"Jadi kemarin kakak lu ngapain sebenarnya, Jo?" Tanya Flo melalui chat di layar monitor.
"Intinya, gw disuruh hapus Twist gw yang di tag orang." John membalas chat Jess sambil menunggu temannya yang lain masuk dalam grup chat permainan mereka.
Rachel Florence Aprilia salah satu pemain wanita yang kenal baik dengan John. Selain profesional di bidang FPS (First Person Shooter), FlorA—nama aliasnya dalam turnamen—juga dapat dikategorikan influencer muda, cantik, dan cukup berpengaruh di ranah sosial media.
Karena sering diminta mempromosikan atau mengenalkan brand atau suatu produk tertentu kepada pengikutnya yang sudah hampir mencapai satu juta, FlorA sering hilir mudik di halaman utama pengguna sosial media Instagrand bermodalkan pakaian minim dan memanjakan mata kaum adam.
"Nanti engagement lu bakal turun donk?" Tanya FlorA sembari menambahkan emoji karakter berkeringat dengan senyum.
"Peduli amat, gw juga ga akan hapus. Malah mau gw buat konten tuh kakak gw sekalian."
FlorA mengirimkan sticker chat dengan karakter kaget dan tulisan 'OMG'.
"Bayangkan." John menyeringai. "Judulnya: TEGURAN KAKAK YANG GAPTEK BERUJUNG KEKALAHAN JJTEAM."
"Asli, lu sih parah banget Jo! Dasar setan!" Balasan chat FlorA yang tampak tidak ada rasa bersalah akan tindakan John yang tidak etis.
Ting!
Dreamslandia bergabung dalam chat.
Ting!
Futopia bergabung dalam chat.
Ting!
Jess_unlimited bergabung dalam chat.
"Ayok kita gas!" Ucap John setelah melihat bahwa ketiga personil lain telah bergabung. Karena baginya yang terpenting sekarang ialah push rank. Sebuah istilah dalam dunia permainan daring untuk meningkatkan gelar pada akun miliknya.
Gelar tersebut berguna tidak lain sebagai penanda bahwa akun yang kita miliki layak untuk mendaftar dan bertanding dalam ajang turnamen e-sport yang saat ini semakin banyak digandrungi oleh anak muda karena sudah mencapai kancah internasional.
***
Kurang lebih JJ dengan timnya (JJGAMING) membuahkan hasil baik dengan pencapaian skor unggul 2 - 1 di laga nasional melawan tim Indonexia lainnya, BUM.IX yang merupakan pemain lama.
Setelah merayakan kemenangan secara virtual dengan teman-temannya, John melepaskan headset, menghela nafas sejenak, mengambil minum yang terletak tidak jauh darinya dengan cara menggeser kursi gaming-nya.
John meneguk segelas penuh air sambil melayangkan pandangannya ke arah jam dinding. Waktu menunjukkan pukul enam lewat dua puluh menit. Langit sudah mulai sedikit gelap dan kemerahan di luar. Biasanya kalau bukan ketukan di pintu kamarnya oleh asisten rumah tangga, bisa saja Matthias yang muncul secara tiba-tiba.
Namun sore itu suasana nampak begitu hening. Keheningan yang sangat tidak disukai John.
Meletakkan gelasnya di meja komputernya, kemudian John bangkit berdiri dan merenggangkan badannya. Memutar kepala serta lehernya mengikuti arah jarum jam dan memijit bagian tengkuk yang dirasakannya sedikit pegal. Kemudian ia menyalakan musik dengan volume menggelegar.
Bosan.
Sebuah kata yang muncul dalam pikirannya, karena turnamen berikutnya diadakan sepekan ke depan. Dan menatap layar komputer terlalu lama membuat matanya lelah, walau terkadang John menggunakan kacamata anti radiasi; ia tetap memilih untuk mengalihkan pandangannya ke hal lain.
John meraih dumbel yang ada tidak jauh dari ranjangnya, masing-masing sekitar 7 kg untuk mengencangkan lengan kanan dan kirinya sembari duduk di samping ranjang dan menatap cermin.
Kemudian ia melakukan beberapa kali lompat tali juga selama setengah jam, beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan badannya, berusaha rileks, namun semua itu ia lakukan hanya sekedar rutinitas bahkan hanya untuk mengisi waktu kosong.
Kosong.
Kata tersebut ikut muncul dalam hatinya. Selain membuat konten menggunakan sosial media, bermain secara daring bersama teman-temannya, mengunggah status terbaru sekaligus melihat perkembangan media melalui ponselnya, JJ tidak memiliki aktivitas lain yang ia anggap bermanfaat untuk dilakukan.
Seringkali JJ meminta asisten rumah tangga membawakan makan malamnya ke dalam kamar, karena ia benci suasana kosong ruang makan yang begitu besar hingga suara ketikan ponselnya menggema ke seluruh pelosok ruang makan tersebut.
Menelepon seseorang?
Siapa?
FlorA dan yang lain?
Untuk apa?
Segala gosip, obrolan tidak penting, curhatan akan selingkuhan artis dan sebagainya tidak membuat JJ tertarik untuk membahasnya.
Ketika semua rasa hampa tersebut melanda, hal terakhir yang bisa ia lakukan yaitu menuju garasi rumahnya. John bergegas mengambil kunci mobil yang tergeletak di atas meja dan lampu tidurnya. Ia berhenti sejenak memandang bingkai foto kecil berbahan kayu yang seolah memperhatikannya.
"Time to go...." Gumamnya kepada foto ibunya.
Berjalan menuju garasi sudah memakan waktu sekitar lima menit, setibanya John di garasi, ia menekan tombol tersembunyi yang terletak di salah satu patung hiasan taman berbentuk malaikat yang sedang menimba air.
Pintu otomatis garasi yang sangat luas terbuka, bergeser dari kanan ke kiri satu per satu. Memunculkan deretan mobil yang tak terhitung jumlahnya, berbagai jenis dari model klasik hingga sport ada disana. Belum lagi yang terdapat di ruang bawah tanah yang merupakan koleksi antik milik pak Jos dan jarang dikendarai.
Sekiranya 70% dari mobil yang berada dalam garasi tersebut merupakan 'mainan' John sejak ia remaja. Melalui taruhan, John sudah menghibahkan mobilnya kepada puluhan sahabat maupun orang yang cukup beruntung dalam ajang yang diadakannya dalam kanal YouToo.
FlorA bahkan pernah memenangkan customized Mini Zooper dari John. Mobil unik berukuran mini tersebut memiliki desain elegan dan polesan cantik pada bagian sampingnya dengan cat bunglon pink-kuning. Harganya hampir mencapai satu milyar rupiah.
Netizen berkomentar hal tersebut merupakan settingan untuk konten, JJ sedang berusaha mengambil hati FlorA, dan berbagai rumor liar lainnya. Kebenarannya hanya JJ dan FlorA yang mengetahuinya.
Disinyalir bahwa FlorA tidak tertarik harta JJ, melainkan koneksi serta jaringan kaum elit di perusahaan Kohlberg. Lebih tepatnya jika FlorA mengincar Matthias karena tingkat kedewasaan dan karisma yang dimilikinya berbeda dengan JJ.
Kini JJ sudah berada di mobil kesayangannya, mobil sport yang lazim dimiliki para pemuda baik mereka sukses dengan karirnya sendiri atau sekedar memiliki tanpa menguras keringatnya sendiri: Lamborgeenie.
Deruan suara mesin yang berpadu dengan knalpot racing memecah keheningan sore itu ketika Lambo JJ dinyalakan dari dalam garasi. Bukan berlebihan jika beberapa burung di sekitar kawasan rumah JJ terkaget dan terbang mengisi langit bernuansa warna lembayung yang ungu nan indah.
Pepohonan kelapa tinggi yang tersusun rapi ikut menjadi saksi bisu kala JJ menyetir perlahan melewatinya. Seakan tertunduk hormat, pepohonan kelapa tersebut mengayunkan dedaunannya diikuti beberapa asisten rumah tangga yang dengan sigap menuju pintu pagar utama kemudian menekan tombol otomatis agar terbuka.
Diiringi para asisten rumah tangga mengatur posisi membungkukkan kepala saat kendaraan JJ berpapasan dengan mereka, maka John Julius Kohlberg siap menjadi Raja Jalanan.
Vrrrmmm!
Desa Grace Hill, Sewarang. Javva Tengah. 400 km dari Akarta. 06:30 AM Di mana hartamu berada, di situlah hatimu berada. Itulah kalimat yang akan dibaca oleh siapa pun yang melintasi gerbang Bukit Anugerah. Daerah tersebut dibangun oleh seorang misionaris nasrani yang dibantu oleh para penduduk sekitar pada tahun 90-an, tertulis pada peta dengan sebutan Grace Hill. Sejarah yang sebenarnya bukan ditujukan untuk penyebaran agama, akan tetapi Bukit Anugerah pernah mengalami musibah kebakaran dahsyat pada suatu malam, seluruh wilayah perbukitan yang dipenuhi pepohonan tinggi habis dilahap api yang berkobar hingga dini hari. Pemadam kebakaran berlokasi sangat jauh dan penduduk sekitar tidak memiliki cukup daya untuk menanggulangi kebakaran hutan tersebut yang menyebar begitu cepat oleh karena iklim ekstrim. Tidak sedikit jum
Akarta Selatan03:21 AMDeruan Lamborgeenie Veneyes Roadster berwarna hitam yang dikendarai JJ melintasi jembatan layang Semanggis malam itu ditemani cahaya bulan yang telah meredup karena posisinya sudah hampir tergantikan matahari terbit.Berpacu dengan kecepatan tinggi sambil menyetel musik berjudul 'somewhere I belong' dengan volume yang begitu keras—memicu adrenalin serta menenangkan jiwa dan pikiran John.Itulah yang sering dilakukan John, terkadang dikendarainya sendiri tanpa arah. Di lain waktu berpacu dengan beberapa temannya dalam jarak tertentu dengan atau tanpa taruhan.Lambo miliknya ini tidak pernah ia pertaruhkan karena mesin di dalamnya terhitung jauh lebih mahal berkali lipat dibanding harga Lambo itu sendiri. Teknisi yang menangani mobil tersebut didatangkan langsung dari negara dimana Lambo itu kali pertama diresmikan.Alasan sebenarn
Akarta Selatan - Kediaman Kohlberg 05:10 AM Pagi yang begitu menyenangkan bagi John. Akhirnya ia dapat memulai hidup baru dan mandiri, lepas dari ocehan Matthias. Terbebas dari jeratan rutinitas di kota metropolitan dengan segala kebisingan seperti pembangunan flyover, apartemen, dan segala yang ia lintasi dengan Lambo hitam miliknya. Bermodalkan laptop, ponsel, kamera, earphone bluetooth, serta berbagai gawai pendukung v-log maupun aksesoris lainnya, John berencana untuk meninggalkan rumah dan kehidupan mewah yang ia miliki dalam keluarga Kohlberg. Hal pertama yang JJ lakukan ialah merekam video yang akan ia jadikan konten untuk pemirsa setia kanal YouToo miliknya yang sudah beberapa hari ia anggurkan tanpa mengunggah apapun. VLOG CABUT SELAMANYA DARI KOHL RESIDENCE Itulah judul yang JJ ketik dalam aplikasi catatan pada ponse
Jalan Anugerah Raya, Sewarang. Javva Tengah 07:00 AM Beberapa buah menggelinding ke tepi jalan, sebagian hancur di tempat, dan sayuran berserakan tercecer di jalan. Roda bagian depan sepeda masih berputar sementara bagian belakang yang dikendarai Grace rusak parah. Grace yang mendarat sempurna di bahu jalan mengalami cedera ringan di bagian lengan kanan, menahan bobot tubuhnya yang terlebih dahulu menyentuh aspal karena terpelanting beberapa meter dari kap mobil—yang syukurnya sempat ia rem mendadak—saat John membuka matanya di detik terakhir sebelum menabrak Grace. Apabila dalam kecepatan penuh, mungkin nyawa Grace sudah terancam. Grace terduduk, ia memeriksa lengannya yang berdarah. Gesekan aspal bercampur sedikit tanah telah membuat lengan putih Grace nampak memprihatikan. Kakinya juga mengalami cedera namun hanya lecet yang mungkin akan meninggalkan luka setelah se
Masih terngiang di benak Grace, sosok horor yang merendahkan dirinya: John. Ia duduk di bangku panjang setelah luka di lengannya diobati, dibalut perban yang diisi pengobatan tradisional di klinik kecil dekat kantor kecamatan. Sewaktu ditanya apa yang menyebabkan ia terluka seperti itu oleh perawat klinik, Grace hanya menjawab terjerembap jatuh akibat krikil. Namun pandangan tidak percaya dilayangkan padanya ketika sang perawat melihat sepeda Grace luluh lantak. "Masa iya karena kerikil?" Tanya Minah, perawat yang bekerja di sana. "Mungkin di dorong jin kali. Sampai hancur begitu sepedanya." "Ah Kak Minah," Grace tersenyum menahan perih. "Pagi-pagi sudah cerita horor aja." "Ye, bukan gitu." Minah menimpali. "Kamu badannya tidak berat sama sekali, masa kalau sekedar jatuh, sampai rusak parah sepedanya? Gak masuk akal." "Orang itu yang jauh tidak masuk akal, Kak," Grace tanpa sadar bergumam demikian. Membuat Minah mempertanyakan perkata
"Lima ribu semangkok, bos." Kata mamang jualan bakso di tepi jalan, berada tidak jauh dari kompleks vila pada John yang menanyakan harga dagangannya."Dua ya," John mengambil lembar ratusan ribu. Menyerahkan pada mamang penjual sambil melihat ponselnya. "Ambil aja kembaliannya.""Hah? Yang bener, bos?" Mamang terkaget sambil mengambil lembaran tersebut dan terbelalak. Walau kompleks vila tersebut tergolong elit, namun yang biasa makan hanya penduduk sekitar. Tamu sesekali pernah tapi mereka selalu bayar pas, bahkan minta kembalian terus. "Waduh, terima kasih banyak ya bos! Terima kasih bos, waduhhh mantap ini!!"John hanya mengangguk tidak peduli, masih sambil berdiri dan mengamati layar ponselnya. Ia memutar ulang video rekamannya. Memperhatikan secara seksama kemudian berhenti untuk berpikir sejenak, mungkin memang dirinya tidak populer di kalangan orang kampung.Setelah bakso-nya siap, mamang tukang bakso dengan begitu hormat meletakkan dua mangkok bak
Bukit Anugerah — Pondok Kasih Karunia 07:30 PM Setelah Sheila menurunkan Grace, meletakkan helm yang dipinjam Grace di gantungan dekat kakinya lalu ia segera menginjak gas sembari meledek Grace dengan panggilan 'selamat malam, Maria sayang' sebelum sempat Grace mengucapkan terima kasih. Keusilan Sheila memang sudah dari dulu Grace alami, namun kata-kata yang sempat dilontarkannya membuat Grace merasa tidak nyaman. "Aku sih mau jadi pacar orang itu." Grace masih bergidik membayangkan wajah John serta tindakannya yang semena-mena atas dirinya. Luka di lengan atau kaki tidaklah terlalu ia persoalkan, toh ia juga salah; dengan ceroboh mengendarai sepedanya di tengah jalan. Namun video akan dirinya merupakan 'kerusakan yang lain', yang mungkin tidak menyakiti fisiknya—akan tetapi menimbulkan sensasi mual sehingga ingin rasanya Grace menampar pria t
"Oh kamu tinggal di gubuk ini ternyata." Terdengar suara pria yang terasa begitu dekat dengannya, Grace yang terlelap di tempat tidur dengan posisi meringkuk membuka matanya perlahan. Masih dalam keadaan setengah sadar dan matanya berusaha fokus, namun Grace berkata dalam hatinya; sepertinya suara itu tidak asing. "J—JOHN?!" Mata Grace terbelalak, jantungnya terasa mau copot. Sosok pria di hadapannya itu ternyata John dan pagi itu matahari belum sepenuhnya terbit karena tertutup awan tebal, sehingga suasana cukup gelap dan dingin menyelimuti kamar Grace. Grace tidak dapat berkata apa-apa saat sosok John berdiri dengan ponsel di tangannya dan mengarah padanya seperti yang terjadi sebelumnya. Mungkinkah ia sedang merekam dirinya kembali? Tapi sejak kapan? Bagaimana bisa ia masuk? Kenapa dia bisa tahu alamat rumahnya? Tunggu, ini seperti pembobolan rumah! "Gue dengar dari teman-teman lu, lu tinggal sendiri?" Tata
Setelah memberikan jam tangan emas miliknya, John kecil melihat gadis tersebut seakan menerima sesuatu yang sama sekali baru kali pertama dilihatnya. Dengan penuh antusias Lisa memeriksa setiap detail dari jam tangan kecil tersebut."Namamu siapa?" Lisa bertanya sambil tetap terfokus memperhatikan detik jam yang berjalan tanpa terhenti, tidak seperti detik pada jam tangan biasa. "Kamu orang kaya ya?""Aku John," dengan nada datar, John menjawabnya. "Aku bukan orang kaya, kenapa kamu bertanya begitu? Karena jam tangan emas itu?""Bukan," Lisa menatapnya. "Kamu sekolah di sana."Lisa menunjuk ke arah gedung berwarna sedikit kemerahan karena pantulan cahaya matahari siang. Udara saat itu lumayan sejuk, langit berawan, namun kedua anak kecil tersebut masih berada di balik semak rimbun dan pohon besar yang meneduhi mereka."Oh, tapi siapa pun juga bisa sekolah di sana, tidak harus orang kaya," John tersenyum, akan tetapi ia lupa sejenak dengan siapa ia
"Kehidupan ini bagai papan catur, jika tidak memiliki strategi tentu akan kalah. Siapa tidak berkawan tentu takkan pernah menemukan jalan keluar."Kalimat bijak di atas tertulis pada buku yang pernah dibaca oleh John ketika ia duduk di bangku sekolah dasar, namun ia tidak merasakan memiliki seorang pun teman karena ia sangat dijaga ketat oleh bodyguard ketika berada di sekolah.Teman-teman seusianya tidak ada yang berani mendekati karena melihat beberapa pria berjas hitam, berbadan besar, dengan tatapan mata tajam selalu mengawasi dan mengikuti kemana pun John pergi.Bel berdering, menandakan sudah waktunya untuk masuk kembali ke kelas. Saat itu John dan ketiga pengawalnya sedang berada di taman, John duduk di ukiran batu yang menjadi tempat duduknya dan kotak makanan berada di meja batu berbentuk bundar."Tuan Muda," salah satu pengawal berkata pada John kecil yang sedang memandangi buku tebal yang berada di tangannya. "Apakah Tuan tida
Grace merasa tertekan dengan kondisinya, baik fisik maupun mental. Terlebih setelah mengetahui bahwa dirinya berada di rumah sakit yang didirikan keluarga John, ia makin merasa berhutang. "GRACE!!!" Dari arah pintu, suara teriakan yang tidak asing bagi Grace bergema. Sheila, teman kuliahnya segera berlari menuju samping ranjang Grace, ia sempat meletakkan keranjang kecil buah di meja samping Grace dan menatapnya dengan penuh rasa iba. "Ya ampun, kamu kenapa bisa sampai begini, Grace?" Sheila, dengan rambut digerai dan dandanan yang nampak sedikit menonjol, menunjukkan wajah khawatir melihat keadaan Grace yang dibungkus rapi bagaikan mumi. "Yah, kecelakaan yang bodoh, Sheila," Grace menjawab sambil berusaha tetap tersenyum. "Aku lewat jalan pintas di bukit, eh malah jatuh ke jurang. Untungnya hanya beberapa meter." Sheila mengangguk dengan penuh antusias sementara Grace melirik ke arah buah-buahan yang masih rapi dibungkus plastik. "Ga
"Oke, ga ada masalah," John memberitahukan bahwa status Grace di kampus baik-baik saja karena mengalami kecelakaan. Ujian dapat ditunda dan akan dilaksanakan ujian ulang khusus dirinya di lain waktu setelah Grace pulih. "Kamu, bagaimana sih kamu bisa buat kampus itu 'ok' kalau aku kena musibah?" Grace bingung. "Karena biasanya mereka tidak mau dengar alasan apa pun." "Ga usah dipikirin," John menjawab dengan singkat. Kemudian ia keluar dari kamar tersebut, ingin mencari udara segar sembari melangkah pergi dan melihat ponselnya. "Gimana ga mikirin, biaya di sini mahal pastinya," Grace berbicara dalam hati, merenung, dan berpikir bahwa tabungannya akan habis mengganti semua biaya yang dibutuhkan. Tidak pernah terpikir olehnya bahwa semua biaya telah ditanggung John untuk perawatan medis, terapi, bahkan segala operasi yang dibutuhkan Grace. Universitas tempat Grace mengambil mata kuliah farmasi tersebut bahkan dibeli oleh John sebab ia i
Tirai jendela kamar ditarik, sinar matahari memukul wajah Grace dengan kehangatannya. Pagi itu ia merasakan beberapa hal yang cukup mengganjal. Pertama, siapa gerangan sosok wanita berpakaian putih yang membuka jendela tersebut?Lalu, dimana dirinya sekarang? Sesaat setelah membuka mata, ia bahkan tidak dapat merasakan kakinya. Tangan kirinya diangkat dan ia samar-samar melihat semacam selang yang menempel di punggung tangannya.Grace mengalami rasa perih di bagian tangan, kaki, dan tiba-tiba menjalar ke sekujur tubuhnya. Hal terakhir yang ia ingat ialah dirinya terjatuh ke jurang akibat mobil berwarna hijau yang menabrak bagian depan sepedanya di tikungan.Selain kehilangan kesempatan untuk ujian, Grace juga kehilangan kesadarannya hingga beberapa hari. Kenyataan tersebut membuat dirinya ingin menangis, marah, dan menyalahkan dirinya. Ia tidak terima dengan kondisinya sekarang yang terbaring tak berdaya."Wah, akhirnya Nona sadarkan diri juga!" Wanita be
Seluk-beluk pegunungan, perbukitan, dan juga aneka jalan kecil telah diketahui Grace sejak ia kecil. Bahkan semuanya itu sudah ia hafal di luar kepala, sehingga tidak diragukan lagi walau dalam keadaan gelapnya malam sekalipun, ia yakin dirinya tidak akan tersesat. Jika ia melakukan perjalanan mendaki dengan sepedanya dan melintasi beberapa area perbukitan dan pepohonan, maka Grace akan tiba sepuluh menit lebih cepat dari jalan raya dengan jalan pintas yang ia lalui selama beberapa waktu. Grace bersenandung, ia merasakan kedamaian semenjak dirinya tidak terlibat dengan John, ia juga merasa lega bahwa videonya tidak lagi menjadi bahan perbincangan teman-teman kampusnya karena sudah di hapus oleh John atas permohonannya. Matahari belum sepenuhnya tenggelam, maka Grace berusaha mengayuh sepedanya dengan penuh antusias agar dapat menempuh setidaknya separuh perjalanan. Ia sempat melihat adanya bulan yang masih samar-samar terlihat menggantung di langit karena cua
Desa Grace Hill memang terkenal oleh suasananya yang sejuk dan damai, namun semenjak proyek konstruksi JJWORLD dilaksanakan, banyak mobil angkutan besar yang hilir-mudik dari kota dan memadati jalan raya menuju lokasi vila yang berada di puncak gunung. Selain mengganggu suasana sekitar dengan asap kendaraannya, iring-iringan mobil konstruksi tersebut cukup meresahkan warga yang terbiasa dengan suasana jalanan yang terbilang sepi, bebas plusi, serta banyak anak-anak yang berjalan kaki. Itulah salah satu faktor yang tidak dipikirkan oleh John sebelumnya, ia hanya memusatkan perhatiannya pada aspek pembangunan, jika berurusan dengan surat izin, John dengan mudahnya mengatasi hal tersebut melalui sumber keuangan miliknya. Seluruh proses dapat berjalan dengan lancar, tanpa masalah birokrasi oleh pemerintah setempat karena adanya kucuran dana 'tambahan' yang dikeluarkan oleh John dan harganya tidaklah main-main. Dengan kata lain, John seolah 'membeli' wilayah dan o
Beberapa hari setelah 'perpisahan singkat' dirinya dengan Grace, John kembali melanjutkan misi serta goal yang ia telah simpan dalam ponselnya.John telah mengambil langkah awal bekerja sama dengan Kim, walau pada dasarnya ia terganggu dengan cara Kim beserta timnya memanfaatkan fasilitas penginapan yang John berikan gratis pada mereka untuk kepentingan pribadi.Langkah selanjutnya ia memberitahukan setiap anggota tim permainan daring JJGAMING untuk datang dan melakukan vlog bersamanya, kali ini John yang memanfaatkan peluang. Ia mengetahui kapasitas Kim beserta tim sinematografi untuk memberikan arahan secara cuma-cuma ketika mereka melakukan syuting.John memang tidak bodoh hanya saja ia perlu melihat situasi dan kondisi hati Kim yang terkenal cukuppicky dalam memilih mitra bisnis, bisa saja ia membatalkan secara sepihak apabila kondisi hatinya terganggu.Di lain waktu, John telah menghubungi kontraktor, beserta arsitek dan interior desai
Setelah menyelesaikan semangkuk bakso hangat, Grace merasa cukup kuat untuk berjalan. Segera setelah itu ia bangkit berdiri dan berpamitan dengan sopan pada John. Sebelum melangkahkan kakinya keluar dari bangku, John menangkap lengan Grace."Gue anter," John menahan Grace."Ga usah, aku bisa jalan sendiri pulang, sekalian olahraga," Grace segera menampik permintaan John untuk mengantarnya ke rumah. "Terima kasih."John masih tidak melepaskan genggamannya, ia menatap Grace tanpa berkedip. "Lu buang sepeda itu, I'm okay. It's your choice anyway. Tapi gue ga nyaman kalau liat lu harus ngorbanin diri gitu.""Ngorbanin diri? Maksudnya?""Lu pikir jarak dari sini ke gereja itu berapa meter?""Ya ga tau lah, ga pernah ngitungin.""That's why, think." John melepaskan genggamannya dan menunjuk ke arah pelipisnya."Sok banget sih," Grace mulai merasa sebal dan merasa direndahkan. "Kalau mau debat, aku ga ada waktu layan