itu namun dia segera menjauh."Mau kemana, Mas?" tanya istrinya."Aku mau ke kamar mandi," jawabnya."Oh, ternyata wanita itu yang telah menghancurkan keluarga anakku." Melihat Hana mendatangi Nanang membuat Bu Jingga menjadi geram."Yang!" Kini Hana berjalan mendeket ke Nanang.Dengan segera Nanang menyahut tangan Hana dan mengajaknya pergi ke tempat yang agak sepi.Nanang geram karena kehadiran Hana. Hana tak merasa sungkan atau punya rasa bersalah tiba-tiba datang dan memperkenal