"Oke, ga ada masalah," John memberitahukan bahwa status Grace di kampus baik-baik saja karena mengalami kecelakaan. Ujian dapat ditunda dan akan dilaksanakan ujian ulang khusus dirinya di lain waktu setelah Grace pulih.
"Kamu, bagaimana sih kamu bisa buat kampus itu 'ok' kalau aku kena musibah?" Grace bingung. "Karena biasanya mereka tidak mau dengar alasan apa pun."
"Ga usah dipikirin," John menjawab dengan singkat. Kemudian ia keluar dari kamar tersebut, ingin mencari udara segar sembari melangkah pergi dan melihat ponselnya.
"Gimana ga mikirin, biaya di sini mahal pastinya," Grace berbicara dalam hati, merenung, dan berpikir bahwa tabungannya akan habis mengganti semua biaya yang dibutuhkan.
Tidak pernah terpikir olehnya bahwa semua biaya telah ditanggung John untuk perawatan medis, terapi, bahkan segala operasi yang dibutuhkan Grace.
Universitas tempat Grace mengambil mata kuliah farmasi tersebut bahkan dibeli oleh John sebab ia i
Grace merasa tertekan dengan kondisinya, baik fisik maupun mental. Terlebih setelah mengetahui bahwa dirinya berada di rumah sakit yang didirikan keluarga John, ia makin merasa berhutang. "GRACE!!!" Dari arah pintu, suara teriakan yang tidak asing bagi Grace bergema. Sheila, teman kuliahnya segera berlari menuju samping ranjang Grace, ia sempat meletakkan keranjang kecil buah di meja samping Grace dan menatapnya dengan penuh rasa iba. "Ya ampun, kamu kenapa bisa sampai begini, Grace?" Sheila, dengan rambut digerai dan dandanan yang nampak sedikit menonjol, menunjukkan wajah khawatir melihat keadaan Grace yang dibungkus rapi bagaikan mumi. "Yah, kecelakaan yang bodoh, Sheila," Grace menjawab sambil berusaha tetap tersenyum. "Aku lewat jalan pintas di bukit, eh malah jatuh ke jurang. Untungnya hanya beberapa meter." Sheila mengangguk dengan penuh antusias sementara Grace melirik ke arah buah-buahan yang masih rapi dibungkus plastik. "Ga
"Kehidupan ini bagai papan catur, jika tidak memiliki strategi tentu akan kalah. Siapa tidak berkawan tentu takkan pernah menemukan jalan keluar."Kalimat bijak di atas tertulis pada buku yang pernah dibaca oleh John ketika ia duduk di bangku sekolah dasar, namun ia tidak merasakan memiliki seorang pun teman karena ia sangat dijaga ketat oleh bodyguard ketika berada di sekolah.Teman-teman seusianya tidak ada yang berani mendekati karena melihat beberapa pria berjas hitam, berbadan besar, dengan tatapan mata tajam selalu mengawasi dan mengikuti kemana pun John pergi.Bel berdering, menandakan sudah waktunya untuk masuk kembali ke kelas. Saat itu John dan ketiga pengawalnya sedang berada di taman, John duduk di ukiran batu yang menjadi tempat duduknya dan kotak makanan berada di meja batu berbentuk bundar."Tuan Muda," salah satu pengawal berkata pada John kecil yang sedang memandangi buku tebal yang berada di tangannya. "Apakah Tuan tida
Setelah memberikan jam tangan emas miliknya, John kecil melihat gadis tersebut seakan menerima sesuatu yang sama sekali baru kali pertama dilihatnya. Dengan penuh antusias Lisa memeriksa setiap detail dari jam tangan kecil tersebut."Namamu siapa?" Lisa bertanya sambil tetap terfokus memperhatikan detik jam yang berjalan tanpa terhenti, tidak seperti detik pada jam tangan biasa. "Kamu orang kaya ya?""Aku John," dengan nada datar, John menjawabnya. "Aku bukan orang kaya, kenapa kamu bertanya begitu? Karena jam tangan emas itu?""Bukan," Lisa menatapnya. "Kamu sekolah di sana."Lisa menunjuk ke arah gedung berwarna sedikit kemerahan karena pantulan cahaya matahari siang. Udara saat itu lumayan sejuk, langit berawan, namun kedua anak kecil tersebut masih berada di balik semak rimbun dan pohon besar yang meneduhi mereka."Oh, tapi siapa pun juga bisa sekolah di sana, tidak harus orang kaya," John tersenyum, akan tetapi ia lupa sejenak dengan siapa ia
Harta yang paling terindah adalah keluarga. Mungkin kalimat tersebut sudah tidak asing lagi kita dengar, namun keindahan kalimat itu tidak memiliki arti apapun bagi keluarga multimiliuner Kohlberg. Berdasarkan data Forthebest periode Desember, tahun ini, total kekayaan bersih para pengusaha Indonexia naik US$ 5,6 miliar atau setara dengan Rp 78,40 triliun (asumsi kurs Rp 14.000/US$) dari tahun sebelumnya, menjadi US$ 134,6 miliar atau Rp 1.884 triliun.Dalam daftar tersebut, ada seorang pengusaha yang tercatat memiliki kekayaan dan pusaka yang tidak akan habis sampai tujuh generasi, sekalipun setiap harinya melakukan transaski pembelian hingga mencapai miliaran rupiah. Joseph Julius Kohlberg, 89 tahun. Di usianya yang sudah senja, mengalami sakit keras dan harus menjalani kesehariannya di atas kursi roda maupun terbaring di ranjang 'rumah sehat' pribadi miliknya, Kohlberg House of Health. Pria tua ini pun ter
Beberapa hari sebelumnya...Matthias menjadi geram ketika sekretarisnya melaporkan padanya bahwa cuitan John telah menjadi trending topik bahkan akun resmi perusahannya ikut diberi tagar.Sungguh memalukan. Hal tersebut secara tidak langsung mencoreng dirinya serta seluruh perusahaan Kohlberg.Sore itu, Matthias bermaksud menegur keras adiknya yang sudah keterlaluan. Sesampainya di rumah, ia segera naik ke lantai dua, mengabaikan para asisten rumah tangga yang menundukkan kepala saat Matthias melewati mereka mulai dari pintu masuk, tangga kembar, lorong panjang hingga pengujung ruangan dengan pintu yang tertempel poster besar berinisial JJ."John, tolong bersikaplah dewasa!" Dari nada suaranya seketika ia membuka pintu kamar JJ, Matthias nampak sangat jengkel mendapati tingkah John yang sedang asyik dengan komputernya dalam permainan daring bersama temannya setiap hari.Matthias mendekatinya dan mencab
"Jadi kemarin kakak lu ngapain sebenarnya, Jo?" Tanya Flo melalui chat di layar monitor."Intinya, gw disuruh hapus Twist gw yang di tagorang." John membalas chat Jess sambil menunggu temannya yang lain masuk dalam grup chat permainan mereka.Rachel Florence Aprilia salah satu pemain wanita yang kenal baik dengan John. Selain profesional di bidang FPS (First Person Shooter), FlorA—nama aliasnya dalam turnamen—juga dapat dikategorikan influencer muda, cantik, dan cukup berpengaruh di ranah sosial media.Karena sering diminta mempromosikan atau mengenalkan brand atau suatu produk tertentu kepada pengikutnya yang sudah hampir mencapai satu juta, FlorA sering hilir mudik di halaman utama pengguna sosial media Instagrand bermodalkan pakaian minim dan memanjakan mata kaum adam."Nanti engagement lu bakal turun donk?" Tanya FlorA sembari menambahkan emoji karakter berkeringat dengan
Desa Grace Hill, Sewarang. Javva Tengah. 400 km dari Akarta. 06:30 AM Di mana hartamu berada, di situlah hatimu berada. Itulah kalimat yang akan dibaca oleh siapa pun yang melintasi gerbang Bukit Anugerah. Daerah tersebut dibangun oleh seorang misionaris nasrani yang dibantu oleh para penduduk sekitar pada tahun 90-an, tertulis pada peta dengan sebutan Grace Hill. Sejarah yang sebenarnya bukan ditujukan untuk penyebaran agama, akan tetapi Bukit Anugerah pernah mengalami musibah kebakaran dahsyat pada suatu malam, seluruh wilayah perbukitan yang dipenuhi pepohonan tinggi habis dilahap api yang berkobar hingga dini hari. Pemadam kebakaran berlokasi sangat jauh dan penduduk sekitar tidak memiliki cukup daya untuk menanggulangi kebakaran hutan tersebut yang menyebar begitu cepat oleh karena iklim ekstrim. Tidak sedikit jum
Akarta Selatan03:21 AMDeruan Lamborgeenie Veneyes Roadster berwarna hitam yang dikendarai JJ melintasi jembatan layang Semanggis malam itu ditemani cahaya bulan yang telah meredup karena posisinya sudah hampir tergantikan matahari terbit.Berpacu dengan kecepatan tinggi sambil menyetel musik berjudul 'somewhere I belong' dengan volume yang begitu keras—memicu adrenalin serta menenangkan jiwa dan pikiran John.Itulah yang sering dilakukan John, terkadang dikendarainya sendiri tanpa arah. Di lain waktu berpacu dengan beberapa temannya dalam jarak tertentu dengan atau tanpa taruhan.Lambo miliknya ini tidak pernah ia pertaruhkan karena mesin di dalamnya terhitung jauh lebih mahal berkali lipat dibanding harga Lambo itu sendiri. Teknisi yang menangani mobil tersebut didatangkan langsung dari negara dimana Lambo itu kali pertama diresmikan.Alasan sebenarn
Setelah memberikan jam tangan emas miliknya, John kecil melihat gadis tersebut seakan menerima sesuatu yang sama sekali baru kali pertama dilihatnya. Dengan penuh antusias Lisa memeriksa setiap detail dari jam tangan kecil tersebut."Namamu siapa?" Lisa bertanya sambil tetap terfokus memperhatikan detik jam yang berjalan tanpa terhenti, tidak seperti detik pada jam tangan biasa. "Kamu orang kaya ya?""Aku John," dengan nada datar, John menjawabnya. "Aku bukan orang kaya, kenapa kamu bertanya begitu? Karena jam tangan emas itu?""Bukan," Lisa menatapnya. "Kamu sekolah di sana."Lisa menunjuk ke arah gedung berwarna sedikit kemerahan karena pantulan cahaya matahari siang. Udara saat itu lumayan sejuk, langit berawan, namun kedua anak kecil tersebut masih berada di balik semak rimbun dan pohon besar yang meneduhi mereka."Oh, tapi siapa pun juga bisa sekolah di sana, tidak harus orang kaya," John tersenyum, akan tetapi ia lupa sejenak dengan siapa ia
"Kehidupan ini bagai papan catur, jika tidak memiliki strategi tentu akan kalah. Siapa tidak berkawan tentu takkan pernah menemukan jalan keluar."Kalimat bijak di atas tertulis pada buku yang pernah dibaca oleh John ketika ia duduk di bangku sekolah dasar, namun ia tidak merasakan memiliki seorang pun teman karena ia sangat dijaga ketat oleh bodyguard ketika berada di sekolah.Teman-teman seusianya tidak ada yang berani mendekati karena melihat beberapa pria berjas hitam, berbadan besar, dengan tatapan mata tajam selalu mengawasi dan mengikuti kemana pun John pergi.Bel berdering, menandakan sudah waktunya untuk masuk kembali ke kelas. Saat itu John dan ketiga pengawalnya sedang berada di taman, John duduk di ukiran batu yang menjadi tempat duduknya dan kotak makanan berada di meja batu berbentuk bundar."Tuan Muda," salah satu pengawal berkata pada John kecil yang sedang memandangi buku tebal yang berada di tangannya. "Apakah Tuan tida
Grace merasa tertekan dengan kondisinya, baik fisik maupun mental. Terlebih setelah mengetahui bahwa dirinya berada di rumah sakit yang didirikan keluarga John, ia makin merasa berhutang. "GRACE!!!" Dari arah pintu, suara teriakan yang tidak asing bagi Grace bergema. Sheila, teman kuliahnya segera berlari menuju samping ranjang Grace, ia sempat meletakkan keranjang kecil buah di meja samping Grace dan menatapnya dengan penuh rasa iba. "Ya ampun, kamu kenapa bisa sampai begini, Grace?" Sheila, dengan rambut digerai dan dandanan yang nampak sedikit menonjol, menunjukkan wajah khawatir melihat keadaan Grace yang dibungkus rapi bagaikan mumi. "Yah, kecelakaan yang bodoh, Sheila," Grace menjawab sambil berusaha tetap tersenyum. "Aku lewat jalan pintas di bukit, eh malah jatuh ke jurang. Untungnya hanya beberapa meter." Sheila mengangguk dengan penuh antusias sementara Grace melirik ke arah buah-buahan yang masih rapi dibungkus plastik. "Ga
"Oke, ga ada masalah," John memberitahukan bahwa status Grace di kampus baik-baik saja karena mengalami kecelakaan. Ujian dapat ditunda dan akan dilaksanakan ujian ulang khusus dirinya di lain waktu setelah Grace pulih. "Kamu, bagaimana sih kamu bisa buat kampus itu 'ok' kalau aku kena musibah?" Grace bingung. "Karena biasanya mereka tidak mau dengar alasan apa pun." "Ga usah dipikirin," John menjawab dengan singkat. Kemudian ia keluar dari kamar tersebut, ingin mencari udara segar sembari melangkah pergi dan melihat ponselnya. "Gimana ga mikirin, biaya di sini mahal pastinya," Grace berbicara dalam hati, merenung, dan berpikir bahwa tabungannya akan habis mengganti semua biaya yang dibutuhkan. Tidak pernah terpikir olehnya bahwa semua biaya telah ditanggung John untuk perawatan medis, terapi, bahkan segala operasi yang dibutuhkan Grace. Universitas tempat Grace mengambil mata kuliah farmasi tersebut bahkan dibeli oleh John sebab ia i
Tirai jendela kamar ditarik, sinar matahari memukul wajah Grace dengan kehangatannya. Pagi itu ia merasakan beberapa hal yang cukup mengganjal. Pertama, siapa gerangan sosok wanita berpakaian putih yang membuka jendela tersebut?Lalu, dimana dirinya sekarang? Sesaat setelah membuka mata, ia bahkan tidak dapat merasakan kakinya. Tangan kirinya diangkat dan ia samar-samar melihat semacam selang yang menempel di punggung tangannya.Grace mengalami rasa perih di bagian tangan, kaki, dan tiba-tiba menjalar ke sekujur tubuhnya. Hal terakhir yang ia ingat ialah dirinya terjatuh ke jurang akibat mobil berwarna hijau yang menabrak bagian depan sepedanya di tikungan.Selain kehilangan kesempatan untuk ujian, Grace juga kehilangan kesadarannya hingga beberapa hari. Kenyataan tersebut membuat dirinya ingin menangis, marah, dan menyalahkan dirinya. Ia tidak terima dengan kondisinya sekarang yang terbaring tak berdaya."Wah, akhirnya Nona sadarkan diri juga!" Wanita be
Seluk-beluk pegunungan, perbukitan, dan juga aneka jalan kecil telah diketahui Grace sejak ia kecil. Bahkan semuanya itu sudah ia hafal di luar kepala, sehingga tidak diragukan lagi walau dalam keadaan gelapnya malam sekalipun, ia yakin dirinya tidak akan tersesat. Jika ia melakukan perjalanan mendaki dengan sepedanya dan melintasi beberapa area perbukitan dan pepohonan, maka Grace akan tiba sepuluh menit lebih cepat dari jalan raya dengan jalan pintas yang ia lalui selama beberapa waktu. Grace bersenandung, ia merasakan kedamaian semenjak dirinya tidak terlibat dengan John, ia juga merasa lega bahwa videonya tidak lagi menjadi bahan perbincangan teman-teman kampusnya karena sudah di hapus oleh John atas permohonannya. Matahari belum sepenuhnya tenggelam, maka Grace berusaha mengayuh sepedanya dengan penuh antusias agar dapat menempuh setidaknya separuh perjalanan. Ia sempat melihat adanya bulan yang masih samar-samar terlihat menggantung di langit karena cua
Desa Grace Hill memang terkenal oleh suasananya yang sejuk dan damai, namun semenjak proyek konstruksi JJWORLD dilaksanakan, banyak mobil angkutan besar yang hilir-mudik dari kota dan memadati jalan raya menuju lokasi vila yang berada di puncak gunung. Selain mengganggu suasana sekitar dengan asap kendaraannya, iring-iringan mobil konstruksi tersebut cukup meresahkan warga yang terbiasa dengan suasana jalanan yang terbilang sepi, bebas plusi, serta banyak anak-anak yang berjalan kaki. Itulah salah satu faktor yang tidak dipikirkan oleh John sebelumnya, ia hanya memusatkan perhatiannya pada aspek pembangunan, jika berurusan dengan surat izin, John dengan mudahnya mengatasi hal tersebut melalui sumber keuangan miliknya. Seluruh proses dapat berjalan dengan lancar, tanpa masalah birokrasi oleh pemerintah setempat karena adanya kucuran dana 'tambahan' yang dikeluarkan oleh John dan harganya tidaklah main-main. Dengan kata lain, John seolah 'membeli' wilayah dan o
Beberapa hari setelah 'perpisahan singkat' dirinya dengan Grace, John kembali melanjutkan misi serta goal yang ia telah simpan dalam ponselnya.John telah mengambil langkah awal bekerja sama dengan Kim, walau pada dasarnya ia terganggu dengan cara Kim beserta timnya memanfaatkan fasilitas penginapan yang John berikan gratis pada mereka untuk kepentingan pribadi.Langkah selanjutnya ia memberitahukan setiap anggota tim permainan daring JJGAMING untuk datang dan melakukan vlog bersamanya, kali ini John yang memanfaatkan peluang. Ia mengetahui kapasitas Kim beserta tim sinematografi untuk memberikan arahan secara cuma-cuma ketika mereka melakukan syuting.John memang tidak bodoh hanya saja ia perlu melihat situasi dan kondisi hati Kim yang terkenal cukuppicky dalam memilih mitra bisnis, bisa saja ia membatalkan secara sepihak apabila kondisi hatinya terganggu.Di lain waktu, John telah menghubungi kontraktor, beserta arsitek dan interior desai
Setelah menyelesaikan semangkuk bakso hangat, Grace merasa cukup kuat untuk berjalan. Segera setelah itu ia bangkit berdiri dan berpamitan dengan sopan pada John. Sebelum melangkahkan kakinya keluar dari bangku, John menangkap lengan Grace."Gue anter," John menahan Grace."Ga usah, aku bisa jalan sendiri pulang, sekalian olahraga," Grace segera menampik permintaan John untuk mengantarnya ke rumah. "Terima kasih."John masih tidak melepaskan genggamannya, ia menatap Grace tanpa berkedip. "Lu buang sepeda itu, I'm okay. It's your choice anyway. Tapi gue ga nyaman kalau liat lu harus ngorbanin diri gitu.""Ngorbanin diri? Maksudnya?""Lu pikir jarak dari sini ke gereja itu berapa meter?""Ya ga tau lah, ga pernah ngitungin.""That's why, think." John melepaskan genggamannya dan menunjuk ke arah pelipisnya."Sok banget sih," Grace mulai merasa sebal dan merasa direndahkan. "Kalau mau debat, aku ga ada waktu layan